BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Kepolisian merupakan organisasi pemerintah yang salah satu fungsinya
adalah sebagai pelindung dan pelayan masyarakat Indonesia. Peran polisi sangat berat dalam melaksanakan fungsinya tersebut mengingat pelanggaran-pelanggaran hukum yang ditangani oleh polisi dari waktu kewaktu semakin meningkat. Dalam kondisi tersebut profesionalitas polisi harus lebih ditingkatkan demi menjaga nama baik Polisi di mata masyarakat. Mengingat banyaknya komitmen pemerintah untuk lebih menstabilkan kondisi Bangsa Indonesia dalam berbagai masalah pelanggaran hukum seperti pembasmian terorisme, penangkapan para koruptor, serta peningkatan keamanan masyarakat yang merupakan bagian penting dari stabilitas politik adalah bentuk tanggungjawab Polisi untuk pemerintah yang harus dijalankan dengan baik. Sesungguhnya permasalahan penegakan hukum bukanlah hal baru bagi polisi, karena selama ini polisi telah berusaha menjalankan fungsinya. Diharapkan adanya kerjasama yang baik antara polisi dan masyarakat tentang masalah penegakan hukum. Tanpa adanya bentuk kerjasama dari keduanya persoalan penegakan hukum menjadi lebih sulit teratasi, karena itu diperlukan adanya rasa saling mempercayai diantara dua pihak, baik dari Polisi maupun masyarakat sekitar. Namun tingkat kepercayaan masyarakat pada polisi semakin lama semakin berkurang disebabkan adanya persepsi negatif masyarakat pada tubuh polisi. Citra baik polisi di mata masyarakat seringkali dikotori oleh ulah oknumnya sendiri sehingga polisi didera vonis yang negatif, sebagai contoh : kasus pembunuhan wartawan Udin yang sudah lama bergulir tapi sampai saat ini belum tuntas proses penyelidikan dan investigasinya. Seringkali masyarakat
1
membuat stereotipe masalah yang ada, kesalahan pada salah satu oknum polisi tapi kemudian masyarakat menilai hal itu merupakan kesalahan dalam tubuh organisasi Polisi secara keseluruhan. Beberapa kasus yang seringkali menjadi masalah adalah kasus penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, ketidak jelasan dalam penyampaian informasi suatu kasus, pelecehan seksual, perbuatan tidak menyenangkan, pengusutan kasus yang tidak kunjung selesai, dan penyalahgunaan senjata api. Kasus tersebut perlahan-lahan membentuk sebuah opini negatif dan sikap tidak percaya dalam masyarakat, karena opini yang seharusnya terbentuk adalah polisi merupakan sebuah figur yang patut untuk dicontoh dan diandalkan, karena kekuatan polisi merupakan pilar utama dalam masalah keamanan dan ketertiban masyarakat. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seringkali publik atau masyarakat meragukan kemampuan polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung dan penganyom yang dapat dipercaya. Anggota dari Polisi merupakan anggota masyarakat juga. Keberadaan polisi sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena masyarakat yang memiliki pengaruh paling besar dan merupakan target utama dalam memberikan pelayanan kepada mereka. Oleh karena itu dibutuhkan peran aparat keamanan. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) dibentuk sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibnas), penegak hukum (gakkkum) serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan bagi masyarakat dalam rangka terciptanya keamanan dalam di Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini humas kepolisian harus mengubah paradigma kehumasannya. Humas bukan lagi sebagai lembaga yang melakukan sensor berita dan anti kritik. Tapi, humas harus menganut prinsip keterbukaan yang mampu membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Berhubungan dengan masyarakat, baik secara personal ataupun melalui forum diskusi adalah cara mewujudkan komunikasi yang bersifat terbuka. Selain itu ada cara lain yaitu, dengan 2
memasang pamflet, siaran radio dan lain-lain, memberikan pendekatan kepada masyarakat dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Pendekatan kepolisian dengan masyarakat adalah dengan FKPM (Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat) melalui pembinaan dan penyuluhan (binluh) dan kunjungan ke tokoh-tokoh masyarakat. Pelaksanaannya oleh jajaran Babinkamtibmas yang selalu mendampingi masyarakat di tingkat kelurahan atau desa. Sedangkan untuk Polresta adalah dengan Patroli yang dilakukan (www.jogja.polri.go.id). Polisi harus dapat menampilkan figur yang memasyarakat sehingga masyarakat tidak memandang polisi sebagai lembaga militer yang otoriter dan menakutkan. Akibatnya, banyak pekerjaan polisi yang semestinya bisa diselesaikan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, namun masyarakat kurang memberikan informasi secara lengkap. Dengan demikian, polisi harus mengedepankan pendekatan humanis dalam setiap menangani persoalan kamtibmas. Sebagai gantinya, penyelesaian persoalan kamtibmas dengan pedoman menghargai hak asasi manusia (HAM) perlu dikedepankan. Melalui cara demikian, otomatis kedekatan Polisi
dan masyarakat dapat tercipta. Selanjutnya, harapan Polisi
dengan terbentuknya kemitraan dan jaringan yang disertai dengan sikap keterbukaan dalam penyampaian informasi, polisi akan dapat pula menciptakan dan membangun reputasi polisi yang baik. Sebagai bahan pendukung rangkaian hal yang melatar belakangi penelitian ini, penulis mencoba memberikan beberapa bukti sebagai berikut : berita tentang kerja sama Pelatihan Public Speaking antara Bina Sarana Informatika (BSI) dengan Polda DIY yang bertema Polisi Harus Memiliki Kemampuan Komunikasi. Sebagai aparat penegak hukum yang langsung bersentuhan langsung dengan masyarakat dibutuhkan kemapuan berkomunikasi yang baik dan benar. Untuk itu kemampuan dalam public speaking harus diasah terus. Dengan memiliki kompetensi di bidang public speaking maka apa yang disampaikan akan mudah diterima masyarakat. “Untuk itu anggota polisi harus percaya diri ketika berhadapan dengan masyarakat atau di depan atasan. Intinya jangan sampai grogi,” ungkap Lusy Laksita, Public Speaker yang juga Dosen Tamu BSI 3
Yogyakarta di sela-sela Pelatihan Public Speaking di Aula Mapolda DIY, Rabu (17/9). Dijelaskan Lusy, saat dipercaya untuk berbicara di depan umum atau menjadi seorang MC dibutuhkan modal berupa percaya diri. Dengan modal percaya diri, ketika berbuat kesalahan maka akan segera memperbaiki. “Dalam dunia public speaking seseorang MC misalnya terkadang salah mengucapkan sesuatu, seperti nama pejabat. Tetapi karena percaya diri mereka dapat segera memperbaikinya. Dah itu sebagai sesuatu hal yang wajar,” lanjut Lusy menjelaskan. Sementara Dosen yang juga Humas BSI Yogyakarya, Diah Pradiatiningtyas SE MSc mengatakan, pelatihan public speaking yang digelar Kampus BSI Yogyakarta bekerja sama dengan Polda DIY diselenggarakan selama 6 hari yang akan diikuti 580 orang. Untuk hari pertama ini diikuti 90 anggota babinkamtibmas dan 50 anggota intel. “Kerja sama yang kami jalin tak hanya pelatihan public speaking saja. Tetapi kami juga memberikan beasiswa kepada anggota
polda
dan
anak-anaknya
kuliah
sampai
S2,”
tegas
Diah
(www.krjogja.com). Polisi hingga kini masih melakukan penyidikan kasus tewasnya wartawan Harian Bernas Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin. Hal itu diungkapkan Kapolda DIY Brigjen Pol Oerip Soebagyo di sela-sela silaturahmi dengan wartawan di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jogja, Selasa (5/8/2014). Kapolda menegaskan, pihaknya belum akan mengeluarkan SP3 atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan untuk kasus Udin. “Kami masih akan menindaklanjuti
kasus
tersebut.
