BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerawanan pangan merupakan kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan pangan yang dinilai dari beberapa indikator seperti ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan. Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2015 Kabupaten Kepulauan Mentawai termasuk dalam daerah prioritas dua yang artinya wilayah ini rentan pada kondisi kerawanan pangan dan gizi. Hal ini disebabkan karena produksi pangan pokoknya belum mampu memenuhi kebutuhan penduduknya, tingginya angka kemiskinan, dan akses infrastruktur dasar yang kurang memadai (Dewan Ketahanan Pangan et al., 2015). Pemenuhan pangan Kabupaten Kepulauan Mentawai bersumber dari produksi lokal dan kiriman dari daerah lain. Wilayahnya memiliki potensi yang sesuai sebagai tempat produksi pangan, tetapi potensi ini belum terkelola secara maksimal (Bappeda, 2012). Bahan pangan yang tidak dapat dipenuhi dari produksi lokal dikirim dari daerah lain. Daerah kepulauan rentan pada kondisi kerawanan pangan. Kerawanan pangan dapat terjadi karena penurunan produksi pangan lokal akibat kurangnya regenerasi keterampilan sehingga pemenuhan pangan bergantung pada aktivitas impor yang membutuhkan biaya besar serta kurangnya pembangunan infrastruktur sehingga distribusi bahan pangan menjadi terhambat (Connell, 2014; Beckford and Campbell, 2013; Allen, 2014). Penanganan masalah kerawanan pangan tidak dapat dilepaskan dari pemangku kepentingan (Wegener et al., 2012). Dalam pengentasan rawan pangan diperlukan pendekatan lintas sektoral baik secara horizontal antara pemerintah dan non-pemerintah maupun secara vertikal yang mensinergikan kebijakan tingkat nasional hingga daerah. Koordinasi setiap komponen tersebut memerlukan dukungan baik secara politis maupun finansial. Untuk mencapai kualitas kesehatan masyarakat yang optimal diperlukan adanya keselarasan antara komitmen penanggulangan kelaparan dengan perbaikan gizi (te Lintelo dan Lakshman, 2015; Gillespie et al., 2013; Mejía Acosta dan Haddad, 2014; Sunguya et al., 2014).
2
Pemenuhan kebutuhan pangan berkaitan dengan sistem pangan dan kelestarian lingkungan. Dalam proses produksi, distribusi, dan konsumsinya sistem pangan kita membutuhkan energi dan menghasilkan zat sisa. Sistem pangan kita menyumbang 20 – 30% emisi gas rumah kaca, penyebab utama deforestasi, alih fungsi lahan dan hilangnya biodiversitas, penggunaan 70% sumber air, dan polusi udara (Garnett, 2014). Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pangan yang dapat memunuhi kebutuhan pangan secara kuantitas maupun kualitas, mencukupi kebutuhan gizi, dapat diterima secara budaya, akses yang mudah, terjangkau, dan menjaga kelestarian lingkungan atau biasa dikenal dengan sustainable food system (Auestad dan Fulgoni, 2015; Capone et al., 2014; Johnston et al., 2014; Burlingame dan Dernini, 2012). Melihat kompleksnya interaksi antar komponen kerawanan pangan dan gizi maka penelitian ini akan menggambarkan bagaimana pengentasan rawan pangan yang ada di Kabupaten Kepulauan Mentawai jika dilihat dari aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan kebijakan pangan serta mengkaji sistem pangan di suatu daerah dengan efek lingkungannya. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah peluang dan tantangan pengentasan rawan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai jika dilihat dari aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, kebijakan pangan, dan lingkungan. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengkaji solusi pengentasan rawan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui peluang pengentasan rawan pangan dilihat dari aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan kebijakan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai
3
b. Untuk mengetahui tantangan pengentasan rawan pangan dilihat dari aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, dan kebijakan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai c. Untuk mengetahui sistem pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai dengan efek lingkungannya (sustainability issue) D. Manfaat Penelitian 1. Hasil
