BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan tiga jenis angkutan yang mempunyai banyak persamaan. Ketiga jenis angkutan tersebut merupakan angkutan perairan, yang memerlukan sarana dan prasarana yang sama, seperti kapal dan dermaga. Walupun ketiganya banyak mempunyai persamaan, namun ketiganya tidak membentuk suatu jaringan. Masing-masing jenis angkutan tersebut merupakan angkutan tersendiri atau justru merupakan bagian dari jaringan transportasi yang lain. Angkutan penyeberangan pada umumnya merupakan bagian dari sistem jaringan jalan atau jalan kereta api. Angkutan sungai merupakan angkutan dari dan ke pedalaman dengan terminal di pantai/pelabuhan. Sedangkan, angkutan danau pada umumnya merupakan angkutan lokal yang menghubungkan satu pantai dengan pantai yang lain dari danau yang bersangkutan. Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan prasarana transportasi baik dalam pengoperasian, wilayah kerja (DLKr/DLKp), pembangunan fasilitas laut maupun fasilitas darat serta kenavigasian masih terkait dengan perhubungan laut. Terkait hal di atas dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry. Meskipun domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut, namun mengingat adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan angkutan SDP, maka diperlukan adanya standar untuk prasarana transportasi SDP dengan memperhatikan karakteristik perairan dan tidak terlepas mengacu pada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan terkait dengan penyelenggaran angkutan SDP agar pelayanan terhadap keamanan, keselamatan dan kenyamanan pada transportasi publik menjadi perhatian bersama secara serius.
1-1
Sehubungan dengan permasalahan dan ketentuan di atas, maka dipandang perlu dilakukan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan untuk mewujudkan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang efektif, efisien, aman, cepat, lancar, tertib, teratur dan nyaman dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. B. Rumusan Masalah Pelabuhan merupakan bagian dari sistem transportasi yang salah satunya dibutuhkan untuk melayani kegiatan bongkar muat barang dan penumpang. Agar proses kegiatan tersebut dapat berjalan dengan aman, nyaman dan lancar maka diperlukan prasarana yang memadai. Persoalan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan prasarana yang sering dijumpai adalah prasarana yang tersedia kurang memadai atau tidak memenuhi standar teknis maupun operasional yang benar sehingga timbul kendala dalam pengoperasiannya. Sehubungan dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka perlu disusun suatu konsep standar di bidang prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan mengacu kepada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan serta peraturan dan standar luar negeri yang relevan untuk diterapkan di Indonesia. Selanjutnya standar prasarana ini harus dilaksanakan semua pihak yang terkait, agar dalam penyediaan prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan baik dalam pembangunan maupun operasinya sesuai dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. C. Maksud dan Tujuan Studi Maksud kegiatan studi adalah mengevaluasi konsep penyusunan standar di bidang prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Sedangkan tujuan studi adalah untuk mendapatkan tingkat efisiensi dan efektifitas serta keselamatan pelayanan operasional di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
1-2
D. Manfaat Studi Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP adalah berupa penyusunan standar prasarana yang dilaksanakan secara efektif dan esisien. Dengan dilaksanakannya studi ini yang nantinya harus dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait, diharapkan dapat terwujudnya transportasi sungai, danau dan penyebrangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. E. Ruang Lingkup Studi Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan adalah penyusunan standar prasarana yang dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan kegiatan/ruang lingkup studi sebagai berikut: 1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP; 2) Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP; 3) Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP; 4) Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi: a) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau; yaitu bollard dan fender. b) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan; yaitu bollard dan fender c) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau; yaitu dermaga, fender dan bollard d) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; yaitu dermaga, fender dan bollard e) Standar
prasarana
pengamanan
pelabuhan
penyeberangan;
yaitu
breakwater dan groin f) Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; yaitu dimensi dan kedalaman untuk kapal yang beroperasi
1-3
g) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau; yaitu plengsengan, ponton dan movable bridge h) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; yaitu plengsengan, ponton dan movable bridge i) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; yaitu lebar, kedalaman dan air draft (ruang bebas udara) j) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; yaitu lebar, kedalaman dan air draft (ruang bebas udara) 5) Pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang, Palangkaraya dan Merak.
1-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Pikir Studi Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masih terkait dengan perhubungan laut, sehingga dinilai masih terjadi tarik menarik kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero). Selama ini tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Direktorat Jenderal Perhubungan Darat tidak hanya membina kapal pada penyeberangan jarak dekat, akan tetapi juga jarak jauh. Terkait domain regulasi keselamatan pelayaran menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dengan adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaran angkutan SDP, maka perlu adanya standar prasarana transportasi SDP agar pelayanan transportasi terkait keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap masyarakat lebih terjamin dan menjadi perhatian semua pihak yang terkait. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk dilaksanakan Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP untuk mewujudkan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi SDP ini, dasar hukum yang digunakan sebagai acauan yaitu: 1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PP Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan; 2-1
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
7.
International Maritime Organization (IMO);
8.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
9.
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau;
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan; 11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan; 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota. Adapun lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam studi ini meliputi: 1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP; 2. Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP; 3. Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP; 4. Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi: a. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau, meliputi standar untuk fender dan bollard; b. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan, meliputi standar untuk fender dan bollard; c. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau, meliputi standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard; d. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; meliputi standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard; e. Standar prasarana pengamanan pelabuhan penyeberangan; meliputi standar untuk konstruksi breakwater dan groin; f. Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; meliputi standar terhadap dimensi dan kedalaman kolam untuk kapal yang beroperasi; 2-2
g. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau; meliputi standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable bridge; h. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; meliputi standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable bridge; i. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; meliputi standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas) untuk kapal yang beroperasi; j. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; meliputi standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas) untuk kapal yang beroperasi; 5. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Merak, Palembang, Medan dan Palangkaraya. Adapun indikator keluaran dari studi ini sebagaimana tertuang dalam kerangka acuan kerja adalah satu paket laporan, dengan keluaran berupa 4 (empat) laporan studi yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Rancangan Laporan Akhir dan Laporan Akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi dan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu diagram kerangka pikir studi sebagaimana dalam Gambar 2.1 berikut.
2-3
PERMASALAHAN diperlukan standar yang baku dibidang prasarana transportasi SDP
KEGIATAN
ACUAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) 10) 11)
UU No. 17 Tahun 2008 UU No. 34 Tahun 2004 PP No. 102 Tahun 2000 PP No. 20 Tahun 2010 PP No. 61 Tahun 2009 IMO KM. 53 Tahun 2002 KM. 73 Tahun 2004 KM. 32 Tahun 2001 KM. 52 Tahun 2004 PM. 81 Tahun 2011
1) Inventarisasi 2) 3) 4) 5)
kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP; Menginventarisir dan mengevaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP. Melakukan inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP. Melakukan Benchmarking / studi literatur / studi banding tentang prasarana Sungai, Danau dan Penyeberangan negara lain. Menyusun rancangan 10 naskah akademik konsep standar di bidang prasarana transportasi SDP
KELUARAN 10 (sepuluh) rancangan naskah akademis konsep standar di bidang prasarana transportasi SDP
HASIL mendapatkan tingkat efektivitas dan keselamatan pelayanan operasional di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan
Gambar 2.1. Kerangka pikir studi B. Pengertian dan Ketentuan Umum Beberapa pengertian dan ketentuan umum dalam penyusunan konsep standar prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan yaitu: 1)
Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang 2-4
terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselematan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan lingkungan hidup dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-sebesarnya. 2)
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak.
3)
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
4)
Angkutan
Sungai
dan
Danau
adalah
kegiatan
angkutan
dengan
menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau. 5)
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus karena adanya perairan, dan mengangkut penumpang dan kendaraan berserta muatannya.
6)
Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi.
7)
Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar, tempat
perpindahan
intra
dan/atau
antar
moda
serta
mendorong
perekonomian nasional dan daerah.
2-5
8)
Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.
9)
Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
10) Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk kegiatan angkutan penyeberangan. 11) Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang. 12) Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. 13) Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga. 14) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. C. Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan Prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan fasilitas pelabuhan yang diperuntukan bagi sarana angkutan sungai, danau dan penyeberangan agar dapat memenuhi fungsinya. Pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan sungai dan danau disebut pelabuhan sungai dan danau, sedangkan pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penyeberangan disebut pelabuhan penyeberangan (pasal 6 KM 53 Tahun 2002). Peran, fungsi dan jenis pelabuhan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan disebutkan bahwa: 1) Pelabuhan memiliki peran sebagai: a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian; c. Tempat kegiatan alih moda transportasi; 2-6
d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan; e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. 2) Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan. 3) Jenis pelabuhan terdiri atas: a. Pelabuhan Laut yang digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan. b. Pelabuhan Sungai dan Danau. Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 Pasal 20 disebutkan bahwa untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan ditetapkan kalsifikasi pelabuhan. Klasifikasi pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan, ditetapkan dengan memperhatikan: a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang; b. Volume operasional pelabuhan; c. Peran dan fungsi pelabuhan. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang sebagaimana tersebut di atas meliputi: Fasilitas Pokok : a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran; b. Kolam pelabuhan; c. Fasilitas sandar kapal; d. Penimbangan muatan; e. Terminal penumpang; f. Akses penumpang dan barang ke dermaga; g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa; h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (Bunker); i. Instalasi air, listrik dan komunikasi; j. Akses jalan dan atau rel kereta api; k. Fasilitas pemadam kebakaran; l. Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.
2-7
Fasilitas penunjang: a. Kawasan
perkantoran
untuk
menunjang
kelancaran
pelayanan
jasa
kepelabuhanan; b. Tempat penampungan limbah; c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan; d. Area pengembangan pelabuhan. Lebih lanjut dalam Pasal 22 KM Nomor 53 tahun 2002 disebutkan bahwa klasifikasi pelabuhan penyeberangan dibagi dalam 3 (tiga) kelas, yaitu: a. Pelabuhan Penyeberangan Kelas I, dengan kriteria: 1. Volume angkutan: a. Penumpang > 2000 orang/hari; b. Kendaraan > 500 unit/hari; 2. Frekuensi > 12 trip/hari; 3. Dermaga > 1000 GRT; 4. Waktu operasi > 12 jam/hari; 5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi: a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran; b. Kolam pelabuhan; c. Fasilitas sandar kapal; d. Fasilitas penimbangan muatan; e. Terminal penumpang; f. Akses penumpang dan barang ke dermaga; g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa; h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker); i. Instalasi air, listrik dan komunikasi; j. Akses jalan dan/atau rel kereta api; k. Fasilitas pemadam kebakaran; l. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal. b. Pelabuhan Penyeberangan Kelas II, dengan kriteria: 1. Volume angkutan: a. Penumpang: 1000-2000 orang/hari; 2-8
b. Kendaraan: 250-500 unit/hari; 2. Frekuensi: 6-12 trip/hari; 3. Dermaga: 500-1000 GRT; 4. Waktu operasi: 6-12 jam/hari; 5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi: a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran; b. Kolam pelabuhan; c. Fasilitas sandar kapal; d. Fasilitas penimbangan muatan; e. Terminal penumpang; f. Akses penumpang dan barang ke dermaga; g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa; h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker); c. Pelabuhan Penyeberangan Kelas III, dengan kriteria: 1. Volume angkutan: a. Penumpang: < 1000 orang/hari; b. Kendaraan: < 250 unit/hari; 2. Frekuensi: < 6 trip/hari; 3. Dermaga: < 500 GRT; 4. Waktu operasi: < 6 jam/hari; 5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi: a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran; b. Kolam pelabuhan; c. Fasilitas sandar kapal; d. Fasilitas penimbangan muatan; e. Terminal penumpang; f. Akses penumpang dan barang ke dermaga; g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa; Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan (UU No. 17 Tahun 2008 dan PP No. 61 Tahun 2009). Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan 2-9
ruang pelabuhan berupa peruntukan tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Rencana Induk Pelabuhan meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan yang disusun berdasarkan kriteria kebutuhan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 24 s.d pasal 27 dan KM 52 Tahun 2004 pasal 6, sebagai berikut: (1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan: a. Fasilitas Pokok, yang meliputi: 1) dermaga; 2) lapangan penumpukan; 3) terminal penumpang; 4) fasilitas penampungan dan pengolahan limbah; 5) fasilitas bunker; 6) fasilitas pemadam kebakaran; dan 7) fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3). b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi: 1) perkantoran; 2) fasilitas pos dan telekomunikasi; 3) fasilitas pariwisata; 4) nstalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; 5) jaringan jalan dan rel kereta api; 6) jaringan air limbah, drainase, dan sampah; 7) areal pengembangan pelabuhan; 8) tempat tunggu kendaraan bermotor; 9) kawasan perdagangan; 10) kawasan industri; dan 11) fasilitas umum lainnya. (2) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan: a. Fasilitas Pokok, yang meliputi: 1) alur-pelayaran; 2 - 10
2) areal tempat labuh; 3) areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal; 4) areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan 5) areal untuk kapal pemerintah. b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi: 1) areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang; 2) areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan 3) areal untuk keperluan darurat. (3) Rencana Peruntukan Wilayah Daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan: a. Fasilitas Pokok, yang meliputi: 1) terminal penumpang; 2) penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang); 3) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way); 4) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa; 5) fasilitas bunker; 6) instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi; 7) akses jalan dan/atau jalur kereta api; 8) fasilitas pemadam kebakaran; dan 9) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal. b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi: 1) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan; 2) tempat penampungan limbah; 3) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan; 4) areal pengembangan pelabuhan; dan 5) fasilitas umum lainnya.
2 - 11
(4) Rencana Peruntukan Wilayah Perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan: a. Fasilitas Pokok, yang meliputi: 1) alur-pelayaran; 2) fasilitas sandar kapal; 3) perairan tempat labuh; dan 4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal. b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi: 1) perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang; 2) perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; 3) perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar); 4) perairan untuk keperluan darurat; 5) perairan untuk kapal pemerintah. Adapun dasar perhitungan dalam penetapan kebutuhan lahan daratan dan perairan dalam Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan, digunakan formula pendekatan sebagaimana dalam Lampiran II KM 52 Tahun 2004 sebagai berikut: Tabel 2.1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Daratan untuk Kegiatan Pelayanan Jasa/Operasional Langsung. NO
NAMA AREA
1
Areal Terminal
2
Areal Kendaraan Penyeberang
Gedung
Parkir
FORMULASI PENDEKATAN A = a1+a2+a3+a4+a5 Dimana : A : Luas total gedung areal gedung terminal (m2) a1 : Luas areal ruang tunggu = a*n*N*x*y a2 : Luas ruangan kantin/kios = 15% * a1 a3 : Luas ruangan administrasi = 15% * a1 a4 : Luas ruangan utilitas = 25% * (a1+a2+a3) a5 : Luas ruangan public hall = 10% * (a1+a2+a3+a4) a : Luas yang dibutuhkan untuk satu orang (1,2 m2/org.) n : Jumlah penumpang dalam satu kapal N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan x : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6) y : Rata-Rata Fluktuasi = 1,2 A = a*n*N*x*y Dimana : A : Luas total areal parkir untuk kendaraan
2 - 12
menyeberang : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan (m2) n : Jumlah kendaraan dalam satu kapal Truk 8T = 60 m2 Truk 4T = 45 m2 Truk 2T = 25 m2 Kendaraan Penumpang = 25 m2 N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan x : Rata-Rata Pemanfatan (1,0) y : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6) = a*n1*N*x*y*z*1/n2 3 Areal Parkir A Dimana : Kendaraan A : Luas total areal parkir untuk kendaraan Antar/Jemput antar/jemput a : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan (m2) n1 : Jumlah penumpang dalam satu kapal n2 : Jumlah penumpang tiap kendaraan (rata-rata 8 orang/unit) N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat bersamaan x : Rata-rata pemanfaatan (1,0) y : Ratio konsentrasi (1,0 – 1,6) z : Rata-rata pemanfaatan kendaraan (1,0 = Seluruh penumpang meninggalkan terminal dengan kendaraan) 4 Areal Fasilitas Bahan Kebutuhan areal untuk tempat penampungan BBM Bakar dihitung berdasarkan kebutuhan BBM per hari 5 Areal Fasilitas Air Kebutuhan areal untuk fasilitas Air Bersih dihitung Bersih berdasarkan kebutuhan Air Bersih per hari 6 Areal Generator Kebutuhan areal untuk Generator didasarkan pada standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas 150 m2 7 Areal Terminal Kebutuhan areal untuk Terminal Angkutan Umum dan Angkutan Umum dan Parkir dihitung berdasarkan daya tampung mobil yang Parkir masuk dan berhenti di terminal. 8 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang Fasilitas Peribadatan didasarkan pada Peribadatan kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2 9 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Kesehatan didasarkan Kesehatan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2 10 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Perdagangan didasarkan Perdagangan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2 11 Areal Fasilitas Pos dan Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Pos dan Telekomunikasi Telekomunikasi didasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2 Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004. a
2 - 13
Tabel 2.2. Dasar Perhitungan Kebutuhan Lahan Perairan untuk Kegiatan Pelayanan Jasa/Operasional Langsung. NO
NAMA AREA
FORMULASI PENDEKATAN
1
Panjang Dermaga
2
Areal Kapal
3
Areal Kolam Putar (dalam hal diperlukan kolam putar)
4
Lebar Alur Pelayaran
5
Kedalaman Air Kolam Pelabuhan
6
Areal Kapal
7
Areal Keperluan Keadaan Darurat
untuk
Tempat
Sandar
Labuh
8
A A L A A
≥ 1,3 L : Panjang dermaga/tempat sandar kapal : Panjang kapal = 1,8 L x 1,5 L : Luas perairan tempat sandar untuk 1 (satu) kapal L : Panjang kapal A = N x x D2/4 A : Luas Areal Kolam Putar N : Jumlah kolam putar D >3 L D : Diameter areal kolam putar L : Panjang kapal maksimum W = 9B + 30 meter W : Lebar alur B : Lebar kapal maksimum Kedalaman Air Kolam Pelabuhan ditentukan dengan menambahkan minimal sebesar 1,0 m sebagai kelonggaran kedalaman ke beban muatan penuh (full load draft) A = N x x R2 A : Luas Areal Berlabuh N : Jumlah areal tempat labuh R = L + 6D + 30 meter L : Panjang kapal maksimum yang berlabuh R : Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal D : Kedalaman air Faktor yang perlu diperhatikan adalah Kecelakaan Kapal, Kebakaran Kapal, Kapal Kandas dan lain-lain. Areal salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas areal pindah labuh kapal Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal rencana. Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal maksimum yang dibangun atau diperbaiki
Areal Percobaan Berlayar 9 Areal Fasilitas Pembangunan dan Pemeliharaan Kapal Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.
D. Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan Berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Nomor
61
Tahun
2009
tentang
Kepelabuhanan, disebutkan bahwa pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. 2 - 14
Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya ijin yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada bupati/walikota. Pengajuan ijin tersebut harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Persyaratan teknis kepelabuhanan yang harus dipenuhi dalam pengajuan ijin tersebut di atas meliputi: 1. Studi kelayakan, paling sedikit memuat: a. kelayakan teknis; dan b. kelayakan ekonomis dan finansial. 2. Desain teknis, paling sedikit memuat: a. kondisi tanah; b. konstruksi; c. kondisi hidrooceanografi; d. topografi; dan e. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, alur pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan. Sedangkan persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004 tentang Penyelenggaran Pelabuhan Penyeberangan, disebutkan bahwa: 1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan: a. studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat : 1) kelayakan ekonomis dan finansial; 2) kelayakan teknis yang meliputi : a). hasil survey pelabuhan mengenai kondisi hidrooceanografi, topografi, bathimetri, geografi dan kondisi geoteknik;
2 - 15
b). hasil studi keselamatan pelayaran mengenai rencana penempatan sarana bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam pelabuhan. 3) analisis mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang. b. bukti penguasaan hak atas tanah dan perairan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. memiliki persetujuan penetapan lokasi pelabuhan penyeberangan; d. memiliki rencana induk pelabuhan penyeberangan yang telah ditetapkan; e. disain teknis pelabuhan penyeberangan yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal; f. keputusan penetapan lintas penyeberangan. (2) Untuk melakukan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada : a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara; b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota; c. Bupati/Walikota
untuk
pelabuhan
penyeberangan
lintas
dalam
kabupaten/kota. (3) Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan ditetapkan oleh : a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan antar negara; b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota; c. Bupati/Walikota
untuk
pelabuhan
penyeberangan
lintas
dalam
kabupaten/kota. (4) Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. (5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disampaikan secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
2 - 16
(6) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan pembangunan pelabuhan penyeberangan sebagaimana contoh 7, contoh 8 dan contoh 9 pada Lampiran III Keputusan ini. Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan dilakukan untuk : a. Memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang akan datang; b. Meningkatkan kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan sesuai kebutuhan. Pengembangan
dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan
sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan dengan mempertimbangkan : a. Kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang dibutuhkan; b. Jangka
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
penyelesaian
pembangunan
pengembangan pelabuhan penyeberangan. Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan harus memenuhi persyaratan : a. Sesuai dengan rencana induk pelabuhan penyeberangan; b. Mendapat persetujuan dari pejabat yang menetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan sesuai kewenangannya. E. Operasional Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana
Induk Pelabuhan. Sehingga baik dalam penyediaan
maupun
pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan. Hal ini sebagaimana dalam PP No. 61 Tahun 2009 Pasal 63 yaitu: (1) Penyediaan fasilitas pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan. (2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan.
2 - 17
(3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. (4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang akan digunakan di pelabuhan. Pasal 65 UU No. 20 Tahun 2010 menentukan bahwa penempatan kapal yang akan
dioperasikan
pada
lintas
penyeberangan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan: 1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan 2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan/terminal penyeberangan. Lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 dan ayat 5 UU No. 20 Tahun 2010 disebutkan bahwa: 1) Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan harus memenuhi persyaratan: a. spesifikasi teknis lintas b. spesifikasi teknis kapal c. persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan d. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal pelabuhan e. keseimbangan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan 2) Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan, paling sedikit meliputi: a. jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal b. kolam pelabuhan c. fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan. Demikian halnya dalam KM No. 73 Tahun 2004 pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2 - 18
b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada trayek yang dilayani; c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk kapal sungai dan danau; d. memiliki fasilitas utama dan atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang, barang dan atau hewan, sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku; e. mencantumkan
identitas
perusahaan/pemilik
dan
nama
kapal
yang
ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan kanan kapal; f. Mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dalam pengoperasian pelabuhan, PP No. 61 Tahun 2009 pasal 94 telah mengatur sebagai berikut: (1) Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada: a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul; b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau. (3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan pelabuhan; b. keselamatan dan keamanan pelayaran; c. tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan barang; d. memiliki sistem pengelolaan lingkungan; e. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan; f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan 2 - 19
g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat. Demikian halnya dalam KM No. 52 Tahun 2004 Pasal 19 mengenai pengoperasian pelabuhan penyeberangan diatur sebagai berikut: (1) Pengoperasian pelabuhan penyeberangan dilakukan setelah memenuhi persyaratan: a. pembangunan pelabuhan penyeberangan telah selesai dilaksanakan; b. keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran; c. tersedia fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan kendaraan beserta muatannya; d. pengelolaan lingkungan; e. tersedia pelaksana kegiatan di pelabuhan penyeberangan; f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan pelabuhan penyeberangan; dan g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan penyeberangan yang memiliki pengetahuan di bidang pelabuhan penyeberangan. (2) Untuk mengoperasikan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan pelaksanaan pengoperasian oleh: a. Menteri, untuk pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antar negara; b. gubernur, untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota; c. bupati/walikota,
untuk
pelabuhan
penyeberangan
lintas
dalam
kabupaten/kota. (3) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pengoperasian, penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan
permohonan kepada Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, dengan melampirkan: a. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); b. salinan keputusan pelaksanaan pembangunan; c. berita acara selesainya pekerjaan pembangunan. (4) Berdasarkan usulan pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Direktur Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan
2 - 20
penelitian
pemenuhan
persyaratan
kelayakan
operasi
pelabuhan
penyeberangan yang dituangkan dalam berita acara. (5) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja menetapkan diterima atau ditolak permohonan pengoperasian. (6) Bentuk
permohonan,
penolakan/persetujuan
pengoperasian
pelabuhan
penyeberangan sebagaimana Contoh 10, Contoh 11, Contoh 12 pada Lampiran III Keputusan ini. Selanjutnya untuk penyediaan aksesibilitas transportasi di daerah, maka Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengacu pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM No. 81 Tahun 2011. Berikut disajikan Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Perhubungan Darat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau Dan Penyeberangan, khususnya yang berkaitan dengan operasional fasilitas pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan. Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Perhubungan Darat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan NO
26
KEWENANGAN WAJIB KABUPATEN/KOTA
JENIS STANDAR PELAYANAN MINIMAL
KETERANGAN
Penyelenggaraan Pelabuhan Sungai dan Danau
1. Sertifikasi fasilitas pelabuhan
- Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atau Pejabat yang ditunjuk - Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan, Penyelenggara Pelabuhan atau Badan Usaha Pelabuhan Sungai dan Danau melalui Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota mengajukan permohonan ke Dinas Perhubungan Provinsi dengan melampirkan As Built Drawing, Technical Spesifications (Persyaratan Teknis) dan Laporan Konsultan Pengawas. - Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukan penelitian terhadap permohonan sertifikasi tersebut berdasarkan data-data yang diterima dan kemudian melakukan peninjauan lapangan untuk sekaligus dapat dilakukan uji coba operasional - Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkan sertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan diajukan. Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadap fasilitas pelabuhan yang harus dilakukan meliputi: a. Fasilitas Sandar.
2 - 21
2. Penyiapan kebutuhan administrasi
-
-
3. Penyiapan kebutuhan SDM
-
-
-
1. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang dilengkapi movable bridge, komponenkomponen yang diteliti adalah: - fender - frontal frame - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - causeway - bolder - movable bridge - gangway (jika ada) - boarding bridge (jika ada) - elevated side ramp (jika ada) 2. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang menggunakan ponton, terdiri dari: - ponton - jembatan penghubung ke ponton - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - bolder - fender - frontal frame, - dsb. 3. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang menggunakan plengsengan, terdiri dari: - plengsengan - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - fender - frontal frame - bolder, dsb. b. Areal Parkir. c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang d. Jalan Akses. Semua fasilitas yang ada sebagaimana disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat pembangunan. Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan administrasi serta menyusun program pengadaannya guna mendukung: administrasi kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan dsb. Kebutuhan administrasi meliputi: alat tulis kantor mesin ketik mesin hitung tiket komputer, dsb. Pengadaan barang yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan SDM, baik untuk petugas kantor maupun petugas lapangan. Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar belakang pendidikan SMA atau lainnya yang sederajat. Untuk petugas lapangan, seperti: Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP) Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP) Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal, minimal mempunyai latar pendidikan STM atau SMA dan lainnya yang sederajat.
2 - 22
4. Penyiapan alat bantu operasional
5. Penyiapan jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal 6. Penyiapan program perawatan dan pemeliharaan 7. Pelaksanaan rutin perawatan dan pemeliharaan 8. Evaluasi penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau 9. Sistem informasi manajemen pengelolaan pelabuhan sungai dan danau
31
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan
1. Sertifikasi fasilitas pelabuhan
Operator movable bridge, minimal STM jurusan mesin. - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat bantu operasional serta menyusun program pengadaannya. - Alat bantu operasional meliputi: Papan pengumuman Rambu-rambu Pengeras suara Telepon, radio komunikasi dll. - Menyusun jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan demand dan supply angkutan serta jarak lintasan dan kecepatan kapal. - Menetapkan waktu bongkar muat. Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana kegiatan yang telah disusun. Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja pelabuhan sungai dan danau sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan memberikan laporan kinerja pelabuhan yang meliputi: 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal, tarif, jadwal, penumpang, barang). 2) Kondisi fasilitas dan peralatan. 3) Ratio pendapatan dan pengeluaran. - Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atau Pejabat yang ditunjuk - Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan, Penyelenggara Pelabuhan atau Badan Usaha Pelabuhan Penyeberangan melalui Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota mengajukan permohonan ke Dinas Perhubungan Provinsi dengan melampirkan As Built Drawing, Technical Spesifications (Persyaratan Teknis) dan Laporan Konsultan Pengawas. - Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukan penelitian terhadap permohonan sertifikasi tersebut berdasarkan data-data yang diterima dan kemudian melakukan peninjauan lapangan untuk sekaligus dapat dilakukan uji coba operasional - Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkan sertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelah permohonan diajukan. Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadap fasilitas pelabuhan yang harus dilakukan meliputi: a. Fasilitas Sandar. 1. Untuk pelabuhan penyeberangan yang dilengkapi movable bridge, komponenkomponen yang diteliti adalah: - fender - frontal frame - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - causeway - bolder - movable bridge - gangway (jika ada)
2 - 23
2. Penyiapan kebutuhan administrasi
-
-
3. Penyiapan kebutuhan SDM
-
-
-
4. Penyiapan alat bantu operasional
-
-
5. Penyiapan jadwal keberangkatan
-
- boarding bridge (jika ada) - elevated side ramp (jika ada) 2. Untuk pelabuhan penyeberangan yang menggunakan ponton, terdiri dari: - ponton - jembatan penghubung ke ponton - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - bolder - fender - frontal frame - dsb. 3. Untuk pelabuhan penyeberangan yang menggunakan plengsengan, terdiri dari: - plengsengan - dinding dermaga - mooring dolphin - catwalk - breasting dolphin - trestle - fender - frontal frame - bolder - dsb. b. Areal Parkir. c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang d. Jalan Akses. Semua fasilitas yang ada sebagaimana disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat pembangunan. Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan administrasi serta menyusun program pengadaannya guna mendukung: administrasi kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan dsb. Kebutuhan administrasi meliputi: alat tulis kantor mesin ketik mesin hitung tiket komputer dsb. Pengadaan barang yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan. Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan SDM, baik untuk petugas kantor maupun petugas lapangan. Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar belakang pendidikan SMA atau lainnya yang sederajat. Untuk petugas lapangan, seperti: Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP) Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP) Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal, minimal mempunyai latar pendidikan STM atau SMA dan lainnya yang sederajat. Operator movable bridge, minimal STM jurusan mesin. Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat bantu operasional serta menyusun program pengadaannya. Alat bantu operasional meliputi: Papan pengumuman Rambu-rambu Pengeras suara Telepon, radio komunikasi dll. Menyusun jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan
2 - 24
dan kedatangan kapal 6. Penyiapan program perawatan dan pemeliharaan 7. Pelaksanaan rutin perawatan dan pemeliharaan 8. Evaluasi penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan 9. Sistem informasi manajemen pengelolaan pelabuhan sungai dan danau
45
Pembangunan pemeliharaan perairan daratan
dan alur
1. Menyiapkan kelayakan
studi
2. Menyiapkan desain rinci
3. Melaksanakan pembangunan dan pemeliharaan alur perairan daratan
51
Pengoperasian Pelabuhan SDP yang tidak diusahakan yang
4. Sosialisasi rencana pembangunan dan pemeliharaan alur perairan daratan 1. Jumlah hari kerja untuk pemberian penetapan
demand dan supply angkutan serta jarak lintasan dan kecepatan kapal. - Menetapkan waktu bongkar muat. Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan pengelolaan lingkungan. Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana kegiatan yang telah disusun. Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja pelabuhan penyeberangan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan memberikan laporan kinerja pelabuhan yang meliputi: 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal, tarif, jadwal, penumpang, barang). 2) Kondisi fasilitas dan peralatan. 3) Ratio pendapatan dan pengeluaran. Studi kelayakan yang harus dilaksanakan meliputi: a. survey hydrografi, bathymetri dan topografi serta penyelidikan tanah. b. survey, identifikasi dan inventarisasi angkutan sungai. c. survey angkutan sungai, meliputi antara lain: asal tujuan, trayek dan jenis sarana. d. analisis sosial ekonomi dan permintaan angkutan sungai e. analisis dan evaluasi kelayakan pembangunan dan pemeliharaan alur. f. kelestarian lingkungan/studi analisis mengenai dampak lingkungan Yang dimaksud dengan alur perairan daratan adalah: sungai, danau, waduk, terusan dan kanal. Desain rinci meliputi: a. penetapan lokasi b. tata letak c. perhitungan konstruksi d. gambar desain e. rencana anggaran biaya f. waktu pelaksanaan Penetapan lokasi dan tata letak diperlukan dalam hal pembangunan alur baru, antara lain: pembangunan terusan baru, pembuatan sudetan, pembangunan lock chamber dll. Pembangunan dan pemeliharaan alur perairan daratan: a. Mempertimbangkan: 1) Rencana UmumTata Ruang (RUTR) 2) Keterpaduan inter dan antar moda transportasi 3) Pertumbuhan ekonomi b. Memenuhi persyaratan teknis: 1) Standar keselamatan 2) Standar sarana dan prasarana 3) Standar Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Rencana Kegiatan Pemantauan Lingkungan (RKL) 4) Standar teknis pembangunan alur perairan daratan, meliputi: kedalaman alur, lebar alur dan ruang bebas udara. 5) Standar pemeliharaan alur. Sosialisasi pembangunan dan pemeliharaan alur dilaksanakan melalui papan informasi dan brosur/leaflet guna mendapat masukan dari masyarakat. Persyaratan pemberian persetujuan kelayakan operasi Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan yang tidak diusahakan:
2 - 25
melayani lintas dalam Kabupaten/Kota
pengoperasian maksimal 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima
2. Evaluasi prosedur operasional pelabuhan dan evaluasi pelayanan jasa
a. Persaratan Administrasi: 1) Siap Administrasi berarti pelabuhan telah diserahterimakan oleh Pempro kepada Instansi terkait 2) Siap Kerja berarti pelabuhan telah dilengkapi fasilitas kerja administrasi (meja, kursi, ATK, radio komunikasi dan lain-lain) 3) Siap Personil berarti telah siap tenaga operasional (Ka UPT, TU, operasional dan fungsional) sesuai kelas pelabuhan. Pelaksana kegiatan di pelabuhan SDP yang tidak diusahakan sepenuhnya terdiri dari instansi Pemerintah Daerah. 4) Siap Dana berarti telah mempunyai rencana anggaran pembelanjaan operasional pelabuhan b. Persaratan Teknis: 1) Siap Teknis adalah dimana pelabuhan telah melalui uji coba khusus maupun uji joba dalam proses serah terima proyek dan telah sesuai spesifikasi teknis 2) Siap Fasilitas adalah kelengkapan pelabuhan atas fasilitas umum (fender, bollard, movable bridge, lapangan parkir, listrik, rambu, dan lain-lain) 3) Siap Tertib adalah kesiapan pelabuhan dalam program kegiatan, program perawatan dan program keamanan ketertiban. Secara berkala dilakukan evaluasi (tiap bulan) untuk mengetahui tingkat kinerja operasi pelabuhan dan pelayanan jasa di pelabuhan antara lain:: 1. Realisasi angkutan (kendaraan, penumpang, barang) 2. Realisasi pendapatan 3. Evaluasi indikator kinerja pelabuhan
Sumber : Departemen Perhubungan RI. PM No. 81 Tahun 2011.
