1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indeks pembangunan pendidikan untuk semua atau education for all di Indonesia belum juga beranjak dari kategori medium atau sedang. Berdasarkan laporan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara ( Anonim, 2012 ). Faktor terpenting dalam meningkatkan pembangunan pendidikan salah satunya yaitu kualitas guru. “Teacher Is The Heart Of Quality Education.” Ungkapan ini mengisyaratkan bahwa guru merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas pendidikan ( Hayat, 2005). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 menyebutkan bahwa guru diwajibkan memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat ( UU RI, 2005 ). Gultom ( Rabu, 7 Maret 2012 ) mengungkapkan bahwa secara umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini, dari 2,92 juta guru, baru sekitar 51 persen yang berpendidikan S-1 atau lebih, sedangkan sisanya belum berpendidikan S-1 (Yasa, 2012 ). Fakta lain, disamping kulaifikasi pendidikan yang belum sesuai harapan, kompetensi guru di Indonesia juga masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil sementara Uji Kompetensi Guru (UKG) saat ini masih di bawah standar. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penjaminan Mutu Pendidik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Syawal Gultom, menyebutkan nilai rata-rata nasional hasil
2
perhitungan per 1 Juli 2012 adalah 47,84. Padahal nilai idealnya adalah 65 (Makitan, 2012 ). Hasil uji kompetensi guru yang belum sesuai dengan standar mencerminkan bahwa tingkat pengetahuan guru di Indonesia masih kurang.
Pengetahuan guru yang kurang dapat mempengaruhi proses
pengajaran terhadap peserta didik tidak sesuai yang semestinya. Satu diantaranya yaitu kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru di sekolah. Guru yang harusnya menjadi teladan dan panutan justru menjadi penyumbang 6,7 persen angka kekerasan terhadap anak sekolah pada tahun 2011. Pada tahun 2012 , Sebagai contoh kasus yang terjadi di Jakarta, Sejumlah murid kelas III Sekolah Dasar Negeri 23 Pagi, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, sampai sekarang masih trauma untuk pergi ke sekolah. Mereka ketakutan setelah menjadi korban kekerasan dan perlakuan tak menyenangkan guru mereka sendiri ( Pertiwi, 2012 ). Hasil penelitian yang dilakukan oleh UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru. Kekerasan-kekerasan yang dilakukan oleh guru kepada siswa seperti dilempar penghapus dan penggaris, dijemur di lapangan, dan dipukul. Di samping itu siswa juga mengalami kekerasan psikis dalam bentuk bentakan dan kata makian, seperti bodoh, goblok, kurus, jam karet dan sebagainya. Sekecil apapun dampak yang timbul terhadap praktek kekerasan dalam pendidikan, tetap saja hal ini adalah suatu kesalahan. Sekolah sepatutnya tempat bagi siswa untuk berkembang. Namun, di saat kekerasan terjadi di sekolah, sekolah justru mematikan perkembangan psikologi siswa ( Susilowati, 2008 ). Tugas
guru yang seharusnya yaitu tercantum dalam Undang-
undang RI Nomor 1 Tahun 2005. Di dalamnya dijelaskan bahwa tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah ( UU RI, 2005 ).