Kami
bahkan
tidak
terpikirkan
untuk
mengeluarkan SP3 karena secara prinsip kasus Udin masih bisa ditindaklanjuti,” kata Oerip Soebagyo yang didampingi para pejabat di lingkungan Polda DIY. Menurut Oerip, Polda DIY masih mengkaji peluang dan potensi keberhasilan seperti apa dalam upaya menindaklanjuti kasus pembunuhan wartawan Bernas, Udin, yang terjadi 18 tahun lalu. Wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin, yang meninggal pada 16 Agustus 1996 setelah dianiaya lelaki tidak dikenal di depan rumah kontrakannya di Dusun Gelangan Samalo, Jalan Parangtritis Km 13 Kabupaten Bantul pada 13 Agustus 1996.
4
Secara yuridis formal kasus ini akan memasuki kadaluwarsa setelah 18 tahun atau hanya sekitar satu pekan lagi. Ketua PWI Cabang DIY Sihono HT mengatakan, bagi kalangan wartawan di daerah ini, kasus pembunuhan wartawan Bernas, Udin, merupakan persoalan yang selalu mengganjal karena hingga kini belum terungkap siapa pelakunya. Meski Kapolda DIY telah berganti belasan kali tetapi kasus ini masih belum terungkap. Ia juga berharap di masa mendatang tindak kekerasan terhadap wartawan yang tengah melaksanakan tugas jurnalistik sudah tidak ada lagi di wilayah DIY. “Tindak kekerasan terhadap wartawan hendaknya berhenti sampai di sini dan penganiayaan Udin hendaknya menjadi yang terakhir,” tegas Sihono (www.harianjogja.com). Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai perlu adanya evaluasi terhadap kinerja kepolisian di wilayah DIY menyusul munculnya kasus-kasus intoleransi yang berujung pada kekerasan. Termasuk upaya preventif yang selama ini diterapkan kepolisian dalam meredam kasus tersebut. Hal itu disampaikan Adrianus Meliala, komisioner Kompolnas saat menghadiri pertemuan dengan korban kasus intoleransi di Yogyakarta di Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) UII, Senini (23/6). Selain Adrianus, hadir dalam pertemuan tersebut M. Nasser, komisioner dan Syafriadi Cut Ali, Sekretaris Kompolnas. Adrianus mengatakan, upaya penanganan kasus intoleransi yang terjadi di Yogyakarta yang dilakukan polisi, dalam hal ini Polda DIY, tidak signifikan. Hal ini lantaran kasus-kasus yang muncul bukannya berkurang namun justru menumpuk dan belum terselesaikan. “Diperlukan penanganan yang tepat sehingga bukan justru memicu kelompok lainnya untuk melakukan hal serupa. Harus optimal dan memberikan efek jera,” paparnya. Ia menilai, sejauh ini tindakan yang dilakukan polisi hanya menunggu terjadinya kasus. Sehingga belum ada upaya pencehagan untuk menanggulangi munculnya kasus kekerasan yang terjadi. “Laporan yang masuk kepada kami, banyak pihak yang mengeluhkan kinerja polisi saat terjadinya kasus kekerasan. Termasuk tidak tegasnya polisi dalam menindak pelaku perusakan dan kekerasan yang berlatarbelakang intoleransi,” ungkapnya. 5
Untuk itu, pihaknya akan mengkonfimasi kepada Kapolda DIY terkait proses penanganan kasus-kasus intoleransi yang berujung pada kekerasan dan penyerangan kelompok. Selanjutnya, Kompolnas akan memberikan rekomendasi dan catatan bagi Polda DIY untuk menjadi pertimbangan dalam menangangi kasus serupa (www.tribunjogja.com). Kesal dengan Kinerja Polisi, Warga Geruduk Mapolsek Galur . Kematian Sugiyo (33) dan warga Desa Brosot, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulonprogo, DIY, menuai kemarahan warga. Ini lantaran pria tersebut diduga tewas akibat jamu oplosan yang dikonsumsinya. Selain itu, masih ada dua yang kini kritis usai mengonsumsi jamu bersama Sugiyo. Puluhan warga pun menggeruduk Mapolsek Galur, menuntut kasus tersebut segera diusut. Mereka mendesak polisi merazia penjualan jamu oplosan. “Kasus jamu oplosan ini sudah merenggut satu nyawa, dua lainnya masih dirawat medis. Ini harus diusut tuntas,” ujar salah seorang warga di lokasi, Sabtu (7/12/2013). Dia menjelaskan, dua warga yang kritis yakni Arif Septiawan, masih diopname di RS Rizki Amalia Lendah dan Uut Yatmoko juga opname di RS Pura Raharja Galur. Mereka bertiga merupakan peserta pesta jamu oplosan bersama empat orang lainnya di sebuah warung di wilayah Kranggan, Galur. Bambang warga lainnya menambahkan, sejak kematian Sugiyono, polisi tidak terlihat menindaklanjuti kasus tersebut. Terbukti tidak ada barang bukti yang diamankan yang biasanya dilakukan saat proses penyelidikan. Padahal pada Rabu 4 Desember malam, dirinya sudah datang ke Mapolsek Galur untuk melaporkan kejadian tewasnya Sugiyo. "Kenyataanya sampai kemarin siang polisi belum bisa menunjukkan barang bukti untuk penyelidikan. Warga sendiri langsung bergerak dan mampu mengumpulkan sjeumlah barang bukti dari korban lain yang ikut pesta jamu oplosan. Di antaranya botol bekas minuman keras, satu botol minuman suplemen, plastik sisa minuman untuk campuran dan bekas muntahan," terangnya. Barang bukti yang ada menurutnya, disimpan di rumah Didik, salah satu warga yang ikut berpesta jamu oplosan.