F. Prasarana Fasilitas Sandar dan Tambat 1. Prasarana Fasilitas Sandar Fasilitas sandar merupakan salah satu fasilitas pada dermaga yang berfungsi sebagai pelindung dermaga dari benturan kapal saat merapat. Pada proses merapatnya kapal di dermaga, kemungkinan akan terjadi benturan antara kapal dengan dermaga yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada dermaga atau kapal atau bahkan keduanya. Hal ini dikarenakan besarnya energi yang dihasilkan pada saat kapal membentur dermaga, meskipun kecepatan kapal saat merapat rendah. Semakin besar ukuran kapal pada kecepatan merapat yang sama, maka energi yang dihasilkan akan semakin besar. Untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada dermaga maupun kapal, maka dermaga dilengkapi dengan fasilitas sandar yang disebut fender untuk menyerap energi tersebut. 2 - 26
a) Tipe fender Fender terdiri dari beberapa tipe, diantaranya yaitu: 1) Fender karet atau dari bahan elastomeric 2) Fender pneumatic 3) Fender pile 4) Fender kayu (timber) Dari beberapa tipe fender sebagaimana tersebut di atas, tipe karet elastomeric dan pneumatic merupakan tipe fender yang paling banyak digunakan. Fender karet diproduksi dalam berbagai bentuk dan ukuran, diantaranya bentuk circular, longitudinal, V dan hollow/cylindrical.
Cylindrical Shape
V-Shape
Circular Shape
Longitudinal Shape
Gambar 2.2. Fender karet/elastomeric
Gambar 2.3. Fender pneumatic Fender harus dipasang dengan kuat menggunakan baut dan angker. Jika diperlukan rantai penggantung, maka rantai penggantung sebaiknya dilengkapi pula dengan turn buckle. Baut, angker maupun rantai fender harus terbuat dari bahan stainless steel atau galvanished untuk mengurangi pengaruh korosi. Perlu diperhatikan jika terdapat bagianbagian fender yang terpasang berada dibawah muka air kaitannya untuk kemudahan dalam pemeliharaan dan penggantian fender. b) Panel dan rangka baja Fender dapat dipasang secara individual maupun secara group membentuk satu kesatuan sistem fender dengan menggunakan panelpanel dan rangka baja. Disamping itu panel dan rangka baja yang 2 - 27
dipasang menyatu pada bagian permukaan fender, berfungsi pula untuk memperluas bidang kontak antara fender dengan lambung kapal dan mendistribusikan gaya reaksi fender ke bidang kontak kapal.
Gambar 2.4. Frontal frame pada sistem fender Perencaan panel dan rangka baja fender harus memperhitungkan lentur, geser dan tekuk lokal (local buckling). Ketebalan minimum panel-panel baja ini berdasarkan rekomendasi PIANC, yaitu:
Plat-plat yang terbuka pada kedua sisi permukaan: 12 mm
Plat-plat yang salah satu sisi permukaan terbuka: 9 mm – 10 mm
Elemen-elemen internal (kedua sisi permukaan tertutup): 8 mm
Panel dan rangka baja sebaiknya dilapis dengan bahan yang memadai untuk menahan gesekan dengan lambung kapal. Bahan pelapis dapat berupa kayu atau polymer. Dermaga-dermaga penyeberangan di Indonesia pada umumnya menggunakan fender yang dilengkapi pula dengan panel dan rangka baja yang dikenal dengan frontal frame. c) Jarak dan perletakan fender Fender harus dipasang pada interval tertentu agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa ketentuan maupun formula untuk menentukan jarak maksimum antar fender, diantaranya sebagai berikut.
2 - 28
Gambar 2.5. Jarak interval fender 1) Technical Standards for Port and Harbor Facilities in Japan 2l= 2
r2 – (r – h)2
2l : jarak antar fender (m) r
: jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)
h : tinggi fender (m) atau menggunakan formula: 2l= 2
h (B/2 + L2/8B – h)
2l : jarak antar fender (m) L : panjang kapal (m) B : lebar kapal (m) h : tinggi fender (m) 2) PIANC Fns =
4 HR – H2
Fns : jarak antar fender (m) R : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m) H : tinggi fender (m) 3) British Standard BS 6349: Berdasarkan British Standar, formula untuk menentukan jarak interval fender didasarkan pada panjang kapal dan tipe dermaga. Jarak fender pada standar ini dibagi dalam tiga kategori, masing-masing untuk 2 - 29
Continuous Quays, untuk Island berth dan untuk Lead-in Jetties, dengan jarak yang direkomendasikan sebagai berikut: -
Continuous Quays : ≤ 0.15L (L: panjang kapal minimum).
-
Island Berth : 0.3L – 0.4L (L: panjang kapal yang akan dilayani).
-
Lead-in Jetties (termasuk sistem Dolphin) : ≤ 0.25 L (L: panjang kapal minimum).
Continuous Quays
Island Berth
Lead-in Jetties Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994 . Fendering and Mooring
Gambar 2.6. Jarak interval fender pada beberapa tipe dermaga 2 - 30
Fender dapat dipasang horisontal, vertikal maupun diagonal (miring), bergantung pada beda pasang surut. Jika beda pasang surut rendah (< 2m), fender dapat dipasang horisontal. Jika beda pasang surut tinggi (> 3m), fender dapat dipasang vertikal atau diagonal atau dua fender horisontal. d) Dasar penentuan fender Sistem dan tipe fender direncanakan sedemikian rupa sehingga:
Pada saat kapal merapat ke dermaga tidak mengalami kerusakan.
Selama kapal ditambatkan, tidak terjadi kerusakan baik pada kapal maupun dermaga.
Masa pakai dan masih aman, dapat berlangsung selama mungkin.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam prosedur penentuan fender meliputi:
Gaya pada kapal yang tertambat bisa lebih besar dibanding gaya kapal ketika merapat.
Kapal ukuran kecil dapat memberikan energi sandar lebih besar dibanding kapal ukuran besar.
Fender dengan ukuran lebih besar akan menghasilkan gaya reaksi lebih besar dibanding fender kecil jika penyerapan energi sandar sama.
Fender dengan ukuran relatif besar akan seperti dinding padat bagi kapal-kapal kecil.
Pengaruh korosi komponen-komponen baja pada fender adalah hal yang rumit.
Penentuan sistem dan tipe fender pada umumnya dilakukan melalui prosedur sebagaimana dalam bagan alir berikut:
2 - 31
Karakteristik kapal rencana Layout fender Saat kapal merapat
Selama kapal sandar
Tentukan displacement kapal, kecepatan sandar, faktor masa virtual dan faktor eksentrisitas
Tentukan posisi dan karakteristik tali Tambat
Menghitung energi sandar kapal
Tentukan kondisi gelombang, angin, arus, dsb
Asumsi tipe dan bentuk fender
Asumsi tipe dan bentuk fender
Menghitung energi absorbsi, gaya reaksi, dan deforrmasi fender
Menghitung gerakan kapal, deformasi dan gaya reaksi fender
Penentuan Fender Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and Harbor Facilities in Japan
Gambar 2.7. Bagan alir penentuan fender e) Penentuan energi sandar kapal Energi sandar kapal yang diserap fender (E) pada umumnya dihitung menggunakan metoda kinetik dengan menambahkan beberapa faktor yaitu eksentrisitas CE, masa hidrodinamis (CM), softness (CS), dan konfigurasi dermaga (CC). Formula untuk menghitung energi sandar kapal yang diserap fender yaitu sebagai berikut: E
= ½ MD * (VB)2 * CM * CE * CS * CC
Dimana: E
: energi kinetik sandar kapal (kN m)
MD : masa kapal (displacement tonnage) (ton) 2 - 32
VB
: kecepatan saat kapal merapat (m/dt)
CM
: koefisien masa hidrodinamis
CE
: koefisien eksentrisitas
CS
: koefisien fleksibilitas
CC
: koefisien konfigurasi dermaga
1) Masa kapal (MD) Masa kapal (MD) atau displacement tonnage adalah masa keseluruhan dari kapal yang besarnya dihitung berdasarkan volume air yang berpindah akibat kapal dalam keadaan muatan penuh dikali densitas air. The Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan – OCDI 2009 memberikan persamaan hubungan antara displacement tonnage (DT) dengan deadweight tonnage (DWT) atau gross tonnage (GT) pada beberapa tipe, yaitu:
Kapal barang (general cargo)
DT = 1,174 DWT
Kapal peti kemas (container)
DT = 1,385 DWT
Kapal minyak (oil tanker)
DT = 1,235 DWT
Kapal Ro Ro
DT = 1,022 GT
Kapal pengangkut kendaraan
DT = 0,751 GT
Kapal pengangkut bahan LPG
DT = 1,400 GT
Kapal pengangkut bahan LNG
DT = 1,118 GT
Kapal penumpang
DT = 0,573 GT
Kapal ferry jarak pendek
DT = 1,279 GT
hingga sedang (< 300 km)
Kapal ferry jarak jauh (≥ 300 km)
DT = 1,240 GT
2) Kecepatan merapat (VB) Kecepatan merapat (VB) kapal merupakan variabel yang paling berpengaruh dalam perhitungan energi sandar kapal. Kecepatan kapal merapat yang digunakan untuk menghitung energi sandar adalah kecepatan kapal pada saat awal terjadinya kontak antara kapal dengan dermaga pada saat sandar. 2 - 33
Kecepatan merapat kapal tanpa bantuan tugboat sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Sedangkan kecepatan sandar dengan bantuan tugboat, dalam British Standard sesuai rekomendasi Brolsma et al. ditunjukkan sebagaimana dalam Gambar 2.9. Weather conditions
Manoeuvring conditions
Strong wind and rolling sea
Difficult
Strong wind
Favourable
Moderate wind
Moderate
Sheltered wind against
Difficult
Sheltered wind against
Favourable
Ship displacement
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.8
V m/sec
Sumber: Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: Recomendations And Guidelines. Thomas Telford Ltd. London.
Gambar 2.8. Kecepatan sandar kapal tanpa bantuan tugboat
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring
Gambar 2.9. Kecepatan sandar rencana dengan bantuan tugboat a. Kondisi sandar bagus, terlindung b. Kondisi sandar sulit, terlindung c. Kondisi sandar mudah, terbuka d. Kondisi sandar bagus, terbuka e. Kondisi navigasi sulit, terbuka 2 - 34
3) Koefisien masa hidrodinamis (CM) Koefisien masa hidrodinamis (CM) merupakan koefisien pergerakan air di sekitar kapal yang berpengaruh terhadap gaya sandar saat kapal merapat ke dermaga. Koefisien masa hidrodinamis dapat dihitung menggunakan rumus berikut: CM 1
*D MD ; dan CB 2 * CB * B L*B*D*
Dimana: CB
: koefisien blok
MD : masa kapal atau displacement tonnage (ton) L
: panjang kapal (m)
B
: lebar kapal (m)
D
: draft kapal (m)
: densitas air (untuk air laut sekitar 1,025 t/m3)
PIANC mengambil nilai koefisien blok untuk beberapa kapal sebagai berikut: Kapal peti kemas (container)
: 0,6 – 0,8
Kapal barang (general cargo) dan bulk carriers : 0,72 – 0,85 Kapal tanker
: 0,85
Kapal Ferry
: 0,55 – 0,65
Kapal ro ro
: 0,7 – 0,8
4) Koefisien eksentrisitas (CE) Koefisien eksentrisitas (CE) merupakan koefisien reduksi energi yang ditransfer ke fender jika titik bentur kapal tidak berhadapan dengan pusat masa kapal.
2 - 35
Gambar 2.10. Kondisi kapal merapat Koefisien
eksentrisitas
dapat
dihitung
dengan
menggunakan
persamaan berikut:
Ce
K 2 R 2cos 2 γ , dan K (0,9Cb 0,11) L K2 R 2
Diama : K
: radius girasi kapal
CB
: koefisien blok
L
: panjang kapal (m)
R
: jarak dari titik kontak ke pusat masa kapal (m)
: sudut antara vektor kecepatan dengan garis yang menghubungkan titik kontak sandar ke pusat masa kapal.
Persamaan di atas seringkali disederhanakan dengan mengambil = 900, sehingga:
Ce
K2 K2 R2
5) Koefisien softness (CS) Koefisien softness (CS) ditentukan dari rasio antara elastisitas dan atau fleksibilitas sistem fender dengan lambung kapal atau struktur dermaga. Sebagian energi kinetik pada kapal yang sandar akan terserap akibat deformasi elastis lambung kapal dan atau fleksibilitas struktur dermaga. 2 - 36
Pada fender-fender dan kapal-kapal kecil, nilai koefisien softness (CS) umumnya diambil 1,0. Pada fender dan kapal besar, nilai koefisien softness (CS) diambil antara 0,9 – 1,0. 6) Koefisien konfigurasi dermaga (CC) Koefisien konfigurasi dermaga (CC) merupakan koefisien yang memperhitungkan bagian energi kapal yang terserap akibat efek air yang terperangkap di antara lambung kapal dan dinding dermaga. Nilai konfigurasi dermaga (CC) tergantung dari tipe konstruksi dermaga dan jarak dari sisi kapal, sudut sandar, bentuk lambung kapal dan clearance kapal dari seabed. Pada dermaga dengan pondasi tiang pancang (jetty), nilai CC diambil 1,0, sedangkan dermaga dengan dinding penahan (quaywall), nilai CC diambil antara 0,8 – 1,0. 2. Prasarana Fasilitas Tambat Prasarana fasilitas tambat adalah fasilitas yang disediakan di dermaga untuk menambatkan atau mengikat tali kapal, baik pada saat kapal melakukan manuver sandar maupun selama kapal bersandar di dermaga. Fasilitas tambat harus mampu menahan gaya tarik kapal akibat pengaruh angin, arus, gelombang maupun hempasan air dari kapal lain yang lewat. Pada struktur dermaga harus disediakan fasilitas tambatan sedemikian rupa sehingga kapal yang direncanakan sandar di dermaga dapat tertambat dengan aman. Fasilitas tambatan tali kapal yang dipasang di dermaga ini biasa disebut bollard. a) Tipe bollard Bollard pada umumnya terbuat dari besi atau baja tuang atau terbuat dari pipa baja dan
beton
bertulang didalamnya. Umumnya
bollard
diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu bolard tipe pillar, tee head dan sloping lobes. Bollard tipe pillar dan tipe tee head paling banyak digunakan di dermaga SDP.
2 - 37
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring
Gambar 2.11. Tipe bollard b) Jarak interval bollard Bollard dipasang pada jarak interval tertentu dengan memperhatikan pola tambatan tali kapal. Arah tali kapal yang ditambatkan pada bollard terdiri dari bow line, stern line, spring line dan breast line. Bow line dan spring line biasanya diambil sudut 300 – 450 dari tepi dermaga. Bollard yang dipasang sebagai mooring post yang ditempatkan jauh dari face line dermaga di sekitar kedua ujung dermaga dapat digunakan untuk tambatan kapal dalam keadaan badai. Bollard yang dipasang di dekat face line dermaga digunakan untuk tambatan kapal selama sandar di dermaga.
Gambar 2.12. Arah tali tambat kapal Bollard yang berfungsi sebagai mooring post yang menahan gaya-gaya eksternal yang bekerja pada arah tegak lurus sumbu kapal biasanya ditempatkan pada posisi sedemikian hingga antara tali tambat kapal membentuk sudut 900 terhadap sumbu kapal. Dalam hal bow line dan 2 - 38
stern line yang menahan gerakan surging pada kapal, maka sudut antara tali tambat dengan sumbu kapal dibuat kecil antara 250 – 300. Susunan penempatan bollard tersebut diatas diperlihatkan dalam gambar 2.13.
