BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Organisasi pemerintah berkewajiban untuk memberikan pelayanan berkualitas terhadap publik, namun seiring dengan kemajuan zaman, terkadang perubahan dalam organisasi dapat mempengaruhi kestabilan kinerja yang telah dipelihara sebelumnya dan secara tak langsung dapat pula berimbas pada kualitas kinerja.
Perubahan
yang
dimaksudkan
dapat
berupa
perubahan
yang
mempengaruhi struktur organisasi, seperti bergabungnya dua organisasi pemerintah kedalam sebuah organisasi dengan nama baru; perubahan dalam penggunaan teknologi informasi; ataupun perubahan yang secara rutin terjadi seperti pergantian kepemimpinan. Imbasnya, diperlukan komitmen tinggi dari seluruh anggota organisasi di pemerintahan guna beradaptasi dan bekerja sama melampaui perubahan guna menjaga kualitas kinerja. Komitmen organisasi menjadi salah satu kata kunci dalam kelangsungan sebuah organisasi. Anggota organisasi yang berkomitmen terhadap organisasinya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mensukseskan organisasi, oleh karena itu guna memperoleh komitmen dari seluruh anggota organisasi, pimpinan selaku perpanjangan tangan dari organisasi harus memiliki strategi tepat dalam mendorong sumber daya manusia di organisasi. Salah satu organisasi pemerintah yang mengalami perubahan struktur organisasi adalah Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH). Pada akhir tahun 2014, Kementerian Kehutanan sebagai instansi penaungnya, bergabung dengan Kementerian Lingkungan Hidup berdasarkan instruksi Presiden. Penggabungan tersebut tentu saja berimbas pada seluruh elemen organisasi. Kekhawatiran mengenai kemungkinan terjadinya perlambatan kinerja mulai muncul dari kelompok masyarakat sebagai salah satu stakeholder organisasi pemerintah. 1
Menurut
Walhi,
penggabungan
kementerian
jelas
membutuhkan
penyesuaian restrukturisasi birokrasi, belum lagi sosok menteri Siti Nurbaya yang merupakan orang baru di isu lingkungan dan kehutanan. Mereka melihat akan terjadi
pelambatan
signifikan
isu
lingkungan
dan
kehutanan.
(http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/10/penggabungan-kementeriandikhawatirkan-aktivis-lingkungan). Kekhawatiran tersebut wajar diungkapkan mengingat kedua kementerian tersebut memiliki “pekerjaan rumah” yang masih menumpuk dan harus diselesaikan dengan segera. Pada kondisi ini, pimpinan organisasi harus mampu mendorong seluruh anggota organisasi untuk menjaga komitmen organisasi mereka sehingga dapat beradaptasi dan bekerja sama guna meningkatkan kinerja organisasi. Redding dalam Harjana (2007) menyatakan bahwa manajemen memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ‘situasi interaksional dan sikap positif’ yang dapat memotivasi pegawai serta meningkatkan kerjasama. Motivasi positif yang kuat dapat dibangkitkan dengan keterbukaan, yang mampu memberikan kepercayaan, dukungan, tantangan dan tanggung jawab pada diri pegawai sehingga mereka terbuka untuk membangun kerjasama antar sesama pegawai demi peningkatan kinerja yang lebih tinggi. Melalui kajian manajemen komunikasi, komitmen organisasi dapat dibentuk melalui iklim komunikasi organisasi. Beberapa penelitian terdahulu menyatakan bahwa iklim komunikasi terbukti memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi (Trombetta dan Rogers,1988), (Guzley, 1992), (Vuuren et.al, 2007), (Palupi, 2009). Iklim komunikasi organisasi berkembang berdasarkan persepsi dari seluruh anggota organisasi atas peristiwa komunikasi yang terjadi dalam organisasi tersebut. Persepsi tersebut kemudian dijadikan dasar anggota organisasi untuk bertindak dan bersikap dalam organisasi. Terbentuknya iklim komunikasi organisasi dapat berkembang kearah positif maupun negatif. Ketika iklim komunikasi berkembang kearah positif maka kesepahaman (mutual understanding) dapat tercipta yang memudahkan kordinasi dan pendelagasian tugas, namun ketika iklim komunikasi berkembang kearah negatif, maka kesalahpahaman lebih mudah muncul karena pada iklim 2
komunikasi negatif, umumnya anggota organisasi akan cenderung bersifat defensif yang dapat memicu terjadinya penurunan kinerja organisasi. Merujuk pada hal tersebut, maka para pimpinan seharusnya sudah memiliki gambaran dan memahami iklim komunikasi yang berkembang dalam organisasi yang dipimpinnya guna menjaga kestabilan dan meningkatkan kinerja organisasi secara berkesinambungan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sanusi (2012) di organisasi ANRI bertujuan untuk mengukur pengaruh iklim komunikasi organisasi dan motivasi terhadap komitmen organisasi namun pertanyaan selanjutnya yaitu faktor-faktor apakah dari iklim komunikasi organisasi yang mempengaruhi komitmen organisasi belum terjawab. Faktor-faktor tersebut perlu diteliti lebih lanjut sebagai bahan referensi pimpinan di organisasi pemerintah guna menentukan strategi komunikasi yang paling tepat diterapkan dalam organisasinya, sehingga pada penelitian ini, peneliti juga membahas mengenai faktor-faktor dari iklim komunikasi organisasi yang mempengaruhi komitmen organisasi melalui perspektif aparatur sipil negara non struktural karena aparatur sipil negara non struktural merupakan pemberi makna atas praktek komunikasi pimpinan dalam organisasi yang diwujudkan melalui aturan, kebijakan dan pedoman yang mengikat seluruh anggota organisasi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh iklim komunikasi terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH)?
3
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh iklim komunikasi terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH). D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diperoleh gambaran empirik tentang pengaruh iklim komunikasi organisasi dan komitmen organisasi berdasarkan perspektif aparatur sipil negara non struktural Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH). 2. Bagi organisasi Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi pengambil kebijakan guna peningkatan tujuan dan kinerja organisasi. 3. Sebagai sumber referensi penelitian berikutnya dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang komunikasi organisasi.
E. Kerangka Pemikiran Pada bagian ini peneliti akan mengemukakan rangkaian literatur dan teori yang mendukung alur penelitian ini sebagai landasan pembuatan model penelitian. Rangkaian literatur dan teori akan berfokus pada dua bahasan yaitu iklim komunikasi organisasi dan komitmen organisasi. 1.
Penelitian tentang Iklim Komunikasi Organisasi Berawal sejak diciptakannya konsep iklim komunikasi organisasi pada
tahun 1972 oleh W. Charles Redding, konsep iklim komunikasi organisasi ini telah banyak menarik minat para ahli untuk mempelajari lebih lanjut variabel tersebut yang para awalnya merupakan salah satu dimensi dari variabel iklim organisasi. 4
Pada tahun 1981, Welsh dan La Van’s mempublikasikan penelitian mereka tentang iklim organisasi dan komitmen organisasi, dan diketahui bahwa lima variabel iklim organisasi yaitu communication (komunikasi), decision making (pengambilan keputusan), leadership (kepemimpinan), motivation (motivasi), dan goal setting (target pencapaian) merupakan prediktor yang signifikan dari komitmen organisasi. Namun seiring dengan perkembangan penelitian, iklim komunikasi menjadi bahasan tersendiri yang terpisah dari iklim organisasi. “...communication climate has been considered separately from the larger context of organizational climate. Communication climate is distinguished from organizational climate in that it ‘includes only communicative phenomena’, e.g. , judgements concerning such things as receptivity of management to employees
or
the
accuracy
of
information
being
desiminated
in
organization”(Dillard, Wigand dan Boster dalam Guzley;1992). Iklim komunikasi telah
dipertimbangkan
untuk
diteliti
secara
terpisah
dengan
tidak
mengkategorikannya lagi kedalam konteks besar iklim organisasi dan hanya berfokus pada fenomena komunikasi seperti penilaian tentang hal-hal yang berkaitan dengan daya penerimaan manajemen terhadap pegawai atau ketepatan informasi yang disebarluaskan dalam organisasi. Penelitian tentang peranan iklim komunikasi dalam organisasi yang dilakukan Dillard, Wigand dan Boster ditahun 1986 itu kemudian dipertajam oleh Donald P.Rogers dengan menambahkan variabel komitmen organisasi di tahun 1987, dan dari hasil penelitiannya diketahui bahwa variabel iklim komunikasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Di tahun 1988, bersama-sama dengan John J. Trombetta, Rogers kembali melihat hubungan antara iklim komunikasi dan komitmen organisasi dengan menambahkan variabel kepuasan bekerja. Untuk mengukur iklim komunikasi organisasi, Trombetta dan Rogers menggunakan tiga dimensi iklim komunikasi yaitu participation in decision making (partisipasi dalam pengambilan keputusan), communication openness (keterbukaan dalam komunikasi), dan information adequacy (kecukupan informasi). Berdasarkan pengujian regresi berganda 5
diketahui bahwa information adequacy (kecukupan informasi) muncul sebagai prediktor dari komitmen organisasi (Trombetta dan Rogers,1988). Sementara
penelitian
yang
dilakukan
Guzley
(1992)
berjudul
