BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Media massa merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Melalui media massa yang semakin banyak berkembang memungkinkan informasi menyebar dengan mudah di masyarakat. Informasi dalam bentuk apapun dapat disebarluaskan dengan mudah dan cepat sehingga mempengaruhi cara pandang, gaya hidup, serta budaya suatu bangsa. Arus informasi yang cepat menyebabkan kita tidak mampu untuk menyaring pesan yang datang. Akibatnya tanpa sadar informasi tersebut sedikit demi sedikit telah memengaruhi pola tingkah laku dan budaya dalam masyarakat. Sudah kita ketahui bersama bahwa media massa mempunyai peran untuk menyebarluaskan informasi mengenai berbagai aspek baik itu ekonomi, politik, sosial, budaya dan hiburan. Terkait dengan peran tersebut, media mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi yang sebenar-benarnya dan bekerja secara independen. Isu mengenai pembangunan mega proyek di bagian selatan Kabupaten Kulon Progo menjadi pusat perhatian. Pemberitaan surat kabar lokal mengenai pembangunan bandara ini menjadi sajian utama hampir disetiap edisi. Hampir setiap hari media massa menyajikan berita mengenai hal tersebut. Mau tidak mau masyarakat akan menikmati berbagai pemberitaan tersebut. Di Kabupaten Kulon Progo sendiri, surat kabar lokal yang terbit dan cukup memiliki tempat di masyarakat adalah Kedaulatan Rakyat, Bernas, Harian Jogja dan Tribun Jogja. Dapat dikatakan keempat media massa lokal tersebut seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi. Keberadaan Harian Jogja tentunya menjadi hal yang menarik, mengapa? Jika melihat kebelakang, media tersebut adalah”pemain” baru dalam industri surat kabar lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bukan hal aneh jika media ini berusaha untuk memikat masyarakat agar memilih media meraka sebagai sumber informasi. 1
Berdasarakan Master Plan yang dikeluarkan Angkasa Pura I, rencana pembangunan bandara yang ada di Kecamatan Temon akan berdampak langsung pada empat desa di Kecamatan Temon, yaitu Desa Jangkaran, Sindutan, Palihan dan Glagah. Ke empat desa ini akan mendapat dampak langsung karena lokasi pembangunan bandara yang direncanakan tepat berada di wilayah keempat desa tersebut. Izin Penetapan Lokasi (IPL) bandara pengganti bandara Adisutjipto di Kulonprogo dari Kementerian Perhubungan akhirnya turun. Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Izin Penunjukan Lokasi (IPL) untuk Bandara Kulonprogo menyusul sudah lengkapnya berkas-berkas yang sebelumnya diminta untuk diserahkan oleh PT Angkasa Pura I. Izin Penunjukan Lokas (IPL) dikeluarkan pada 11 November 2013 dengan No. 1164/2013 tentang Penunjukan Lokasi Bandara Kulonprogo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta1. Dengan turunnya IPL tersebut, hampir dapat dipastikan jika pembangunan bandara ini akan benar-benar terjadi. Polemik pembangunan bandara tersebut juga terjadi dalam pembebasan lahan. Awalnya harga tanah di daerah Temon, Kulon Progo ditaksir Rp 20.000,- sampai Rp 50.000,- permeter. namun, masyarakat sekitar langsung menaikan harga menjadi Rp 300.000,- sampai Rp 500.000,- permeter. Menanggapi hal tersebut, Gebernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X mengaku tetap mematok harga tanah seharga Rp 50.000,-2. Selain itu, di daerah desa Glagah ada juga peninggalan purbakala. Situs Stupa Glagah yang berlokasi di dusun Sidorejo ini membuktikan bahwa di sini pernah menjadi areal penyebaran agama Budha3. Tentunya situs purbakala ini juga menjadi pertimbangan sendiri dalam melakukan pembangunan bandara. Memasuki bulan September 2014, pemberitaan tentang hal pembangunan semakin menjadi kebutuhan untuk masyarakat. Hal ini disebabkan karena pembangunan 1
Admin dalam http://bandaraonline.com/airport/izin-penetapan-lokasi-bandara-kulonprogo-akhirnyaturun. Diakses 12 Februari 2015 2 Heronimus dalam http://www.gresnews.com/berita/ekonomi/11118-masalah-pembebesan-lahankacaukan-rencana-pembangunan-bandara-kulonprogo/. Diakses 12 Februari 2015 3 Stupa Glagah, Sering Dicari Meski Tersembunyi. Harian Jogja.edisi 31 Mei 2014. Hal 12.
2
bandara telah memasuki tahap sosialisasi pembebasan lahan4. Tim Persiapan Pengadaan Tanah bagi Bandara Baru Yogyakarta telah menyelesaikan tahapan sosialisasi kepada warga masyarakat Kulon Progo. Sosialisasi yang digelar di enam desa yaitu Desa Sindutan, Palihan, Jangkaran, Kebonrejo, Temon, dan Glagah ini dilaksanakan sejak 16 hingga 23 September 2014. Dari enam desa lokasi sosialisasi, sempat terjadi ketegangan di Desa Palihan dan di Desa Glagah, hal ini disebabkan karena adanya aksi demonstrasi beberapa warga yang menolak keberadaan bandara.5. Pada kesempatan lain, terkait penolakan bandara. Warga yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menyegel balai desa Glagah. Hal in sendiri dipicu lantarankepala desa Glagah tidak bisa memenuhi permintaan WTT. Selain itu, dalam kesempatan yang sama juga muncul kejadian penarikan wartawan yang dilakukan oleh angota WTT6. Dengan dimulainya proses sosialisasi, maka pemberitaan mengenai pembangunan bandara akan meningkat. Di sini, media memiliki peranan penting dalam menyebarkan informasi tersebut. Media massa yang hampir bisa dinikamati oleh masyarakat tentunya dapat dijadikan sebagai penyalur informasi utama bagi pembangunan bandara tersebut. Media massa dapat dipandang sebagai sebuah ruang publik di mana pesanpesan komunikasi massa diinteraksikan kepada khalayak. Surat kabar lokal tentunya akan berusaha untuk menampilkan informasi tersebut dengan cara yang menarik. Di sini, surat kabar lokal mulai memainkan kuasa meraka atas informasi tersebut. Mereka akan membawa khalayak masuk kedalam opini yang mereka buat. Di sini pembingkaian berita atas isu tersebut muncul. Pada periode sosialisasi ini, terdapat beberapa gejolak. Gejolak yang mencul tentunya mereka yang menolak adanya pembangunan yang akan dilakukan. Selain itu,