6
Sementara itu, Kapolsek Galur Kompol Bonafacius Slamet mengaku akan menindaklanjuti laporan warga. Bila nantinya penjual memang menjual jamu dengan kandungan berbahaya, maka akan diproses secara hukum. Ancaman hukumannya penjara tujuh tahun sesuai UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. "Itupun harus uji lab. Sedangkan untuk korban yang masih dirawat di rumah sakit akan kami periksa,” pungkasnya (www.news.okezone.com). Jajaran Kepolisian di Yogyakarta mendapat kado kurang menarik di penghujung tahun 2007 ini. Korps baju cokelat itu dinilai paling banyak dikeluhkan masyarakat terkait layanan yang diberikan. "Polri menduduki rangking pertama sebagai instansi yang layanannya paling dikeluhkan masyarakat. Dari 222 laporan masyarakat yang diterima Ombudsman, 57 diantaranya mengeluhkan buruknya layanan di lingkungan kepolisian," tutur Kepala Komisi Ombudsman Nasional Perwakilan DIY dan Jateng Kardjono Darmoatmodjo di Yogyakarta, Senin (24/12/2007). Urutan kedua ditempati pemerintah daerah dengan 50 laporan keluhan, Kantor Pertanahan BPN 19 laporan, instansi pemerintah pusat di daerah 22 laporan, BUMN 18 laporan dan kejaksaan sebanyak 15 laporan. "Jika dipersentasi keluhan masyarakat pada instansi kepolisian mencapai 25,67 persen dari total 222 laporan yang diterima ombudsman selama setahun ini," terang Kardjono. Mantan ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Barat itu menambahkan, substansi laporan yang paling banyak dikeluhkan masyarakat tersebut terkait penanganan perkara yang berlarut-larut oleh polisi atau undue delay. Asisten Ombudsman Muhajirin SH MKN menambahkan, penanganan yang dikategorikan undue delay termasuk di dalamnya adalah perkara korupsi pengadaan buku Balai Pustaka Sleman senilai Rp29,8 miliar. Menurut Muhajirin, kasus buku ajar Sleman tersebut sudah tiga tahun ditangani namun tak kunjung tuntas. Kendati paling banyak dikeluhkan, Polda Jateng dinilai cukup terbuka memberikan tanggapan. Baik Kardjono maupun Muhajirin mengapesiasi respon Polda Jateng yang merespon 20 buah tanggapan dari 24 laporan yang tertuju ke korp baju coklat Jawa Tengah tersebut (www.sindonews.com).
7
Kinerja polisi selalu menjadi sorotan publik yang menarik untuk diperbincangkan dalam diskusi formal maupun informal. Jaringan Pemantau Polisi (JPP) DIY mengadakan diskusi public bertema riset “Evaluasi Kritis Kualitatif Kinerja Kepolisian 2010 di Wilayah Polda Yogyakarta” di Gedung PUSHAM UII pada kemarin (22/11). Ketua Jaringan Pemantau Polisi (JPP) DIY Bambang Tiong mengatakan diskusi ini penting dilakukan sebagai kontrol atas kinerja Polisi POLDA DIY. “Ada lima wilayah sasaran riset di Polda Yogyakarta yakni Plores Bantul, Polres Sleman, Polres Kulonporgo, Polres Gunung Kidul, dan
Polresta
Kota
Yogyakarta,”
terangnya
kepada
Radar
Jogja.
“Kita menginginkan institusi polisi bersih dari pungli, diskrimiasi pelayanan publik, praktik KKN dengan demikian polisi bisa menjadi mitra dalam pelayan warga yang bisa dipercaya,” tambahnya. Diskriminasi pelayanan yakni pelayanan terhadap publik yang tumpang tindih dan tidak adil yakni kerap terjadi masalah sensitivitas kelompok rentan kelas sosial miskin, anak- dan perempuan. Koordinator Peneliti Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PUSHAM) UII Guntur Narwaya mengatakan contoh masalah budaya pungli, suap, korupsi dan kekerasan yang sudah dibaca sebagai budaya yang wajar selama pola berpikir masyarakat menganggap tak ada korelasi yang penting antara dampak korupsi itu dengan pelayanan terhadap kepentingan publik. “Perilaku aparat penegak hukum yang “tajam ke bawah namun tumpul ke atas” inilah yang berakibat kejahatan yang diulang-ulang terus menerus tanpa kontrol dan tanpa sanksi tegas lama kelamaan akan menjadi biasa dan disebut kebenaran,” papar Guntur Narwaya. “Konsep polisi sebagai pelayan publik atau public service mengikat satu komitmen tugas yang bercita-cita membangun masyarakat sipil yang demokratis dan adil,” ujarnya. “Karena sejak awalnya kata polisi diambil dari bahasa Yunani yakni politiea yang berarti pengaturan kehidupan publik, jadi sejatinya polisi tidak bisa terpisah dengan tugas publik sebagai pelayan warga,” tambahnya. Upaya riset evaluasi ini adalah mengurai dan memahami dinamika peristiwa di lapangan atas kinerja polisi yang terdapat penyelewengan tugas sebagai keamanan negara sekaligus pelayan masyarakat harus dikawal dengan 8