“Organizational Climate and Communication Climate : Predictors of Commitment to the Organization ” yang mengambil sampel karyawan organisasi jasa yang berbasis di Southwest menemukan bahwa komitmen organisasi dipengaruhi oleh iklim organisasi dan iklim komunikasi. Diketahui pula organizational clarity, participation, dan superior-subordiante communication dianggap memberi varians sebesar 41% pada komitmen organisasi, dan variabel yang muncul secara signifikan sebagai prediktor komitmen organisasi adalah participation dan organizational clarity. a. Pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi terhadap Komitmen Organisasi Berdasarkan serangkaian studi empiris yang dilakukan Elton Mayo dan Fritz J. Roethlisberger mencatatkan beberapa temuan pokok tentang perilaku pegawai yang dikenal sebagai ‘The Hawthorne Effect’ bahwa (1) perasaan pegawai bahwa dirinya diperhatikan orang ternyata dapat menimbulkan perubahan sikap dan perilaku; (2) semangat kerja dan produktivitas pegawai dapat meningkat bila ia diberi peluang untuk berinteraksi dengan sesama pegawai (Harjana, 1997). Konsep human relations yang dibawa Mayo dan Roethlisberger ini selanjutnya terfokus pada konsep ‘perilaku atasan’ dan faktor-faktor keberhasilan lain dalam kaitannya dengan pengembangan potensi pegawai, sehingga mereka menggunakan istilah ‘teori sumber daya manusia’ (human resource theory) menggantikan istilah ‘human relations’. ‘Teori sumber daya manusia’ (human resource theory) ini berkembang sebagai hasil dari serangkaian penelitian yang menghasilkan daftar lengkap tentang perilaku atasan yang kondusif yang membuat pegawai termotivasi. Di bawah pimpinan Rensis Likert, studi berfokus pada pola-pola penyeliaan manajemen yang ‘berorientasi pada pegawai (employee-centered) dan pada tugas (job centered). Secara garis besar, Likert menemukan bahwa organisasi dan unit kerja yang menunjukkan tingkat produktivitas yang tinggi 6
adalah yang para manajer penyelianya (atasan langsung) menunjukkan perilaku sebagai berikut : (1) mempunyai perhatian khusus pada segi manusiawi dalam menangani persoalan bawahan dan berusaha keras untuk mewujudkan kelompok kerja yang efektif dengan tujuan berkinerja tinggi; (2) melakukan komunikasi untuk menyebarluaskan antusiasme kerja dalam pencapaian tujuan dan kinerja tinggi dengan tanpa menekan bawahan secara sembarangan; (3) memberikan ‘kelonggaran’ tanpa ‘standar ketat’ pada bawahan untuk menentukan sendiri tingkat kinerja tinggi; (4) menunjukkan perhatian yang tulus pada segenap bawahan dan peduli terhadap persoalan-persoalan pribadi bawahan; (5) mendorong bawahan agar ikut aktif melibatkan diri dalam pembuatan keputusan; (6) memiliki kompetensi teknis tentang pekerjaanya (Harjana, 1997). Iklim komunikasi mencerminkan bagaimana pengalaman empiris pegawai tentang komunikasi dan perlakuan atasan terhadap dirinya dan segenap pegawai, maupun hubungannya dengan komunikasi,
sikap dan pengertian
yang
berkembang di antara sesama pegawai (Harjana, 1997). Mengapa iklim komunikasi dikatakan mempengaruhi produktivitas? Jawabannya terdapat pada “usaha”. Pace dan Faules (1993) berpendapat bahwa “Communication climate may be one of the most important influences on productivity in the organization, because climate affects the effort of an organization member”. Iklim komunikasi dapat memberikan pengaruh penting terhadap produktivitas organisasi, karena iklim mempengaruhi usaha dari seluruh anggota organisasi. Usaha atau effort yang dimaksud merujuk pada pendapat Roger S. Frantz dalam Pace dan faules (1993) yang terdiri dari 4 (empat) elemen yakni : (1) Activities, aktivitas yang dimaksud merujuk pada pekerjaan/tugas; (2) The pace,yang merujuk pada kecepatan pengerjaan tugas; (3) The quality, yang merujuk pada output atau hasil akhir; (4) The time, yang merujuk pada pola kerja. Analisa Frantz dalam Pace dan Faules (1993) terkait empat elemen tersebut adalah anggota organisasi memilih untuk menselang-selingkan jumlah usaha yang mereka berikan terhadap aktivitas di organisasi, yakni kecepatan pengerjaan tugas, perhatian terhadap pekerjaan mereka, kualitas hasil akhir, serta jumlah waktu yang mereka alokasikan untuk pekerjaan sebagai gambaran hasil reaksi anggota 7
organisasi terhadap dorongan dari dalam jiwa dan atau dari lingkungan luar mereka bekerja. Bukti empiris tersebut menjelaskan bahwa jika iklim komunikasi yang berfungsi sebagai dorongan bagi anggota organisasi dirasakan baik maka akan menimbulkan usaha dari anggota organisasi melalui komitmennyai terhadap organisasi guna meningkatkan produktivitas. Berbicara tentang komitmen organisasi terdapat dua kategori yang dibedakan berdasarkan dua sumber, yakni organizational commitment (Komitmen organisasi) dan individual employee commitment (Komitmen organisasi individual). Dalam penelitian Morrow yang dipublikasikan tahun 1993; Meyer dan Allen yang dipublikasikan tahun 1991; Mathieu dan Zajac yang dipublikasikan di tahun 1990 merumuskan bahwa “Organizational commitment which is directed by organization attributes and defined as the psychological and emotional attachment of employees to their organizations ” (Forness dan Rocco; 2004:392). Komitmen organisasi diarahkan dari atribut organisasi dan didefinisikan sebagai keterikatan pegawai secara psikologis dan emosional terhadap organisasinya. Sementara individual employee commitment (Komitmen organisasi individual) dirumuskan oleh Cohen dalam Forness dan Rocco (2004:392) sebagai “Individual employee commitment, guided by attributes that directly affect the person and is defined as the physicological and emotional attachment of individuals to their jobs,careers, work groups or teams, peers and supervisors ”. Komitmen organisasi individual dikendalikan oleh atribut yang secara langsung mempengaruhi orang dan didefinisikan sebagai keterkaitan individu secara psikologis dan emosional terhadap pekerjaan, kelompok kerja atau tim, rekan kerja, dan penyelia. Melalui kerangka teori di atas, peneliti memahami bahwa iklim komunikasi organisasi memberikan dorongan terhadap anggota organisasi untuk berkomitmen terhadap organisasinya guna mensukseskan visi misi organisasi. Aparatur sipil negara non struktural dipilih sebagai responden pada penelitian ini karena sebagai pelaksana kebijakan, perspektif mereka terhadap pemaknaan praktek komunikasi yang telah dilakukan para pimpinan berguna 8
untuk memberikan masukan dan evaluasi para pimpinan guna peningkatan tujuan dan produktifitas organisasi. Berdasarkan instrumen pengukuran yang digunakan pada penelitian ini, yaitu Communication Climate Inventory milik R Wayne Pace dan Brent D.Peterson dan cenderung cocok digunakan melalui persektif aparatur sipil negara non struktural, sementara pada instrumen pengukuran komitmen organisasi berdasarkan indikator yang ada, nampak dapat mengakomodir pengukuran komitmen organisasi melalui perspektif seluruh anggota organisasi.
2.
Pengertian dan Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi Jablin dalam Houghton (2000) mendefinisikan iklim komunikasi
organisasi sebagai “an evolving set of perceptions as to what the organization is like as a communication system”. Sekumpulan persepsi yang berkembang tentang bagaimana organisasi seharusnya melalui sistem komunikasi.
Seiring dengan
berjalannya waktu, terjadi perkembangan fokus pengujian terkait iklim komunikasi organisasi. Menurut
Houghton (2000) penelitian dalam bidang iklim komunikasi
organisasi telah berkembang kearah pengujian nilai, tingkah laku, dan kepercayaan anggota organisasi dimana pada penelitian sebelumnya berfokus pada keterbukaan dan kepercayaan dalam organisasi. Sebagai bagian dari unsur organisasi, dalam melaksanakan pekerjaannya, anggota organisasi memiliki harapan dan keinginan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh organisasi. Harapan dan keinginan ini dapat menjadi pendorong untuk terus berprestasi dalam bekerja, oleh karena itu hubungan antara organisasi dan anggota organisasi penting untuk diperhatikan misalnya dengan menunjukkan dukungan organisasi terhadap anggota organisasinya. Salah satu bentuk dukungan organisasi terhadap anggota organisasi adalah melalui pemahaman akan iklim komunikasi yang terjadi dalam organisasi. Hutchinson (1992) berpendapat bahwa iklim komunikasi sebagai salah satu cara untuk mengkarakterisasi, memahami, dan menjelaskan pola komunikasi didalam organisasi. 9
Charles Redding, yang disebut sebagai father of organizational communication menyatakan bahwa organizational communication climate (iklim komunikasi organisasi) jauh lebih penting daripada keterampilan ataupun teknikteknik komunikasi dalam menciptakan organisasi yang efektif. Organizational communication climate (iklim komunikasi organisasi) mampu menghubungkan konteks organisasi pada konsep, perasaan, dan ekspektasi para anggota organisasi dan dapat membantu menjelaskan perilaku anggota organisasi (Poole dalam Pace dan Faules,1993). Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Organizational communication climate (iklim komunikasi organisasi) perlu dipelajari para pimpinan selaku perwakilan dari organisasinya agar dapat lebih memahami apa yang
mendorong
anggota
organisasi
berperilaku
secara
tertentu
dan
mengantisipasi hal buruk yang mungkin terjadi akibat ketidakpuasan anggota organisasi akan organisasinya. Oleh karena itu, iklim komunikasi perlu didorong kearah positif karena tidak hanya menguntungkan organisasi tetapi iklim komunikasi positif juga penting bagi kehidupan manusia dalam organisasi. Iklim komunikasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasi untuk berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah terhadap anggota organisasi lainnya. Sementara iklim komunikasi negatif dapat menyebabkan anggota organisasi tidak berani berkomunikasi secara terbuka dan penuh persaudaraan (Muhammad, 2004:84). Istilah climate atau iklim dalam pengertian ini berfungsi sebagai metafora. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata bukan dengan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (kbbi.web.id/metafora), sehingga penggunaan kata “iklim” pada iklim komunikasi organisasi merupakan sebuah metafora untuk menyamakan atau membandingkan sebuah keadaan dengan suatu kondisi tertentu.
10
a.
