BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Anak balita merupakan salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap masalah gizi. Mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Bila sampai terjadi kurang gizi pada masa balita dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan
dan gangguan perkembangan
mental (Tarigan, 2003). Data dari UNICEF tahun 1999 menunjukkan bahwa sebanyak 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia, dimana 4 juta diantaranya dibawah satu tahun, berstatus gizi sangat buruk sehingga mengakibatkan kematian, dan malnutrisi berkelanjutan. Setiap tahun diperkirakan sebanyak 7% anak balita Indonesia (sekitar 300.000 jiwa) meninggal dan hal ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak balita, dimana sebanyak 170.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Seluruh anak usia 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia, sekitar seperempatnya sekarang berada dalam kondisi kurang gizi (Herwin, 2004). Berdasarkan data Riskesdas (2010) menemukan 4,9% balita mengalami gizi buruk, dan 13,0% berstatus gizi kurang. Data kondisi status gizi balita di Jawa Tengah terdapat 3,3% balita gizi buruk dan 12,4% mengalami gizi kurang. Kasus gizi buruk di Jawa Tengah dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2005 kasus gizi buruk tercatat sebesar 1,03% dari jumlah penduduk, pada tahun 2006 meningkat menjadi 9.163 balita (2,10 %), dan pada tahun 2007 kembali mengalami peningkatan menjadi 15.980 (3,48 %), sehingga terjadi kenaikan sebanyak 6.817 penderita gizi buruk dari sebelumnya (Republika, 2008). Berdasarkan data Riskesdas Jawa Tengah (2008) ditemukan di Semarang terdapat 2,1% mengalami gizi buruk dan 13,2% mengalami gizi kurang.
1
2
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer adalah susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan kualitas contohnya penyediaan pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, faktor sekunder meliputi semua faktor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan di konsumsi (Almatsier, 2002). Kekurangan gizi dapat menyebabkan efek yang serius yaitu kegagalan pertumbuhan fisik, menurunnya perkembangan kecerdasan, menurunnya produktivitas, dan menurunnya daya tahan terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Balita yang kekurangan gizi sangat berpengaruh pada perkembangan otak yang proses pertumbuhannya terjadi pada masa itu (Ahmad, 2007). Supariasa (2002), menyebutkan bahwa status gizi balita dapat dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pemeliharaan kesehatan, program pemberian makanan tambahan, pengetahuan, pendidikan, pola asuh keluarga, dan jumlah anak dalam keluarga. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi status gizi pada balita. Hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu tentang pentingnya gizi pada balita. Pengetahuan ibu tentang gizi makanan sangat berpengaruh terhadap perkembangan gizi balita, dimana kurangnya pengetahuan ibu akan bahan makanan yang bergizi, dan tidak mengerti bagaimana cara memberikan makanan yang benar, dapat menyebabkan asupan gizi kurang (Solikhin, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi status gizi adalah pola pengasuhan, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan status gizi anak adalah pola asuh makan. Karyadi (dalam Yulia, dkk, 2008) mendefinisikan pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu kepada anak yang berkaitan dengan cara dan situasi makan. Pola asuh gizi merupakan praktek rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (Zeiten, 2000).