penelitian
diharapkan
dapat
memberikan
gambaran
yang
komprehensif mengenai kondisi kerawanan pangan dilihat dari aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, kebijakan pangan, serta hubungan sistem pangan terhadap lingkungan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar perumusan kebijakan pangan dan program pengentasan kerawanan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai. E. Keaslian Penelitian 1. Skinner et al. (2013) Giving voice to food insecurity in a remote indigenous community in subarctic Ontario, Canada: traditional ways, ways to cope, ways forward. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif untuk menggali pola makan tradisional, coping strategies, dan masukan dari responden untuk meningkatkan ketahanan pangan komunitas di wilayah pedalaman Kanada. Penelitian dilakukan melalui dua tahapan, yaitu pengukuran ketahanan pangan rumah tangga dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam dengan salah satu anggota keluarga. Penelitian yang akan dilakukan melihat kejadian kerawanan pangan di wilayah kepulauan dari sudut pandang pemangku kepentingan pada aspek ketersediaan, akses, pemanfaatan, kebijakan pangan, dan lingkungan. Penelitian akan dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD pada pemangku kepentingan, observasi lapangan, dan telaah dokumen. 2. Allen (2014) Framing food security in the Pacific Islands: empirical evidence from an island in the Western Pacific. Penelitian ini menggunakan
4
studi kasus untuk mendeskripsikan keadaaan ketahanan pangan di pulau Malo. Tahapan penelitian dilakukan dengan kunjungan lapangan, observasi, dan wawancara mendalam. Penelitian kualitatif ditujukan untuk mengetahui sejarah pertanian, sosial, dan ekonomi di pulau Malo. Data pendukung diperoleh dari informasi kondisi dan produktivitas lahan pertanian dengan menilai luas area, jenis area, periode tanam, dan jenis tanaman. Peneliti menggali sustainable food system dengan menggambarkan sistem pertanian yang ramah lingkungan dengan mempertimbangkan waktu tanam, masa panen, perubahan cuaca, dan jenis komoditas pertanian. Selain itu penelitian ini juga membahas bagaimanan peranan pemerintah pada ketahanan pangan di wilayah kepulauan pasifik. Penelitian yang akan dilakukan akan menggali bagaimana pengentasan rawan pangan di wilayah kepulauan jika dilihat dari pengetahuan, persepsi, dan komitmen pemangku kepentingan serta peran setiap komponen sistem pangan dalam upaya pengentasan rawan pangan. Selain itu penelitian ini juga dilakukan untuk menggambarkan bagaimana budaya makan dan penyediaan pangan mempengaruhi lingkungan. 3. Lowitt et al. (2015) Factors affecting the innovation potential of smallholder farmers in the Caribbean Community. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara mendalam dan observasi mengenai konsep pertanian skala kecil di Caribbean Community (CARICOM). Peneliti akan menggali bagaimana pertanian skala kecil dapat berkembang untuk memenuhi kebutuhan pangan daerahnya yang memiliki karakteristik pulau – pulau kecil. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD pada pemangku kepentingan, observasi lapangan, dan telaah dokumen mengenai upaya pengentasan kerawanan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai 4. Wegener et al. (2012) Insights into the government’s role in food system
policy making: improving access to healthy, local food alongside other priorities. Penelitian ini dilakukan di Kanada untuk melihat peran pemangku kepentingan pada perumusan kebijakan konsumsi makanan lokal
5
serta tahapannya. Peneliti menggunakan pendekatan grounded theory untuk menggali masalah ini secara keseluruhan sehingga diperoleh alur pembuatan kebijakan pangan dan peran masing – masing bagian. Penelitian yang akan dilakukan menggunakan studi kasus kondisi kerawanan pangan di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai pemangku kepentingan yang dinilai memahami masalah tersebut.
6