Dimensi Iklim Komunikasi Organisasi Menurut Pace dan Faules (1993), berkembangnya iklim komunikasi
organisasi tidak jauh dari tiga hal yang meliputinya yaitu : a. Elemen organisasi. Elemen organisasi yang dimaksudkan disini meliputi anggota organisasi, pekerjaan yang dijalani anggota organisasi, fungsi manajemen
(merencanakan,
mengorganisasikan,
melakukan
susunan
kepegawaian, mengarahkan, dan melakukan pengawasan), serta panduan organisasi seperti kode etik, visi misi dan tugas pokok organisasi. b. Persepsi makro. Persepsi makro meliputi reaksi dan evaluasi anggota organisasi terhadap aktivitas yang terjadi di organisasi. c. Efek komunikasi. Efek komunikasi dapat memiliki hasil yang berbeda karena semuanya tergantung pada bagaimana komunikasi dikuatkan melalui interaksi yang terjadi pada anggota organisasi. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa iklim komunikasi organisasi merupakan gabungan persepsi anggota organisasi dengan atribut yang melekat padanya (elemen organisasi) berdasarkan efek yang timbul dari komunikasi dalam organisasi, efek ini secara berkelanjutan berkembang dan dikuatkan melalui interaksi yang terjadi. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi iklim komunikasi organisasi menurut R.Wayne Pace dan Brent D. Peterson dalam Pace dan Faules (1993) yaitu : 1. Kepercayaan (trust), dimana pegawai disemua tingkat harus berusaha keras untuk
mengembangkan
dan
mempertahankan
hubungan
berdasarkan
kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas; 2. Pembuatan keputusan bersama (Participative Decision Making), dimana para pegawai disemua tingkat dalam organisasi harus diajak berperan melalui kesempatan mengkomunikasikan mengenai semua masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka; 3. Dukungan (Supportiveness), yaitu suasana yang diliputi keterusterangan yang mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi; 11
4. Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah (Openness in Downward Communication), dimana pegawai relatif mudah memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu; 5. Mendengarkan
dalam
komunikasi
ke
atas
(Listening
in
Upward
Communication), pegawai disemua tingkat atas dalam organisasi harus mendengarkan saran-saran atau laporan-laporan masalah yang dikemukakan pegawai
di
semua
tingkat
bawahan
dalam
organisasi,
secara
berkesinambungan dengan pikiran terbuka; 6. Perhatian terhadap tujuan tujuan berkinerja tinggi (Concern for High Performance menunjukkan
Goals),
pegawai
komitmen
di
terhadap
semua
tingkat
tujuan-tujuan
dalam
organisasi
berkinerja
tinggi-
produktivitas tinggi, kualitas tinggi, biaya rendah dan juga menunjukkan perhatian besar pada anggota organisasi lainnya. Keenam dimensi tersebut belum dapat langsung digunakan untuk mengukur variabel iklim komunikasi organisasi jika belum diterjemahkan kedalam indikator-indikator. Menurut Jablin dalam Houghton (2000) iklim komunikasi organisasi dapat diukur melalui benda yang memiliki nilai bukti seperti
memo
atau
durasi
dan
waktu
berinteraksi,
atau
melalui
mendokumentasikan persepsi anggota organisasi melalui survei dan kuesioner. Untuk pengukuran variabel iklim komunikasi pada Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH), peneliti akan menggunakan Communication Climate Inventory (CCI) atau Inventaris Iklim Komunikasi yang dikembangkan Pace dan Peterson (1976) dan telah disesuaikan dengan penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan CCI ini karena berdasarkan penelitian dari Applbaum dan Anatol (1979) dalam Pace dan Faules (1993) diketahui bahwa CCI dapat menjadi indeks yang valid untuk iklim komunikasi organisasi secara menyeluruh. Peneliti menggunakan lima dari enam dimensi iklim komunikasi tanpa memasukan “pembuatan keputusan bersama” pada instrumen penelitian dengan pertimbangan bahwa hanya aparatur sipil negara dengan kompetensi tertentu yang dilibatkan dalam pembuatan keputusan bersama yang mempengaruhi kebijakan 12
makro di lingkungan Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH). b.
Pengaruh Trust (Kepercayaan) Terhadap Komitmen Organisasi Ketika individu melakukan interaksi dengan individu lainnya melalui
komunikasi baik secara formal maupun tidak formal, sedikit banyaknya terdapat kepercayaan yang berperan disana tentang seberapa banyak informasi yang akan disampaikan. Secara sederhana, Trust dapat diartikan sebagai kepercayaan. Mengacu kepada pendapat Pace dan Peterson dalam Pace dan Faules (1993), trust dapat diartikan sebagai “Effort made by personnel at all levels to develop and maintain relationships where trust, confidence, and credibility are sustained by statement and act ”. Usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk menjaga dan mengembangkan hubungan dimana kepercayaan dan kredibilitas dipelihara melalui pernyataan dan tindakan. Beberapa peneliti telah banyak melakukan penelitian terkait Trust dan Komitmen organisasi. Tyler dan Doerfel (2006) mengatakan bahwa trust dan komitmen adalah proses tidak tetap yang tercipta melalui interaksi simbolik dengan aktor organisasi dimana interaksi antar aktor organisasi tersebut seiring dengan waktu mempengaruhi komitmen organisasinya. Dalam penelitian yang dilakukan Tan dan Lim (2009) diketahui bahwa hubungan saling mempercayai diantara pegawai merupakan prediktor tingkat kepercayaan pegawai terhadap organisasi yang dapat mengarah pada komitmen organisasi. Lebih lanjut hubungan saling mempercayai ini dibahas oleh Willemyns et al (2003) dalam penelitiannya yang mencoba mengetahui pola kepercayaan dan kekuasaan dalam hubungan manajer-anak buah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pokok komunikasi manajer seperti dominasi, kekuatan untuk memaksa, kurangnya keinginan untuk mendengarkan, kurangnya dukungan untuk berempati dan ekspresi wajah yang mengancam dapat mempengaruhi persepsi “in-groupness” yang pada akhirnya mengikis tingkat kepercayaan. 13
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Zeffane
(2011)
yang
berjudul
“Communication, Commitment & Trust” berusaha memotret hubungan antara komunikasi, kepercayaan, dan komitmen karyawan pengolahan makanan di New South Wales. dan diketahui bahwa komunikasi efektif antara manajemen dan karyawan penting dalam meningkatkan kepercayaan dan komitmen dalam organisasi. Dalam Communication Climate Inventory milik R. Wayne Pace dan Brent D. Peterson yang digunakan untuk mengukur iklim komunikasi organisasi, Trust sebagai salah satu dimensinya diukur melalui usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk menjaga dan mengembangkan hubungan dimana kepercayaan dan kredibilitas dipelihara melalui pernyataan dan tindakan. c.
Pengaruh Supportiveness Organisasi Supportiveness
(Dukungan)
(Dukungan)
dapat
diartikan
Terhadap
sebagai
Komitmen
“A
General
atmosphere of condor and frankness should pervade relationships in the organization, with employees being able to say what’s on their minds regardless of whether they are talking to peers, subordinates, or superiors” (Pace dan Faules,1993). Suasana yang diliputi keterusterangan yang mewarnai hubunganhubungan dalam organisasi dimana anggota organisasi dapat dengan mudah mengutarakan pendapatnya terhadap sesama rekan kerja, atasan dan bawahan mereka. Ketika seluruh anggota organisasi dapat mengutarakan pemikirannya baik berupa gagasan maupun kritik terhadap organisasi, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu perwujudan dukungan yang diberikan organisasi selain suasana yang diliputi keterusterangan dalam hubungan kerja antar anggota organisasi menurut Communication Climate Inventory milik R. Wayne Pace dan Brent D. Peterson. Hubungan Supportiveness (Dukungan) dan Komitmen Organisasi secara empirik diketahui berdasarkan penelitian yang dipublikasikan tahun 1986 oleh R. 14
Eisenberger et.al dalam Tansky dan Cohen (2001) yang menyatakan bahwa dukungan organisasi yang dirasakan anggota organisasi mempengaruhi komitmen organisasinya. Pada penelitian Tansky dan Cohen (2001) dukungan organisasi yang dimaksudkan diukur berdasarkan skala yang dikembangkan oleh Eisenberger, Huntington, Hutchinson dan Sowa di tahun 1986 yang meliputi persepsi karyawan tentang penilaian organisasi terhadap kontribusi mereka (pendapat atau masukan mereka untuk organisasi, hasil kerja) dalam organisasi dan kepedulian organisasi terhadap kesejahteraan mereka yang dilihat menurut sudut pandang para menejer. Hasil penelitian Tansky dan Cohen (2001) mengkonfirmasi kembali penelitian sebelumnya bahwa dukungan organisasi yang dirasakan anggota organisasi mempengaruhi komitmen organisasinya. d.
Pengaruh Openness in Downward Communication (Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah) Terhadap Komitmen Organisasi Berdasarkan Communication Climate Inventory milik Pace dan Peterson
dalam Pace dan faules (1993) Openness in Downward Communication dipahami sebagai “Except for necessary security information, members of the organization should have relatively easy access to information that relates directly to their immediate jobs, that affects their abilities to coordinate their work with that of other people or departements, and that deals broadly with the company, its organization, leaders, and plans ”. Secara singkat, keterbukaan dalam komunikasi ke bawah yang dimaksud diatas dapat dipahami sebagai kemudahan anggota organisasi untuk memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka. Meskipun sudah banyak hasil penelitian tentang iklim komunikasi organisasi dan hubungannya dengan komitmen organisasi, namun penelitian yang menganalisa Openness in Downward Communication (Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah) sebagai salah satu dimensi iklim komunikasi organisasi terhadap komitmen organisasi belum banyak dilakukan. Umumnya peneliti hanya meneliti variabel iklim komunikasi organisasi secara kesatuan. Namun sebuah 15
penelitian yang dilakukan tahun 1988 dengan judul penelitian “Communication Climate, Job Satisfaction, and Organizational Commitment : The Effect of Information Adequacy, Communication Openness, and Decision Participation” milik Jhon J Trombetta dan Donald P.Rogers melaporkan bahwa Communication Openness merupakan prediktor tidak langsung untuk komitmen organisasi dengan kepuasan sebagai variabel interverning. Guney komunikasi
(2012)
melakukan
organisasi
melalui
penelitian efek
open
yang
menganalisis
communication
dan
tentang close
communication terhadap komitmen organisasi yang diuji secara parsial. Hasilnya diketahui bahwa kedua jenis komunikasi tersebut mempengaruhi komitmen organisasi. Lebih lanjut, dalam penelitian terdahulu yang dilakukan Chen di tahun 2006 (dalam Guney, 2012) diketahui bahwa dalam organisasi dengan komunikasi organisasi yang terasa lebih terbuka, maka komitmen organisasi pegawainya pun cenderung tinggi. e.