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and Harbor Facilities in Japan
Gambar 2.13. Susunan posisi mooring post Tabel 2.4 berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jarak interval maksimum dan jumlah minimum bollard pada tiap dermaga. Tabel 2.4. Jarak interval bollard dan jumlah bollard tiap dermaga
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Pada dermaga dolphin (lead in jeties) untuk kapal-kapal jenis Ro Ro, posisi bolard dipasang pada setiap dolphin baik pada breasting dolphin maupun mooring dolphin. Bollard mooring post ditempatkan pada mooring dolphin untuk menambatkan bow line dan stern line. Jarak maksimum interval antar dolphin ditentukan berdasarkan panjang kapal minimum yang direncanakan bersandar, yaitu 0,25 L (L= LoA minimum). Sedangkan mooring dolphin ditempatkan pada sudut 300 – 450 antara tali
2 - 39
buritan (bow line) atau haluan (stern line) terhadap sumbu memanjang kapal dan dengan jarak tertentu dari breasting dolphin. c) Gaya traktif bollard Adapun besarnya gaya traktif pada bollard digunakan nilai sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.6 berikut. Tabel 2.5. Gaya tarik tali kapal pada mooring post dan bollard
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan.
G. Fasilitas Prasarana Bongkar Muat 1. Tipe Prasarana Bongkar Muat Prasarana bongkar muat pada pelabuhan-pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan merupakan konstruksi yang berfungsi sebagai media bagi kendaraan dan atau penumpang yang akan masuk kapal maupun keluar dari kapal. Konstruksi ini berfungsi pula sebagai tempat untuk meletakkan pintu rampa kapal. Fasilitas bongkar muat terbagi dalam dua tipe, yaitu tipe fixed (tetap) dan tipe movable (bergerak). Pada tipe movable terdiri dari tipe bergerak secara alami (natural movable) dan bergerak secara mekanis (mechanical movable). Pada umumnya fasilitas bongkar muat di pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan berupa konstruksi plengsengan (tipe fixed), ponton (tipe natural movable) maupun movable bridge (tipe mechanical movable).
2 - 40
2. Plengsengan a) Definisi
Gambar 2.14. Fasilitas bongkar muat jenis plengsengan Konstruksi plengsengan merupakan fasilitas bongkar muat tipe fixed (tetap) yaitu suatu perletakan berupa pelat beton di atas permukaan tanah atau di atas tiang pancang. Konstruksi plengsengan dapat berbentuk flat (lurus), namun dengan adanya ketentuan radius minimum lengkungan pada potongan memanjang plengsengan, maka konstruksi plengsengan disarankan berbentuk parabolik. b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana Jenis plengsengan dapat diterapkan jika pasang surut perairan rendah. The British Standar (BS) merekomendasikan bahwa jika pasang surut rendah (sekitar 1,5 m), tipe fixed shore ramps (plengsengan) dapat diterapkan. Untuk beda pasang surut lebih tinggi (> 1,5 m), diterapkan tipe fixed yang dikombinasikan dengan movable atau hanya tipe movable. c) Batas kelandaian Kelandaian maksimum plengsengan diambil berdasarkan studi JICA yang dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia JICA 1993: -
Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.
2 - 41
-
Kelandaian maksimum sebesar 10%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.
d) Lebar Lebar plengsengan ditentukan berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa kapal rencana maupun kapal yang lebih kecil dari kapal rencana. Mengingat jarak dari tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa berbedabeda untuk masing-masing lebar kapal dan untuk memberikan ruang gerak melintang kapal, maka terdapat tambahan lebar plengsengan. Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia - JICA 1993 untuk movable bridge, maka lebar plengsengan minimum diambil sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel 2.6. Lebar Plengsengan Kapal Rencana (GRT) 150 150/300 150/300/500 300/500/1000
Lebar Plengsengan (min. m) 5.0 7.0 8.0 9.0
e) Panjang Panjang plengsengan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan draft kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal plengsengan, dan batas kelandaian plengsengan. f) Radius lengkungan Radius lengkungan potongan memanjang plengsengan minimum 15 m. Dengan ketentuan ini maka plengsengan disarankan berbentuk parabolik.
2 - 42
3. Pontoon a) Definisi
Gambar 2.15. Fasilitas bongkar muat jenis ponton Prasarana bongkar muat jenis ponton merupakan prasarana tipe natural movable. Konstruksi ini terdiri dari dua elemen utama yaitu jembatan dan ponton. Ponton akan menggerakkan jembatan naik turun sesuai fluktuasi pasang surut. Kelebihan dari prasarana bongkar muat ini adalah dapat mengantisipasi pengaruh pasang surut yang tinggi. b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana Fasilitas
bongkar
muat
jenis
ponton
dapat
diterapkan
dengan
pertimbangan sebagai berikut: -
Untuk mengantisipisasi pengaruh pasang surut, terutama dengan beda pasang surut yang sangat tinggi (> 3,5 m).
-
Karakteristik lokasi perairan cukup tenang, kondisi arus tidak kuat dan terlindung dari pengaruh gelombang.
c) Batas kelandaian jembatan Persyaratan kelandaian yang perlu dibatasi yaitu terkait untuk elemen konstruksi jembatan. Batas kelandaian maksimum pada konstruksi jembatan ditetapkan berdasarkan studi JICA yang dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia - JICA 1993 untuk movable bridge, yaitu sebagai berikut:
2 - 43
-
Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.
-
Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.
d) Lebar jembatan Lebar lantai jembatan ditentukan dengan mengacu pada Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya – Departemen Pekerjaan Umum, 1987 yaitu lebar lantai jembatan untuk satu jalur minimum 2,75 m dan maksimum 3,75 m. e) Panjang jembatan Panjang jembatan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi pasang surut, freeboard kapal, elevasi dek ponton, elevasi pangkal jembatan dan batas kelandaian jembatan. f) Dimensi ponton Ponton harus memiliki luas permukaan dan freeboard yang sesuai dengan pemanfaatannya. Dimensi ponton harus mencukupi agar tetap dalam kondisi stabil akibat gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton. g) Gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton Gaya-gaya luar yang harus diperhitungkan dalam perencanaan konstruksi ponton yaitu: -
Beban statis dan beban hidup.
-
Gaya-gaya reaksi jembatan.
-
Tekanan hidrostatis
-
Berat sendiri ponton berikut aksesorisnya
-
Berat pengimbang.
Dalam hal ini mengingat ponton berada di lokasi yang terlindung dari pengaruh gelombang, maka gaya-gaya akibat gelombang dapat diabaikan.
2 - 44
h) Stabilitas ponton Pada pemeriksaan stabilitas ponton, harus memenuhi persyaratanpersyaratan berikut: 1) Ponton harus memenuhi kondisi stabilitas benda apung dan memiliki freeboard yang dibutuhkan, sekalipun adanya gaya reaksi dari struktur jembatan dan beban penuh pada dek ponton serta terdapat air dalam ponton akibat adanya kebocoran. 2) Meskipun ketika beban penuh bekerja pada satu sisi dek ponton yang terbagi pada sumbu longitudinal serta gaya reaksi jembatan bekerja pada sisi ini, ponton harus memenuhi stabilitas sebagai benda apung dan kemiringan dek ponton maksimum 1:10 dengan freeboard terkecil sama dengan nol atau lebih. 3) Tinggi air yang terakumulasi di dalam ponton akibat kebocoran ponton yang diperhitungkan dalam pemeriksaan stabilitas ponton, diambil 10% dari tinggi ponton. Dalam hal ini freeboard ponton yang dijaga umumnya sekitar 0,5 m. 4) Apabila dibebani dengan beban terdistribusi merata, ponton dianggap stabil jika memenuhi persamaan berikut. wI CG 0 W
Dimana: I
:
momen inersia penampang potongan melintang area yang terendam air terhadap sumbu longitudinal (m4)
W :
berat ponton dan beban terdistribusi merata (kN)
w :
berat jenis air (kN/m3)
CG :
jarak antara pusat gaya angkat ponton ke titik berat ponton
Apabila ponton sebagian terisi air akibat kebocoran, ponton dianggap stabil jika memenuhi persamaan berikut.
2 - 45
w (1 i ) CG 0 W
i
:
momen inersia penampang setiap ruang ponton yang terendam air terhadap pusat sumbu sejajar ke sumbu rotasi ponton (m4)
Apabila ponton menerima beban eksentris, maka dianggap stabil jika nilai tan memenuhi persamaan-persamaan berikut. (lihat gambar 2.16).
Dimana: W1 :
berat ponton (kN)
P :
gaya eksentris (kN)
b :
lebar ponton (m)
h :
tinggi ponton (m)
d :
draft ponton jika beban P terletak di tengah ponton (m)
c
:
tinggi titik berat ponton dari dasar ponton (m)
a
:
panjang lengan beban P (m)
:
sudut kemiringan ponton
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and Harbor Facilities in Japan
Gambar 2.16. Stabilitas ponton terhadap beban eksentris 2 - 46
h) Bagian-bagian elemen ponton Elemen-elemen pada konstruksi ponton terdiri dari: 1) Plat lantai (floor slab) 2) Plat dasar (bottom slab) 3) Dinding samping (side walls)., 4) Dinding partisi (partition walls) 5) Balok-balok pendukung (supporting beams) 4. Movable Bridge a) Definisi
Gambar 2.17. Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge Movable bridge adalah fasilitas bongkar muat tipe mechanical movable, yaitu berupa jembatan yang dapat bergerak naik turun mengikuti pergerakan pasang surut air laut. Perbedaan antara type movable bridge dengan tipe ponton terletak pada sistem penggeraknya. Pada type ponton, sistem penggerak jembatan adalah ponton itu sendiri, sedangkan pada sistem movable bridge, sistem penggerak jembatan berupa hidrolik atau tackle electric. b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge diterapkan dengan pertimbangan sebagai berikut: -
Mengantisipisasi pengaruh pasang surut. 2 - 47
-
Tingkat occupancy yang tinggi.
-
Jika beda tinggi pasang surut melebihi 3,5 m sebaiknya tidak menggunakan fasilitas jenis ini, karena akan membutuhkan sistem pengangkat mekanis dengan kapasitas sangat besar untuk mengangkat jembatan yang panjang dan berat. Hal ini menjadikan konstruksi movable bridge kurang ekonomis.
c) Batas kelandaian Kelandaian maksimum movable bridge ditetapkan berdasarkan studi JICA, 1993 yaitu The Development Study on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia, sebagai berikut: -
Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.
-
Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.
d) Lebar Sama halnya dengan kebutuhan lebar pada plengsengan, lebar movable bridge ditentukan pula berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa kapal rencana maupun kapal yang lebih kecil. Dengan memperhatikan jarak dari tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa yang berbeda-beda untuk masingmasing lebar kapal dan untuk memberikan ruang gerak melintang kapal, maka terdapat tambahan lebar plengsengan. Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia - JICA 1993, maka lebar minimum movable bridge diambil sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel 2.7. Lebar movable bridge Kapal Rencana (GRT) 150 150/300 150/300/500 300/500/1000
Lebar Movable Bridge (min. m) 5.0 7.0 8.0 9.0 2 - 48
e) Panjang Panjang movable bridge ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan draft kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal movable bridge, dan batas kelandaian movable bridge. H. Prasarana Pelindung Pelabuhan Prasarana pelindung pelabuhan pada umumnya berupa konstruksi breakwater, revetment dan konstruksi groin. Konstruksi breakwater berfungsi sebagai pelindung pelabuhan dari pengaruh gelombang, sedangkan revetment berfungsi sebagai pelindung lereng untuk mencegah erosi dan konstruksi groin berfungsi untuk menahan transpor sedimen. 1. Konstruksi Breakwater a) Definisi Breakwater adalah suatu konstruksi yang dibangun dengan tujuan untuk mengatasi kondisi gelombang tinggi di perairan sekitar pelabuhan, sehingga kapal-kapal yang akan sandar maupun melakukan kegiatan bongkar muat tidak mengalami hambatan. Disamping itu konstruksi breakwater juga berfungsi sebagai pelindung dermaga dari kerusakan akibat gelombang. b) Pertimbangan kebutuhan Breakwater perlu dibangun di suatu pelabuhan dengan pertimbangan sebagai berikut: -
Gelombang di areal pelabuhan tersebut telah menghambat bahkan membahayakan operasional kapal baik ketika melakukan manuver sandar maupun melakukan kegiatan bongkar muat.
2 - 49
-
Gelombang yang terjadi menimbulkan kerusakan pada fasilitas pelabuhan.
-
Prosentase kejadian timbulnya gelombang cukup tinggi, sehingga operasional pelabuhan tidak optimal.
Pengaruh gelombang terhadap operasional kapal di pelabuhan tergantung pada ukuran kapal, arah gelombang dan perioda gelombang. Pengaruh tinggi gelombang akan semakin berkurang dengan semakin besarnya ukuran kapal, namun demikian perlu dibatasi agar tidak menghambat maupun membahayakan kapal ketika melakukan manuver sandar maupun melakukan kegiatan bongkar muat. Batas tinggi gelombang maksimum pada pelabuhan penyeberangan agar kapal masih memungkinkan melakukan kegitan terutama proses bongkar muat kendaraan, dapat diambil nilai dari Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour In Japan – OCDI 2009 sebagaimana dalam Tabel 2.8. Tabel 2.8. Batas tinggi gelombang pada beberapa ukuran kapal
Catatan: - Kapal ukuran kecil adalah < 500 GRT - Kapal ukuran besar adalah kapal > 50.000 GRT Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan.
c) Layout breakwater Konstruksi breakwater agar berfungsi sebagaimana mestinya, maka layout breakwater dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Breakwater harus ditempatkan sedemikian hingga posisi pintu masuk kolam pelabuhan tidak menghadap ke arah datangnya gelombang dominan, sehingga mengurangi masuknya gelombang ke arah kolam. 2 - 50
2) Letak breakwater diatur sedemikian rupa sehingga efektif melindungi pelabuhan dari gelombang dominan maupun gelombang tertinggi. 3) Pintu masuk kolam pelabuhan harus memiliki lebar efektif yang cukup sehingga tidak menghambat lalu lintas pelayaran kapal dan harus memperhatikan arah jalur pelayaran, sehingga memudahkan lalu lintas pelayaran. Pengertian “lebar efektif pintu masuk kolam pelabuhan” adalah lebar alur masuk pada kedalaman tertentu. 4) Lokasi breakwater harus pada tempat dengan arus pasang surut di sekitar pintu masuk kolam pelabuhan sekecil mungkin, sebaiknya kurang dari 3 knot. Jika kecepatan arus tinggi, maka perlu dilakukan langkah-langkah penanggulangan. 5) Pengaruh gelombang pantul, gelombang Mach-stem dan gelombang yang terkonsentrasi pada jalur pelayaran dan kolam pelabuhan harus kecil. 6) Breakwater harus mencakup perlindungan terhadap kawasan perairan yang diperlukan kapal bersandar, proses bongkar muat dan berlabuh. 7) Oleh karena arah gelombang dominan tidak selalu sama dengan arah gelombang tertinggi, maka dalam pembuatan layout breakwater harus melalui pertimbangan menyeluruh dari berbagai faktor, seperti kondisi kapal, biaya pembangunan, pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan dan faktor kemudahan dan kesulitan dalam pemeliharaan. 8) Pada pembangunan breakwater, aspek ekonomis harus diperhatikan dengan mempertimbangkan kondisi alam dan kondisi pelaksanaan. 9) Penempatan
lokasi
breakwater
sedemikian
hingga
tidak
mempengaruhi rencana pengembangan pelabuhan dimasa mendatang. d) Pemilihan tipe struktur Beberapa tipe breakwater yaitu tipe gravity, tipe tiang pancang dan tipe apung (floating). Dalam hal ini breakwater tipe apung tidak dibahas, mengingat umumnya pelabuhan-pelabuhan penyeberangan di Indonesia 2 - 51
menggunakan breakwater tipe gravity dan tipe tiang pancang. Breakwater tipe gravity terdiri dari composite breakwater, upright breakwater dan sloping breakwater. Pertimbangan dalam pemilihan tipe struktur breakwater didasarkan faktor-faktor sebagai berikut: 1) Kondisi layout breakwater 2) Kedalaman perairan 3) Kondisi tanah dasar perairan 4) Fungsi pelayanan 5) Tingkat pentingnya kontruksi breakwater 6) Aspek kemudahan pelaksanaan 7) Ketersediaan material 8) Aspek biaya konstruksi 9) Aspek kemudahan pemeliharaan e) Composit breakwater – gravity type Bentuk penampang composit breakwater diperlihatkan dalam Gambar 2.18 berikut.
a. Tipe caisson
b. Tipe cellular concrete block
2 - 52
c. Tipe concrete block Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan.