ketat oleh masyarakat. Melalui JPP dan PUSHAM UII, diharap bisa mengontrol kinerja polisi di lapangan. Oleh sebab itu, dengan adanya evalusiasi dan temuan riset di lapangan para peneliti PUSHAM ini bisa dijadikan bahan introspeksi dan perbaikan terhadap institusi polisi memperbaiki kinaerja memantau polisi di DIY lima Kabupaten. Bambang Tiong mengatakan hal ini upaya menyadarkan manusia untuk sadar hukum namun sebagai alat pembelaratan masyarakat dan polsi itu sendiri. “Sudah saatnya masyarakat kita melek hukum, terlebih polisi mampu bekerjasama secara moral dan profesional,” ujarnya. “Hasil diskusi dan temuan riset pelanggaran kinerja polisi di lapangan akan dikirim ke Polda DIY sebagai bahan evaluasi,” tambahnya. Konsolidasi dan pemantauan sudah mendapat dukungan juga dari PUSHAM UII dan Polda DIY juga sebagai upaya balance kinerja institusi polisi di lapangan. Jadi masyarakat yang biasa melanggar juga dihukum, begitu juga otoritas penegak hukum yang melakukan pelanggaran juga harus ditindak secara hukum yang berlaku. Hukum berdiri di atas tranparansi, terbuka (www.krjogja.com). Paparan fenomena dan penjelasan diatas menjadi dasar motivasi dari penelitian ini. Pemilihan Polda DIY sebagai objek penelitian karena penulis melihat bahwa respon khalayak DIY menilai bahwa kinerja Polda DIY tidak sebagaimana mestinya dan dianggap kurang terbuka kurang jelas dalam menyampaikan informasi kepada publik masyarakat DIY. Selain itu polisi menjadi objek penelitian karena polisi yang mempunyai slogan melindungi dan melayani masyarakat terkadang justru malah tidak melindungi dan tidak melayani masyarakat, terbukti dari adanya kasus sikap arogan dari polisi terhadap masyarakat DIY. Penelitian ini memilih bidang humas Polda DIY sebagai narasumber utama dalam memperoleh informasi. Karena, Bidang Humas Polda DIY memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam menghadapi berbagai kasus, isu dan tudingan dari masyarakat DIY terhadap seluruh anggota dan jajaran Polda DIY. Peran bidang humas sangat penting dalam menentukan strategi apa yang harus dilakukan dalam mengelola informasi yang didapat dari berbagai sumber,
9
yang kemudian bidang humas juga yang mampu memilah informasi apa saja yang layak untuk dipublikasikan kepada masyarakat DIY, yang mana Polda DIY juga dituntut untuk bisa terbuka dalam menyampaikan segala informasi yang dibutuhkan masyarakat DIY terkait Undang-undang 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan
penggambaran
fenomena
permasalahan
diatas,
maka
penelitian ini rumusan masalahnya adalah Bagaimana peran Bidang Humas Polda DIY dalam mengelola informasi terkait manajemen komunikasi publik?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan judul penelitian diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui proses pengelolaan informasi yang dilakukan Polda DIY. 2. Mengetahui peran Bidang Humas Polda DIY dalam menjalani tugasnya di kepolisian. Penelitian ini dilakukan diharapkan pada hasil penelitiannya dapat memberikan manfaat sebagai berikut : Penelitian ini diharapakan bisa menjadi referensi bagi kekayaan
pengetahuan ilmu komunikasi khusus kajian manajemen komunikasi. Secara spesifik maksudnya adalah mendapatkan pengetahuan tentang proses Polda DIY melakukan evaluasi mengenai manajemen komunikasi dalam isu strategis nasional yang membutuhan sinergi dengan kebijakan pemerintah yaitu adanya keterbukaan informasi untuk publik.
10
D.
Kerangka Pemikiran Kerangka teori adalah berupa uraian tentang dasar teori atau model yang
digunakan sebagai acuan penelitian. Setiap penelitian selalu menggunakan teori. Seperti yang dinyatakan oleh Neuman (2003) Sugiyono (2009:81) : “Researchers use theory differently in various types of research”. Kerlinger dalam Sugiyono mengemukakan: “Theory is a set of interrelated construct (concept), definitions, and proposition that present a systematic view of phenomena by specifying relations among variables, with purpose of explaining and predicting the phenomena.” Selanjutnya Cooper & Schindler dalam
(Sugiyono,2009:82)
mengemukakan bahwa: “A theory is a set of systematically interrelated concepts, definition, and proposition that are advanced to explain and predict phenomena (fact)”. Teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secra sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Oleh sebab itu teori berguna untuk memberikan arah pada suatu disiplin ilmu tertentu. Berdasarkan teori yang pernah diperoleh suatu kerangka analisis untuk menerangkan hasil penemuannya. Dengan teori pula dapat memungkinkan seseorang menghubungkan data-data yang sebenarnya mempunyai kaitan satu sama lain. Dengan demikian kerangka teori merupakan konsep yang digunakan sebagai acuan utama penelitian dan berfungsi sebagai alat untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis dan untuk membimbing penelitian. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori yang tentunya terkait dengan masalah penelitian yang ingin diteliti oleh penulis, teori tersebut adalah: 1.