Pengaruh Listening in upward communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas) Terhadap Komitmen Organisasi Dalam Communication Climate Inventory milik R. Wayne Pace dan Brent
D. Peterson yang digunakan untuk mengukur iklim komunikasi organisasi, Listening in upward communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas) sebagai salah satu dimensinya diukur melalui usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk mendengarkan dengan seksama dan terbuka dengan saran atau laporan tentang masalah yang dialami anak buah dalam organisasi. Informasi dari anak buah tersebut harus dipandang penting untuk ditindak lanjuti. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Listening in upward communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas) bertujuan untuk mendapatkan masukan baik itu saran maupun keluhan dari pandangan anak buah sebagai pelaksana tugas. Penelitian yang dilakukan Guzley (1992) berjudul “Organizational Climate and Communication Climate : Predictors of Commitment to the 16
Organization ” yang mengambil sampel karyawan organisasi jasa yang berbasis di Southwest menemukan bahwa superior-subordiante communication dianggap memberi varians sebesar 41% pada komitmen organisasi. Hasil penelitian ini senada dengan yang dilakukan Guzley di tahun 1989 ketika menguji hubungan persepsi keterlibatan interaksi supervisor terhadap komitmen organisasi dimana persepsi keterlibatan interaksi supervisor diartikan sebagai partisipasi individu dengan individu lainnya melalui percakapan yang diukur menggunakan tiga dimensi yang dikembangkan Cegala et.al yaitu : kemampuan memberikan perhatian
(attentiveness),
kemampuan
kemampuan memberikan reaksi/kecekatan
untuk
mengerti
(perceptiveness),
(responsiveness). Diketahui bahwa
attentiveness dan perceptiveness terbukti sebagai prediktor komitmen organisasi dari level pegawai sementara responsiveness tidak terbukti sebagai prediktor dari komitmen organisasi dari level pegawai (Guzley,1992). Penelitian tentang komunikasi antara atasan dan bawahan yang dikaitkan dengan komitmen organisasi juga dilakukan oleh Wang (2011) dengan judul “The Role of Communication in Enchancing Employees Organizational Commitment : Exploring the Relationship between Social-Emotional-oriented Communication, Work-oriented Communication and Organizational Commitment in China” yang dilakukan pada salah satu organisasi pemerintah di China. Diketahui bahwa Workoriented Communication merupakan prediktor terhadap affective commitment dan normative commitment. Work-oriented Communication diukur berdasarkan tiga indikator yaitu kualitas yang dirasakan pegawai terhadap informasi stratejik pengembangan dan kebijakan organisasi, kualitas yang dirasakan pegawai terhadap interaksi vertikal dengan manajemen (downward dan upward) serta kepuasan
pegawai
terhadap
management’s
responsiveness
(kecekatan
manajemen) dalam menindaklanjuti masukan/saran.
17
f.
Pengaruh Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) Terhadap Komitmen Organisasi Produktivitas tinggi, kualitas tinggi, berbiaya rendah merupakan kata kunci
yang ditekankan R. Wayne Pace dan Brent D. Peterson dalam Communication Climate Inventory tentang salah satu dimensi dari iklim komunikasi organisasi, yaitu concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi). Ketika organisasi mengharapkan pegawai memberikan Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) maka organisasi harus dapat memenuhi kebutuhan dan menyediakan fasilitas pendukung bagi pegawai. R Wayne Pace dan Brent D. Peterson dalam Pace dan Faules (1993) memberikan tiga indikator untuk mengukur Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) yakni : 1. Seluruh pegawai menunjukkan komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi (kualitas dan produktivitas tinggi, biaya rendah) 2. Organisasi memperhatikan kesejahteraan seluruh pegawai dan tujuan berkinerja tinggi 3. Organisasi memperhatikan fasilitas pendukung guna mewujudkan tujuan berkinerja tinggi
Dalam Communication Climate Inventory milik R. Wayne Pace dan Brent D. Peterson yang digunakan untuk mengukur iklim komunikasi organisasi, Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) sebagai salah satu dimensinya diukur melalui usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk menunjukkan komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi- produktivitas tinggi, kualitas tinggi, berbiaya rendah- dan juga perhatian tinggi terhadap anggota organisasi lainnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, diketahui bahwa anggota organisasi
yang
memiliki
perhatian
terhadap
tujuan
berkinerja
tinggi
mempengaruhi komitmen organisasi mereka, seperti penelitian yang dilakukan Allen dan Meyer (1997) menemukan bahwa individu yang berkomitmen dan 18
menghargai visi misi organisasinya diketahui memiliki produktivitas yang meningkat. Penelitian tersebut sejalan dengan pendapat Mowday, Porter dan Steers (1982) bahwa komitmen tinggi memiliki produktivitas dan rasa tanggungjawab yang tinggi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi. 3.
Pengertian dan Dimensi Komitmen Organisasi Komitmen melibatkan kepercayaan serta keberpihakan dari seluruh pihak
yang menjalankan sebuah organisasi. Organisasi perlu memiliki strategi yang tepat guna mengoptimalkan output organisasi dan memaksimalkan performance individu melalui peningkatan komitmen organisasi para anggota organisasi. Menurut Mowday, Porter, dan Steers (1982) komitmen organisasi didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik, yaitu : 1. Adanya kepercayaan dan penerimaan yang begitu kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, 2. Adanya kemauan untuk bekerja keras bagi kepentingan organisasi, 3. Mempunyai keinginan kuat untuk menjadi anggota organisasi. Dari pandangan diatas nampaknya dapat disimpulkan bahwa keterikatan antara anggota organisasi terhadap organisasinya muncul berdasarkan keyakinan anggota organisasi yang diwujudkan melalui sikap. Konsep dasar komitmen organisasi perlu dipahami secara seksama oleh pimpinan organisasi karena komitmen anggota organisasi terhadap organisasinya tidak muncul secara instan, oleh karena itu pimpinan dalam organisasi harus memahami betul faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi komitmen anggota organisasi terhadap organisasinya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Mowday, Steers dan Porter dalam Abdullah (2005) menemukan bahwa komitmen organisasi berhubungan dengan angka kemangkiran kerja. Diketahui pegawai yang menunjukkan komitmen organisasi yang positif lebih senang dalam bekerja, tidak mangkir kerja dan juga tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan organisasi (berhenti bekerja). Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan Allen & Meyer (1997) bahwa individu 19
yang berkomitmen dan menghargai visi misi organisasinya diketahui memiliki standar moral yang lebih tinggi, turnover yang rendah, kepuasan kerja yang meningkat, serta produktivitas yang meningkat. Lebih lanjut Mowday, Porter dan Steers (1982) berpendapat bahwa ujian komitmen organisasi pegawai dimulai ketika pegawai memasuki masa awal bekerja (0-1 tahun). Pegawai mengalami masa orientasi dan pengenalan nilainilai, pengalaman mempresepsikan nilai pengaruh yang dirasakan berdasarkan interaksinya dengan anggota organisasi lainnya. Apabila pada masa ini pegawai merasa situasi kerja tidak cocok dengannya, maka kemungkinan pegawai tersebut akan mengundurkan diri. Organisasi perlu mengetahui untuk kemudian meningkatkan komitmen para pegawainya, karena pegawai merupakan salah satu aset penting dalam organisasi. Keberhasilan pengelolaan sumber daya manusia merupakan salah satu kunci kesuksesan organisasi. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Mowday Porter dan Steers (1982) dimana pegawai dengan komitmen tinggi memiliki produktivitas dan rasa tanggungjawab yang tinggi untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan organisasi.
a.
Dimensi Komitmen Organisasi Komitmen merupakan sebuah perwujudan sikap. Berasal dari kata latin
“commiter” yang berarti menggabungkan menyatukan, mempercayai dan mengerjakannya, berbagai definisi komitmen telah dibuat. Komitmen organisasi dapat dilihat melalui dua sudut pandang, yaitu sudut pandang yang berorientasi pada behavioral dan motivasi eksternal serta sudut pandang yang berorientasi pada altitudinal dan motivasi internal (Porter, Steers, Mowday dan Boulian dalam Trombetta,1988). Altitudinal commitment adalah pendekatan yang didasarkan pada ikatan hubungan antara individu dan organisasi (Mowday, Porter dan Steers,1982). Senada dengan Mowday, Porter dan Steers, Allen dan Meyer mengkonsepkan Altitudinal commitment sebagai keadaan psikologis yang merefleksikan hubungan pegawai dengan organisasinya. 20
Berdasarkan dengan pemikiran tersebut, maka Altitudinal commitment disebut juga komitmen yang bersifat afektif. Sementara Behavioral commitment berfokus pada manifestasi nyata dari komitmen. Meskipun terdapat beberapa tipologi komitmen organisasi, pada penelitian ini tipologi yang akan digunakan merujuk pada tipologi komitmen organisasi milik Natalie Allen dan John Meyer yang dipublikasikan pada tahun 1990. Tipologi Allen dan Meyer melihat bahwa berbagai konsep yang telah dikemukakan peneliti sebelumnya merefleksikan 3 (tiga) tema umum, yakni kelekatan afektif, persepsi atas kerugian, dan rasa kewajiban. Berdasarkan ketiga tema tersebut Allen dan Meyer membagi komitmen organisasi kedalam 3 (tiga) dimensi. Penggolongan ini diperlukan karena setiap individu memiliki komitmen yang berbeda atas organisasinya. Perbedaan tersebut berdasarkan pada apa yang dirasakan masing-masing individu tersebut terhadap organisasinya. Berdasarkan pemikiran tersebut lahirlah sebuah teori tentang komitmen organisasi yang diberi nama Three Component Model of Commitment. Tiga komponen komitmen organisasi tersebut adalah : 1. Affective Commitment (Komitmen Afektif), kunci dari komitmen ini adalah want to, dimana individu berkeinginan untuk terikat pada organisasi; 2. Continuance Commitment (Komitmen Berkelanjutan), kunci dari komitmen ini adalah need to, dimana komitmen berdasarkan atas kebutuhan rasional; 3. Normative Commitment (Komitmen Normatif), kunci dari ought to, dimana komitmen berdasarkan pada norma yang ada dalam diri pegawai sehingga menimbulkan keyakinan pada pegawai untuk bertanggung jawab terhadap organisasi. Allen dan Meyer mendefinisikan Affective Commitment (Komitmen Afektif) sebagai : “...refers to employee’s emotional attachment to, identification with and involvement in the organization”. Komitmen afektif merujuk pada keterikatan pegawai secara emosional, penidentifikasian diri dan keterlibatannya dalam sebuah organisasi. Allen dan Meyer berpendapat bahwa individu dengan
21
komitmen afektif yang kuat akan mengidentifikasi dirinya dengan organisasi, akan melibatkan dirinya dan senang menjadi anggota organisasi. Continuance
Commitment
(Komitmen
Berkelanjutan)
didefinisikan
sebagai : “...refers to an awareness of the cost associated with leaving the organization”. Komitmen berkelanjutan dihubungkan dengan kesadaran terhadap kerugian yang diasosiasikan jika meninggalkan organisasi (berhenti kerja). Normative Commitment (Komitmen Normatif) didefinisikan sebagai : “...reflects a feeling of obligation to continue employment”. Komitmen Normatif dihubungkan dengan perasaan berkewajiban untuk tetap bekerja pada organisasi. unsur tanggung jawab sangat erat muncul dalam komponen ini. Dalam menjelaskan komponen Komitmen Normatif, Allen dan Meyer mengacu pada pendapat Weiner (1982). Weiner mendeskripsikan komitmen sebagai akibat dari tekanan normatif yang sudah menyatu dalam diri individu untuk bertingkah laku dengan cara yang sesuai minat dan tujuan organisasi (Allen dan Meyer,1997). Pengukuran variabel komitmen organisasi pada penelitian ini akan menggunakan Organizational commitment questionaire Allen dan Meyer versi original yang telah disesuaikan dengan penelitian ini. F.