Gambar 2.18. Penampang composite breakwater Elevasi puncak struktur pada composit breakwater ditentukan sebesar 0.6 kali tinggi gelombang signifikan (H1/3) di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL). Dalam hal ini, elevasi puncak harus ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti ketenangan kolam pelabuhan dan perlindungan terhadap seluruh fasilitas pelabuhan. Pada breakwater eksisting, elevasi puncak breakwater ditentukan sebagai berikut: 1. Kolam pelabuhan tempat kapal besar berlabuh dengan area perairan di belakang breakwater sangat luas sehingga overtopping sampai batas tertentu diijinkan, tinggi puncak breakwater ditentukan sebesar 0.6 H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL) dalam situasi bukan diperlukan untuk memperhitungkan pengaruh gelombang badai. 2. Kolam pelabuhan di sisi belakang breakwater dengan area yang sempit dan digunakan untuk kapal-kapal kecil, maka overtopping gelombang harus sedapat mungkin dicegah. Oleh karenanya tinggi puncak breakwater ditentukan sebesar 1.25 H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL). Jika kondisi tanah bersifat lunak dan penurunan (settlement) dapat diperkirakan, maka tinggi puncak breakwater harus mencakup batas ketinggian akhir. Sedangkan jika kondisi tanah bersifat lunak dan penurunan sangat tinggi atau batu terus menerus mengalami penurunan, 2 - 53
maka harus dilakukan penanggulangan seperti perbaikan tanah atau penggunaan matras dibawah rubble mound untuk memeratakan beban konstruksi breakwater. Ketebalan crown beton minimum 2 m dengan tinggi gelombang signifikan sebesar 2,0 m atau lebih dan minimum 50 cm untuk tinggi gelombang signifikan kurang dari 2 m untuk menghindari kerusakan akibat overtopping. Tinggi puncak caissons biasanya dibuat lebih tinggi dari muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL) untuk memudahkan dalam penempatan caissons, pengisian pasir dan penempatan tutup dan crown beton. Ketebalan tutup beton hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi gelombang dan kondisi konstruksi, biasanya sebesar 30 cm atau lebih besar, dan 50 cm atau lebih besar pada lokasi dengan gelombang besar. Crown beton diletakkan sedemikian agar menjadi satu dengan badan breakwater. Sendi longitudinal hendaknya ditentukan pada jarak yang tepat atau pada sambungan antar caisson saat caisson dipergunakan. Sambungan longitudinal hendaknya diletakkan dengan jarak 10 – 20 cm pada crown beton untuk breakwater monolitik dengan beton insitu. Dalam hal breakwater tipe blok, sebaiknya tinggi puncak blok atau cellular block pada lapisan teratas diset lebih tinggi dari muka air rata-rata (MWL), jika memungkinkan lebih tinggi dari muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL). Sebaiknya kedalaman air pada elevasi atas susunan batu sedalam mungkin terkait untuk menghindari adanya gaya gelombang impulsive. Untuk caisson, permukaan tegak harus ditempatkan pada kedalaman yang memungkinkan untuk dipasang. Rubble mound pada sisi laut harus cukup lebar, tergantung dari tinggi gelombang untuk mengurangi semaksimal mungkin efek merugikan dari gaya gelombang impulsive. Lebar tanggul (berm) rubble mound harus diatur sehingga memenuhi stabilitas yang ditentukan terhadap keruntuhan tanah dan beban eksentrisitas. Sebaiknya lebar tanggul ditentukan sebesar 5 m atau lebih 2 - 54
tidak termasuk footing, dimaksudkan untuk mengurangi efek merugikan dari gaya gelombang impulsive. Sedangkan pada sisi pelabuhan, lebar tanggul (berm) diambil 2/3 dari lebar tanggul pada sisi laut. Lebar tanggul (berm) sisi kolam pelabuhan dapat dihitung dengan persamaan yang diusulkan Yoshioka at al. sebagai berikut. BM = 1,0 + 0,2 H1/3 + 0,3 (Hc + Tu) + 0,2 Bc Dimana : H1/3
: tinggi gelombang signifikan (m)
Hc
: tinggi caisson (m)
Tu
: ketebalan superstruktur (tidak termasuk parapet) (m)
Bc
: lebar breakwater (tidak termasuk footing) (m)
Pondasi rubble mound efektif untuk memeratakan berat dari bagian tegak (upright), untuk menjaga kerataan pada bagian tegak diletakkan dan untuk mencegah penggerusan akibat gelombang. Agar dapat berfungsi dengan baik, maka ketebalan rubble mound diambil sebesar 1,5 meter atau lebih. Kemiringan pondasi rubble mound ditentukan berdasarkan perhitungan stabilitas. Dalam beberapa hal, kemiringan pada sisi laut dari breakwater biasanya diambil antara 1 : 2 sampai 1 : 3 dan kemiringan pada sisi kolam pelabuhan antara 1 : 1,5 sampai 1 : 2 tergantung dari kondisi gelombang. Pondasi rubble mound pada composite breakwater sangat penting untuk menentukan stabilitas bagian tegak (upright section). Terutama jika rubblemound di bawah upright section tergerus atau runtuh, bagian struktur tegak tersebut akan miring atau mengalami gelincir (sliding), hingga struktur tegak akan roboh. Sehingga penting untuk melindungi rubble mound dengan blok-blok pelindung kaki rubble mound dan mencegah kerusakan karena penggerusan yang diakibatkan oleh pengaruh gelombang maupun arus. Dianjurkan untuk menempatkan dua baris atau lebih blok-blok pelindung kaki rubble mound di sisi laut pada struktur tegak breakwater dan satu baris atau lebih di sisi kolam pelabuhan. Ketentuan ketebalan blok-blok pelindung kaki rubble mound ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut. 2 - 55
t/H1/3 = df (h’/h)-0,787 dimana: t
: ketebalan blok pelindung kaki rubble mound
df
: 0,18 pada bagian trunk dan 0,21 pada bagian head
h
: kedalaman air rencana (m)
h’
: kedalaman air pada puncak fundasi rubble mound (tidak termasuk pelindung kaki rubble mound) (m) Dalam penerapan h’/h = 0,4 – 1,0
Untuk perhitungan dimensi pelindung kaki rubble mound, ketebalan yang diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan tersebut diatas sedangkan dimensi dapat ditentukan menggunakan table berikut: Tabel 2.9. Persyaratan ketebalan dan dimensi blok pelindung kaki rubble mound
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
f) Upright breakwater – gravity type Bentuk penampang upright breakwater hampir sama dengan tipe composit seperti dalam Gambar 2.19 berikut.
2 - 56
a. Tipe caisson
b. Tipe concrete block Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan.
Gambar 2.19. Penampang composite breakwater Ketentuan-ketentuan pada upright breakwater dapat dilakukan dengan menerapkan ketentuan pada composit breakwater. g) Sloping breakwater – gravity type Bentuk penampang sloping breakwater hampir sama dengan tipe composit seperti dalam Gambar 2.20 berikut.
a. Tipe rubble mound
2 - 57
a. Tipe concrete block Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan.
Gambar 2.20. Penampang composite breakwater Elevasi puncak struktur sloping breakwater dapat ditentukan dan diset seperti halnya pada composit breakwater. Lebar puncak breakwater ditentukan berdasarkan hasil uji model yang sesuai. Oleh karena sloping breakwater bersifat meneruskan gelombang, maka perlu diperhatikan dalam menetapkan tinggi puncak breakwater, mengingat suatu kasus dengan tinggi gelombang yang diteruskan kedalam kolam pelabuhan lebih besar dibanding pada upright breakwater dengan elevasi puncak yang sama. Gradien kemiringan hendaknya ditentukan berdasarkan perhitungan stabilitas. Untuk breakwater yang dibangun pada tanah lunak, elevasi puncak dan metode konstruksi ditentukan seperti halnya pada composite breakwater. Jika puncak breakwater yang dilapis dengan blok beton diset pada elevasi 0,6H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL), maka lebar puncak breakwater sebanding dengan tiga blok beton atau lebih, sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.21. Oleh karena stabilitas bagian atas breakwater akan tergantung pada karakteristik batuan dan kondisi gelombang, maka untuk menentukan lebar puncak didasarkan pada uji model hidrolika.
2 - 58
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Gambar 2.21. Lebar puncak sloping breakwater Dalam beberapa hal, gradien kemiringan rubble mound pada tipe sloping sebesar 1:2 untuk sisi breakwater bagian laut dan 1:1,5 untuk sisi bagian kolam, dan sebesar 1:3 sampai 1:5 dalam hal breakwater dilapis dengan blok beton yang disusun acak. Jika gradien kemiringan dan berat batu berbeda antara bagian atas dan bagian bawah pada kemiringan di sisi bagian laut breakwater, maka titik pada gradien dan berat batu berbeda harus lebih dalam 1,5H1/3 di bawah muka air rencana. Kebutuhan berat per unit material untuk lapisan pelindung (armour) dihitung dengan menggunakan formula Hudson:
W
Wr . H D 3 K D . X 3 cot
Dimana: W
: berat satuan lapisan armour (ton)
Wr : berat jenis saturated lapisan armour (t/m3) HD
: tinggi gelombang rencana pada lokasi struktur (m)
X
: Specific grafity lapisan armour dalam air : Wr/Ww – 1
Ww : berat jenis air (air tawar: 0,981 t/m3; air laut: 1,050 t/m3)
: sudut kemiringan breakwater
KD
: koefisien stabilitas (lihat Tabel 2.10)
2 - 59
Kebutuhan berat batu dan blok dibawah material armour sebaiknya 1/10 sampai 1/15 kali berat armour. Sedangkan berat batu pada lapis di bawahnya sebaiknya 1/20 dari berat batu lapisan tersebut. Tabel 2.10. Nilai KD untuk menentukan berat per unit armour
Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume I. Washington DC
h) Breakwater tipe tiang pancang Bentuk penampang breakwater tipe tiang pancang seperti dalam Gambar 2.20 berikut.
2 - 60
a. Tipe dinding beton
a. Tipe combi wall Sumber : Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga Penyeberangan Merak. Artikel LLASDP. Info Hubdat.
Gambar 2.22. Breakwater tipe tiang pancang Breakwater tipe tiang pancang merupakan tipe non graviti, terbagi dalam curtain wall breakwater dan steel pipe pile breakwater (breakwater tiang pancang pipa baja). Curtain wall breakwater adalah breakwater permeabel terdiri dari tiang pancang dan dinding tegak yang terbuat dari beton, sheet pile atau rib baja. Sedangkan breakwater tiang pancang pipa baja adalah breakwater tanpa curtain sehingga gelombang ditahan hanya oleh tiang pancang. Dalam pemilihan struktur breakwater tipe dinding tirai sebaiknya mempertimbangkan koefisien pantulan dan penyebaran gelombang, bila perlu melakukan kajian kinerja breakwater melalui uji model hidrolika. 2 - 61
Tipe dan bentuk struktur breakwater curtain wall ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi laut, penentuan koefisien pantulan, penentuan koefisien penyebaran dan kemudahan pelaksanaan. Dalam penetapan penampang breakwater curtain wall, termasuk tinggi crown, kedalaman ujung bawah curtain dan ukuran celah pada curtain dan dalam hal breakwater dinding ganda (double curtain walled breakwater), dan jarak antara curtain wall, sebaiknya didasarkan pada uji model yang disesuaikan untuk kondisi ini. Sebaiknya dimensi elemen, seperti curtain wall dan tiang pancang ditentukan dengan mempertimbangkan jarak antara tiang pancang dalam arah memanjang breakwater. Contoh uji model untuk breakwater dinding tunggal (single curtain walled breakwater) oleh Morihira et.al. Kedalaman ujung bawah curtain wall ditentukan dari Gambar 2.23. Jika koefisien penyebaran gelombang ditentukan, tinggi crown curtain wall dapat ditentukan dari gambar 2.24. Akan tetapi tinggi crown curtain pada gambar 2.24 harus dikoreksi sehingga R/H = 1,25 dan d/h = 1,0, dan tidak menunjukan puncak breakwater yang mampu mencegah overtopping. Pada gambar, d adalah kedalaman ujung bawah curtain, h adalah kedalaman air laut, L adalah panjang gelombang R adalah tinggi crown pada curtain dan H adalah tinggi gelombang. Hubungan koefisien pantulan gelombang pada gelombang curtain wall tunggal ditunjukkan pada gambar 2.25. Pada breakwater tiang pancang pipa baja, jika pipa baja dipancang dengan terdapat ruang antara tiang, maka struktur dapat berfungsi sebagai breakwater tipe permeable. Berdasarkan penelitian Hayashi et al., rasio antara ruang antar pipa dan diameter pipa atau rasio b/D, dan koefisien penyebaran gelombang T , ditunjukan sebagaimana dalam gambar 2.26. Momen akibat gaya gelombang akan berkurang sesuai dengan bertambahnya ruang antara tiang, hingga pada batas sekitar b/D = 0,1. Penggunaan breakwater tipe ini perlu diperhatian adanya pengikisan pada tanah dasar di antara tiang pancang.
2 - 62
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Gambar 2.23. Hubungan
antara
d/h
dan
koefisien
penyebaran
gelombang (single curtain wall)
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Gambar 2.24. Kurva penghitungan tinggi crown (single curtain wall)
2 - 63
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Gambar 2.25. Hubungan antara d/h dan koefisien pantulan gelombang (single curtain wall)
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan
Gambar 2.26. Hubungan antara rasio jarak tiang/diameter tiang dan koefisien penyebaran gelombang (single curtain wall) 2 - 64
2. Konstruksi Groin Groin adalah bangunan pelindung pantai, biasanya dibuat tegak lurus pantai yang berfungsi menahan transpor sedimen sehingga dapat mengurangi atau menghentikan erosi pantai. Bangunan ini dapat pula sebagai pengendali material sedimen (sediment control) yang masuk ke pelabuhan, sehingga dapat mencegah atau mengurai pendangkalan pada kolam pelabuhan. Groin dibagi dalam beberapa tipe diantaranya yaitu: a) Groin kayu (timber groins), adalah struktur impermeabel yang tersusun dari sheet pile kayu dan tiang pancang kayu. Namun beberapa groin kayu permabel telah dibuat dengan cara menyediakan ruang atau celah diantara sheet pile. Tiang pancang kayu sebagai struktur utama sekurangkurangnya berdiameter 30 cm dan balok memanjang sebagai wale berdiameter minimal 20 cm.
Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume II. Washington DC
Gambar 2.26. Groin kayu b) Groin baja (steel groins), terdiri dari struktur cantilever steel sheet pile groin, struktur timber steel sheet pile groin dan struktur cellular steel sheet pile groin. Tipe sheet pile pada timber steel sheet pile groin dapat menggunakan Z pile, arch web pile atau straight web pile. Sama halnya dengan groin kayu, groin baja juga telah dibuat permeabel dengan cara memotong sheet pile. Pemilihan tipe sheet pile tergantung pada gaya tekanan tanah yang ditahan. Jika perbedaan beban kecil, dapat menggunakan straight web pile. Jika perbedaan beban besar, digunakan deep web Z pile. Struktur cantilever steel sheet pile groin digunakan jika 2 - 65
gelombang dan gaya tekanan tanah sedang. Sedangkan struktur cellular steel sheet pile groin digunakan jika menggunakan sheet pile, kedalaman penetrasi tiang diperkirakan tidak mencukupi untuk stabilitas struktur.
a. Timber steel sheet pile groin
b. Cantilever steel sheet pile groin
c. Cellular steel sheet pile groin Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume II. Washington DC
Gambar 2.27. Groin baja 2 - 66
c) Groin beton (concrete groins), adalah groin premabel, terdiri dari sheet pile beton, tiang beton prategang dan topi dari beton cor di tempat.
Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume II. Washington DC
Gambar 2.28. Groin beton d) Groin timbunan batu (rubble mound groins), adalah konstruksi groin dengan material komponen inti dari quarry run, termasuk material berbutir halus untuk menjadikan konstruksi kedap dan dilapis dengan armour stone. Jika permeabilitas groin timbunan batu menjadi masalah, maka rongga-rongga antara batu armour pada puncak groin dapat diisi dengan beton atau aspal.
Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume II. Washington DC
Gambar 2.29. Groin timbunan batu Pemilihan tipe groin didasarkan atas beberapa faktor. Sehubungan dengan kondisi lokasi, perlu dilakukan penyelidikan tanah melalui pengeboran dalam untuk mengetahui kondisi tanah berkaitan dengan kedalaman tiang yang direncanakan. Jika kondisi tanah memungkinkan kedalaman penetrasi tiang pancang dangkal, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan struktur 2 - 67
groin tipe gravity seperti timbunan batu (rubble mound) atau cellular steel sheet pile. Apabila kondisi tanah memungkinkan untuk kedalaman penetrasi baik, maka dipertimbangkan menggunakan struktur groin tipe kantilever yang terbuat dari kayu, sheet pile baja atau beton. Adanya pengaruh material dalam pemilihan tipe groin dikarenakan pertimbangan faktor biaya. Pada pemilihan tipe groin perlu dipertimbangkan pula faktor pemeliharaan, jangka waktu perlindungan yang diperlukan dan ketersediaan dana untuk pembangunan awal. Layout groin dibuat dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Groin harus berada di lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan karakteristik perpindahan sedimen, agar penggunaannya diharapkan berfungsi mengendalikan transpor sediman sepanjang pantai. 2) Groin di sisi updrift pada transpor sedimen sepanjang pantai harus berada tegak lurus garis pantai pada surf zone hingga ke bagian yang dangkal, dan pada perairan yang lebih dalam harus berada sedemikian hingga littoral drift disebar ke sisi luar pintu masuk kolam pelabuhan. 3) Dalam hal groin dibangun di sisi downdrift pada transpor sedimen sepanjang pantai dalam rangka untuk mencegah masuknya littoral drift ke dalam kolam pelabuhan, groin harus dibangun tegak lurus garis pantai dan juga harus memiliki panjang yang cukup dengan mempertimbangkan arah dan transformasi gelombang. Namun demikian jika groin berfungsi pula sebagai
breakwater,
maka
layout
groin
harus
dibuat
dengan
mempertimbangkan sesuai fungsinya sebagai breakwater. 4) Jika groin diperlukan pada tempat seperti sekitar alur pelayaran pelabuhan, maka groin dibangun di lokasi yang mempertimbangkan kondisi alam. Karena fungsi groin diperlukan untuk menghentikan transpor sedimen, maka groin harus memiliki struktur kedap (impermeable). Jika timbunan batu atau blok beton digunakan untuk membangun groin di sekitar garis pantai, maka material inti (core) menggunakan quarry run atau batu-batu kecil antara 100 2 - 68
kg sampai 200 kg, atau dapat pula groin pada sisi bagian kolam dilapis dengan material impermeabel sejenis aspal mastik pasir. Meskipun sebaiknya groin tidak diperbolehkan sampai overtopping untuk mencegah masuknya sedimen layang (suspended), namun ada juga yang sampai overtopping karena pertimbangan keterbatasan-keterbatasan struktur atau biaya konstruksi. Tinggi crown ditentukan melalui pertimbangan sebagai berikut: 1) Bagian di sekitar garis pantai Sebaiknya ketinggian crown groin pada bagian di sekitar garis pantai cukup tinggi untuk menghindari overtopping oleh gelombang running-up. Karena pasir yang terbawa gelombang run-up mampu melampaui puncak groin pada bagian di sekitar garis pantai, maka puncak groin harus cukup tinggi. Dalam memperkirakan kondisi setelah konstruksi, sebaiknya menaikkan tinggi crown atau memperpanjang groin ke arah darat. 2) Bagian di lokasi lebih dangkal dari kedalaman garis gelombang pecah. Elevasi crown groin di bagian ini sebesar 0,6H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL), dengan 0,6H1/3 adalah tinggi gelombang signifikan di sekitar ujung bawah groin. 3) Bagian di lokasi lebih dalam dari kedalaman garis gelombang pecah. Elevasi crown groin di bagian ini tingginya diperoleh dengan menambahkan besaran tertentu pada muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL). Pada kedalaman air lebih dalam dari zona gelombang pecah, sedimen layang terkonsentrasi dekat dasar laut (sea bed) dan air yang melampaui crown hampir tidak mengandung sedimen, sehingga overtopping diperbolehkan. I. Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. Dengan demikian 2 - 69
kolam pelabuhan harus tenang, memiliki luas dan kedalaman yang cukup, agar kapal dapat berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat barang. Ukuran kolam pelabuhan harus memenuhi sebagai berikut: 1) Kolam pelabuhan yang digunakan untuk kapal-kapal berlabuh harus memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan jari-jari yang ditentukan melalui penambahan nilai tertentu pada panjang kapal. 2) Kolam pelabuhan di areal dermaga harus memiliki panjang dan lebar yang lebih besar daripada panjang dan lebar kapal. 3) Kolam pelabuhan yang disediakan bagi kapal untuk berputar melalui haluan harus memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan radius yang ditentukan sebesar 1,5 kali panjang kapal. Keperluan areal dan kedalaman untuk operasional sandar dan olah gerak kapal ini ditentukan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, yaitu: 1. Areal untuk sandar kapal A = 1,8 L x 1,5 L A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal L = panjang kapal maksimum yang sandar 2. Areal kolam putar A = N x x D2/4 D > 3L A = Luas areal kolam putar D = diameter kolam putar N = jumlah kolam putar L = panjang kapal maksimum 3. Kedalaman air kolam pelabuhan Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan dengan menambahkan minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman ke beban muatan penuh (full load draft). 2 - 70
J. Alur Pelayaran Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam penetapan alur pelayaran yaitu: 1. Lebar alur pelayaran a) Berdasarka kelas alur pelayaran di Indonesia, sebagaimana dalam tabel berikut. Tabel 2.11. Pembagian Kelas Alur Pelayaran di Indonesia No
INTERVAL KELAS ALUR
INTERVAL DRAFT KAPAL
1 2 3 4 5 6 7
I II III IV V VI VII
≥7 5.9 – 6.9 4.8 - 5.8 3.7 – 4.7 2.6 – 3.6 1.5 – 2.5 ≤ 1.4
LEBAR ALUR PELAYARAN 1x 1,5 x PANJANG PANJANG KAPAL KAPAL ≥ 127 ≥ 190 107 – 126 160 – 189 87 - 106 130 – 159 67 – 86 100 – 129 47 – 66 70 – 99 27 – 46 40 – 69 ≤ 26 ≤ 39
GRT (TON)
KECEPATAN
KETINGGIAN
≥ 6710 3900 – 6709 2039 – 3899 915 – 2038 307 – 914 57 – 306 ≤ 56
≥ 27 23 – 26 19.4 – 22.9 15.8 – 19.3 12.2 – 15.7 8.6 – 12.1 8.5 ≤
≥ 11.7 10 – 11.6 8.3 – 9.9 6.6 – 8.2 4.9 – 6.5 3.2 – 4.8 ≤ 3.1
b) Berdasarkan Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan, Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Perhubungan Laut. 2002 No 1
2
3
Pemanfaatan Alur
Kondisi Alur
Lebar Alur
Kapal tidak berpapasan
5W
Kapal sering berpapasan (frekuensi lalu lintas kapal cukup banyak
7W + 30 m
Kapal jarang berpapasan (frekuensi lalu lintas kapal relatif sedikit)
4W + 30m
Kapal sering berpapasan
9W + 30m
Kapal jarang berpapasan
6W + 30m
Satu Jalur
Dua jalur dan alur relatif panjang
Dua jalur dan alur melengkung
Keterangan : W = lebar kapal rencana
c) Berdasarkan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, lebar alur pelayaran ditentukan sebagai berikut: A = 9 B + 30 m A = Lebar alur pelayaran L = Lebar kapal maksimum 2 - 71
2. Kedalaman alur pelayaran Kedalaman alur pelayaran Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan dengan menambahkan minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman ke beban muatan penuh (full load draft). 3. Ruang bebas (air clearance) Ruang bebas atau air clearence adalah jarak vertikal antara permukaan air terhadap bagian terendah dari suatu bangunan yang melintas di atas alur yang digunakan untuk kepentingan kapal. Berdasarkan PM No. 68 Tahun 2011 Pasal 46 Ayat (2) disebutkan bahwa ruang bebas udara dihitung dengan memperhatikan: a. Bentangan jembatan. b. Kepadatan lalu lintas kapal (traffic), dan pesawat udara c. dimensi kapal, kondisi alur d. air pasang tertinggi e. tinggi tiang utama kapal f. gelombang g. kedalaman perairan h. pilar konstruksi jembatan
Gambar 2.29. Ruang Bebas Udara
2 - 72
Dengan mengadopsi dari Peraturan ini, maka ruang bebas dapat ditentukan sebagai berikut: Tinggi Ruang Bebas= (HHWL + TM) + {(HHWL + TM) x Fk} TM
= SM + TK + M
HHWL
: tinggi air pasang tertinggi (High Highest Water Level)
TM
: tinggi maksimum kapal (m)
SM
: freeboard + draft maksimum
M
: tinggi tiang utama (mast)
TK
: tinggi muatan/tinggi crane
Fk
: faktor keselamatan 10 %
Dalam peraturan Fisheries and Oceans Canada: “Safe Waterways Part-1a: Guidelines For The Safe Design of Commercial Shipping Channels”, mensyaratkan bahwa jarak antara bagian tertinggi kapal dengan elemen jembatan terendah tergantung pada karakteristik pergerakan kapal dan harus tidak kurang dari 3 m.
2 - 73
BAB III METODE STUDI
A. Metode Pelaksanaan Studi Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan sekunder, serta melakukan analisis untuk merumuskan konsep standar prasarana di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Disamping pengumpulan data primer dan sekunder, melakukan pula diskusi dengan instansi-instansi di lokasi survey terkait dengan fasilitas prasarana yang ada. Pekerjaan studi ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap. Tahapan kegiatan tersebut dilaksanakan sedemikian sehingga kelancaran pekerjaan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan dan terkoordinasi. Adapun urutan pelaksanaan setiap tahap kegiatan ini dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
3-1
PERSIAPAN Koordinasi Tim Perencana Inventarisasi Data Awal
LAPORAN PENDAHULUAN Analisis dan Evaluasi Data Awal Penyusunan Laporan Pembahasan Laporan
TINJAUAN LOKASI Inventarisasi Data Primer/Sekunder Benchmarking/Studi Literatur/Studi Banding Inventarisasi dan Identifikasi Prasarana
LAPORAN ANTARA Analisis dan Identifikasi Data Lapangan Rencana Tindak Lanjut Penyusunan Laporan Pembahasan Laporan
RANCANGAN LAPORAN AKHIR Analisis/Perumusan dan Standar Evaluasi Kebijakan Penyusunan Rancangan Naskah Akademik Penyusunan Laporan Pembahasan Laporan
LAPORAN AKHIR Perbaikan dan Penyempurnaan Laporan Perbaikan dan Penyempurnaan Naskah Akademik
Gambar 3.1. Bagan Alur Kegiatan B. Jangka Waktu dan Lokasi Studi Kegiatan Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan dilaksanakan dalam waktu selama 8 (delapan) bulan. Adapun tempat kegiatan dilaksanakan di Jakarta, sedangkan pelaksanaan survey pengumpulan data di lapangan dilakukan di Medan, Palembang, Palangkaraya dan Merak.
3-2
C. Sumber Data Data sekunder dan primer yang dikumpulkan melalui survey lapangan di 4 (empat) lokasi, masing-masing di lokasi Medan, Palembang, Palangkaraya dan Merak meliputi sebagai berikut: 1. Lokasi Medan dilakukan di Pelabuhan Ajibata, Pelabuhan Nainggolan dan Pelabuhan Simanindo. 2. Lokasi Palembang dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Palembang 3 Ilir. 3. Lokasi Palangkaraya dilakukan di Pelabuhan Rambang. 4. Lokasi Merak dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Merak. Data yang diperlukan mencakup data prasarana transportasi yang tersedia di pelabuhan lokasi survey, dalam hal ini fasilitas sandar dan tambat, fasilitas bongkar muat, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas kolam pelabuhan, fasilitas alur pelayaran dan prosedur pemeliharaan yang diterapkan. Adapun pihak-pihak yang terkait sebagai sumber data adalah penyelenggara pelabuhan, operator kapal dan pengguna jasa/penumpang. D. Metoda Pengumpulan Data Data penunjang yang diperlukan untuk analisis studi ini terdiri dari: 1. Data sekunder Data sekunder yang diperlukan berupa dokumen regulasi, dokumen studi atau perencanaan prasarana, peraturan dan standar, literatur maupun publikasi yang terkait sebagai bahan acuan untuk materi yang akan distandarkan. Data sekunder ini untuk selanjutnya dilakukan telaahan terkait dengan prasarana SDP agar dapat menghasilkan naskah akademik sebagaimana dalam KAK. 2. Data primer Berupa data-data fasilitas yang akan distandarkan, terkait dengan fasilitas sandar dan tambat, fasilitas dermaga dan pemeliharaannya, prasarana pengaman pelabuhan, kolam pelabuhan, fasilitas bongkar muat dan fasilitas alur pelayaran. 3-3
Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan survey lapangan. Survey untuk memperoleh data primer ini dilakukan dengan cara: - Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi alam masing-masing lokasi, ketersediaan dan kondisi prasarana, karakteristik dan banyaknya sarana yang beroperasi. - Melakukan
wawancara
dengan
aparat
daerah,
penyelenggara
pelabuhan/regulator serta dengan operator kapal untuk memperoleh informasi
tentang
permasalahan
kegiatan-kegiatan
operasional
baik
dan
perawatannya
operasional
pelabuhan
serta
maupun
operasional kapal. - Melakukan kegiatan quezioner kepada responden untuk memperoleh informasi dan harapan mengenai tingkat pelayanan. E. Analisis Penyusunan Naskah Akademis Pada tahap analisis penyusunan naskah akademis, secara singkat dapat dilihat dalam bagan alur pelaksanaan analisis naskah akademis. Surevy Lokasi dan Pengumpulan Data
Data Fasilitas Sandar dan Tambat
Data Perawatan Fasilitas Dermaga
Data Prasarana Pengaman Pelabuhan
Data Kolam Pelabuhan
Data Fasilitas Bongkar Muat
Data Alur Pelayaran
- fender - bollard
- dermaga - fender - bollard
- breakwater - groin
kedalaman kolam dimensi kolam
plengsengan ponton movable bridge
lebar alur kedalaman alur ruang bebas
Identifikasi dan analisis kelaikan teknis prasarana
Perumusan Standar teknis prasarana
Konsep Standar Prasarana SDP
Gambar 3.2: Bagan Alur Pelaksanaan Analisis 3-4
Metoda penyusunan naskah akademis akan mengikuti prosedur sebagaimana dalam Keputusan Kepala Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan Nomor KP. 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Penulisan Kajian, Penelitian dan Studi Di Lingkungan Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan berikut lampirannya.
3-5
BAB IV LAPORAN SURVEY LAPANGAN
Batasan laporan hasil survey prasarana pelabuhan yang dituangkan dalam bab ini meliputi fasilitas-fasilitas prasarana pelabuhan yang terkait dengan studi. Adapun lokasi survey pengambilan data dilakukan di lokasi Merak yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Merak, di lokasi Palembang yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Palembang, di lokasi Palangkaraya yaitu di Pelabuhan Sungai Rambang dan di lokasi Medan yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Danau Ajibata, Pelabuhan Penyeberangan Danau Simanindo dan Pelabuhan Danau Nainggolan. A. Lokasi Merak Lokasi survey di Merak dalam studi ini merupakan survey transportasi penyeberangan di Pelabuhan Penyeberangan Merak. 1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Merak Pelabuhan Penyeberangan Merak merupakan pelabuhan umum yang melayani lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dengan jarak tempuh 15 mile. Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak. Khusus untuk Dermaga IV, penggelolaannya di bawah PT. Infinity Indosakti KSO dengan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero). Lintas penyeberangan Merak - Bakauheni merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai KM. 64 Tahun 1989 menghubungkan Provinsi Banten dan Provinsi Lampung. Pelabuhan Penyeberangan Merak berfungsi sebagai jembatan utama yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lintas penyeberangan Merak
–
Bakauheni
merupakan
salah
satu
lintasan
angkutan
penyeberangan yang cukup strategis di Indonesia. Lintas penyeberangan ini merupakan tulang punggung transportasi darat dari dan ke kota-kota di pulau Jawa dan Sumatera. Hal ini terlihat bahwa pada periode tertentu di kedua pelabuhan penyeberangan tersebut sering terjadi kekurangan 4-1
pelayanan yang menimbulkan antrian kendaraan dan penumpang yang menunggu di pelabuhan terutama pada waktu-waktu musim liburan. Gambaran jumlah penumpang dan kendaraan di lintas penyeberangan Merak-Bakauheni ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
Gambar 4.1. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Merak Tabel 4.1. Produksi angkutan lintas penyeberangan Merak – Bakauheni Tahun 2005 - 2011 NO. 1.
JENIS KARCIS
2005
2006
2007
PRODUKSI TAHUN 2008
2009
2010
2011
JUMLAH TRIP a. Kapal Cepat b. Kapal Ro-Ro
6,235 20,940
3,501 21,304
2,490 21,271
1,302 25,278
1,290 26,315
820 26,291
444 29,431
(c) (d)
316,394 12,264
234,839 12,121
155,113 9,423
93,689 6,696
79,106 5,868
44,775 3,328
23,464 1,759
328,658
246,960
164,536
100,385
84,974
48,103
25,223
1,958,714 90,571 2,049,285
1,600,694 84,030 1,684,724
1,385,285 88,595 1,473,880
1,507,655 96,657 1,604,312
1,398,580 113,073 1,511,653
1,287,116 113,870 1,450,002
1,200,186 121,926 1,322,112
2,377,943
1,931,684
1,638,416
1,704,697
1,596,627
1,498,105
1,347,335
0 120,096 211 415,135 80,427 21,727 264,856 61,754 274,684 78,207 10,330
0 170,639 226 369,981 77,157 20,922 234,981 54,181 281,768 73,931 13,309
0 195,813 134 381,825 107,767 20,405 263,609 56,128 307,668 76,161 14,569
13 239,310 123 469,182 120,078 22,218 280,680 69,236 346,138 94,100 17,679
31 255,200 241 487,852 80,114 21,657 270,781 67,895 342,680 104,027 13,876
49 268,965 282 517,804 105,825 21,684 289,694 69,624 364,733 118,509 16,503
72 286,467 438 559,297 125,339 20,631 333,700 75,098 398,264 141,983 23,436
1,327,427
1,297,095
1,424,079
1,658,757
1,644,354
1,773,672
1,964,725
Bisnis Dewasa Bisnis Anak
Sub Jumlah
e. Ekonomi B Dewasa f. Ekonomi B Anak Sub Jumlah Jumlah ( a + b ) a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.