4
Mc dalam http://www.kulonprogokab.go.id/v21/Sosialisasi-Bandara-Lancar--Masyarakat-BisaSampaikan-Keluhan_3435. Diakses 19 September 2014 5 Communication dalam http://www.angkasapura1.co.id/detail/berita/kebut-pembangunan-bandarabaru-yogyakarta-angkasa-pura-airports-selesaikan-tahap-sosialisasi-di-kulonprogo. Diakses 12 Februari 2015 6 Anggota WTT Segel Balai Desa. Harian Jogja.edisi 1 Oktober 2014. Hal 12
3
ribut-ribut masalah sosialisasi pembangunan juga hampir terjadi di semua tempat sosialisasi. Mulai dari tidak semua warga mendapat undangan sampai pemindahan tempat sosialisasi. Semua kejadian tersebut tentu menjadi santapan menarik bagi pemburu berita. Pemburu berita tentu akan membuat berita yang menggiring opini pembacanya. Salah satu caranya adalah dengan membingkai berita yang mereka buat. Beragam sudut pandang dan ide pemberitaan hadir mengemas berbagai kejadian tersebut. “Media is a marketplace of ideas.”7 Media merupakan pasar dari berbagai ide. Dikatakan demikian karena media mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan berbagai ide, menyeleksi, mimbingkai dan mendistribusikan ide-ide tersebut kepada khalayak. Konsep marketplace of ideas muncul berdasarkan adanya berbagai kepentingan yang mendasari lahirnya sebuah informasi, sehingga sebuah informasi tidak pernah benar-benar bebas nilai. Entitas kepentingan yang terlibat dalam dinamika produksi berita di newsroom di antaranya adalah kekuasaan dan modal yang dapa mempengaruhi output berita. Mengingat Harian Jogja mempunya “ruang” yang dikhususkan untuk semua daerah tingkat II di Daerah Istimewa Yogyakarta, tentunya pemberitaan sosialisasi pembangunan bandara menjadi menu wajib bagi mereka. Informasi mengenai sosialisasi sendiri menjadi hal yang diburu oleh masyarakat. Yang menarik adalah bagaimana Harian jogja ini menampilkan isu tersebut. Beberapa artikel juga menampilkan sudut pandang meraka. Bahkan ada artikel yang kebanyakan menampilkan opini pro pembangunan. Selain itu gejola tentang kisruh sosialisasi juga ditampilkan dengan menonjolkan kekesruhan tersebut. Mulai dari memanasnya sosialisasi di desa Glagah hingga penyegelan balai desa Glagah. Semua itu ditampilkan dengan jelas.
7
John A. Fortunato.2005. Making Media Content: The Influence of Constituency Groups on Mass Media. New Jersey: Lawrence Erlbaum Assosiates. Hal.20.
4
Pada artikel yang lain juga ditampilkan tekanan yang dilakukan oknum tertentu kepada wartawan. Disini juga dijelaskan bagaimana hal tersebut terjadi. Di sisi lain mereka juga menampilkan permintaan maaf pelaku atas tindakan tersebut. Bukan tidak mungkin jika pembingkaian berita ini digunakan untuk menarik perhatian masyarakat agar memilih surat kabar lokal mereka. Meraka tentu juga sadar jika mereka adalah pemain baru dalam industri surat kabar lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Mengusung semboyan berbudaya dan membangun kemandirian, Harian Jogja diluncurkan pada 20 Mei 2008. Harian Jogja merupakan anak penerbit dari Bisnis Indonesia Group dan dalam waktu singkat turut meramaikan pasar koran lokal yang ada di DIY dan sekitarnya. Halaman depan media kit harian Jogja yang diterbitkan pada tahun 2014 menyebutkan jika Harian Jogja telah berkembang menjadi salah satu ikon surat kabar dari daerah istimewa Yogyakarta karena selalu menyuguhkan informasi terbaik tentang propinsi istimewa ini Harian Jogja yang memiliki latar belakang historis yang lahir di Daerah Istimewa Yogyakarta, ditinjau dari segi geografis pembangunan bandara di Kulon Progo yang terletak juga di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga Harian Jogja mempunyai kedekatan geografis untuk meliput berbagai kejadian tersebut. Sebagai media lokal di Yogyakarta Harian Jogja mempunyai kepentingan untuk dapat menyajikan dan menyebarluaskan berita tekait pembangunan bandara di Kulon Progo kepada masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan mengkontruksi fakta yang ada, Harian Jogja bisa menampilkan realita yang baru. Bukan tidak mungkin juga jika sebuah peristiwa akan menampilkan dua makna. Makna yang pertama mungkin akan menampilakan sisi positif dari pembangun bandara tersebut dan makna yang kedua menampilkan sebaliknya. Surat kabar bukanlah sekedar saluran komunikasi yang bebas tetapi juga merupakan agen yang mengkonstruksikan realitas untuk menampilkan suatu wacana tertentu. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, surat kabar ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan. Dalam pemberitaannya media massa juga tidak 5
bisa seratus persen objektif, subyektivitas berperan dalam mengkonstruksi realitas. Pandangan khalayak terhadap suatu berita dipengaruhi oleh media, khususnya frame media, bagaimana peristiwa dilihat, ditampilkan dan ditonjolkan oleh media.
B. Rumusan Masalah Beranjak dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang penulis angkat pada penelitian ini, yaitu “Bagaimana Harian Jogja membingkai pemberitaan pembangunan bandara di Kulon Progo”
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, dapat ditarik tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui framing Harian Jogja dalam menyampaikan berita mengenai pembangunan bandara di Kabapaten Kulon Progo. 2. Menganalisis framing Harian Jogja dalam menyampaikan berita mengenai pembangunan bandara di Kabupaten Kulon Progo.