Kerangka Konsep dan Model Penelitian Dalam penelitian ini, Iklim Komunikasi Organisasi dipahami sebagai
gabungan persepsi tentang kegiatan komunikasi yang berlangsung pada dalam jangka waktu tertentu melalui keterlibatan anggota organisasi dalam organisasi tersebut. Trust (Kepercayaan) dipahami sebagai usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk menjaga dan mengembangkan hubungan dimana kepercayaan dan kredibilitas dipelihara melalui pernyataan dan tindakan. Supportiveness (Dukungan) dipahami sebagai suasana yang diliputi keterusterangan yang mewarnai hubungan-hubungan dalam organisasi dimana anggota organisasi dapat dengan mudah mengutarakan pendapatnya terhadap sesama rekan kerja, atasan dan bawahan mereka. 22
Openness in Downward Communication (Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah), dipahami sebagai kemudahan anggota organisasi untuk memperoleh informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka. Listening in upward communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas) dipahami melalui mendengarkan dengan seksama dan terbuka yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat tentang saran atau laporan tentang masalah yang dialami anak buah dalam organisasi. Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) dipahami sebagai usaha yang dilakukan seluruh anggota organisasi disemua tingkat untuk menunjukkan komitmen terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi- produktivitas tinggi, kualitas tinggi, berbiaya rendah- dan juga perhatian tinggi terhadap anggota organisasi lainnya. Sementara Komitmen Organisasi dipahami sebagai sikap anggota organisasi akan kesetiaan mereka terhadap visi misi organisasi. Untuk mengukur variabel-variabel tersebut maka akan dijabarkan melalui dimensi iklim komunikasi organisasi milik Wayne Pace dan Brent D. Peterson serta dimensi komitmen organisasi milik N.J. Allen dan J.P. Meyer. Berdasarkan penjelasan terkait variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, maka model penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
23
H1
Iklim Komunikasi Organisasi (Organizational Communication Climate)
H2 Trust (Kepercayaan)
H3 Variabel Y Komitmen Organisasi (Organizational Commitment)
Supportiveness (Dukungan)
Openess in downward communication (Keterbukaan dalam komunikasi ke bawah)
Listening in upward communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas)
H4
H5
H6 Concern for highpermormance goals (Perhatian terhadap tujuantujuan berkinerja tinggi)
Ket: kotak dengan bingkai merah menandai dua dimensi yang didrop dari model penelitian. Sumber : dikembangkan dalam penelitian ini berdasarkan Sanusi (2012)
Gambar 1.1. Model Penelitian Pengaruh iklim komunikasi organisasi terhadap komitmen organisasi Aparatur sipil negara non struktural di BBPBPTH
24
G.
Operasionalisasi Variabel Pengukuran terhadap variabel iklim komunikasi organisasi dan komitmen
organisasi akan dijelaskan dalam bentuk konsep operasional berupa parameter di tabel 1.1. sebagai berikut : Tabel 1.1. Operasionalisasi Variabel Variabel Organizational Communication Climate (Iklim Komunikasi Organisasi) Berdasarkan Communication Climate Inventory (CCI) Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993)
Definisi Operasional “ a composite of perceptions-a macro-evaluation- of communicative events, human behaviors, responses of employees to one another, expectations, interpersonal conflicts, and opportunities for growth in the organization.” (Pace &Faules,1993:100).
Sub Variabel 1. Trust (kepercayaan)
Indikator 1.
2.
2. Supportiveness (dukungan)
1.
2.
3. Openness in downward communication (keterbukaan dalam komunikasi kebawah)
4.
Listening in upward communication (mendengarkan dalam komunikasi keatas)
5. Concern to high performance goals (perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi)
1.
2.
1.
2.
1.
2.
3.
Skala
Pejabat struktural memiliki kepercayaan terhadap pegawai Pegawai memiliki kepercayaan terhadap pejabat struktural Suasana kantor diliputi oleh nuansa kejujuran dan terus terang Seluruh pegawai dapat mengatakan pemikiran mereka sejujurnya Kecuali untuk informasi rahasia, seluruh pegawai mendapatkan kemudahan akses informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka seluruh pegawai mendapatkan informasi tentang organisasi, pimpinan, dan rencana organisasi Masukan/informasi dari pegawai dinilai cukup penting oleh pejabat struktural untuk diperhatikan Pejabat struktural mendengarkan masukan/informasi dari pegawai disemua tingkat Seluruh pegawai menunjukkan komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi (kualitas dan produktivitas tinggi, biaya rendah) Organisasi memperhatikan kesejahteraan seluruh pegawai dan tujuan berkinerja tinggi Organisasi
25
Likert
Likert
Likert
Likert
Likert
memperhatikan fasilitas pendukung guna mewujudkan tujuan berkinerja tinggi Trust (kepercayaan) Berdasarkan Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993)
Supportiveness (Dukungan) Berdasarkan Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993)
Openness in downward communication (keterbukaan dalam komunikasi kebawah) Berdasarkan Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993) Listening in upward communication (mendengarkan dalam komunikasi keatas) Berdasarkan Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993) Concern to high performance goals (perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja
“Effort made by personnel at all levels to develop and maintain relationships where trust, confidence, and credibility are sustained by statement and act ” (Pace & Peterson dalam Pace & Faules,1993)
“A General Athmosphere of candor and frankness should pervade relationships in the organization, with employees being able to say what’s on their minds regardless of wheter they are talking to peers, subordinates, or superiors” (Pace & Peterson dalam Pace & Faules,1993) “Members of the Organization should have relatively easy access to information that relates directly to their immediate jobs” (Pace & Peterson dalam Pace & Faules,1993)
1.
Pejabat struktural memiliki kepercayaan terhadap pegawai 2. Pegawai memiliki kepercayaan terhadap pejabat struktural
1.
Suasana kantor diliputi oleh nuansa kejujuran dan terus terang
2.
Seluruh pegawai dapat mengatakan pemikiran mereka sejujurnya
1.
Kecuali untuk informasi rahasia, seluruh pegawai mendapatkan kemudahan akses informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka Seluruh pegawai mendapatkan informasi tentang organisasi, pimpinan, dan rencana organisasi
2.
Likert
Likert
1.
“Listening continuously and open minds to suggestions or reports of problems made by personnel at each subordinate level in the organization ” (Pace & Peterson dalam Pace & Faules,1993)
“Personnel at all in the organization demostrate a commitment to high performance goals-high productivity, high quality, low cost-as well as a high concern for other members
Masukan/informasi dari pegawai dinilai cukup penting oleh pejabat struktural untuk diperhatikan 2. Pejabat struktural mendengarkan masukan/informasi dari pegawai disemua tingkat 1. Seluruh pegawai menunjukkan komitmen terhadap tujuan berkinerja tinggi (kualitas dan produktivitas tinggi, biaya rendah)
Likert
26
Likert
Likert
tinggi) Berdasarkan Pace & Peterson dalam Pace dan Faules (1993)
in organization” (Pace & Peterson dalam Pace & Faules,1993)
Komitmen Organisasi berdasarkan model komitmen organisasi Allen dan Meyer (1997)
“sikap yang mencerminkan kesetiaan pegawai pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan”(Luthans,2006).
H.
2.
1.
2.
3.
Affective commitment /komitmen afektif Continuance commitment /komitmen brkesinambungan Normative commitment / komitmen normatif
Organisasi memperhatikan kesejahteraan seluruh pegawai dan tujuan berkinerja tinggi 3. Organisasi memperhatikan fasilitas pendukung guna mewujudkan tujuan berkinerja tinggi Pegawai ingin terikat/menetap dengan organisasi Pegawai menggunakan analisis rasional (untung rugi) sebagai pertimbangan menetap di organisasi
Likert
Pegawai merasa berkewajiban untuk tetap berada di organisasi
Likert
Perumusan Hipotesis Terdapat hipotesis yang akan dianalisis pada penelitian ini. Perumusan
hipotesis adalah sebagai berikut : 1.
H1
:
Iklim komunikasi organisasi berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
H0
:
Iklim
komunikasi
organisasi
tidak
berpengaruh
terhadap
komitmen organisasi aparatur sipil Negara non struktural di BBPBTH. 2.
H2
:
Trust berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
H0
:
Trust tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
3.
H3
:
Supportiveness berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
H0
Supportiveness tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
4.
H4
:
Likert
Openness in Downward Communication berpengaruh terhadap 27
komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH. H0
Openness in Downward Communication tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
5
H5
:
Listening in Upward Communication berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
H0
:
Listening in Upward Communication tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
6.
H6
:
Concern for High Performance Goals berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
H0
:
Concern for High Performance Goals tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi aparatur sipil negara non struktural di BBPBTH.
I.
Metodologi Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Selaras dengan
pendekatan tersebut, maka metode yang digunakan adalah metode survei. Secara spesifik survei digunakan untuk mempelajari sikap, keyakinan, nilai-nilai, demografi, tingkah laku, opini, kebiasaan, keinginan, ide-ide dan tipe informasi lain (McMillan dan Schumacher, 2006). 2.
Populasi dan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling.
Populasi pada penelitian ini adalah aparatur sipil negara Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) dengan jabatan non struktural yang berjumlah 126 orang (Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan 28
Pemuliaan Tanaman Hutan, 2014). Untuk menentukan jumlah sampel, maka digunakan rumus Slovin yaitu : N
𝑛𝑛 = 1+Ne 2
Keterangan : 𝑛𝑛 = ukuran sampel
N = ukuran populasi e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (Kriyantono, 2007:160). Berdasarkan rumus tersebut dengan menggunakan e = 5%, maka jumlah sampel untuk responden aparatur sipil negara non struktural adalah: 𝑛𝑛 =
=
126 1 + 126. ( 0,05)2
126 1 + 0.315
= 95,817 dibulatkan menjadi 96 orang
3.
Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuesioner berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang disusun secara sistematis kemudian diisi oleh responden. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap dan menyatakan setuju atau ketidaksetujuan terhadap subyek, obyek, atau kejadian tertentu (Indriantoro dan Supomo,1999). Angket dibuat dengan skala Likert terdiri dari enam alternatif pilihan, yaitu : Tabel 1.2. Skor Likert Jawaban Skor Likert Sangat Tidak Setuju 1 Tidak Setuju 2 Kurang Setuju 3 Cukup Setuju 4 Setuju 5 Sangat Setuju 6 29
Keunggulan 6 (enam) skala Likert dibandingkan 5 (lima) skala Likert adalah mengurangi penyimpangan atau mengurangi resiko penyimpangan pengambilan keputusan pribadi dan mempunyai kehandalan yang tinggi (Chomeya, R, 2010). Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden aparatur sipil negara non struktural, sedangkan data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari bahan pustaka dan literatur yang mendukung penelitian ini.
4.
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini dilakukan dua bentuk analisis, yaitu deskriptif dan
bivariat. Analisis deskriptif adalah analisis terhadap jawaban-jawaban responden atas variabel-variabel penelitian yang dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai tendensi jawaban responden atas pertanyaan yang digunakan guna mengetahui kondisi variabel-variabel yang diteliti. Sementara untuk menganalisis pengaruh dari dua variabel peneliti menggunakan analisis bivariat. Pada penelitian ini, untuk menganalisis data, peneliti menggunakan Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM). PLS-SEM bertujuan untuk menguji hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan atau pengaruh antar konstruk tersebut (Latan dan Ghozali,2012). Peneliti
memilih
menggunakan
PLS-SEM
karena
sesuai
untuk
menganalisa model pada penelitian ini yang merupakan pengembangan dari model penelitian sebelumnya. Latan dan Ghozali (2012) mengatakan bahwa pada penggunaan PLS-SEM, pengujian dapat dilakukan tanpa dasar teori yang kuat, mengabaikan beberapa asumsi (non-parametrik) dan parameter ketepatan model prediksi dilihat dari nilai koefisien determinasi, sehingga PLS-SEM sangat tepat digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori. Software yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini adalah SmartPLS versi 2.0 M3 yang dikembangkan oleh Prof. Christian M. Ringle, Sven Wende dan Alexander Will. Menurut Jogiyanto, (2011) metode Partial Least Square (PLS) memiliki beberapa keunggulan antara lain adalah sebagai berikut: 30
1. Mampu memodelkan banyak variabel dependen dan variabel independen (model komplek). 2. Mampu mengelola masalah multikolinearitas antar variabel independen. 3. Hasil tetap kokoh (robust) walaupun terdapat data yang tidak normal dan hilang (missing value). 4. Menghasilkan
variabel
laten
independen
secara
langsung
berbasis
crossproduct yang melibatkan variabel laten dependen sebagai kekuatan prediksi. 5. Dapat digunakan pada konstruk reflektif dan formatif. 6. Dapat digunakan pada sampel kecil. 7. Tidak mensyaratkan data berdistribusi normal. 8. Dapat digunakan pada data dengan tipe skala berbeda, yaitu nominal, ordinal dan kontinus.
Pada PLS-SEM yang merupakan component based SEM merupakan tipe SEM yang menggunakan variance dalam proses iterasi sehingga tidak memerlukan korelasi antara indikator maupun konstruk latennya dalam suatu model struktural (Latan dan Ghozali,2012:21). SEM juga seringkali disebut sebagai kombinasi antara analisis faktor dan analisis jalur. SEM telah digunakan dalam berbagai bidang ilmu seperti psikologi, ekonomi, pendidikan, dan ilmu sosial lainnya. Terdapat dua pendekatan SEM, yaitu SEM dengan dasar covariance (CBSEM) dan SEM dengan pendekatan varians (VBSEM). Penggunaan SEM berbasis covariance dipermudah oleh software pengolah data seperti Lisrel, Amos, EQS. Sedangkan SEM berbasis variance yang banyak digunakan adalah XLSTAT PLS, PLS Graph, SmartPLS, Visual PLS dan lainnya.
a.
Metode Partial Least Square (PLS) untuk pengujian Validitas dan
Reliabilitas Pada analisis metode Partial Least Square (PLS) dengan menggunakan software SmartPLS terdapat dua tahap pengujian. Pengujian tahap pertama adalah 31
pengujian validitas dan reliabilitas indikator penyusun variabel melalui evaluasi model pengukuran atau measurement/outer model, yang meliputi : 1).
Uji validitas instrumen Validitas adalah sejauh mana nilai/ukuran yang diperoleh, secara akurat
menyatakan hasil pengukuran sesuatu yang diukur (Hair et.al, 2011). Pada model penelitian ini, indikator yang digunakan bersifat refleksif sehingga diuji melalui validitas konvergen dan diskriminan dari indikator pembentuk konstruk latennya. Salah satu ciri indikator bersifat reflektif adalah jika peneliti menghilangkan satu indikator maka tidak akan mengubah makna konstruk (Latan dan Ghozali,2012). Pada pengujian validitas konvergen, terdapat 3 (tiga) parameter yang perlu diperhatikan, sementara pada pengujian validitas diskriminan terdapat 1 (satu) parameter agar analisis dapat dilanjutkan. Berikut adalah parameter-parameter dan rekomendasi nilai yang tersaji dalam tabel berikut ini. Tabel 1.3 Parameter Uji Validitas No 1
Validitas Parameter Variabel Konvergen Loading Factor
Rekomendasi Nilai
Lebih dari 0,60
Average Variance Extracted (AVE)
Lebih dari 0,50.
Communality Lebih dari 0,50.
2
Diskriminan
Cross Loading
Loading Factor konstruk yang dituju >loading factor kepada konstruk lain.
Sumber Chin dan Hair et al dalam Latan dan Ghozali (2012) Hair et al dalam Latan dan Ghozali (2012) Chin dalam Latan dan Ghozali (2012) Chin dan Hair et al dalam Latan dan Ghozali (2012)
32
Loading factor adalah korelasi antara skor item/skor komponen dengan skor konstruk (Jogiyanto, 2011). Nilai loading factor atau outer loadings berasal dari indikator-indikator yang mengukur konstruk tersebut. Communality adalah ukuran kualitas model pengukuran pada tiap blok variabel laten yang dihasilkan dalam proses iterasi algorithm Partial Least Square (PLS). Sedangkan AVE adalah rerata persentase skor varian yang diekstrasi dari seperangkat variabel laten yang diestimasi melaui loading standardize indikatornya dalam proses iterasi algorithm Partial Least Square (PLS) (Hair et al, 2011). Nilai Average Variance Extracted (AVE) direkomendasikan harus lebih besar dari 0,5 dimana artinya 50% atau lebih variance dari indikator dapat dijelaskan (Latan dan Ghozali, 2012:79). Sementara pada validitas diskriminan, berprinsip bahwa pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkolerasi dengan tinggi. Terdapat beberapa cara untuk menguji validitas diskriminan namun pada penelitian ini, peneliti akan mengujinya melalui niai cross loading. Menurut Latan dan Ghozali (2012) cara untuk menguji validitas diskriminan dengan indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross loading untuk setiap variabel harus lebih besar dari 0,6. 2).
Uji reliabilitas instrumen Selain uji validitas, pada analisis metode Partial Least Square (PLS) juga
dialkukan pengujian reliabilitas konstruk. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan ketepatan dan konsistensi alat ukur dalam mengukur konstruk, dimana pada indikator reflektif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cronbach’s alpha dan composite reliability. Namun demikian penggunaan Cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas konstruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk (Latan dan Ghozali,2012). Hal ini selaras dengan pendapat Jogiyanto (2011) yang mengatakan bahwa Cronbach’s alpha digunakan untuk mengukur batas bawah nilai reliabilitas suatu konstruk sedangkan 33
composite reliability mengukur nilai sesungguhnya reliabilitas suatu konstruk. Sehingga composite reliability dianggap lebih baik dalam melakukan penilaian reliabilitas suatu konstruk. Berdasarkan pendapat tersebut, maka pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan nilai composite reliability dalam pengujian reliabilitas. Terdapat rekomendasi nilai yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengujian reliabilitas, rekomendasi nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.4 berikut ini. No 1
2
b.
Tabel 1.4. Parameter Uji Reliabilitas Parameter Rekomendasi Nilai Sumber Chin dan Hair et al Lebih dari 0,70 Cronbach’s Alpha dalam Latan dan Ghozali (2012) Chin dan Hair et al Lebih dari 0,70 Composite Reliability dalam Latan dan Ghozali (2012)
Metode Partial Least Square (PLS) untuk pengujian Hipotesis Setelah indikator konstruk-konstruk yang diuji dinyatakan valid maka
pengujian dapat dilanjutkan ketahap berikutnya guna menguji hubungan dan signifikansi antar konstruk dalam model penelitian. Pada metode Partial Least Square (PLS), pengujian hubungan dinilai melalui dua cara, melihat nilai koefisien determinasi (R-Square) dan melihat nilai signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur bootstrapping. Sementara arah hubungan antar konstruk dapat diketahui berdasarkan nilai positif dan negatif original sample. R-Square digunakan untuk mengetahui kekuatan model prediksi dari model penelitian yang diajukan. Menurut Jogiyanto (2011), R-Square adalah ukuran tingkat variabilitas perubahan variabel independen terhadap variabel dependen, yang digunakan untuk menguji kelayakan model prediksi dengan rentang nilai 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi nilai R-Square, maka akan semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan. 34
Prosedur bootstrap dilakukan dengan menggunakan seluruh sampel asli untuk resampling kembali. Terdapat beberapa rekomendasi jumlah sampel untuk bootstrapping, namun merujuk anjuran Chin dalam Latan dan Ghozali (2012), jumlah sampel 200-1000 sudah cukup untuk mengoreksi standar error estimate PLS. Pada tabel 1.5 disajikan parameter dan rekomendasi nilai yang digunakan untuk menganalisis hubungan dan signifikansi antar konstruk dalam model penelitian. Tabel 1.5 Parameter Evaluasi Model Struktural No Parameter Rekomendasi Nilai Sumber Chin dan Hair 1. Koefisien • Model yang kuat determinasi (Ret al dalam ditunjukkan dengan nilai Square) Latan dan 0,67; Ghozali (2012) • moderate ditunjukkan dengan nilai 0,33 dan • lemah ditunjukkan dengan nilai 0,19. Hipotesis dengan two-tailed Chin dan Hair 2. Signifikansi Two-Tailed adalah : 1,65 (tingkat et al dalam (T-Value) signifikansi 10%); 1,96 Latan dan (tingkat signifikansi 5%) dan Ghozali (2012) 2,58 (tingkat signifikansi 1%).
