1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Campak (measles) adalah salah satu penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus. Secara global campak masih menjadi penyebab utama kematian di kalangan anak-anak, meskipun vaksin yang aman dan hemat biaya sudah tersedia. Selama tahun 1980-an, ketika vaksin campak belum tersedia dan belum digunakan secara luas, campak diperkirakan menyebabkan kematian sampai 2,6 juta jiwa per tahun. Peningkatan vaksinasi campak diperkirakan dapat menurunkan jumlah kematian hingga 79%. Selama tahun 2000 sampai tahun 2014, peningkatan cakupan vaksinasi campak diseluruh dunia diprediksi telah menyelamatkan hingga 17,1 juta jiwa dan berhasil menurunkan kasus kematian secara global hingga 79%. Pada tahun 2000 kematian akibat campak diperkirakan mencapai 546.800 kematian dan pada tahun 2014 menurun menjadi 114.900 kematian. Sementara jumlah kasus campak di seluruh dunia menurun 76%, dari total yang dilaporkan, yaitu 853.500 kasus pada tahun 2000 menjadi 196.461 kasus pada tahun 2014 (WHO, 2013) Selama periode yang sama Indonesia membuat kemajuan substansial dalam upaya pengendalian campak, dimana dilaporkan terjadi penurunan kasus campak sebesar 76,6%. Menurut data Kementerian Kesehatan, ada 55.348 kasus campak yang dilaporkan pada tahun 2006 dan hanya 12.943 kasus yang dilaporkan pada tahun 2014. Selain itu, jumlah kematian yang disebabkan oleh campak juga mengalami penurunan sebesar 36,36% dari total 44 kematian pada 2006 menjadi 28 kematian pada tahun 2014 (Kemenkes, 2013) Meskipun telah banyak pencapaian yang signifikan dalam hal pengendalian campak di Indonesia, namun campak masih menjadi masalah yang serius dan masih berpotensi menimbulkan KLB. Jika kita melihat frekuensi Kejadian Luar Biasa campak di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, sejak tahun 2006 tren kejadian luar biasa (KLB campak) yang dilaporkan cenderung
2
mengalami peningkatan. Secara keseluruhan jumlah kejadian luar biasa (KLB) yang dilaporkan meningkat hingga 50,28%, dari 86 KLB pada tahun 2006, menjadi 173 KLB pada tahun 2014, seperti terlihat pada gambar. 1 berikut : 400 356
350
Frekuensi
300 250 200
190
188
100
86
114
173
163
150
128
110
50 0 2006
2007
2008
2009
2010 Tahun
2011
2012
2013
2014
Sumber: (Kemenkes, 2014)
Gambar 1. Frekuensi KLB Campak Indonesia Tahun 2006-2014 Kasus campak pada tahun 2014 tersebar diseluruh provinsi di wilayah Indonesia, salah satunya adalah di provinsi DIY dengan jumlah kasus 1.222 kasus, dengan jumlah ini DIY menjadi provinsi dengan jumlah kasus campak terbanyak ketiga setelah DKI Jakarta dan Aceh, seperti terlihat pada gambar 2 berikut :
Sumber: (Kemenkes, 2014)
Gambar 2. Distribusi Kasus Campak di Indonesia Tahun 2014 Berdasarkan data surveilans campak nasional insiden rate (IR) campak di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 5,11/100.000 populasi, sedangkan di DIY incident rate kasus campak mencapai 34/100.000 populasi. DIY terdiri dari 5 Kabupaten/Kota dengan sistem pelaporan kasus campak yang cukup baik dan komprehensif serta mempunyai cakupan imunisasi yang tinggi.