3
Pendidik atau guru seharusnya dapat melaksanakan peran dan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Peran seorang guru juga dituntut untuk menyadari bahwa pendidikan di Negara kita bukan saja untuk membuat anak pandai dan pintar, tetapi harus juga dapat melatih mental anak didiknya. Peran guru dalam memahami kondisi siswa sangat diperlukan. Idealnya seorang guru mengenal betul pribadi peserta didik, termasuk tahap perkembangan peserta didik. Tahap perkembangan yang sangat penting salah satunya yaitu pada anak usia taman kanak-kanak ( TK ). Karena pada anak usia taman Kanak-kanak ( TK ) yaitu usia 4-5 atau 6 tahun merupakan usia
yang mengandung masa keemasan bagi
perkembangan fisik dan mental anak tersebut. Masa kanak-kanak merupakan masa yang sangat berpengaruh bagi perkembangan di masa depan. Kesuksesan anak dalam melalui perkembangan pada masa ini menjadi pondasi bagi kesuksesan anak tersebut di masa depan ( Jamaris, 2006 ). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Crick, Dodge, dan Lohman, dapat disimpulkan bahwa anak yang memiliki ketrampilan sosial rendah menunjukkan prasangka permusuhan, saat berhadapan dengan stimulus sosial yang ambigu mereka sering mengartikan sebagai tanda permusuhan sehingga menghadapinya dengan tindakan agresif. Mereka juga kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial (Zikrayati, 2009 ). Sedangkan menurut Videbeck ( 2008), kurangnya keberhasilan
atau
kegagalan
dalam
mencapai
kemampuan
tugas
perkembangan psikososial ini akan menyebabkan anak merasa rendah diri, ragu-ragu, kurang percaya diri, dan hingga di masa dewasa anak akan susah bersosialisasi. Semua permasalahan di atas, menuntut para guru/ pendidik untuk dapat membantu peserta didik khususnya anak usia taman kanak-kanak mencapai perkembangan psikososial yang optimal. Kemampuan guru
4
dalam membantu proses perkembangan diawali dengan pemahaman tentang perkembangan anak terlebih dahulu ( Syaodih, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran UNDIP tentang “ Pengalaman Guru TK Dalam Mengembangkan Tumbuh Kembang Anak Prasekolah” menunjukkan hasil bahwa proses mengajar guru TK dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang anak pra sekolah. Guru memiliki peran untuk mengembangkan tumbuh kembang anak prasekolah. Perilaku anak prasekolah dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dirumah serta pola asuh guru TK. ( Lestyani, 2010 ).
Kasi PAUD Formal Subdit PTK PAUD Direktorat PTK PAUDNI Kemendikbud, Ir Alhidayati Aziz MSi, menyebutkan sebanyak 87,3% guru pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia belum memenuhi standar kompetensi. Terhitung hanya 12,7% pendidik saja yang berasal dari sarjana S-1 atau D-4 sesuai yang disyaratkan dalam regulasi PAUD. Sampai sekarang masih banyak guru PAUD dengan latar belakang pendidikan hanya SMP atau SMA sederajat. Berdasarkan data Kemdikbud, jumlah guru TK Formal di Indonesia sebanyak 252.639 dan Non Formal 300.000. Adapun, 12,7% mereka yang sudah S-1/D-4 dan mengajar di PAUD seperti Play Groups dan Taman Kanak-kanak (TK) kebanyakan bukan dari program studi atau jurusan PAUD ( Klub Guru Indonesia, 2012 ). Di kecamatan bawen, jumlah seluruh guru pada pendidikan anak usia dini khususnya Taman Kanak-kanak ada 70 guru. Dari jumlah keseluruhan, baru 17 guru saja yang sudah berpendidikan sarjana / S1 ( Dinas Pendidikan Kecamatan Bawen, 2013 ). Hasil wawancara awal terhadap kepala sekolah
TK Kartini di
kecamatan Bawen, diketahui bahwa guru taman kanak - kanak belum sepenuhnya dapat memahami dan membimbing peserta didik sesuai dengan tahap perkembangannya, khusunya yaitu perkembangan emosi anak. Membimbing dan mengerti tahap perkembangan sosial emosional anak sangatlah sulit karena pada setiap anak berbeda-beda . Sampai
5
menduduki TK besar, masih saja ada anak yang tidak mau ditinggal orang tuanya saat dikelas dan selalu takut saat diminta maju ke depan kelas . Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang “Tingkat Pengetahuan Guru Taman Kanak-Kanak tentang Tahap Perkembangan Emosi dan Sosial pada Anak Usia Prasekolah di Taman Kanak- Kanak Kecamatan Bawen”. B. Rumusan Masalah Kualifikasi akedemik dan kompetensi guru di Indonesia saat ini masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Hasil uji kompetensi guru belum mencapai standar yang telah di tetapkan. Selain itu, guru yang seharusnya menjadi pendidik juga malah menjadi penyumbang angka kekerasan yang terjadi pada siswa. Sekecil apapun kekerasan yang dilakukan oleh guru baik itu fisik ataupun psikis akan mempengaruhi perkembangan anak di sekolah. Terutama apabila hal itu dilakukan pada anak usia kanak-kanak, dimana masa itu terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang begitu signifikan. Peran guru sangat penting bagi perkembangan sosial dan emosional anak TK. Guru diharapkan mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang cukup mengenai karakteristik perkembangan anak usia pra sekolah. Pengetahuan guru yang kurang mengenai perkembangan anak akan menghambat anak dalam mencapai perkembangan psikososial yang semestinya. Kegagalan atau hambatan anak dalam mencapai kemampuan tugas perkembangan psikososial akan mengakibatkan anak merasa rendah diri, hingga dimasa dewasa anak akan susah bersosialisasi, kurang mampu mengontrol emosi, sulit memahami perasaan dan keinginan orang lain, dan kurang terampil dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini yaitu “ Bagaimana Tingkat Pengetahuan Guru Taman Kanak – Kanak tentang Tahap Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia Prasekolah Pada TK di kecamatan Bawen?”