5.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator Variabel Iklim Komunikasi Organisasi dan Komitmen Organisasi Item-item pertanyaan dalam kuesioner mewakili dimensi atau indikator
yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel penelitian. Guna mendapatkan item pertanyaan yang benar-benar terbukti mewakili variabel-variabel yang akan diteliti, maka diperlukan pengujian validitas dan reliabilitas. Pada penelitian ini, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari penelitian-penelitian sebelumnya, sehingga diharapkan untuk validitas dan reliabilitasnya telah teruji secara memadai. Kuesioner penelitian terdiri dari 20 item pertanyaan dengan rincian disajikan pada Tabel 1.6.
35
Tabel 1.6 Indikator Penelitian No
Variabel
1
Organizational Communication Climate (Iklim Komunikasi Organisasi)
Dimensi
11 Trust (Kepercayaan) Supportiveness(dukungan) Openness in Downward Communication (keterbukaan dalam komunikasi kebawah)
Listening in Upward Communication (mendengarkan dalam komunikasi keatas) Concern to high performance goals (perhatian terhadap tujuantujuan berkinerja tinggi)
2
Jumlah Pertanyaan
Organizational Commitment (Komitmen Organisasi)
2 2 2
2
3 9
Affective Commitment (komitmen afektif) Continuance Commitment (komitmen
3 3
brkesinambungan)
Jumlah
Normative Commitment (komitmen normatif) 20
3
Untuk menguji validitas dan reliabilitas variabel iklim komunikasi organisasi dan komitmen organisasi, pengujian dilakukan dengan menggunakan Second Order Confirmatory Factor Analysis sesuai dengan saran Latan dan Ghozali (2012) dikarenakan konstruk memiliki dimensi yang dijabarkan melalui indikator-indikator, dimana pengujian dilakukan melalui dua jenjang, analisis pertama dilakukan dari dimensi ke indikator-indikatornya dan analisis kedua dilakukan dari variabel ke dimensinya. Pada tahap pengujian validitas konvergen, disyaratkan bahwa nilai faktor loading diatas 0,6 (Latan dan Ghozali,2012) maka dilakukan pengujian bertahap dengan cara mendrop nilai faktor loading dibawah 0,6 (hasil analisis lengkap terlampir). 36
Setelah dilakukan pengujian, hasil akhir dari pengujian adalah sebagai berikut : Tabel 1.7 Hasil Akhir Loading Factor Variabel dimensi Iklim Komunikasi Organisasi dan Komitmen Organisasi ke IndikatorIndikator Variabel
Dimensi
IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI (IKO)
Trust Listening in Upward Communication Concern for High Performance Goals
KOMITMEN ORGANISASI (KO)
IKO_T1
Factor Loading First Order 0,976
IKO_T2
0,976
Valid
0,806
Valid
0,961
Valid
0,779
Valid
0,964
Valid
0,807
Valid
0,843
Valid
0,631
Valid
0,867
Valid
0,682
Valid
KO_AC1
0,900
Valid
0,798
Valid
KO_AC2
0,852
Valid
0,666
Valid
KO_CC2
1,000
Valid
0,715
Valid
KO_CC3 KO_NC2 KO_NC3
1,000 0,933 0,914
Valid Valid Valid
0,654 0,842
Valid Valid Valid
Kode Indikator
Affective Commitment Continuance Commitment Normative Commitment
IKO_ LUC1 IKO_ LUC2 IKO_ CHPG1 IKO_ CHPG 3
Signifikansi (>0,6)
Factor Loading RI
Signifikansi (>0,6)
Valid
0,807
Valid
0,749
Sumber : Data primer diolah
Tabel 1.8 Hasil Akhir Loading Factor Variabel Iklim Komunikasi Organisasi dan Komitmen Organisasi ke Dimensinya Variabel IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI
KOMITMEN ORGANISASI
Dimensi
Factor Loading Second Order
Trust
0,826
Listening in Upward Communication Concern for High Performance Goals Affective Commitment Continuance Commitment Normative Commitment
0,824 0,769
Signifikansi (>0,6) Valid Valid Valid
0,841
Valid
0,715
Valid
0,864
Valid
Sumber : Data primer diolah 37
Hasil loading factor dapat dilihat pada Tabel 1.7 dan Tabel 1.8 di atas, diketahui bahwa semua konstruk telah memenuhi kriteria loading factor > 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator telah memenuhi convergent validity dan memiliki validitas yang dipersyaratkan. Namun terdapat dua dimensi yang didrop dari model penelitian dikarenakan hasil pengukuran loading factor second order kurang dari 0,6 yaitu dimensi Supportiveness dengan indikator : IKO S1 (Dalam bekerja, berbicara jujur dan terbuka merupakan hal yang wajar di kantor BBPBPTH) dan IKO S2 (Dalam bekerja, saya mudah mengemukakan pendapat (saran/kritik) kepada seluruh level pegawai di BBPBPTH)
serta
dimensi
Openness to Downward Communication dengan indikator : IKO ODC1 (Pegawai BBPBPTH mudah mendapatkan informasi yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas kerja mereka dan
IKO ODC2 (Seluruh pegawai mendapatkan informasi
tentang organisasi BBPBPTH, pimpinan, dan rencana organisasi BBPBPTH). Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa korelasi indikator tersebut tidak cukup besar terhadap variabelnya, sehingga kontribusinya tidak cukup kuat untuk menjelaskan variabelnya. Selain dilihat dari nilai loading factor/outer loading, validitas konvergen dapat juga dilihat dari nilai Average Variance Extracted (AVE) dan nilai Communality yang harus memiliki nilai > 0,50 (Hair,2010). Berikut adalah hasil nilai AVE dan Communality yang tersaji pada Tabel 1.9. Tabel 1.9 Nilai AVE dan Communality Variabel Validitas (>0,50) Validitas Hair et. al. (>0,50) dalam Latan Communality Chin dalam dan Ghozali Latan dan (2012) Ghozali (2012)
Konstruk
AVE
CHPG
0,730753
Valid
0,730753
Valid
IKO
0,570214
Valid
0,570214
Valid
KO
0,548222
Valid
0,548222
Valid
KO AC
0,767478
Valid
0,767478
Valid
KO CC
1,000000
Valid
1,000000
Valid 38
KO NC
0,852572
Valid
0,852572
Valid
LUC
0,925973
Valid
0,925973
Valid
TRUST
0,952874
Valid
0,952874
Valid
Sumber : Data Primer diolah Langkah selanjutnya adalah melihat nilai cross loading. Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor tertinggi terhadap konstruk yang dituju dibandingkan loading factor terhadap konstruk lain (Hair,2011). Berikut adalah hasil nilai cross loading yang tersaji pada Tabel 1.10. Tabel 1.10. Cross Loading Indikator Konstruk CHPG
IKO
KO
KO AC
KO CC
KO NC
LUC
TRUST
IKO_CHPG1 0,842610 0,631065 0,203106 0,229573 0,138501 0,086861 0,341056
0,435037
IKO_CHPG1 0,842610 0,631065 0,203106 0,229573 0,138501 0,086861 0,341056
0,435037
IKO_CHPG3 0,866899 0,681773 0,518490 0,430827 0,252957 0,507982 0,494171
0,361697
IKO_CHPG3 0,866899 0,681773 0,518490 0,430827 0,252957 0,507982 0,494171
0,361697
IKO_LUC1
0,467235 0,778542 0,265366 0,108095 0,309312 0,210344 0,960907
0,440757
IKO_LUC1
0,467235 0,778542 0,265366 0,108095 0,309312 0,210344 0,960907
0,440757
IKO_LUC2
0,479005 0,806724 0,376675 0,268865 0,359988 0,311408 0,963641
0,485571
IKO_LUC2
0,479005 0,806724 0,376675 0,268865 0,359988 0,311408 0,963641
0,485571
IKO_T1
0,453732 0,807385 0,445720 0,287775 0,295880 0,462482 0,472337
0,976198
IKO_T1
0,453732 0,807385 0,445720 0,287775 0,295880 0,462482 0,472337
0,976198
IKO_T2
0,452427 0,805870 0,487379 0,325660 0,303347 0,518817 0,468132
0,976107
IKO_T2
0,452427 0,805870 0,487379 0,325660 0,303347 0,518817 0,468132
0,976107
KO_AC1
0,468309 0,451412 0,798260 0,899577 0,483760 0,575175 0,318331
0,328253
KO_AC1
0,468309 0,451412 0,798260 0,899577 0,483760 0,575175 0,318331
0,328253
KO_AC2
0,192612 0,164803 0,665712 0,851890 0,237734 0,563249 -0,000713 0,212963
KO_AC2
0,192612 0,164803 0,665712 0,851890 0,237734 0,563249 -0,000713 0,212963
KO_CC2
0,231446 0,372142 0,714723 0,423610 1,000000 0,403110 0,348229
0,306929
KO_CC2
0,231446 0,372142 0,714723 0,423610 1,000000 0,403110 0,348229
0,306929
KO_CC2
0,231446 0,372142 0,714723 0,423610 1,000000 0,403110 0,348229
0,306929
KO_CC3
0,332231 0,392172 0,654096 0,326559 0,782509 0,369917 0,301303
0,320430
KO_NC2
0,312903 0,415769 0,841921 0,684835 0,406655 0,932565 0,181440
0,492751
KO_NC2
0,312903 0,415769 0,841921 0,684835 0,406655 0,932565 0,181440
0,492751
KO_NC3
0,349353 0,464604 0,749295 0,503770 0,333931 0,914038 0,329823
0,432398
KO_NC3
0,349353 0,464604 0,749295 0,503770 0,333931 0,914038 0,329823
0,432398
Sumber : Data Primer diolah 39
Hasil yang ditandai/diblok pada Tabel 1.10, menunjukkan bahwa korelasi indikator memiliki nilai lebih tinggi terhadap konstruk yang dituju, dibandingkan dengan korelasi indikator tersebut terhadap konstruk lainnya. Dengan demikian, konstruk mampu memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator diblok yang lain. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konstruk memiliki validitas diskriminan yang tinggi. Setelah nilai parameter dari uji validitas didapatkan dan memenuhi standar analisis yang dipersyaratkan, langkah berikutnya adalah menganalisis hasil dari uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Dalam PLS, uji reliabilitas dapat diukur melalui Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Namun demikian penggunaan Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas kontruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan Composite Reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk (Latan dan Ghozali,2012). Dalam penelitian ini akan menggunakan composite reliability dalam pengujian reliabilitas konstruk. Tabel 1.11 Nilai Composite Reliability Konstruk Konstruk
Composite Reliability
Reliabilitas (>0,70) Hair et. al. (2011)
CHPG
0,844407
Reliabel
IKO
0,887545
Reliabel
KO
0,878350
Reliabel
KO AC
0,868360
Reliabel
KO CC
1,000000
Reliabel
KO NC
0,920413
Reliabel
LUC
0,961564
Reliabel
TRUST
0,975868
Reliabel
Sumber: Data primer diolah
40
Berdasarkan data pada Tabel 1.11 diatas, data memperlihatkan bahwa nilai composite reliability > 0,70; sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator dalam konstruk adalah reliabel. a.