Definisi Humas / Public Relations Public relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan
mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip, Center, Broom, 2011:6). Public relations sebagai sebuah fungsi manajemen, yang
11
berarti bahwa manajemen di semua organisasi harus memperhatikan public relations. Menurut Harlow, Public Relations adalah fungsi manajemen yang membantu mendirikan dan memelihara hubungan komunikasi yang saling menguntungkan, keterbukaan dan kerjasama antara organisasi dan publiknya, melibatkan manajemen masalah dan isu, membantu manajemen untuk tetap terinfomasi dan responsive terhadap publik. Menurut Jefkins (2003: 10), public relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik yang sifatnya internal (ke dalam) maupun yang sifatnya eksternal (ke luar), antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan spesifik yangberlandaskan pada saling pengertian. Definisi menurut Institute of Public Relations (IPR) – British, Praktik PR adalah
keseluruhan
upaya
yang
dilangsungkan
secara
terencana
dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.” (Jefkins, 1992: 8). Definisi menurut International Public Relations Association (IPRA)Den Haag, Public relations merupakan fungsi manajemen yang direncanakan dan dijalankan secara berkesinambungan oleh organisasi-organisasi, lembaga-lembaga umum dan pribadi dan digunakan untuk memperoleh dan membina saling pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang ada hubungannya dan diduga ada kaitannya, dengan cara menilai opini publik dengan tujuan sedapat mungkin menghubungkan kebijaksanaan dan ketatalaksanaan guna mencapai kerja sama yang lebih produktif, dan untuk memenuhi kepentingan bersama yang lebih efisien.” (Rumanti, 2002: 11). Definisi public relations yang disimpulkan oleh Foundation for Public Relations Research and Education dalam Nova (2009: 31-32), dimana sebanyak 65 pakar humas, menganalisa 472 definisi humas yang berlainan, dan menyimpulkan definisi public relations adalah fungsi manajemen yang khas yang membantu membangun dan memelihara garis saling komunikasi, pemahaman, penerimaan, dan kerjasama antara dan organisasi dengan publiknya, melibatkan pengelolaan masalah atau
isu,
membantu manajemen untuk mendapatkan 12
informasi dan responsif opini publik, mendefinisikan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan umum, membantu manajemen untuk mengikuti dan efektif memanfaatkan perubahan, melayani sebagai sistem peringatan dini untuk membantu mengantisipasi tren, dan menggunakan penelitian dengan teknik komunikasi etis sebagai alat utamanya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa public relations berperan penting untuk membantu lancarnya kegiatan manajemen, khususnya dalam hal upaya untuk menilai sikap publik terhadap organisasinya, dengan melakukan komunikasi yang sifatnya dua arah yang bertujuan untuk menciptakan kerjasama yang positif dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Teori tentang public relations sebagai fungsi manajemen dipilih karena dalam organisasi kepolisian yaitu Polda DIY tentunya membutuhkan strategi yang tepat untuk mengelola segala bentuk pesan dan informasi yang ada. Polda DIY melalui bidang humasnya tentunya memiliki kebijakan pertimbangan yang sudah disesuaikan dengan kepentingan keterbukaan informasi yang akan dipublikasikan kepada publik Polda DIY yaitu masyarakat Yogyakarta. Hal utama yang mendasari adalah tidak semua pesan ataupun informasi yang dimiliki Polda DIY harus dipublikasikan kepada khalayak Yogyakarta. Polda DIY memilah pesan atau informasi yang mana yang layak dikonsumsi khalayak Yogyakarta mana yang tidak.
2.
Peran Humas / Public Relations Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21). Abu Ahmadi (1982) mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi 13
sosialnya. Linton (1936), antropolog, telah mengembangkan Teori Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter, mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku sesuai dengan peran tersebut. Istilah peran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi atau mendapatkan sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peranan yang dimaksud dalam lingkup kerja kepolisian khususnya bidang humas, adalah melakukan perannya sebagai humas sesuai dengan ketentuan yang telah diatur. Public relations sebagai fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut (Cutlip, Center, Broom, 2011:6). Public relations adalah salah satu dari beberapa fungsi staff, yang berarti bahwa public relations memberi nasehat dan mendukung manajer lini yang bertanggung jawab dan punya wewenang untuk menjalankan organisasi. Karena itu, praktisi public relations perlu memahami peran ini. Model manajemen lini-staff berasal dari organisasi militer yang kemudian sekarang dipakai di banyak perusahaan. Fungsi lini adalah mencakup fungsi produksi dan menghasilkan profit. Fungsi staff adalah memberi nasehat dan membantu 14
eksekutif di bidang keuangan, legal, SDM, dan public relations. Manajemen linistaff public relations harus saling mendukung dengan mengharapkan hal-hal berikut ini : a. Loyalitas. b. Saran mengenai aspek public relations dalam mengambil keputusan. c. Keahlian dalam mengartikulasikan prinsip dan memperkaya pemahaman publik terhadap organisasi. d. Inspirasi untuk membantu semua anggota melakukan hal terbaik. e. Mempengaruhi agar anggota lain tidak mengatakan atau melakukan sesuatu yang merugikan organisasi. f. Pembentukan karakter jujur, dapat dipercaya, dan bijakasana Peran profesi
public relations semakin bias tanpa adanya spesialisasi
profesi sehingga diharapkan seorang praktisi PR memahami perannya dengan baik, bukan hanya pelengkap kerja dan pekerjaan rangkap seorang kepala bidang kehumasan yang menjadi bawahan pimpinan. PR merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi PR dan komunikasi organisasi. Ada beberapa fungsi dominan yang harus dilaksanakan seorang PR menurut antara lain berperan sebagai berikut (Cutlip, Center, Broom, 2011:46) : • Teknisi Komunikasi (Technician communication) Kebanyakan praktisi masuk ke bidang ini sebagai teknisi komunikasi. Deskripsi kerja dalam lowongan pekerjaan biasanya menyebutkan keahlian komunikasi dan jurnalistik, sebagai syarat. Teknisi komunikasi disewa untuk menulis dan mengedit newsletter karyawan, menulis news release dan feature, mengembangkan isi website, dan mengangani kontak media. Praktisi yang melakukanm peran ini biasanya tidak hadir disaat manajemen mendefinisikan problem dan memilih solusi. Mereka baru bergabung untuk melakukan komunikasi dan mengimplementasikan program, terkadang tanpa mengetahui secara menyeluruh motivasi atau tujuan yang diharapkan. Meskipun mereka tidak
15