D. Kerangka Pemikiran 1. Berita Sebagai Konstruksi Realitas dalam Media Menurut Nancy Nasution, berita merupakan laporan tentang peristiwaperistiwa yang terjadi, yang ingin diketahui oleh umum, dengan sifat-sifat actual, terjadi di lingkungan pembaca, mengenai tokoh terkemuka, akibat peristiwa tersebut berpengaruh terhadap pembaca (Abrar, 2005: 3). Selain itu menurut W.J.S Purwadarminta, mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang satu kejadian yang terbaru (Abrar, 2005: 3). Sedangkan Abrar berpendapat bahwa tidak semua yang tertulis dalam surat kabar atau majalah bisa disebut berita. Yang disebut sebagai berita adalah laporan tentang sebuah peristiwa. Dengan kata lain, sebuah peristiwa tidak akan pernah menjadi berita bila peristiwa tersebut tidak dilaporkan (Abrar, 2005: 3). 6
Dalam menampilkan berita, media menggunakan strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat dengan tujuan menggiring interpretasi khalayak sesuai dengan perspektif media. Media sebagai ruang publik diharapkan mampu menyajikan informasi yang plural adan cover both sides, sesuai dengan perannya sebagai the fourth estate, tiang keempat penyangga demokrasi negara. Konsep demokrasi pada ranah media menekankan pentingnya penyajian informasi dan pertimbangan politik yang berkualitas kepada khalayak termasuk didalamnya penalara dan diskusi mengenai kebijakan publik.8 Isi media pada hakikatnya adalah hasil kontruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja sebagai alat untuk merepresentasikan realitas, namun juga dapat menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahsa tentang realitas tersebut. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikontruksinya (Sobur, 2012: 88). Menurut DeFleur dan Ball-Rokeach, ada berbagai cara media massa mempengaruhi bahasa dan makna, antara lain: mengembangkan kata-kata baru beserta makna asosiatifnya; memperluas makna dari istilah-istilah yang ada; mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru; memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu system bahasa. Dengan begitu, penggunaan bahasa tertentu jelas beimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas turut menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan, menurut Hamad, bahasa bukan hanya mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas. Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur yang utama.
8
Benjamin I.Page.1996. Who Deliberates: Media in Modern Democracy. Chicago: The University of Chicago Press. Hal.2.
7
Menurut Berger dan Luckmann, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Konstruksi sosial, dalam pandangan mereka, tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Sobur, 2012: 91). Pendekatan kontruksionis mempunyai penelian tersendiri bagaimana media, wartawan dan berita dilihat. Penilaian tersebut akan diuraikan satu persatu dibawah ini (Eriyanto, 2002: 19-36). a. Fakta/Peristiwa Adalah Hasil Konstruksi Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu dari wartawan. b. Media Adalah Agen Konstruksi Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan pemihaknya. Di sini media dipandang sebagai agen kontruksi sosial yang mendefinisikan realitas. c. Berita Bukan Refleksi Dari Realitas tapi Konstruksi dari Realitas Berita itu ibaratnya seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan sebuah peristiwa. d. Berita Bersifat Subjektif/Konstruksi Atas Realitas Berita adalah produk dari kontruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain. Kalau ada perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan mereka atas realitas.
8
e. Wartawan Bukan Pelapor tapi Agen Kontruksi Realitas Wartawan
tidak
bisa
menyembunyikan
pilahan
moral
dan
keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang instrinsik dalam pembuatan berita. f. Etika, pilihan moral dan Keberpihakan Wartawan Adalah Bagian yang Integral Dalam Produksi Berita Aspek etika, moral dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanlah robot yang meliput apa adanya, apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu –umumnya dilandadi oleh keyakinan tertentu adalah bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkontruksi realitas. g. Khalayak Mempunyai Penafsiran Tersendiri Atas Berita Berbagai pemaknaan mungkin saja terjadi. Pembaca yang mempunyai posisi berbeda bisa membaca teks dengan cara yang berbeda pula dengan pembaca yang lainnya.
2. Strategi Media dalam Kontruksi Realitas Salah satu cara atau strategi media dalam konstruksi realitas adalah atau pembingkain berita. Di sini realitas dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa tersebut dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002: 3). Seleksi realitas dalam produksi berita oleh media bertujuan untuk membuat realitas yang dipilih dapat dikontruksi oleh khalayak. Hal ini digunakan oleh media untuk mendefinisikan masalah tertentu, pemaknaan tentang sebuah peristiwa, evaluasi moral dan jalan keluar dari masalah tersebut. Wartawan
9
dapat memerikan porsi yang berbeda antara narasumber satu dengan lainnya dalam dalam mengemas berita yang akan mereka sampaikan dengan menggunakan perspetif, gaya bahasa, retorika dan common sense yang sesuai dengan kehendak mereka. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan kontruksionis. Pertama, menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Kedua, memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis (Eriyanto, 2002: 40-41). Dalam menyampaikan pesan, seseorang menyusun citra tertentu atau rangkaian ucapan tertentu dalam memberikan gambaran tentang realitas. Seorang komunikator dengan realitas yang ada akan menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristowa dalam konteks pengalamannya sendiri (Eriyanto, 2002: 41). Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksikan oleh media.proses pembentukan dan kontruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspekaspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek yang tidak disajikan secara mononjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak (Eriyanto, 2002: 66). Di sini media menyeleksi, menggabungkan dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak, karenanya, seperti dikatakan oleh Frank D. Durham, framing membuat dunia lebih diketahui dan lebih dimengerti. Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam kategori tertentu. Bagi khalayak, penyajian demikian membuat realitas lebih bermakna dan dimengerti (Eriyanto, 2002: 67). Menurut Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. 10
Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/ plural. Setiap orang dapat mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang punya pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu akan menafsirkan realitas sosial itu dengan konstruksinya masing-masing (Eriyanto, 2002: 67-68). Menurut Fishman, ada dua kecenderungan studi bagaimana prose produksi berita dilihat. Pendangan pertama sering disebut dengan seleksi berita (selectivity news). Dalam bentuknya yang umum pandangan ini seringkali melahirkan teori seperti gatekeeper. Intinya, proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini dari wartawan di lapangan yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tifak. Setelah itu berita masuk ke tangan redaktur, akan diseleksi lagi dan disinting dengan menekankan bagian mana yang perlu dikurangi dan ditambah. Pandangan yang kedua adalah pembentukan berita (creation of news). Dalam pandangan ini, peristiwa itu bukan diseleksi, melainkan dibuat (Eriyanto, 2002: 100-101). Dengan kata lain, berita itu tidak muncul dengan sendirinya. Artinya apa yang ditampilkan dalam berita adalah realitas yang telah dikonstruksi sesuai dengan kemampuan wartawan dan pandangan dari media yang menaungi wartawan tersebut. Bisa saja dalam sebuah berita akan menonjolkan sesi negatif dari sebuah peristiwa dan begitu pula sebaliknya, berita hanya menonjolkan sisi positifnya saja. Menurut pandangan MacDougall (Eriyanto, 2002: 102), setiap hari ada jutaan peristiwa di dunia dan semuanya secara potensial dapat menjadi berita. Peristiwa-peristiwa tersebut tidak secara otomatis menjadi berita. Hal ini disebabkan karena adanya batasan yang disediakan dan dihitung, mana yang berita dan mana yang bukan. Karenanya berita bukan peristiwa itu sendiri, melainkan peristiwa yang ditentukan sebagai berita. Di bawah ini akan dijelaskan bagaimana proses produksi berita itu sendiri (Eriyanto, 2002: 102118). 11