3
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang memiliki tingkat pencapaian kinerja program imunisasi terbaik di Indonesia. Sejak tahun 2012, seluruh desa (100%) yang ada di DIY telah masuk dalam kategori UCI (Universal Child Imunization). UCI adalah suatu indikasi yang menggambarkan bahwa 90% penduduk di desa tersebut telah menjalankan imunisasi (Dinkes Provinsi DIY, 2015). Sarana pelayanan kesehatan di Daerah Istimewa Yogyakarta dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya serta Rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Sarana pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan oleh puskesmas dan jajarannya, berikut adalah sarana pelayanan kesehatan di tiap Kabupaten/kota di DIY Tabel I. Jumlah Sarana Kesehatan di Provinsi DIY Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6
Kab/Kota Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Kota Yogya DIY
Puskesmas 21 27 30 25 18 121
Rumah 9 sakit 13 3 31 27 83
Praktek N/A dokter 491 84 691 260 1526
Rumah 8 Bersalin 32 3 16 11 70
Balai 8 Pengobatan 78 46 26 23 181
Sumber : (BPS DIY, 2013)
Frekuensi kejadian luar biasa campak di provinsi DIY masih cukup tinggi, pada tahun 2014 terjadi 10 kali KLB campak dengan jumlah kasus 262 kasus. Kabupaten dengan frekunsi KLB campak terbanyak yaitu Kabupaten Bantul dengan frekuensi KLB campak sebanyak 4 kali dan jumlah kasus sebanyak 179 kasus, dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Sleman dan Gunung Kidul dengan 1 kali KLB dengan 6 kasus dan 11 kasus, seperti pada gambar 3 berikut :
4
Jumlah Kasus
300 200 100 0
Bantul
Kulon Progo
Frek. KLB
4
2
Kota Yogyak arta 2
Jml Kasus
179
48
18
Gunun g Kidul
Sleman
Prov. DIY
1
1
10
11
6
262
Sumber:(Dinkes Provinsi DIY, 2015)
Gambar 3. Distribusi KLB Campak di DIY Tahun 2014 Kegiatan penanggulangan KLB oleh pemerintah cukup konsisten selama KLB campak, serta jumlah penyedia layanan kesehatan publik dan swasta yang cukup memadai dan bervariasi. Faktor-faktor lain yang dipertimbangkan dalam pemilihan DIY termasuk kesenjangan sosial ekonomi, lokasi geografis dan adanya budaya penolakan imunisasi di beberapa wilayah. Frekuensi KLB yang cukup tinggi di DIY tentunya akan menimbulkan beban ekonomi bagi penderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dampak paling fatal dari campak adalah kematian dan kecacatan, serta kehilangan produktivitas kerja, sehingga berdampak pada sektor perekonomian baik di rumah tangga pemerintah ataupun swasta. Pada kondisi KLB, dampak ekonomi akan dirasakan pada sektor kesehatan yang secara langsung akan merespon KLB dalam rangka menghentikan KLB, selian itu beban ekonomi juga akan berdampak pada sektor rumah tangga yang terkena KLB campak. Hasil studi tentang beban ekonomi akibat KLB campak yang dilakukan di jepang oleh (Takahashi, Ohkusa, & Kim, 2011) menunjukan bahwa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan campak pada saat KLB diperkirakan mencapai US$ 404 juta, jumlah tersebut jauh lebih besar daripada biaya untuk vaksinasi yang hanya US$ 165 juta. Studi lain yang dilakukan di Italy oleh (Filia et al., 2007). pada pasien rawat inap akibat KLB campak menunjukan bahwa, biaya langsung yang dikeluarkan untuk campak mencapai €17.6-22.0 juta yang setara dengan vaksinasi bagi 1,5-1,9 juta anak dengan satu dosis vaksin Measles, Mumps dan Rubela (MMR).
5
Studi terbaru yang berjudul “Economic Cost of Measles Outbreak in The Netherlands, 2013-2014” yang dilakukan oleh Suijkerbuijk et al., 2015 di Netherland tentang beban ekonomi KLB campak pada tahun 2013-2014 dengan populasi penelitian pada komunitas masyarakat protestan ortodox dengan cakupan imunisasi yang rendah, menunjukan bahwa KLB campak yang terjadi di Netherland selama 2013-2014 diestimasi menimbulkan beban ekonomi sebesar 4,7 juta USD atau setara dengan RP. 61.100.000.000, sedangkan estimasi biaya per kasus sebesar 1.739 USD atau setara dengan RP. 22.607.000 per kasus dengan jumlah kasus yang dilaporkan sebesar 2700 kasus (Suijkerbuijk et al., 2015) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beban ekonomi akibat KLB campak pada sektor rumah tangga . Ketersediaan informasi tersebut diharapakan akan dapat memberikan kontribusi dalam menyusun kebijakan pengendalian campak di provinsi DIY. Hal ini juga dapat membantu petugas imunisasi pada saat advokasi untuk meningkatkan sumber daya yang secara khusus dialokasikan untuk pengendalian campak. Informasi tersebut diharapkan akan meningkatkan upaya untuk menyelaraskan program eliminasi campak di tingkat daerah agar dapat mencapai target nasional maupun regional. Keselarasan tersebut nantinya dapat membantu mempercepat pencapaian rencana aksi vaksin global (GVAP) untuk mengeleminasi penyakit campak pada tahun 2020. SEAR telah sepakat untuk mencapai target eliminasi campak pada tahun 2020. Selain itu, studi ini juga akan membantu meningkatkan kesadaran keluarga akan pentingnya imunisasi, dengan melihat besarnya biaya ekonomi penyakit campak, yang bisa menjadi bencana besar terutama untuk sebagian besar orang miskin yang seringkali lebih rentan terhadap infeksi campak.