6
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru TK tentang tahap perkembangan emosi dan sosial pada anak usia prasekolah di taman kanak-kanak kecamatan Bawen. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pengetahuan guru TK tentang perkembangan emosi pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Bawen. b. Mengidentifikasi pengetahuan guru TK tentang perkembangan sosial pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Bawen. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Taman Kanak-Kanak Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada institusi dalam meningkatkan pengetahuan tenaga pendidik sehingga pembelajaran dapat sesuai dengan tahap perkembangan anak. 2. Bagi Ilmu Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang topik yang terkait dengan pengetahuan guru tentang tahap perkembangan emosi dan sosial anak usia Prasekolah. Sehingga dapat diketahui faktor lain yang berpengaruh untuk perkembangan ilmu keperawatan. 3. Bagi Dinas Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi kepada dinas pendidikan mengenai gambaran tingkat pengetahuan tenaga pendidik khususnya guru TK terkait perkembangan anak dan sebagai bahan kebijakan bagi pemerintah unuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik.
7
4. Bagi Peneliti Penelitian ini untuk menerapkan teori dan sebagai sumber memperluas wawasan bagi peneliti. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu Keperawatan Jiwa . F. Keaslian penelitian NO 1.
2.
Nama Peneliti Rita Mariyana
Dwi Hastuti, Alfiasari, Chandriy ani
Tahun Penelitian Kompetensi guru dalam pembelajaran Berbasis bimbingan di taman kanak-kanak (studi deskriptif terhadap guru tk di kota bandung) Tahun 2007
Nilai anak, stimulasi psikososial, dan perkembangan Kognitif anak usia 2-5 tahun pada keluarga rawan Pangan di kabupaten banjarnegara, jawa tengah Tahun 2010
Variabel Penelitian Kompetensi guru, bimbingan di taman kanakkanak
Desain Penelitian metoda deskriptif, dengan teknik purposive sampling.
Anak usia 2-5 tahun, perkembangan kognitif, stimulasi psikososial, nilai anak
metoda deskriptif, dengan teknik purposive sampling
Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan gambaran kompetensi guru di lapangan secara keseluruhan yaitu, kompetensi pedagogik sebesar 23.31%, kompetensi profesional sebesar 29.80%, kompetensi kepribadian sebesar 24.61%, dan kompetensi sosial sebesar 22.29%. Stimulasi psikososial anak usia 2-3 tahun jika dilihat dari sebarannya, termasuk ke dalam kategori rendah (85,5%). Selain itu, 57,1% anak mendapatkan stimulasi psikososial dalam kategori rendah. Secara
8
umum, perkembangan kognitif anak termasuk ke dalam kategori rendah 3.
Lestyani
Pengalaman guru tk dalam mengembangkan Tumbuh kembang anak prasekolah Tahun 2010
Pengalaman guru TK, tumbuh kembang anak pra sekolah
metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses mengajar guru TK dipengaruhi oleh pemahaman guru tentang anak prasekolah. Guru memiliki peran untuk mengembangka n tumbuh kembang anak prasekolah. Perilaku anak Prasekolah dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dirumah serta pola asuh guru TK.