a. Rutinitas Organisasi Semua proses seleksi dan sortir itu terjadi dalam rutinitas kerja keredaksionalan, suatu bentuk rutinitas organisasi. Setiap hari intitusi media secara teratur memproduksi berita dan proses seleksi berita itu ada dalam bagian ritme dan keteraturan kerja yang dijalankan setiap harinya. b. Nilai berita Nilai berita tersebut menyediakan standard an ukuran bagi wartawan sebagai criteria dalam praktek kerja jurnalistik. Editor menentukan mana yang kayak diberitakan, mana yang harus diliput dan mana yang tidak perlu diliput. c. Kategori Berita Kategori berita bukan hanya menentukan bagaimana peristiwa diklasifikasikan, melainkan juga bagaimana peristiwa tersebut didefinisikan dan dikonstruksikan. d. Ideology Profesional/ Objektivitas Objetivitas itu dalam proses produksi berita secara umum digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Di sini peristiwa diolah dan ditampilkan dengan member keyakinan bahwa peristiwa itu memang benar-benar terjadi. Dalam kerangka pembentukan opini publik ini, media massa pada umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus. Pertama, menggunakan simbolsimbol politik (language of politic). Kedua, melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies). Ketiga, melakukan fungsi agenda media (agenda setting function). Ketika melakukan ketiga tindakan tersebut, boleh jadi sebuah media dipengaruhi oleh berbagai faktor internal berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, system politik yang 12
berlaku dan kekuatan-kekuatan luar lainnya. Dengan demikian, boleh jadi sebiah peritiwa bisa menimbulakan opini publik yang berbeda-beda tergantung cara masing-masing media melaksanakan tiga tindakan tersebut9. Framing merupakan tool yang dipaki untuk melaksanakan fungsi agenda setting dalam media. Oleh McCombs dan Shaw agenda setting dimaknai sebagai suatu strategi media yang bertujua untuk menata pemikiran dan mengorganisasi dunia khalayak10. Cohen mengemukakan pemikiran serupa, bahwa media mempunyai kemampuan untuk menyetir khalayak agar mempunyai perpesktif tertentu terhadapa suatu isu tertentu sesuai dengan peta yang digambarkan oleh media11. Konsep agenda setting memetakan dua level kerja dalam funsinya membingkai berita, yakni:12 a. Menetapkan isu umum yang dianggap penting b. Menentukan bagian atau aspek dari isu tersebut yang dianggap penting Seleksi isu ini bertujuan untuk membentuk opini publik yang dimaksudkan untuk mempengaruhi agenda kebijakan terkait dengan isu yang dimuat atau diberitakan. Jika digambarka dalam bagan, maka agenda setting mempunyai alur kerja sebagai berikut Media agenda setting
Public agenda setting
Policy agenda setting
Penampang 1.1 Alur kerja agenda setting media hingga mempunyai output kebijakan13
9
Ibnu Hamad. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik). Jakarta: Granit. Hal.2. 10 Stephen W. Littlejohn. 2002. Theories of Human Communication. Belmont: Wadsworth. Hal.319. 11 Everett M. Rogers. 1994. A History of Communication Study. New York: The Free Press. Hal.238. 12 Ibid.hal. 321. 13 Ibid.hal. 339.
13
Kekuatan agenda setting media dalam membentuk opini publik menghasilkan lima efek yakni: 14 a. Menstabilkan opini yang telah terbentuk. Usaha stabilisasi suatu opini dalam emdia dapat dilihat dari frekuensi coverage suatu isu dalam media. b. Menentukan prioritas. Media menyeleksi realitas yang akan disajiakan kepada khalayak untuk menggiring persepsi khalayak atas suatu permasalahan. c. Mengangkat permasalahan dan peristiwa. Pengangkatan suatu isu bisa dilakukan oleh jurnalis, namun terkadang juga muncul dengan sendirinya dari rutinitas media yang normal. d. Mengganti suatu opini. Persistensi sebuah opini dalam media sangat tidak dapat dipresdiksi, media dengan mudah bisa saja mengganti opini yang sebelumnya sudah terbentuk di benak publik dengan berbagai kontradiksi yang misalnya berdasar pada fakta-fakta ilmiah. e. Membatasi pilihan. Khalayak mungkin memiliki preferensi mengakses suatu berita dari beragam perspektif, namun di sini medialah yang menentukan “ketersediaan” perspektif itu. Untuk menjaga legitimasi suatu isu, media menenmpatkan khalayak dalam batasan yang diciptakan oleh nilai consensus.
3. Aktor dalam Pembangunan Bandara Aktor menjadi hal yang penting untuk diperhatikan, bukan hanya mengenai siapa pelaku dari proses perencanaan dan pelaku implementasi rencana tersebut. Namun lebih dari itu adalah pihak-pihak yang saling mempengaruhi satu sama lain. Baik mempengaruhi mengenai keputusan/kebijakan yang
14
David L.Paletz dan Robert M.Entman. 1981. Media Power Politics. New York: The Free Press. Hal.189.
14
diambil, ataupun mempengaruhi perilaku atau pandangan dari aktor-aktor yang lain. Dalam sebuah konflik, sekalipun bertujuan demi kepentingan praktis, terjadi proses dialektika sosial yang sering kali berujung pada perebutan dominasi wacana. Media sebagai ranah publik merupakan titik singgung dari perebutan tersebut15. Media massa menurut Stuart Hall, adalah medan social struggle atau perdebatan wacana sosial16. Media massa diyakini memiliki kekuatan yang signifikan dalam mempengaruhi struktur sosial sebuah masyarakat dalam tataran kognitif dan afektif17. Perebutan wacana publik dengan menggunakan media merupakan bagian dari strategi komunikasi untuk negosiasi memenangkan suatu konflik18. Dalam proses perencanaan terkait pembangunan bandara, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo tidak hanya sendiri dalam mencetuskan wacana tersebut. Perencanaan pembangunan bandara sendiri juga didukung oleh aktor di luar lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo seperti Pemerintah Provinsi DIY dan juga pihak pemrakarsa yaitu Angkasa Pura I19. Selain itu, pihak Pakualaman juga menjadi aktor yang ikut dalam proses pembangunan bandara. Ini disebabkan karena Pakualaman Ground menjadi lahan yang akan digunkan untuk pembangunan bandara. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menjadi aktor paling penting untuk menyusun rencana kesiapan daerah baik dari segi infrastruktur maupun dari segi sumber daya manusianya. Peran pemerintah kabupaten dalam proses
15
Pendapat Barbara Salert, 1976. Dikutip oleh Iswandi Syahputra, 2006. Jurnalisme Damai: Meretas Ideologi Peliputan di Area Konflik. Yogyakarta: P_IDEA. Hal.6. 16 Eriyanto. 2002. Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS. Hal. 37. 17 Muhamad Sulhan. 2006. Dayak yang Menang Indonesia yang Malang: Representasi Identitas Etnik Dayak di Media Massa. Yogyakarta: Penerbit Fisipol UGM. Hal. 17. 18 Eriyanto. Op. Cit., hal.5. 19 Inggit Setyawati. 2012. Kesiapan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo Dalam Memanfaatkan Peluang Relokasi Bandara Baru Terutama Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Yogyakarta: UGM Skripsi. Hal. 149.