Kesimpulan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Variabel Iklim Komunikasi Organisasi dan Komitmen Organisasi Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa indikator
konstruk yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya dan akan di analisis lebih lanjut pada penelitian ini adalah konstruk Iklim Komunikasi Organisasi yang diukur
melalui
dimensi
Trust
(Kepercayaan),
Listening
in
Upward
Communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas), Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) dan konstruk Komitmen Organisasi. 6.
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Indikator Variabel Trust (Kepercayaan), Listening in Upward Communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas), Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) dan Komitmen Organisasi Pada penelitian ini, selain bertujuan untuk menganalisis pengaruh iklim
komunikasi organisasi terhadap komitmen organisasi, peneliti juga akan mengeksplorasi faktor-faktor dari iklim komunikasi organisasi yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi. berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas pada dimensi-dimensi iklim komunikasi organisasi yang telah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa dimensi yang dapat dianalisis lebih lanjut adalah trust (kepercayaan); listening in upward communication (mendengarkan dalam komunikasi keatas); concern to high performance goals (perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi), maka ketiga dimensi ini akan diperlakukan sebagai variabel pada pengujian faktor-faktor dari iklim komunikasi organisasi yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi. Indikator dari ketiga variabel ini diperoleh dari dimensi-dimensi iklim komunikasi organisasi yang terdapat dalam kuesioner, dimana masing-masing 41
indikator diwakili oleh 2 (dua) pertanyaan. Pada tabel 1.12 disajikan perinciannya sebagai berikut. Tabel 1.12 Indikator Penelitian No
Variabel
1.
Trust (Kepercayaan) Listening in Upward Communication
2.
(mendengarkan dalam komunikasi keatas) Concern to high performance goals (perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi)
3. 4.
Organizational Commitment (Komitmen Organisasi)
Dimensi
Jumlah Pertanyaan 2 2 3
Affective Commitment (komitmen afektif) Continuance Commitment (komitmen
3 3
brkesinambungan)
Normative Commitment (komitmen normatif)
3
untuk menguji validitas dan reliabilitas variabel trust, listening in upward communication, concern to high performance goals dan komitmen organisasi, pengujian dilakukan dengan menggunakan First Order Confirmatory Factor Analysis sesuai dengan saran Latan dan Ghozali (2012) dikarenakan konstruk tidak memiliki dimensi yang dijabarkan melalui indikator-indikator,sehingga pengujian dapat langsung dilakukan dari variabel ke indikatornya. Pada tahap pengujian validitas konvergen, disyaratkan bahwa nilai faktor loading diatas 0,6 (Latan dan Ghozali,2012) maka dilakukan pengujian bertahap dengan cara mendrop nilai faktor loading dibawah 0,6 (hasil analisis lengkap terlampir). Setelah dilakukan pengujian, hasil akhir dari pengujian adalah sebagai berikut :
42
Tabel 1.13 Hasil Akhir Loading Factor Variabel Concern for High Performance Goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi), Listening in Upward Communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas), Trust (Kepercayaan) dan Komitmen Organisasi Variabel
Factor Loading
Indikator IKO_T1 IKO_T2 IKO_LUC1 IKO_LUC2 IKO_ CHPG 2 IKO_ CHPG 3 KO_AC1 KO_AC2 KO_CC2 KO_CC3 KO_NC2 KO_NC3
Trust Listening in Upward Communication Concern for High Performance Goals
Komitmen Organisasi
0,974 0,978 0,948 0,974 0,941 0,920 0,805 0,647 0,685 0,640 0,853 0,776
Signifikansi (>0,6) Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data primer diolah Pada hasil loading factor yang tertera di Tabel 1.13 , diketahui bahwa semua konstruk telah memenuhi kriteria loading factor > 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator telah memenuhi convergent validity dan memiliki validitas yang dipersyaratkan. Diketahui pula bahwa pada pengujian loading factor tahap awal terdapat empat indikator dengan nilai loading dibawah < 0,6 yaitu CHPG 1 (Pegawai BBPBPTH menyelesaikan pekerjaan berdasarkan standar yang telah ditetapkan BBPBPTH), AC 3 (Saya akan terlihat buruk jika BBPBPTH mendapat penilaian buruk
dari
publik),
CC1
(Hidup
saya
akan
terganggu
jika
saya
keluar/mengundurkan diri BBPBPTH sekarang) dan NC1 (Sudah seharusnya saya loyal terhadap BBPBPTH). Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan bahwa korelasi indikator tersebut tidak cukup besar terhadap variabelnya, sehingga kontribusinya tidak cukup kuat untuk menjelaskan variabelnya. Keempat indikator tersebut kemudian dikeluarkan dari model untuk kemudian dilakukan perhitungan kembali. Selain dilihat dari nilai loading factor/outer loading, validitas konvergen dapat juga dilihat dari nilai Average Variance Extracted (AVE) dan nilai 43
Communality yang harus memiliki nilai > 0,50 (Hair,2010). Berikut adalah hasil nilai AVE dan Communality yang tersaji pada Tabel 1.14. Tabel 1.14. Nilai AVE dan Communality Variabel Validitas (>0,50) Hair et. al. dalam Latan Communality dan Ghozali (2012)
Validitas (>0,50) Chin dalam Latan dan Ghozali (2012)
Konstruk
AVE
KO
0,546057
Valid
0,546057
Valid
chpg
0,866177
Valid
0,866177
Valid
luc
0,924070
Valid
0,924070
Valid
trust
0,952783
Valid
0,952783
Valid
Sumber : Data Primer diolah Langkah selanjutnya adalah melihat nilai cross loading. Suatu indikator dinyatakan valid jika mempunyai loading factor tertinggi terhadap konstruk yang dituju dibandingkan loading factor terhadap konstruk lain (Hair,2011). Berikut adalah hasil nilai cross loading yang tersaji pada Tabel 1.15. Tabel 1.15 Cross Loading Indikator Konstruk KO
chpg
luc
trust
IKO_CHPG2 0,621440 0,940950 0,308474 0,161774 IKO_CHPG3 0,537803 0,920308 0,500924 0,362304 IKO_LUC1 0,273449 0,361199 0,948269 0,440435 IKO_LUC2 0,384133 0,447176 0,974129 0,485649 IKO_T1
0,453731 0,254640 0,474560 0,973930
IKO_T2
0,496524 0,278427 0,471695 0,978278
KO_AC1
0,805176 0,639724 0,330800 0,329035
KO_AC2
0,647040 0,296216 0,008161 0,213717
KO_CC2
0,685247 0,312983 0,351799 0,307090
KO_CC3
0,639861 0,373735 0,297194 0,320376
KO_NC2
0,853097 0,483171 0,194014 0,494508
KO_NC3
0,776280 0,543076 0,330591 0,432976
Sumber : Data Primer diolah 44
Hasil yang ditandai/diblok pada Tabel 1.15, menunjukkan bahwa korelasi indikator memiliki nilai lebih tinggi terhadap konstruk yang dituju, dibandingkan dengan korelasi indikator tersebut terhadap konstruk lainnya. Dengan demikian, konstruk mampu memprediksi indikator pada blok mereka lebih baik dibandingkan dengan indikator diblok yang lain. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa konstruk memiliki validitas diskriminan yang tinggi. Setelah nilai parameter dari uji validitas didapatkan dan memenuhi standar analisis yang dipersyaratkan, langkah berikutnya adalah menganalisis hasil dari uji reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi, dan ketepatan instrumen dalam mengukur konstruk. Dalam PLS, uji reliabilitas dapat diukur melalui Composite Reliability dan Cronbach’s Alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Namun demikian penggunaan Cronbach’s Alpha untuk menguji reliabilitas kontruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan Composite Reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk (Latan dan Ghozali,2012). Dalam penelitian ini akan menggunakan composite reliability dalam pengujian reliabilitas konstruk. Tabel 1.16. Nilai Composite Reliability Konstruk Konstruk Composite Reliability
Reliabilitas (>0,70) Hair et. al. (2011)
KO
0,876995
Reliabel
chpg
0,928282
Reliabel
luc
0,960530
Reliabel
trust
0,975821
Reliabel
Sumber: Data primer diolah Berdasarkan data pada Tabel 1.16 diatas, data memperlihatkan bahwa nilai composite reliability > 0,70; sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator dalam konstruk adalah reliabel.
45
a.
Kesimpulan Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Variabel Trust (Kepercayaan), Listening in Upward Communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas), Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) dan Komitmen Organisasi Berdasarkan hasil analisis diatas maka dapat disimpulkan bahwa konstruk
Trust (Kepercayaan), Listening in Upward Communication (Mendengarkan dalam komunikasi keatas), Concern to high performance goals (Perhatian terhadap tujuan-tujuan berkinerja tinggi) dan Komitmen telah teruji validitas dan reliabilitasnya dan dapat di analisis lebih lanjut pada penelitian ini. 7.
Limitasi Penelitian Penelitian ini hanya memotret pengaruh Iklim Komunikasi Organisasi
terhadap Komitmen Organisasi aparatur sipil negara di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) berdasarkan sudut pandang aparatur sipil negara non struktural yang memiliki jabatan staf dan fungsional.
46