hadir saat diskusi tentang kebijakan baru atau keputusan manajemen baru, merekalah yang diberi tugas untuk menjelaskannya kepada karyawan dan pers. • Pakar Perumus Komunikasi (Expert Prescriber Communication) Ketika para praktisi mengambil peran sebagai pakar/ahli, orang lain akan menganggap mereka sebagai otoritas dalam persoalan PR dan solusinya. Manajemen puncak menyerahkan PR di tangan para ahli dan manajemen biasanya mengambil peran pasif saja. Praktisi yang beroperasi sebagai praktisi pakar bertugas mendefinisikan probelm, mengembangkan program, dan bertanggung jawab penuh atas implementasinya. • Fasilitator Komunikasi (Communication facilitator) Peran fasilitator komunikasi bagi seorang praktisi adalah sebagai pendengar yang peka dan broker (perantara) komunikasi. Fasilitator komunikasi bertindak sebagai perantara (liason), interpreter, dan mediator antara organisasi dan publiknya. Mereka menjaga komunikasi dua arah dan memfasilitasi percakapan dengan menyingkirkan rintangan dalam hubungan dan menjaga agar saluran komunikasi tetap terbuka. Tujuannya adalah memberi informasi yang dibutuhkan oleh baik itu manajemen maupun publik untuk membuat keputuasan demi kepentingan bersama. Praktisi yang berperan sebagai fasilitator komunikasi ini bertindak sebagai sumber informasi dan agen kontak resmi antara organisasi dan publik. Mereka menengahi interaksi, menyusun agenda mendiagnosis dan memperbaiki kondisi-kondisi yang menganggu hubungan komunikasi di antara kedua belah pihak. Fasilitator komunikasi menempati peran di tengah-tengah dna berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dan publik. • Pemecah Masalah (Problem Solving) Ketika praktisi melakukan peran ini, mereka berkolaborasi dengan manajer lain untuk mendefinisikan dan memecahkan masalah. Mereka menjadi bagian dari 16
tim perencanaan strategies. Kolaborasi dan musyawarah dimulai dengan persoalan pertama dan kemudian sampai ke evaluasi program final. Praktisi pemecah masalah membantu manajer lain untuk dan organisasi untuk mengaplikasikan PR dalam proses manajemen bertahap yang juga dipakai untuk memecahkan problem organisasional lainnya. Tabel 1 : Lingkungan dan Peran Organisasional Ancaman Rendah Sedikit Perubahan
Teknik Komunikasi
Banyak Perubahan
Fasilitator Komunikasi
Ancaman Tinggi Fasilitator Pemecahan Masalah Pakar Perumus
Sumber : Cutlip, Center, Broom, 2011:51 Banyak faktor yang mempengaruhi peran praktisi public relations antara lain : pendidikan, pengalaman professional, kepribadian, supervisi, serta kultur dan lingkungan organisasional. Praktisi yang memahami sebab dan akibat dari melakukan peran yang berbeda-beda dapat mengembangkan strategi untuk menghadapi berbagai situasi dan pandangan peran praktisi lainnya. Pemahaman ini mungkin penting bagi wanita karena adanya perbedaan peran yang disebabkan oleh gaji dan partisipasi dalam pembuatan keputusan manajemen. Dalam hal ini, sesuai dengan kondisi organisasi Polda DIY yang mana kepala bidang humasnya juga seorang wanita. Public relations dalam fungsi organisasi berperan sebagai media relation, customer relation, community relation. Fungsi public relations adalah sebagai berikut : 1.
Manajemen Berita : a. mengkreasikan dan mendistribusikan pesan untuk membangun publisitas yang menguntungkan. b. Membangun dan memelihara kontrak dengan wartawan.
2.
Hubungan Komunitas : a. memelihara hubungan yang baik dengan pemerintah dan kelompok komunitas.
17
b. Menggunakan bantuan dan sponsor korporat. c. Memberikan kontribusi yang bersifat amal pada tingkat lokal dan nasional. 3.
Manajemen Krisis : a. memberikan citra klien di mata public karena perselisihan internal, kesalahan kebijakan atau kecelakaan yang tak disengaja. b. Memberi pedoman bagi korporat dalam merespons pada keadaan mendesak. c. Memulihkan citra di mata public yang menyertai suatu konflik atau krisis.
4.
Lobi a. memonitor aktivitas pemerintah. b. Memelihara hubungan dengan legislator. c. Menyebarkan informasi kepada legislator untuk mendukung hukum atau kebijakan yang menguntungkan klien. d.
Mempengaruhi voting legislator melalui hubungan atau kontrol pribadi.
Tabel 2 : Aktivitas Umum Public Relations Riset • • • • •
Mengidentifikasi masalah Mengidentifikasi public Melakukan tes terhadap suatu konsep Memonitor kemajuan kampanye Mengevaluasi keefektifan kampanye
Konseling •
•
•
Memberi nasehat manajemen dalam pengambilan keputusan Mengusulkan kebijkan bagi komunikasi internal dan eksternal Melatih personil untuk mempromosikan citra korporat yang positif
Publik Internal •
•
Mereka yang berada dalam organisasi, termasuk para pemegang saham Dengan publik eksternal, mereka yang berada diluar organisasi, termasuk komunitas, berita, media, pelanggan, dan legislator
Sumber : Ibrahim, 2010 : 58 18
3.
Manajemen Komunikasi Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasisan, pengarahan
dan pengawasan dengan memberdayakan anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 2003: 8). Menajemen sering juga didefinisikan sebagai seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Para manejer mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur orang lain untuk melaksanakan tugas apa saja yang mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut (Stoner, 1996 : 7). Menurut George R Terry manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan tertentu melalui kegiatan orang lain. dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, dan perpindahan. Manajemen komunikasi menurut (Kaye,1994:9) kelahiran sub-disiplin manajemen komunikasi tidak terlepas dari adanya tuntutan untuk lebih membumikan ilmu komunikasi di tataran dunia nyata. Manajemen komunikasi lahir karena adanya tuntutan umtuk menjembatani antara teoritisi komunikasi dengan praktisi komunikasi. Para teoritisi menghadapai keterbatasan dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki. Sementara para praktisi komunikasi mengalami keterbatasan pada rujukan teoritis atau ilmu komunikasi. Menurut Parag Diwan Manajemen
komunikasi adalah proses penggunaan berbagai
sumber
secara
daya
komunikasi
terpadu
melalui
proses
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Antar Venus Manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks komunikasi. Konteks komunikasi yang dimaksud disini berarti tataran komunikasi individual, interpersonal, organisasional, sosial, atau bahkan internasional. Menurut Cutlip Center Broom, manajemen komunikasi adalah proses timbal
19
balik pertukaran sinyal untuk memberi informasi, membujuk atau memberi perintah, berdasarkan makna yang sama dan dikondisikan oleh konteks hubungan para para komunikator dan konteks sosialnya. Menurut Moore manajemen komunikasi adalah proses menggunakan manusia, keuangan, sumber daya teknis dalam memahami dan melakukan fungsi komunikasi dalam perusahaan dan antara
sesama perusahaan mereka dan
komunikasi melibatkan
masyarakat. Sehingga
manajemen
mengatur dan mengelola sumber daya komunikasi
(kelompok pribadi, organisasi dan teknis) dan proses komunikasi untuk memudahkan komunikasi dalam konteks korporasi. Seorang praktisi public relations dalam pekerjaannya akan menggunakan konsep-konsep manajemen untuk melakukan persiapan-persiapan, melakukan aksi dan komunikasi, dan diakhiri dengan tindakan pengendalian yang biasa disebut dengan evaluasi. Berikut ini adalah bagan sistematis proses manajemen praktisi public relations. Proses Manajemen Public Relations
Pengumpulan Fakta
Identifikasi Permasalahan
Perencanaan dan Program
Aksi dan Komunikasi
Evaluasi Diagram 1 : Proses Manajemen Public Relations Sumber : Hamid, 2012 : 112
20
4.