15
perencanaan pembangunan bandara ini pada dasarnya hanya untuk memfasilitasi pihak pemrakarsa dengan masyarakat
atau membantu
memudahkan perijinan di daerah untuk mendukung pembangunan bandara tersebut Menanggapi hal tersebut, Bupati Kulon Progo kemudian membentuk tim percepatan pembangunan bandara yang juga sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur terkait pembentukan tim percepatan pembangunan bandara Kulon Progo. Tim ini di isi oleh beberapa SKPD dalam ruang lingkup Kabupaten Kulon Progo. Beberapa SKPD ini tentunya dibutuhkan untuk menyusun program dan rencana strategis
yang bertujuan untuk mempercepat
pembangunan bandara Kulon Progo dan menyiapkan daerah baik dari segi infrastruktur maupun dari segi sumber daya manusianya.20 Berkaitang dengan pembangunan bandara, Gubernur DIY (pemerintah Propinsi DIY) memiliki kewenangan untuk memberikan ijin terkait pembangunan bandara. Ijin mendirikan bandara ini sudah diberikan oleh Gubernur DIY, bahkan Gubernur mendukung penuh mengenai pembangunan bandara baru ini. Hal ini dibuktikan dengan pembentukan tim pemercepat pembangunan bandara oleh Gubernur DIY melalui peraturan gubernur tentang pembentukan tim percepatan pembangunan bandara. Secara umum tujuan pembentukan tim ini adalah untuk mempercepat proses pembangunan bandara baru. Dari segi regulasi, Pemerintah Provinsi hanya memiliki peran sebagai fasilitator yang menjembatani antara pemrakarsa dengan pemilik kepentingan di daerah selaku pemilik wilayah.21 Tim
percepatan
pembangunan
bandara
memiliki
tujuan
untuk
meminimalisir hambatan dalam proses pembangunan. Termasuk masalah dengan PT.JMI. permasalahan dengan PT. JMI sendiri terkait dengan lahan dan
20 21
Ibid. Hal 162-194 Ibid. Hal 154-155
16
keselamatan operasi penerbangan. Untuk memperhatikan keselamatan penerbangan di lokasi bandara baru, hal-hal seperti adanya cerobong dan bangunan tinggi yang berpotensi mengganggu penerbangan harus ditertibkan. Begitu juga dengan masalah mengenai pro kontra lahan pembangunan bandara. Dari tim percepatan pembangunan bandara tentu saja memiliki tugas untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.22 PT. Angkasa Pura I sendiri merupakan badan usaha milik Negara yang dalam hal ini berperan sebagai pemrakarsa pembangunan bandara. Sejak awal, PT. Angkasa Pura I (AP I) merupakan pihak yang mengusulkan kepada Kementrian Perhuungan (Kemenhub) berkaitan dengan rencana pembangunan bandara baru di Yogyakarta. Sebagai pemrakarsa, AP I berkewajiban untuk melengkapi persyaratan untuk terbitnya IPL dari Kemenhub tentang pembangunan bandara ini. Setelah IPL dari Kemenhub turun pada akhir 2013, AP I kemudian berkewajiban untuk melakukan identifikasi lahan dan mengajukan persyaratan guna mendapatkan IPL dari Gubernur DIY. Hal ini sesuai dengan peraturan No.2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.23 Dari pihak AP I sendiri, telah dibuat tim pembangunan bandara baru Yogyakarta. AP I selain menunggu terbitnya IPL dari Gubernur tersebut juga memiliki kewajiban lain yaitu melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terutama untuk mereka yang terdampak pembangunan bandara. Dalam sosialisasi ini AP I menjadi anggota tim sosialisasi yang akan dipimpin oleh Pemerintah Provinsi. Tentu saja disertai dengan bantuan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sebagai pihak yang memiliki wewenang atas daerahnya. Dalam sosialiasi ini akan disampaikan program yang ditawarkan oleh AP I, Pemerintah
22 23
Ibid. Hal 157. Ibid. Hal 149-150
17
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten untuk melakukan pembebasan lahan dan dalam sosialisasi tersebut juga merupakan sarana untuk mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menemukan jalan terbaik untuk pembebasan lahan tersebut.24 Pihak Pura Paku Alam sendiri menjadi pihak yang berkepentingan. Mengingat sekitar 160ha lahan mereka akan digunakan untuk pembangunan bandara. Masyarakat yang terdampak sendiri terbagi menjadi yang mendukung adanya bandara dan yang menolak adanya pembangunan bandara. Warga yang menolak, membentuk sebuah perkumpulan bernama WTT (Wahana Tri Tunggal). WTT sendiri terbentuk dari warga masyarakat Glagah yang tidak setuju dengan adanya bandara yang kemudian sepakat untuk membuat perkumpulan bernama WTT ini.25 Selanjutnya WTT mengadakan beberapa aksi seperti demo yang sudah dilakukan beberapa kali, cara ini ditempuh untuk menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah kabupaten Kulon Progo. Selain itu, WTT juga mengutarakan aspirasinya melalui berbagai tulisan-tulisan yang ada di sepanjang jalan desa Glagah menuju ke arah wates. Dengan aksi-aksi tersebut diharapkan aspirasi mereka didengarkan oleh pemerintah kabupaten Kulon Progo maupun pihak lain yang memiliki wewenang dalam pembangunan bandara tersebut. Kebanyakan dari warga yang menolak tersebut mengajukan alasan yang menyatakan bahwa mereka ingin lahan pertanian mereka tidak tergusur dan menganggap pembangunan bandara hanya akan menyengsarakan warga saja. Beberapa kali perkumpulan warga masyarakat ini diajak untuk duduk bersama dan diminta pendapatnya oleh pemerintah kabupaten, namun ternyata mereka tetap dengan pendirian mereka bahwa mereka menolak pembangunan bandara.26
24
Ibid. Hal 150-151. Ibid. Hal 194-195. 26 Ibid. Hal 195. 25
18
Sedangkan sebagian lain dari masyarakat yang terdampak adalah masyarakat yang dapat dikatakan mendukung adanya pembangunan, dalam arti tidak menolak adanya pembangunan tersebut. Sebagian masyarakat ini menginginkan adanya perubahan dalam kehidupan dan nasibnya, untuk itu mereka mendukung adanya pembangunan bandara.27
E. Kerangka Konsep 1. Bahasa dalam Berita Berdasarkan dari penjelas diatas, berita dapat dipahami sebagai bentuk dari bagaimana media itu menampilkan realitas yang ada kepada khalayak. Berita tersebut kemudian ditampilkan melailau bahasa dan dalam bentuk teks berita. Teks berita inilah yang menjadi gambaran penting dalam menampilkan realitas yang ada dalam berta. Kegiatan jurnalistik memang menggunakan bahasa sebagai bahan aku utama dalam dalam memproduksi berita. Akan tetapi, bagi media, bahasa bukan sekedar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi atau opini. Bahasa juga bukan sekedar alat komunikasi untuk menggambarkan realitas, namun juga menentukan gambaran atau citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik (Sobur, 2012:89). Dalam banyak kasus, kita bisa temukan berbagai kelompok yang memiliki kekuasaan mengendalikan makna ditengah-tengah pergaulan sosial melalui media massa. Dalam media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan realitas, melainkan bisa menentuka gambaran (citra) yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang dipakai media ternyata mampu mempengaruhi cara melafalkan (pronunciation), tata bahasa (grammer), susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan
27
Ibid. Hal 196-197.