B. Perumusan masalah Campak masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di provinsi DIY. Angka kesakitan campak masih cukup tinggi dan masih berpotensi menimbulkan KLB. Pada tahun 2014 frekuensi KLB campak di provinsi DIY sebanyak 10 kali
6
dengan jumlah kasus 262 kasus. Hal ini tentu akan menimbulkan beban ekonomi yang harus ditanggung oleh sektor rumah tangga. Belum ada studi tentang beban ekonomi KLB campak di provinsi DIY, sehingga perlu dilakukan studi tentang beban ekonomi KLB campak, supaya beban ekonomi KLB campak dapat dicegah atau di minimalkan dan sebagai bahan advokasi kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka eliminasi campak tahun 2020.
Berdasarkan uraian
tersebut maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah : “Berapakah Beban Ekonomi atau Biaya yang harus dikeluarkan oleh Sektor Rumah Tangga Akibat KLB Campak di Provinsi DIY ”? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui beban ekonomi akibat KLB campak pada sektor rumah tangga di provinsi DIY. 2. Tujuan khusus a. Menghitung biaya langsung (direct cost) akibat KLB campak pada sektor rumah tangga di provinsi DIY. b. Menghitung biaya tidak langsung (indirect cost) akibat KLB campak pada sektor rumah tangga di provinsi DIY. c. Mengestimasi beban ekonomi akibat KLB campak pada sektor rumah tangga di provinsi DIY. d. Menganalisis hubungan karakteristik rumah tangga (jenis kelamin, umur, imunisasi, lama sakit, pendidikan, tempat tinggal, pendapatan, kepemilikan jaminan kesehatan, status perawatan dan jumlah anggota rumah tangga) dengan beban ekonomi akibat KLB Campak di Provinsi DIY D. Manfaat penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan, sebagai bahan advokasi kepada para pembuat kebijakan dalam hal peningkatan sumber daya dan prioritas upaya pengendalian campak di Provinsi DI Yogyakarta .
7
2. Bagi masyarakat, memberikan informasi kepada masyarakat terkait besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung sektor kesehatan akibat KLB campak. 3. Bagi Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, semoga hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan terutama tentang estimasi pembiayaan kesehatan dan beban ekonomi akibat KLB Campak. E. Keaslian penelitian Penelitian tentang beban ekonomi akibat KLB campak di Indonesia belum pernah dilakukan, namun di negara lain sudah banyak yang melakukan di antaranya di Ethiopia, United States, Jepang dan Italia. Beberapa penelitian sebelumnya yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini adalah: Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Peneliti (Wallace et 2014)
al.,
Judul Evaluation of economic costs of a measles outbreak and outbreak response activities in Keffa Zone, Ethiopia
(Ortega-Sanchez, Vijayaraghavan, Barskey, & Wallace, 2014) (Takahashi et al., 2011)
The Economic Burden of sixteen measles outbreak on United States Public Health Departement in 2011 The economic disease burden of measles in Japan and a benefit cost analysis of vaccination, a retrospective study
(Filia et al., 2007)
Health burden and economic impact of measles-related hospitalization in Italy in 2002-2003
Persamaan Melakukan kajian beban ekonomi akibat KLB campak pada sektor rumah tangga dan pelayanan kesehatan Melakukan kajian beban ekonomi akibat KLB campak.
Perbedaan Lokasi penelitian Sektor swasta Metode penelitian
Melakukan kajian beban ekonomi akibat KLB campak dan cost efektif untuk biaya imunisasi
Lokasi penelitian Sektor penelitian Metode kohort retrospektif
Melakukan kajian beban ekonomi akibat KLB campak pada pasien rawat inap di rumah sakit
Lokasi penelitian Populasi pada pasien rawat inap Metode penelitian
Lokasi penelitian Sektor penelitian Metode penelitian