Komunikasi Publik Komunikasi Publik (Public Communication) adalah salah satu jenis atau
bentuk
komunikasi,
communication), komunikasi
selain
komunikasi
kelompok
komunikasi
antarpribadi
(group
intrapribadi (intrapersonal
(interpersonal
communcation),
communication),
komunikasi
organisasi
(organization communication), dan komunikasi massa (mass communication). Komunikasi Publik dikenal dengan banyak nama/istilah –urusan publik (public affairs), informasi publik (public information), dan hubungan publik (public relation)
atau humas (hubungan
masyarakat).
Komunikasi
publik
(public
communication) adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak) yang tidak bisa dikenali satu per satu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum. Beberapa pakar menggunakan istilah komunikasi kelompok besar (large-group communication) untuk komunikasi ini (Mulyana, 2005: 74). Berikut ini penjelasan singkat definisi komunikasi public oleh beberapa pakar komunikasi: Devito, komunikasi publik adalah komunikasi yang di sampaikan kepada khalayak secaralangsung dan dua arah. Jalaluddin Rakhmat, komunikasi publik adalah proses penyampaian pesan darikomunikator kepada banyak komunikan. Secara serempak dan langsung. (Anwar Arifin) komunikasi publik adalah proses pengiriman pesan kepada khalayak yang bertujuan untuk memperoleh feedback yang langsung. Komunikasi publik adalah pertukaran pesan dengan sejumlah orang yang berada dalam sebuah organisasi atau yang di luar organisasi, secara tatap muka atau melalui media. Namun dalam bagian ini yang akan dibahas hanyalah tatap muka di antara organisasi dan lingkungan eksternalnya. Brooks menguraikan tipe komunikasi publik ini sebagai monological karena hanya seorang yang biasanya terlibat dalam mengirimkan pesan kepada publik. Kualitas yang membedakan komunikasi organisasi publik ini dengan komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok kecil adalah:
21
1. Komunikasi publik berorientasi kepada si pembicara atau sumber. Sedangkan pada komunikasi interpersonal dan kelompok kecil terdapat hubungan timbal balik di antara si pembicara dengan si penerima yag terlibat. Pada komunikasi organisasi publik, si pembicara mendominasi hubungan. 2. Pada komunikasi publik melibatkan sejumlah besar penerima tetap pada komunikasi intepesonal biasanya hanya 2 orang dan komunikasi kelompok kecil tidak lebih 5 – 7 orang penerima. 3. Pada komunikasi publik kurang terdapat interaksi antara si pembicara dengan pendengar. Hal ini menjadikan kurangnya interksi secara langsung antara si pembicara dengan si pendengar lebih-lebih bila pendengarnya makin banyak. 4. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi publik lebih umum supaya dapat dipahami oleh pendengar. Istilah publik dalam public relations merupakan khalayak sasaran dari kegiatan humas. Public disebut juga stakeholder, yakni kumpulan dari orangorang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap organisasi. Publik dalam bidang public relations diklasifikasikan menjadi berbagai jenis (Khasali, 2000,30), yaitu : 1. Publik internal dan publik eksternal. Publik internal yaitu publik yang berada di dalam organisasi, seperti : karyawan staff, pimpinan, dan direksi organisasi.
Sedangkan public
eksternal adalah publik yang secara organik tidak berkaitan langsung dengan organisasi, seperti : pemerintah, pers, masyarakat umum, dan komunitas. 2. Publik primer, sekunder, dan marginal. Publik primer bisa sangat membantu atau merintangi upaya organisasi. Publik sekunder dan publik marginal adalah publik yang kurang begitu penting.
22
3. Publik tradisional dan publik masa depan. Karyawan dan pelanggan adalah contoh publik tradisional, sedangkan akademisi, peneliti, pengajar, pembelajar adalah publik masa depan. 4. Proponent, opponent, dan uncommitted. Diantara publik terdapat kelompok yang menentang organisasi, yang memihak organisasi, dan ada yang tidak peduli dengan organisasi. Organisasi perlu mengenal publik yang berbeda-beda ini agar dapat dengan jernih dan cermat melihat permasalahan yang dihadapi organisasi. 5. Silent majority dan vocal majority. Dilihat dari aktivitas publik dalam mengajukan keluhan atau memberikan dukungan kepada organisasi, dapat dibedakan antara yang vokal (aktif) dan yang silent (pasif). Publik yang menjadi penulis di surat kabar adalah publik yang aktif mengemukakan pendapatnya meskipun jumlahnya tidak banyak, sedangkan mayoritas pembaca adalah publik pasif sehingga tidak kelihatan pengaruhnya atas pendapat yang dipublikasikan. Berdasarkan
uraian diatas, maka konsep penelitian ini memposisikan
Polda DIY sebagai organisasi keamanan negara di tingkat daerah yang harus menyelaraskan visi misi dan kinerjanya dengan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. berdasarkan teori manajemen komunikasi, maka Polda DIY dituntut masyarakat DIY untuk mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari masyarakat seputar kasus-kasus yang terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Masyarakat DIY menginginkan adanya keterbukaan informasi dari pihak Polda DIY terkait kasus-kasus yang terjadi di DIY, selain itu masyarakat DIY juga menginginkan adanya ketegasan dan kejelasan dari pihak Polda DIY dalam menangani kasus-kasus yang terjadi di wilayah DIY. Masyarakat DIY tidak ingin memperoleh informasi hanya sebatas jawaban yang dianggap jawaban umum seperti pada ungkapan yang sering disampaikan pihak Polda DIY kepada masyarakat umum yaitu “kasus ini masih ditangani pihak kami, kelanjutannya bagaimana nanti kami sampaikan perkembangannya”.