19
kata dan akhirnya mengubah atau mengembangkan pecakapan (speech), bahasa (language) dan makna (meaning) (DeFleur dan Ball-Rokeach, 1989: 256-259). Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Bahasa merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita ataupun ilmu pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya, penggunaan bahasa (simbol) tertetu menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika kita cermati seluruh isi media baik cetak maupun elekstronik menggunakan bahasa baik verbal atau non-verbal28. Menurut Fiske, media menggunakan perangkat teknis dalam menampilkan sebuah realitas. Sebuah peristiwa yang telah dimaknai sebagai realitas digambarkan secara teknis menggunakan perangkat tertentu. Dalam lingkup teks berita, perangkat yang digunakan misalnya kata, kalimat, proporsisi, foto dan lainnya. Pemakain perangkat tertentu membawa makna konotasi tertentu pula, misalnya perbedaan makna antara “miskin” dan “kurang mampu”. Perangkat semacam ini tentunya dapat dianalisis, misalnya pemilihan kata yang pas untuk suatu peristiwa agar menimbulkan efek tertentu pada khalayak.
2. Framing Berita Menurut William A. Gamson (Eriyanto 2002:67) framing merupakan cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan ini semacam sekeman atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk megkonstruksi makna pesan-pesan yang ia terima. Konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat
28
Hamad. Op.Cit. Hal.12.
20
dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari isu yang lain (Nugroho, 1999: 20) Ada dua aspek dalam framing (Eriyanto 2002:69-70). Pertama, memilih fakta/ realitas. Proses pemilihan fakta berdasarkan asumsi. Dalam memilih fakta selalu terkandung dua kemungkinan apa yang akan dipilih dan apa yang akan dibuang. Penekanan atas aspek tertentu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek yang lainnya. Pada intinya, peristiwa itu dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi erbeda antar media satu dengan yang lainnya. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada kalayak. Gagasan tersebut diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Faktor yang penting dalam proses framing adalah seleksi dan penonjolan. Keduanya ditekankan oleh Entman dalam konsepnya mengenai framing : to frame is to select some aspect of a perceived reality and make them more salience in a communicating text, in such a way as to promote a particular problem definition, causal interpretation, moral evaluation, and/or treatment recommendation29 Dalam pandangan Entman, framing adalah proses pemilihan realitas sehingga membuat realitas tersebut tampak menonjol dalam sebuah teks. Frame menuntut perhatian terhadap berbagai aspek dari realitas dengan mengabaikan
29
Dietram A. Scheufele. 1999. Journal of Communication : Framing as a Theory of Media Effect. International Communication Association. hal 107.
21
elemen-elemen lainnya yang memungkinkan khalayak memiliki reaksi yang berbeda. Scheufele
mendefinisikan
framing
sebagai
suatu
proses
yang
berkelanjutan, dimana hasil dari proses tersebut akan menjadi input untuk proses selanjutnya. Dalam proses pembentukan sebuah framing terdapat empat tahap yaitu, frame building, frame setting, Individual-level effects of framing dan journalist as audience. Tahap pertama frame building. Tahap ini menekankan sikap ideologis atau organizational pressure seperti apa yang akan berpengaruh pada pembentukan framing sebuah teks berita dan karakter jurnalis seperti apa yang bisa berpengaruh pada frame muatan isi berita. Dalam penjelasannya, Scheufele meminjam gagasan Shoemaker dan Reese’s yang menjelaskan setidaknya ada tiga elemen yang berpengaruh pada pembentukan frame oleh media, yaitu: journalist-centered influences, organizational routines, dan external sources of influence.30 Tahap kedua yaitu frame setting. Tahap ini mempunyai persamaan konsep dengan agenda setting teory yang diperkenalkan oleh McCombs and Shaw’s (1972). Persamaannya adalah tentang bagaimana isi dan pesan media dapat diterima oleh audiens.31 Tahap ketiga yaitu Individual – level effects of framing menjelaskan efek yang terjadi pada individu setelah mendapatkan treatment berupa frame teks berita. Dalam tahap ini dijelaskan bagaimana efek dari frame media berpengaruh terhadap perilaku, sikap, dan pemikiran individu.32 Tahapan ke empat yaitu Journalist as a audiens. Jurnalis seperti halnya individu lainnya juga merupakan pengonsumsi teks berita. Dalam tahap ini jurnalis dipandang sebagai audiens yang sangat peka dan mudah untuk terkena 30
Ibid. hal 115. Ibid. hal 116. 32 Ibid. hal 117. 31
22
pengaruh dari frame yang digunakan media untuk mendikripsikan suatu peristiwa.33 Framing yang dilakuakan oleh media mengacu pada bagaimana "masalah didefinisikan, identitas yang diciptakan dan produksi narasi" (Gurevitch & Levy, 1985, hal. 4). Konsep ini juga mengacu pada bagaimana politisi, kelompok kepentingan dan media berusaha untuk memperkuat masalah dan latar belakang tertentu. Menurut definisi Entman, framing merupakan "cara untuk memilih beberapa aspek realitas yang dirasakan dan membuat mereka lebih menonjol dalam teks komunikasi sedemikian rupa untuk mempromosikan tentang masalah tertentu, kausal interpretasi, evaluasi moral, dan / atau rekomendasi untuk hal yang disampaikan dijelaskan "(Entman, 1993, hal. 52).34 Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir pada khalayak. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa dan menulisnya menjadi berita.