Golongan I Golongan II Golongan III Golongan IV Pnp Golongan IV Brg Golongan V Pnp Golongan V Brg Golongan VI Pnp Golongan VI Brg Golongan VII Golongan VIII
Sub Jumlah
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak
4-2
Pelabuhan Penyeberangan Merak yang menempati areal seluas 150,615 m2, saat ini mengoperasikan 5 unit dermaga. Dermaga yang beroperasi melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 28 unit bobot hingga 12.500 GRT. Namun demikian pada waktu-waktu tertentu terutama saat musim liburan, kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan Merak – Bakau dapat mencapai 37 unit. Tabel 4.2 Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Merak-Bakauheni NAMA PERUSAHAAN
1.
PT. ASDP
2.
PT. J L Ferry
3.
PT. S P Ferry
4.
PT. Windu Karsa
5.
PT. A L P
6 7 8.
PT. HM Baruna PT. G M P PT. J M Ferry
9 PT. Tri Sumaja L 10. PT. B S P Ferry 11 12 13
PT. Tribuana A N PT. S M S PT. D L U
15
PT. LABRITA
16 PT. MUNIC LINE 17. PT. SURYA T LINE Jumlah
NAMA KAPAL (KMP)
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 1. 2. 1. 1. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 1. 2. 3. 1. 1. 1. 2. 3 1. 2. 1. 1.
JATRA I JATRA II JATRA III MENGGALA MUFIDAH DUTA BANTEN JAGANTARA GELIS RAUH NUSA DHARMA NUSA JAYA NUSA MULIA NUSA AGUNG WINDU K PRATAMA WINDU K DWITYA BAHUGA P BAHUGA JAYA HM BARUNA RAJABASA PANORAMA NST TITIAN MURNI MITRA NUSANTARA PRIMA NUSANTARA TITIAN NUSANTARA ROYAL NUSANTARA BSP 1 BSP 2 BSP 3 VICTORIUS 5 TRIBUANA SMS KARTANEGARA MUSTHIKA KENCANA DHARMA KENCANA IX DHARMA FERRY IX BONTANG EXPRESS II LABITRA SALWA CAITLYN SHALEM
TINGGI CAR DECK (meter)
ISI KOTOR (ton)
5.22 5.22 5.5 3.75 4.62 5.15 11.55 3.70 4.65 4.5 10.8 5.7 5.5 5.70 4 6.30 5 5 6.15 5 6 5 615 5 5 5 11 4 5 6 9.20 4.1 4 6
3.8 3.8 3.8 3.8 4 4 4
4.70 5.20
3.8 3.8
3,932 3,902 3,123 4,330 5,584 8,011 9,956 1,035 3,282 4,564 5,837 5,730 3,123 2,553 3,531 3,972 4,432 4,611 8,915 3,614 5,813 2,773 5,532 6,034 5,057 5,227 12,498 4,280 6,186 4,449 4,183 2,624 2,916 2,257 804 2,846 3,963
TAHUN BUAT
LoA (meter)
B (meter)
DEPTH (meter)
1980 1980 1985 1987 1973 1979 1994 1997 1973 1989 1979 1986 1985 1997 1993 1992 1983 1985 1995 1982 1994 1990 1990 1992 1973 1983 1973 1990 1984 1975 1992 1988 1989 1993
90.79 90.97 89.95 93.44 93.5 120.58 119 71.85 105 105 114.75 111.08 89.96 87.00 87 85.44 92 92 125.60 93 102 76 101 115 94 100 139 89.66 107 96 97.69 71.82 60.98 51.5
15.6 15.6 16.6 17 18 17.8 20 14.30 15.02 18.03 17.4 17.4 16.6 14.50 15 16.20 18 18 19.60 11 19 16 19 16 18 20 22 15 21 18 16.20 14.7 17.50 19.19
1989 1989
78.80 93.20
17.50 14.40
4 4 4 4 3.8 3.8 3.8 4 4 4.2 3.8 3.8 4 3.8 3.8 4.5 3.8 4.2 4.5 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 3.8 5
PNP
KEND. CAMPURA N
463 498 525
84 75 100
773 530 502 325 300
110 110 129 183 38
344 334 246 212
100 150 110 110
318 200
75 85
520 551 733 550
65 73 153 95
1028 669 893 844 607 598 580
150 90 140 45 140 163 115
580 556 493 395 355
120 210 40 175 60
588 532 459
60 35 30
490 250 917 525
35 25 80 55
37 Kapal
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak
Sementara untuk mengantisipasi semakin melonjaknya arus lalu lintas di Pelabuhan Penyeberangan Merak, Tahun 2012 ini Pemerintah telah mengalokasikan dana APBN untuk penambahan satu unit dermaga baru 4-3
yaitu Dermaga VI baik di Merak maupun Bakauheni yang saat ini memasuki pembangunan tahap I. Sedangkan fasilitas lain yang saat ini juga sedang dalam fase konstruksi yaitu breakwater yang direncanakan sepanjang 600 m.
Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2009. FS dan DED Pelabuhan Penyeberangan Merak VI dan Bakauheni VI
Gambar 4.2. Site plan Dermaga VI Merak
BREAKWATER
Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2008. Perencanaan Pembangunan Breakwater di Merak
Gambar 4.3. Layout breakwater Merak
4-4
2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Merak a) Fasilitas sandar dan tambat Saat ini Pelabuhan Penyeberangan Merak mengoperasikan 5 (lima) unit dermaga, dengan type dermaga yang berbeda-beda. Dermaga I Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall dari sheet pile baja dan concrete capping beam. 12 unit bollard baja - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender, - bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape) - dilengkapi dengan frontal frame baja. - Jarak : 10 m.
Gambar 4.4. Fasilitas sandar dan tambat dermaga I Dermaga II Type
Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 3 unit mooring dan 6 unit breasting. Jarak antar breasting: BD-1 – BD-2 – BD-3 – BD-4: 12m, BD4 – BD-5: 25m , BD-5 – BD-6: 20m 9 unit bollard baja - 6 unit sistem fender @ 2 unit fender pada masingmasing breasting - bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape) - dilengkapi dengan frontal frame baja - Jarak: sama dengan jarak breasting. 4-5
Gambar 4.5. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga II Dermaga III Type
Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall terbuat dari sheet pile baja dan concrete capping beam. 17 unit bollard baja - 10 unit sistem fender @ 4 unit fender dan @ 2 unit fender - bahan karet elastomeric type Cell-800 H - dilengkapi dengan frontal frame baja. - Jarak : 17 m.
4-6
Gambar 4.6. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga III Dermaga IV Type
Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 2 unit mooring dan 5 unit breasting. Jarak antar breasting : 25m 12 unit bollard baja - 5 unit sistem fender @ 2 unit ban bekas pada masing-masing breasting - Jarak: sama dengan jarak breasting.
Gambar 4.7. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga IV
4-7
Dermaga V Type
Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 3 unit mooring dan 5 unit breasting. Jarak antar breasting : 20m 8 unit bollard baja - 1 unit fender type pneumatic
Gambar 4.8. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga V 4-8
b) Fasilitas prasarana pengamanan pelabuhan Prasarana pengaman pelabuhan yang ada di Pelabuhan Penyeberangan Merak yaitu breakwater. Di Pelabuhan Merak terdapat dua unit Breakwater yaitu di sisi Dermaga I dan di sisi bagian Dermaga IV dan V. Breakwater disisi muka Dermaga IV dan Dermaga V saat ini masih dalam fase konstruksi. Adapun spesifikasi masing-masing breakwater tersebut sebagai berikut. Item
Breakwater I (sisi Dermaga I) Panjang 183 m Type Gravity Konstruksi Caissons
Breakwater II (sisi Dermaga IV dan V) 600 m (rencana) Non gravity Tiang pancang baja dan pile cap beton
Gambar 4.9. Breakwater Sisi Dermaga I
Gambar 4.10. Breakwater Sisi Dermaga IV dan Dermaga V 4-9
c) Fasilitas kolam pelabuhan Posisi Pelabuhan Merak berada di balik Pulau Merak dengan kedalaman perairan cukup dalam hingga 25 m. Sedangkan kedalaman kolam pada masing-masing dermaga yaitu: - Dermaga I
: -5.5 m
- Dermaga II
: -6.5 m
- Dermaga III
: -6.5 m
- Dermaga IV
: -6.5 m
- Dermaga V
: -10.0 m
Gambar 4.11. Kolam Pelabuhan di Dermaga I d) Fasilitas Bongkar Muat Pelabuhan Penyeberangan Merak saat ini mengoperasikan 5 (lima) unit dermaga, seluruhnya
menggunakan fasilitas bongkar muat movable
bridge. Dermaga I, Dermaga II dan Dermaga III, disamping menggunakan Movable Bridge, juga dilengkapi dengan side ramp (elevated) untuk kendaraan-kendaraan kecil. Namun side ramp Dermaga II saat ini belum beroperasi.
4 - 10
Movable Bridge Item Dermaga I Dermaga II Panjang 16 m 16 m Lebar 7,80 m 9,50 m Konstruksi Baja Baja Penggerak Hydrolic Hydrolic Kapasitas 50 Ton 50 Ton
Dermaga III 16 m 10,40 m Baja Hydrolic 60 Ton
Dermaga IV 16 m 10,40 m Baja Hydrolic 60 Ton
Dermaga V 16 m 10,40 m Baja Hydrolic 60 Ton
Dermaga III 21 m 2,80 m Baja Hydrolic 2 Ton
Dermaga IV -
Dermaga V -
Elevated Side Ramp Item Dermaga I Dermaga II Panjang 16 m 21 m Lebar 2,80 m 2,80 m Konstruksi Baja Baja Penggerak Hydrolic Hydrolic Kapasitas 2 Ton 2 Ton
Gambar 4.12. Movable Bridge
Gambar 5.13. Elevated Side Ramp 4 - 11
e) Alur Pelayaran Pengertian alur pelayaran di Pelabuhan Penyeberangan Merak ini adalah lebar selat dari pelabuhan ke Pulau Merak yang digunakan untuk lalu lintas kapal. Lebar terkecil alur pelayaran di Pelabuhan Merak diambil dari kedalaman -6.0 m (LWS) adalah sekitar 210 m.
210 m
Gambar 4.14. Alur Pelayaran B. Lokasi Palembang Lokasi survey di Palembang dalam studi ini merupakan survey transportasi penyeberangan sungai di Pelabuhan Penyeberangan Palembang. 1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Palembang Survey lokasi pelabuhan di Palembang dititikberatkan di 35 Ilir yaitu di Pelabuhan Penyeberangan 35 Ilir Palembang. Pelabuhan Penyeberangan Palembang
merupakan
pelabuhan
umum
yang
melayani
lintas
penyeberangan Palembang – Muntok (P. Bangka) dengan jarak tempuh 4 - 12
90 mile. Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Palembang. Lintas penyeberangan Palembang Muntok, merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai KM. 43 Tahun 1998 menghubungkan Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Lintas penyeberangan Palembang – Muntok awalnya merupakan lintas Palembang – Kayu Arang yang dioperasikan sejak tahun 1986. Pemindahan lokasi dari Kayu Arang ke Muntok lebih dikarenakan permasalahan sedimentasi yang tinggi di muara Sungai Jering yang merupakan alur pintu masuk menuju Pelabuhan Kayu Arang sehingga mengakibatkan
kegiatan
operasional
penyeberangan
terganggu.
Sedangkan Pelabuhan Penyeberangan Palembang, dalam waktu dekat direncanakan akan direlokasi ke Tanjung Api Api.
Gambar 4.15. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Palembang Lintas
Penyeberangan
Palembang
–
Muntok
merupakan
lintas
penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan utama bagi kendaraan dari Bangka Belitung menuju daratan Sumatera. Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 209.773 penumpang, 26.868
4 - 13
kendaraan R-4 dan 16.790 kendaraan R-2 melintas di jalur ini. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.3. Produksi angkutan lintas penyeberangan Palembang – Muntok Tahun 2002 - 2011 TRIP MUATAN TAHUN (SATUAN) PNP R4 R2 2011 1,951 209,733 26,868 16,790 2010 2,065 37,070 7,470 1,900 2009 1,526 78,187 11,456 4,153 2008 1,763 89,671 30,561 10,041 2007 1,410 47,488 18,826 3,412 2006 1,664 42,836 22,182 6,412 2005 852 21,768 11,352 2,796 2004 998 50,792 15,798 2,318 2003 3,456 39,920 11,602 1,375 2002 * 40,089 8,048 1,371 Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang
BRG * * * * * * * 18,720 13,560 13,738
Pelabuhan Penyeberangan Palembang yang menempati areal seluas sekitar 35000 m2, saat ini mengoperasikan 1 unit dermaga dolphin. Dermaga yang beroperasi melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 8 unit dengan bobot hingga 680 GRT. Disamping dermaga dolphin, juga terdapat dermaga ponton namun sudah tidak dioperasikan lagi dikarenakan sudah kandas dan rusak. Tabel 4.4. Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Palembang-Muntok
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang
4 - 14
Gambar 4.16. Dermaga Dolphin 2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Palembang a) Fasilitas sandar dan tambat Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa di Pelabuhan Penyeberangan Palembang terdapat 2 buah dermaga, masing-masing dermaga dolphin dan ponton. Kondisi dermaga yang akan diuraikan dibawah ini hanya mencakup dermaga dolphin, mengingat dermaga ponton sudah tidak dioperasikan. Adapun fasilitas sandar dan tambat di dermaga dolphin tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Type
Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 3 unit mooring dan 3 unit breasting. Jarak antar breasting: 14 m 9 unit bollard baja - 3 unit sistem fender @ 3 unit fender pada masingmasing breasting - bahan karet elastomeric type Cell-500 - dilengkapi dengan frontal frame baja - Jarak: sama dengan jarak breasting.
4 - 15
Gambar 4.17. Fasilitas sandar dan tambat dermaga dolphin b) Fasilitas bongkar muat Fasilitas bongkar muat yang tersedia pada dermaga dolphin di Pelabuhan Penyeberangan Palembang berupa fasilitas bongkar muat type mechanic movable yaitu Movable Bridge. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut. Item Panjang Lebar Konstruksi Penggerak Kapasitas
Dolphin 32,50 m 6,50 m Baja hydrolic 20 Ton
4 - 16
Gambar 4.19. Fasilitas bongkar muat tipe Movable Bridge c) Alur Pelayaran Bahwasannya Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai Musi yang digunakan sebagai alur pelayaran lalu lintas kapal-kapal besar. Pasang surut Sungai Musi adalah sebagai berikut: HHWS
4.10 m
MHWS
3.70 m
MSL
2.05 m
LLWS
0.00 m
Dalam operasionalnya, kapal-kapal yang beroperasi harus melewati jembatan Ampera. Jembatan Ampera memiliki ruang bebas 8,70 m pada kondisi pasang tinggi tertinggi (HHWS). C. Lokasi Palangkaraya Lokasi survey di Palangkaraya dalam studi ini merupakan survey transportasi sungai di Pelabuhan Rambang, Palangkaraya. 1. Tinjauan Umum Pelabuhan Rambang Survey lokasi pelabuhan di Palangkaraya dititikberatkan di Pelabuhan Rambang, Palangkaraya. Pelabuhan Sungai Rambang Palangkaraya 4 - 17
berada di Sungai Kahayan. Sungai Kahayan merupakan salah satu sungai di Kalimantan Tengah memiliki panjang sekitar 600 km dengan lebar rata-rata 450 m dan kedalaman rata-rata 7 m. Namun karena karakter Sungai Kahayan yang merupakan sungai pasang surut dengan beda pasang surut hingga mencapai sekitar 4 m, pada musim-musim hujan sungai akan pasang naik tinggi hingga meluap ke bantaran dan pada musim kering/kemarau, sungai akan surut hingga di beberapa tempat alur sungai menjadi dangkal sehingga tidak sepanjang tahun sungai ini dapat dilayari. Hal ini mengakibatkan angkutan sungai berkapasitas besar tidak dapat beroperasi secara maksimal. Kondisi ini semakin bertambah buruk dengan adanya pendangkalan akibat endapan lumpur yang makin bertambah setiap tahunnya. Pelabuhan Rambang adalah pelabuhan LLASD Palangkaraya, merupakan pelabuhan umum di bawah pengelolaan Dinas Perhubungan Kota Palangkaraya. Di Pelabuhan Rambang terdapat 1 unit dermaga type platform (type continuous), dengan 2 buah fasilitas bongkar muat type ponton. Dermaga platform terbuat dari kayu ulin yang sebagian direvitalisasi ke konstruksi beton. Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi bongkar muat barang dan naik turun penumpang dari bus air, truk air, speed boat maupun getek.