23
Masyarakat DIY adalah publik eksternal yang mana ada yang aktif menuntut keterbukaan informasi dan ada yang pasif menunggu publikasi informasi dari pihak Polda DIY. Namun demikian, dalam penelitian ini titik tekannya ada pada keselarasan penyampaian informasi dan penyampaian respon antara kedua pihak yaitu Polda DIY dan masyarakat DIY. Penelitian ini ingin mengaplikasikan model komunikasi dua arah yang asimetris, yaitu respon atau timbal balik dari komunikan yaitu masyarakat DIY hanya sebatas bahan pertimbangan sekunder dalam penentuan keputusan publikasi informasi yang akan dilakukan oleh bidang humas Polda DIY.
E.
Metode Penelitian Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data
yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, atau dibuktikan, suatu pengetahuan tertentusehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang tertentu. Jenis-jenis metode penelitian dapat dikelompokan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat eksplanasi, dan waktu. Menurut bidang, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian akademis, profesional, dan institusional. Dari segi tujuan, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian murni dan terapan. 1.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
kualitatif. Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk hasil wawancara, dokumentasi, dan tersebut akan dianalisis lebih
observasi maka untuk selanjutnya data
mendalam lagi sehingga membentuk suatu
kesimpulan ilmiah- alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, terutama dalam hal ini adalah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai subyek penelitian dalam tesis. Beberapa alasan
memilih metode ini yaitu: pertama,
menyesuaikan metode ini lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan
24
jamak (kompleks/heterogen). Kedua , metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Dan yang ketiga , metode ini lebih peka dan
lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama terhadap pola- pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2006:107). Metode ini juga dapat menggambarkan abstraksi dari berbagai macam alternatif
pengembangan kemitraan pemerintah daerah dengan swasta secara
teoritis –kritis dan obyektif. Alasan lain dari dipilihnya metode ini dikarenakan pemahaman seseorang terhadap sebuah permasalahan lebih bersifat kualitatif yang didasarkan pada persepsi,
eksplorasi pemikiran, penjelasan dan
pengembangan konsep. Berbicara metode penelitian kualitatif berarti berbicara pada proses dalam rangka pencapaian suatu tujuan (hasil akhir) yang diinginkan, bukan berbicara pada output (keluaran/hasil akhir), membatasi studi dengan fokus yang jelas, dan hasilnya dapat disepakati oleh kedua belah pihak (peneliti dan subyek penelitian). Dalam penelitian kualitatif, tidak sekadar mendeskripsikan sebuah fenomena, yang terpenting adalah
menjelaskan makna, mendeskripsikan makna dari
fenomena yang muncul (Bungin,2010:109). 2.
Lokasi dan Subjek Penelitian Lokasi penelitian adalah Daerah Istimewa Yogyakarta, dikarenakan
Yogyakarta merupakan kota yang dinilai sebagai kota pelajar yang notabene merupakan kota yang penghuninya banyak sekali kalangan akademisi terutama dan masyarakat umum. Kota yang cukup padat penghuni sehingga cukup banyak tindak kriminal yang terjadi di kota Yogyakarta. adanya lembaga penegak hukum kepolisian di wilayah Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya juga mempengaruhi aman atau tidaknya kota Yogyakarta. oleh karena itu kinerja dari Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diamati agar masyarakat kota Yogyakarta juga menilai kinerja Polda DIY baik. Subjek penelitiannya adalah pada Polda DIY yang menjadi narasumber utama bidang humas.
25
3.
Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Ada beberapa teknik atau metode pengumpulan data yang biasanya dilakukan oleh peneliti. Peneliti dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode yang ada tergantung masalah yang dihadapi (Kriyantono, 2009: 93). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dalam penelitian dengan membaca literatur yang relevan untuk mendukung, seperti buku-buku, jurnal, dan internet mengenai peran humas dalam suatu lembaga atau organisasi khususnya kepolisian.
b. Penelitian Lapangan (Field Research) 1. Wawancara mendalam (depth interview) Wawancara
mendalam
(depth
interview)
merupakan
metode
pengumpulan data dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus-menerus (lebih dari satu kali)untuk menggali informasi dari responden (Kriyantono,2009:63). Wawancara mendalam adalah wawancara secara intensif untuk mendapatkan data kualitatif yang mendalam.
2. Observasi; diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung, tanpa mediator, subjek penelitian untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan subjek tersebut. Observasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan pada riset kualitatif. Yang diobservasi adalah interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi antara subjek yang diteliti. Sedangkan observasi yang digunakan adalah observasi non-partisipan, yang merupakan metode observasi tanpa ikut terjun
melakukan aktivitas seperti yang dilakukan 26
kelompok yang diteliti,
baik kehadirannya diketahui atau tidak
(Kriyantono, 2009: 110).
3. Bahan Visual Bahan visual bermanfaat untuk mengungkapkan suatu keterkaitan antara subjek penelitian dengan peristiwa di masa silam atau peristiwa saat ini. Bahan visual juga memiliki makna secara spesifik terhadap informan penelitian. Walau bahan visual bisa digunakan dalam penelitian, namun karena bahan visual ini adalah bahan informasi sekunder, sehingga metode bahan visual ini hanya dapat digunakan sebagai metode sekunder (Bungin, 2010:123)
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis data yang digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset adalah data kualitatif berupa kata-kata,kalimat-kalimat, atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun observasi. F.
Keabsahan Data Dalam penelitian keabsahan data dapat diukur dari adanya wawancara
dengan narasumber, yang mana dalam hal ini terjadi kesepakatan data yang dibutuhkan. Penulis juga melaukan observasi dengan terjun langsung di lapangan untuk mengamati permasalahan yang mempengaruhi topik penelitian. Penelitian ini menggunakan metode triangulasi dengan memanfaatkan penggunaan sumber dalam memeriksa keabsahan data hasil penelitian. Sedang jenis triangulasi dengan sumber yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. 2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
27
Setelah memahami penjelasan validitas data dengan metode triangulasi secara teoritis diatas, maka dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dijelaskan penulis menggunakan beberapa cara yaitu membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Keabsahan data yang diperoleh penulis terbukti benar, dimana penulis langsung memperoleh data pengamatan dilapangan yang memperlihatkan secara langsung pelayanan yang baik oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta kepada masyarakat yang berkunjung ke kantor Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta yang sesuai dengan data hasil wawancara.
28