3
Berdasarkan studi pendahuluan di Wilayah Genuk ditemukan 0,83% mengalami gizi buruk dan 7,85% mengalami gizi kurang. Posyandu Melati Kelurahan Bandardowo Kecamatan Genuk Semarang juga ditemukan dari 80 balita terdapat 7 (8,75%) anak dalam keadaan gizi kurang dan bahkan ditemukan 2 (2,5%) anak dalam status gizi buruk. Hasil ini didasarkan pada data KMS anak. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu yang memiliki balita dengan status gizi kurang ini semuanya pemberian ASI nya kurang dari 6 bulan atau tidak ASI eksklusif. Ibu-ibu ini juga menyatakan bahwa anaknya susah makan, dan kemauan anak hanya ngemil dan jajan saja sehingga berat badannya kurang. Ibu-ibu ini juga kurang memahami kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Angka kecukupan karbohidrat, protein dan lemak kurang dapat terpenuhi oleh karena ibu tidak memahami bahan makanan apa yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh anak. Ibu sering memberikan makanan-makanan yang disukai oleh anak saja tanpa memikirkan kandungan yang ada di dalamnya. Anak yang biasanya kurang suka dengan sayuran juga tidak membuat ibu untuk berkreasi agar anak menjadi suka dengan sayuran. Kondisi sosial ekonomi ternyata juga mempengaruhi terhadap pemberian pola makan. Faktor-faktor tersebut di atas merupakan faktor yang mempengaruhi secara langsung terhadap status gizi anak. Bagi beberapa ibu berpendoman asalkan anak merasa kenyang sehingga asupan makanan yang diberikan seadanya saja. B. Rumusan masalah Rendahnya pengetahuan ibu tentang status gizi anak menjadi salah satu penyebab status gizi anak menjadi kurang bahkan buruk. Pengetahuan ibu yang rendah ini dapat berupa ketidaktahuan ibu tentang asupan makanan yang diperlukan oleh anak. Terkadang ibu hanya berpendapat bahwa dengan memberi banyak makan berupa jajanan asalkan anak tidak rewel dan nangis dianggap sudah cukup. Berdasarkan hal tersebut di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan pola asuh gizi dan
4
pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita di posyandu melati Genuk Semarang?
C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan pola asuh gizi dan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita di posyandu melati Genuk Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan pola asuh gizi ibu di posyandu melati Genuk Semarang b. Mendeskripsikan pengetahuan gizi ibu di posyandu melati Genuk Semarang c. Mendeskripsikan status gizi balita di posyandu melati Genuk Semarang d. Menganalisis hubungan pola asuh gizi ibu dengan status gizi balita di posyandu melati Genuk Semarang e. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita di posyandu melati Genuk Semarang
D. Manfaat penelitian 1. Ibu yang mempunyai anak usia dibawah 5 tahun Hasil penelitian ini dapat menambah pemahaman dan pengetahuan ibu tentang status gizi balita. 2. Puskesmas Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengelolaan program gizi balita.
E. Bidang ilmu Penelitian ini berkaitan dengan ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak.
5
F. Keaslian penelitian Nama
Judul
Wulandari Meikawati, Wikanastri Hersoelistyorini (2006)
Hubungan karakteristik ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga terhadap kasus gizi buruk pada balita di kelurahan tandang Kecamatan tembalang Perbedaan tingkat pengetahuan ibu batita tentang gizi buruk sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan di Puskesmas Mranggen III Mbanggen Demak Pola asuh makan dan kesehatan anak balita pada keluarga wanita pemetik teh di PTPN VIII Pangalengan
Edy Soesanto dan l'ib Ristu Mutaqin (2009)
Cica Yulia, Euis Sunarti dan Katrin Roosita (2008)
Desain Penelitian eksplanatori pendekatan sectional
Hasil dengan cross
Tidak ada hubungan umur ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan gizi ibu dan tingkat sosial ekonomi keluarga dengan status gizi balita
Pra-eksperimen dengan rancangan one-group prelest post-test design
Ada perbedaan secara bermakna tingkat pengetahuan responden tentang gizi buruk sebelum dan setelah dilakukan pendidikan kesehatan
Desain penelitian adalah cross-sectional
Pola asuh makan dan kesehatan yang di berikan oleh para wanita pemetik the di kebun Malabar berhubungan positif dengan status gizi anak balita
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Wulandari dan Hersoelistyorini (2006) terletak pada bentuk variabel yaitu tentang pola asuh. Perbedaan dengan penelitian Edy Soesanto dan l'ib Ristu Mutaqin (2009) terletak pada bentuk analisis yaitu eksperimental sementara perbedaan dengan penelitian Cica Yulia, Euis Sunarti dan Katrin Roosita (2008) terletak pada jenis variabel bebas yaitu tidak disertakan pengetahuan ibu.