F. Metodologi Penelitian 1. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana mengenai cara pengumpulan, pengolahan dan analisis secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efisien sesuai dengan tujuan (Pabundu Tika, 2005: 12). Penelitian ini sediri merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja) 33
Ibid. hal 117. Gotwin Etse Sikanku. 2013. Barack Obama’s Identity Construction And International Media Representations During The 2008 Presidential Election: A Discursive And Comparative Framing Analysis. The University of Iowa. Hal 10. 34
23
dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi. Di sini, realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu (Eriyanto, 2002: 3).
2. Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis teks kualitatif dengan menggunakan analisis framing. Analisis framing merupakan teori micro-level yang dengan mudah dapat diterapkan ke dalam permasalahan macro-level. Analasis ini berfokus pada individual dalam proses komunikasi massa.35 Peneliti menggunakan analisis framing untuk dapat membedah ideologi dan kepentingan media yang berperan dalam proses penyusunan berita mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo pada Harian Jogja. Pendekatan yang digunakan dalam metode ini dalah pendekatan framing cultural, yakni analisis yang meliputi identifikasi dan kategorisasi terhadap proses pengulangan, penempatan, asosiasi dan penajaman kata, kalimat dan proporsi tertentu dalam teks berita.
36
Model framing yang digunakan adalah
model Zhong Dang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model ini akan melihat bagaimana sebuah peristiwa dikontruksikan oleh media. Model ini dianggap komprehensif karena mampu membedah tiga elemen framing: 37 a. Elemen Makrostruktural Pembingkaian dalam tingkat wacana, bagaimana suatu wacana dipahami oleh media.
35
Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis. 2006. Mass Communication Theory: Foundations, Ferment and Future. Boston: Wadsworth. Hal. 319. 36 Alex Sobur. 2001. Analisis Teks Media. Bandung: Rosda. Hal. 162 37 Eriyanto. Op.Cit. Hal. 252.
24
b. Elemen Mikrostruktural Elemen ini memfokuskan diri pada bagian atau sisi mana dari sebuah peristiwa yang akan ditonjolkan dan sisi mana yang akan dikecilkan. c. Elemen Retoris Elemen ini melihat bagaimana fakta ditekankan melalui pemilihan kata, kalimat, retorika, gambar atau grafik tertentu.
3. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah berita mengenai pemberitaan Harian Jogja mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo yang di muat pada September-Oktober 2014. Kronologi waktu ini dipilih karena pada saat itu isu mengenai pembangunan bandara menjadi isu utama yang beredar di masyarakat. Berbagai gejolak juga banyak yang muncul pada periode waktu tersebut. Mulai dari sosialisasi bandara hingga berbagai macam bentuk penolakan ada dalam periode tersebut. Pemberitaan mengenai pembangunan bandara tersebut menarik untuk diamati karena dari hal tersebut dapat dilihat bagaimana Harian Jogja berbagai kejadian tersebut. Segala dinamika yang ada akan dengan mudah berpengaruh terhadap media untuk melahirkan berbagai
sudut pandang dengan
menggunakan pembingkaian berita. Dalam kurun waktu tersebut terdapat terdapat 40 berita yang menampilkan informasi mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo (ada 2 tanggal merah 5 dan 25 Oktober 2014). Sampel berita yang akan dianalisis adalah berita yang mewakili keterlibatan aktor-aktor yang terkait dalam pembanganan bandara di Kulon Progo. Tabulasi sampel analisi berita adalah sebagai berikut:
25
Tabel 1.1 Sampel Berita Judul Berita Sosialisasi Bandara
Tanggal Terbit 3 September 2014
Jadwal Ditetapkan, Teknis Belum Jelas Tanah Proyek Bandara
5 September 2014
Internal Pakualaman Masih Tarik Ulur Pembangunan Bandara
9 September 2014
Warga Tetapkan Syarat Pembebasan Lahan Sosialisasi Jangkaran
19 September 2014
Selama Ganti Rugi Cocok Warga Setuju Sosialisasi Bandara
19 September 2014
Warga Protes, Lokasi Dijadikan Satu Sosialisasi Bandara Ricuh
24 September 2014
Pembangunan Bandara
29 September 2014
Bupati Siapkan Skenario Relokasi Pembangunan Bandara
1 Oktober 2014
Anggota WTT Segel Balai Desa Pembangunan Bandara
6 Oktober 2014
Bupati Gagal Lagi Temui WTT Penolakan Bandara
8 Oktober 2014
WTT Gagal Temui Sultan Pembangunan Bandara
9 Oktober 2014
Sultan Sebut Tak Ada Lokasi Alternatif Dugaan Penghasutan
13 Oktober 2014
Polres Bakal Periksa Tokoh WTT Bergantian
26
Pembangunan Bandara
21 Oktober 2014
Kades Minta Resmi, Patok di Pasang Lagi Pembangunan Bandara
23 Oktober 2014
Mekanisme Konsultasi Publik Berbeda Bandara Baru 2800 Pemilik Lahan Terdampak Pembangunan
28 Oktober 2014
4. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini berasal dari sumber data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari sumbernya (Umar, 2003:56). Data primer dalam penelitian ini berupa kliping pemberitaan pembangunan bandara di Kulon Progo pada Harian Jogja, edisi September-Oktober 2014. Sedangkan data sekunder adalah data yang tidak dikumpulkan langsung oleh peneliti, namun diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekundernya yang telah dikumpulkan lebih dulu oleh pihak lain sebelum dipakai oleh peneliti (Kriyantono, 2008: 42). Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan berupa buku-buku komunikasi mengenai analisis Framing yang isinya relevan dan menunjang penelitian serta buku-buku dan artikel yang relevan dengan objek kajian yang dimana nanti diharapkan akan menambah ketajaman proses interpretasi data primer. Sebagai konformasi dan penggalian data pendukung dari pihak media, maka penulis akan melakukan wawancara dengan staff redaksi yang berkaitan dengan produksi berita pembangunan bandara di Kulon Progo pada Harian Jogja.
27
5. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini menggunakan konsep framing yang menekankan pada penonjolan kerangka pemikiran, perspektif, konsep dan klain interpretative
masing-masing
media
dalam
memaknai
pemberitaan
pembangunan bandara di Kulon Progo. Dalam pendekatan yang dikemukakan oleh Pan dan Kosicki, perangkat framing dibagi dalam empat struktur besar yaitu, struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Struktur sintaksis dapat diamati dari bagan berita. Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur wartawan dalam mengemas berita. Struktur tematik berhubungan dengan cara wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proposisi, kalimat atau hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Sedangkan struktur retoris berhubungan dengan cara wartawan menekankan arti tertentu (Sobur, 2012: 175-176). Tabel 1.2 Kerangka Framing Pan dan Kosicki Struktur
Perangkat Framing
Unit yang Diamati
SINTAKSIS
1. Skema berita
Headline, lead, latar
Cara wartawan
informasi, kutipan
menyusun fakta
sumber pernyataan, penutup
SKRIP
2. Kelengkapan berita
5W+1H
TEMATIK
3. Detail
Paragraf, proposisi,
Cara wartawan
4. Koherensi
kalimat, hubungan
menulis fakta
5. Bentuk kalimat
antarkalimat
Cara wartawan mengisahkan fakta
28
6. Kata ganti RETORIS
7. Leksikon
Kata, idiom, gambar/
Cara wartawan
8. Grafis
foto, grafik
menekankan fakta
9. Metafora
Teknis analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dalam 2 tahap: a. Identifikasi frame “besar” (master frame) b. Identifikasi elemen frame dalam berita Identifikasi master frame dilakukan untuk melihat isu spesifik apa yang dibidik oleh Harian Jogja dalam pemberitaan pembangunan bandara di Kulon Progo. Urs Dahinden mengkategorikan master frame atau bingkai umum yang bersifat independen terhadap isu spesifik di mana mereka diaplikasikan38. Framing memiliki beberapa kekuatan, Pertama adalah independen dari berbagai masalah dan alat teoritis yang tepat untuk perbandingan lintas-masalah. Kedua, teori framing dapat diterapkan untuk semua fase massa, proses komunikasi media, termasuk public relations, jurnalistik dan efek media pada khalayak. Dengan
menggunakan
master
frame
akan
mempermudah
untuk
menggambarkan kondisi makro masyarakat secara logis. Master frame tersebut dapat dilihat dalam table berikut:
38
Urs Dahinden. 2004. Framing as Theory for the Communication of Science and Technology. Makalah PCST Internasional Conference.
29
Tabel 1.3 Tema Besar Framing Media39 Frame
Konflik
Ekonomi
Definisi permasalahan
Key values for/ Nilai
umum, interpretasi kasual
pokok
Ada sengketa kepentingan
Keadilan distribusi
mengenai suatu permasalahan
kekuasaan, power
antara aktor-aktor sosial.
balance
Permasalahan dari sudut
Efisiensi, efektifitas
pandang ekonomi. Perkembangan
Pengetahuan ilmiah
Keahlian, kebenaran
memegang peranan konci dalam penyajian suatu permasalahan. Moral
Perdebatan suatu
Standar moral, hukum
permasalahan berdasar pada
dan etika
latar belakang moral, etik dan persoalan-persoalan hukum. Episodik
Permasalah disajikan dari
Emosional (simpati,
sudut pandang pribadi
antipati)
seseorang. Kemudian framing atau bingkai dalam berita mengenai pembangunan bandara di Kulon Progo akan akan diidentifikasi dengan analisi framing Pan dan Kosicki. Analisis Pan dan Kosicki ini terdapat empat alur utama, yaitu
39
Karin Pühringer dkk. 2008. Challenges to Political Campaigns in the Media: Commercialization, Framing and Personalization. Zurich: National Centre of Competence in Reserch. Hal.5.
30
sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Struktur sintaksis sendiri melihat bagaimana berita itu ditampilkan. Wartawan menuliskan berita berdasarkan pada pernyataan, kutipan, pengamatan dan lain-lain. Cara menampilkannya dapat dilihat dengan melihat tubuh berita mulai dari headline, lead, kutipan pernyataan dan lain-lain. Struktur skrip sendiri lebih melihat bagaimana berita itu dikisahkan. Struktur tematik melihat bagaimana berita diungkapkan melalui proposisi dan hubungan antar kalimat. Sedangkan struktur retoris akan melihat bagaimana penonjolan terdahap kata atau kalimat, gambar dan grafis dilakukan. Di bawah adalah penjelas yang lebih mendalam mengenai keempat struktur tersebut: a. Elemen sintaksis merupakan susunan dari bagan berita, yakni headline (judul), lead, latar, sumber informasi dan penutup dalam satu kesatuan teks berita. Elemen sintaksis memberi petunjuk mengenai bagaimana wartawan maknai sebuah peristiwa dan akan dibawa kemana peristiwa tersebut. b. Elemen skrip digunakan wartawan untuk memberikan tekanan prioritas informasi yang harus diketaui oleh masyarakat. Prioritas ini dapat dilihat dari urutan unsur kelengkapan berita yang disajikan. c. Elemen tematik yakni teknik penulisan fakta yang digunakan oleh wartawan dalam menuliskan informasi-informasi untuk mendukung pembingkaian yang dilakukan wartawan. d. Elemen retoris merupakan pilihan gaya, kata atau unsur grafis yang dipakai oelh wartawan untuk menciptakan citra, penekanan tertentu dari suatu berita dan ide berita secara keseluruhan. Unsur retoris ini merupakan pebuktian dari apa yang ditampilakan wartawan dalam berita yang di tulis. Melalui keempat struktur tersebut dapat terlihat framing dari suatu media. Kecenderungan atau ketidaknetralan wartawan dapat dilihat melalui empat struktur tersebut. Selain itu dapat pula diamati bagaimana wartawan 31
menyajikan suatu peristiwa ke dalam suatu berita, pemakaian kalimat, pemilihan kata-kata yang digunakan sebagai strategi untuk meyakinkan khalayak bahwa apa yang ditulisnya benar (Eriyanto, 2002:266). Dalam melakukan analisis data peneliti akan menggabungkan teks dan wawancara. Pada teks peneliti akan menganalisis teks pembangunan bandara di Kulon Progo pada Harian Jogja September-Oktober 2014. Setelah melakukan analisis teks maka langkah selanjutnya akan mengkaitkan dengan hasil wawancara. Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan institusi Harian Jogja. Wawancara diharapkan akan mampu menjawab pertanyaan dan hasil yang didapat dari analisis pada teks. Analisis data dengan menggabungkan analisis teks dan wawancara ini bertujuan untuk membedah cara-cara dan ideologi Harian Jogja saat mengkonstruksi realitas menjadi sebuah berita. Hingga akhirnya mencapai sasaran dari analisis framing yaitu untuk menemukan aturan dan norma yang tersembunyi dibalik suatu teks.
32