Gambar 4.20. Citra satelit Pelabuhan Rambang
4 - 18
Gambar 4.21. Kantor Pelabuhan Rambang LLASD Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi bongkar muat barang dan naik turun penumpang dari bus air, truk air, speed boat maupun getek. Tercatat kegiatan pelabuhan pada tahun 2011 yaitu sebagai berikut: 1) Rute dan jumlah kapal: a. Palangkaraya – Danau Panggang
: 3 buah
b. Palangkaraya – Kuala Kapaus
: 4 buah
c. Palangkaraya – Bahaur
: 4 buah
d. Palangkaraya – Tumbang Miri
: 12 buah
e. Palangkaraya – Teweh/Kuara Kurun
: 149 buah
f. Palangkaraya – Tumbang Jutuh
: 3 buah
2) Bongkar/Muat
: 3886 ton
3) Turun/Naik
: 1729 orang
2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Rambang a) Fasilitas sandar dan tambat Fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan Rambang meliputi sebagai berikut.
4 - 19
Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Continuous Quay, berupa konstruksi platform beton (deck on pile) di atas tiang pancang beton (CSP) 12 unit bollard baja - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender, - bahan karet elastomeric type V 300 H (V-shape) - Jarak : 4 m.
Gambar 4.22. Fasilitas sandar dan tambat b) Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Rambang berupa Ponton. Item Panjang Lebar Konstruksi Penggerak Kapasitas
Ponton I 10 m 5m Kayu Alami (air sungai) -
Ponton II 10 m 5m Kayu Alami (air sungai) 4 - 20
Gambar 4.23. Fasilitas bongkar muat c) Alur pelayaran Pelabuhan Penyeberangan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan panjang 600 m sedangkan panjang sungai yang dapat dilayari sepanjang 500 m, dengan kedalaman rata-rata 7 m. Dengan kondisi pasang surut sangat tinggi yaitu mencapai 4 m, pada musim kemarau alur sungai tidak dapat digunakan untuk lalu lintas kapal terutama kapal-kapal besar.
Gambar 4.24. Kondisi sungai saat surut D. Lokasi Medan Lokasi survey di Medan dalam studi ini merupakan survey transportasi danau di Danau Toba, dengan lokasi pengambilan data di Pelabuhan Ajibata, Pelabuhan Simanindo dan Pelabuhan Nainggolan.
4 - 21
1. Tinjauan Umum a) Pelabuhan Ajibata Pelabuhan Ajibata terletak di Parapat, merupakan pelabuhan danau yang melayani angkutan penyeberangan di Danau Toba, Sumatera Utara lintas penyeberangan Ajibata – Tomok dengan jarak tempuh 3 mile. Pelabuhan Danau Ajibata dikelola oleh perusahaan swasta yaitu PT. Gunung Hijau Megah. Lintas penyeberangan Ajibata - Tomok, merupakan lintas penyeberangan komersil dalam provinsi sesuai KM. 64 Tahun 1989 menghubungkan Kabupaten Parapat dan Kabupaten Samosir.
Gambar 4.25. Pelabuhan Ajibata Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok dapat dikatakan sebagai lintas penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan utama bagi kendaraan-kendaraan dari Pulau Samosir menuju Sumatera daratan atau sebaliknya. Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 60.511 penumpang, 75.135 kendaraan R-4 dan 6.176 kendaraan R-2 melintas di jalur ini. Perkembangan volume lalu lintas pada lintas penyeberangan Ajibata - Tomok selengkapnya disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.5. Produksi Agkutan Danau Lintas Ajibata – Tomok Tahun 2007-20011 No
Tahun
Penumpang
Kendaraan R-4
Kendaraan R-2
1 2 3 4 5
2007 2008 2009 2010 2011
54.836 58.666 57.600 56.203 60.511
66.234 67.305 68.315 70.457 75.135
3.736 4.203 4.529 5.357 6.176
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Ajibata
4 - 22
Pelabuhan Ajibata menempati areal seluas sekitar 2.000 m2, saat ini mengoperasikan 2 unit plengsengan sebagai prasarana bongkar muat dan melayani 2 unit kapal LCT yaitu KMP. Tao Toba I (300 GRT) dan Tao Toba II (500 GRT). Adapun data ke dua kapal yang beroperasi tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 4.6. Spesifikasi kapal lintas penyeberangan Ajibata - Tomok Nama Kapal
Tao Toba I Tao Toba II
Operator
PT. Gunung Hijau Megah PT. Gunung Hijau Megah
Bobot
LoA
B (m)
Draft
(GRT)
(m)
300
40,0
8,0
1,5
500
45,8
12,0
2,0
(m)
b) Pelabuhan Simanindo Pelabuhan Simanindo terletak di Kabupaten Samosir, menempati areal seluas 4.225,80 m2 merupakan pelabuhan danau di Danau Toba. Pelabuhan Simanindo disamping melayani angkutan penyeberangan, melayani pula angkutan penumpang dari kapal-kapal rakyat. Angkutan penyeberangan
yang
beroperasi
melayani
lintas
penyeberangan
Simanindo – Tigaras. Pelabuhan Simanindo dibawah pengelolaan KSO Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera Utara.
Gambar 4.26. Pelabuhan Simanindo
4 - 23
Gambar 4.27. Dermaga penyeberangan
Gambar 4.28. Dermaga kapal rakyat Pelabuhan Simanindo mengoperasikan 2 (dua) unit dermaga, masingmasing dermaga untuk melayani angkutan penyeberangan dan dermaga untuk melayani kapal-kapal rakyat. Dermaga penyeberangan terbuat dari beton dengan fasilitas bongkar muat plengsengan, sedangkan dermaga kapal rakyat terbuat dari kayu. Untuk melayani lintas penyeberangan Simanindo-Tigaras, pelabuhan ini mengoperasikan 1 (satu) unit kapal LCT yaitu KMP Sumut II dengan bobot 246 GRT. Sedangkan kapal-kapal rakyat yang beroperasi di pelabuhan ini tercatat sebanyak 13 unit dengan bobot maksimum sekitar 20 GRT.
4 - 24
Gambar 4.29. KMP Sumut I Arus penumpang dan kendaraan yang melalui Pelabuhan Simanindo pada tahun 2011 tercatat 41.605 penumpang, 3.011 unit kendaraan R-4, 2.326 unit sepeda motor. Sementara arus penumpang di dermaga kayu pada tahun 2011 tercatat sebanyak 68.554 penumpang, terdiri dari 33.938 penumpang naik dan 34.556 penumpang turun. c) Pelabuhan Nainggolan Sama halnya dengan Pelabuhan Simanindo, Pelabuhan Nainggolan juga terletak di Kabupaten Samosir dibawah pengelolaan KSO Dinas Perhubungan Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera Utara. Pelabuhan Nainggolan melayani angkutan penyeberangan di Danau Toba dengan lintas penyeberangan Nainggolan – Muara. Pelabuhan Nainggolan menempati areal seluas sekitar 1.260 m2, saat ini mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin dengan fasilitas bongkar muat berupa konstruksi plengsengan. Lintas penyeberangan Nainggolan – Muara dilayani 1 (satu) unit kapal LCT yaitu KMP Sumut I dengan bobot 206 GRT.
4 - 25
Gambar 4.30. Dermaga penyeberangan di Pelabuhan Nainggolan 2. Fasilitas Prasarana a) Pelabuhan Ajibata 1) Fasilitas sandar dan tambat Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Pelabuhan Ajibata terdapat 2 buah plengsengan yang berfungsi sebagai landing facilities. Plengsengan ini berfungsi ganda yaitu disamping sebagai fasilitas untuk sandar namun juga untuk bongkar muat kendaraan maupun penumpang yang naik/turun kapal. Meskipun berfungsi sebagai landing fasilities, namun fasilitasfasilitas untuk sandar kapal tidak tersedia. Adapun fasilitas sandar dan tambat yang tersedia di Pelabuhan Ajibata sebagai berikut. Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Tidak tersedia dermaga maupun fasilitas sandar 6 unit bollard dari pipa baja komposit. Tidak ada
4 - 26
Gambar 4.31. Pelabuhan Ajibata, tidak tersedia dermaga
Gambar 4.32. Fasilitas Tambat 2) Fasilitas Kolam Pelabuhan Pelabuhan Ajibata berada di tepi Danau Toba dengan kedalaman kolam 5 m saat pasang dan 4 m saat surut dan areal turning basin untuk manuver kapal cukup luas.
Gambar 4.33. Fasilitas Kolam Pelabuhan
4 - 27
3) Fasilitas bongkar muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa plengsengan sebanyak 2 buah. Item Panjang Lebar Konstruksi Penggerak Kapasitas
Plengsengan I 6,5 m 6.1 m stone masonry fix - Ton
Plengsengan II 5m 5,5 m stone masonry fix - Ton
PLENGSENGAN I
PLENGSENGAN II
Gambar 4.34. Fasilitas Bongkar Muat 4) Alur Pelayaran Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok adalah lintas penyeberangan di danau dengan jarak lintasan sekitar 3 mile. Perairan Danau Toba merupakan perairan cukup dalam, dengan beda pasang surut 1 m.
Lintasan Ajibata - Tomok
TOMOK
AJIBATA
Gambar. 4.35. Lintas Penyeberangan Ajibata - Tomok 4 - 28
b) Pelabuhan Simanindo 1) Fasilitas sandar dan tambat Di Pelabuhan Simanindo terdapat 2 (dua) unit dermaga dengan tipe dan fungsi pelayanan yang berbeda. Satu unit dermaga berupa tipe dolphin untuk melayani angkutan penyeberangan, satu unit lainnya dermaga tipe continuous quays untuk melayani penumpang kapal-kapal rakyat. (a) Dermaga Penyeberangan Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 2 unit mooring 2 unit bollard baja Tidak tersedia
Gambar. 4.36. Fasilitas tambat di dermaga penyeberangan (b) Dermaga Kapal Rakyat Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Qontinuous Quays, berupa konstruksi platform dari bahan kayu diatas di atas tiang pancang 4 unit bollard baja Tidak tersedia
Gambar. 4.37. Fasilitas tambat di dermaga kapal rakyat 4 - 29
2) Fasilitas kolam pelabuhan Pelabuhan Simanindo memiliki kedalaman kolam pelabuhan sekitar 4 m dengan areal turning basin untuk manuver kapal cukup luas.
Gambar. 4.38. Fasilitas kolam pelabuhan 3) Fasilitas bongkar muat Fasilitas bongkar muat yang beroperasi di Pelabuhan Simanindo berupa plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut. Item Panjang Lebar Konstruksi Penggerak Kapasitas
Dolphin 13,00 m 10,00 m Beton bertulang Fix 20 Ton
Gambar. 4.39. Fasilitas bongkar muat plengsengan 4 - 30
4) Alur pelayaran Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok, lintas penyeberangan Simanindo – Tigaras memiliki kedalaman alur yang cukup dalam pula dan sepanjang alur tidak terdapat rintangan. c) Pelabuhan Nainggolan 1) Fasilitas sandar dan tambat Pelabuhan Nainggolan mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin untuk melayani kapal jenis LCT dengan bobot 206 GRT. Spesifikasi dermaga tersebut tidak jauh berbeda dengan dermaga di Simanindo, yaitu hanya memiliki mooring dolphin tanpa breasting. Type Fasilitas Tambat Fasilitas Sandar
Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari 2 unit mooring 2 unit bollard baja Tidak tersedia
Gambar. 4.40. Fasilitas tambat 2) Fasilitas kolam pelabuhan Kolam pelabuhan di Pelabuhan Nainggolan sekitar 4 m dengan areal turning basin yang luas.
Gambar. 4.41. Fasilitas kolam pelabuhan 4 - 31
3) Fasilitas bongkar muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nainggolan berupa konstruksi plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut. Item Panjang Lebar Konstruksi Penggerak Kapasitas
Dolphin 12,00 m 10,00 m Beton bertulang Fix 20 Ton
4) Alur pelayaran Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok maupun Simanindo - Tigaras, lintas penyeberangan Nainggolan – Muara juga memiliki kedalaman alur yang cukup dalam dan tidak terdapat rintangan.
4 - 32
BAB V PEMBAHASAN
Evaluasi terhadap kondisi prasarana yang ada pada pelabuhan-pelabuhan di lokasi survey yaitu Lokasi Merak, Palembang, Palangkaraya dan Medan meliputi tinjauan terhadap fasilitas-fasilitas sandar dan tambat, perawatan fasilitas dermaga, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas bongkar muat, fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Evaluasi ini untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan masukan nantinya dalam kajian penyusunan konsep standar prasarana surngai, danau dan penyeberangan. A. Lokasi Merak 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Pelabuhan Penyeberangan Merak Berdasarkan data hasil survey lapangan dapat dijelaskan bahwa secara umum kondisi fasilitas sandar dan tambat yang berupa fender dan bollard sudah cukup memadai. Kecuali Dermaga IV dan V, seluruh dermaga dilengkapi dengan fasilitas sandar berupa sistem fender. Sementara fasilitas tambat juga sudah tersedia pada seluruh dermaga yaitu berupa bollard dari bahan besi baja tuang. a) Dermaga I Dermaga I merupakan dermaga tipe qontinuous quays, untuk melayani kapal-kapal 3000 GRT – 4000 GRT. Fasilitas sandar pada Dermaga I tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan jarak 10 m dan masing-masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500 dan 1 unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia sebanyak 12 unit bollard dari bahan besi baja tuang dengan kondisi cukup baik dan laik operasi, terdiri dari 4 buah pada posisi mooring post dan 8 buah pada posisi dekat face line dermaga. Pada posisi mooring post, masing-masing 2 buah untuk 5-1
bow line dan 2 buah untuk stern line, dan pada posisi dekat face line dermaga masing-masing 4 buah untuk breast line dan 4 buah untuk spring line. Jarak bollard pada posisi face line dermaga 10 m. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga I, sebagai berikut: Fasilitas Sandar Dermaga I Spesifikasi Jarak
Kapasitas
Persyaratan Dermaga tipe Qontinuous The British Standar : ≤ 0.15L Kapal Ro Ro min LoA = 95 m Jarak fender max : 14,00 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis
Bahan Kondisi
Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Tipe
Eksisting
Kesimpulan Memenuhi
Elastomeric, jenis SM 500, dilengkapi frontal frame. Perlu analisis
Memenuhi
Karet sintetis Baik
Memenuhi Memenuhi
Eksisting - Single Pillar 2 bh - Tee head 10 bh Jarak 10 m
Kesimpulan Memenuhi
Jumlah : 12 buah
Memenuhi
10 m
-
Fasilitas Tambat Dermaga I Spesifikasi Tipe
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes
Jarak
Ro Ro 3000 GRT-4000 GRT Jarak bollard max : 20,00 m Ro Ro 3000 GRT-4000 GRT Jumlah bollard min : 6 buah Mooring post: 500 kN Berth line : 350 kN Besi tuang, pipa baja komposit Baik
Jumlah Kapasitas Bahan Kondisi
Besi tuang Baik
Memenuhi
Memenuhi Memenuhi
b) Dermaga II Fasilitas sandar pada Dermaga II tersedia sebanyak 6 sistem fender dengan masing-masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500 dan 1 unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Jarak masing-masing fender di dermaga II berbeda-beda tergantung posisi breasting dolphin, mengingat posisi fasilitas sandar ini berada di konstruksi breasting dolphin. Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 4 bahwa Dermaga II merupakan dermaga tipe Dolphin terdiri dari 6 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin, denga jarak yaitu: 5-2
BD-1 – BD-2 : 12 m BD-2 – BD-3 : 12 m BD-3 – BD-4 : 12 m BD-4 – BD-5 : 25 m BD-5 – BD-6 : 20 m Berdasarkan data hasil survey bahwa Dermaga II diperuntukan kapalkapal sekitar 2500 GRT – 3000 GRT, dengan panjang bervariasi antara 90 m hingga 95 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB yaitu 92 m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 95 m. Jarak antara BD-4 – BD-5 sejauh 25 m untuk kapal sepanjang 90 m, terlihat terlalu jauh meskipun tidak terlalu signifikan. Jika mengacu pada The British Standar, jarak maksimum fender (berada di breasting dolphin) untuk sandar kapal dengan panjang 90 adalah 22,5 m. Namun mengingat jarak antar breasting yang lain kurang dari 22,5 m, maka dengan jarak 25 m tidak menjadikan kendala bagi kapal untuk bersandar. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 9 buah yang terpasang pada breasting dolphin sebanyak 4 buah, pada mooring dolphin 1 buah dan di darat pada posisi mooring post sebanyak 3 buah. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga II, sebagai berikut: Fasilitas Sandar Dermaga II Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe dolphin The British Standar : ≤ 0.25L Kapal Ro Ro min LoA = 90 m Jarak fender max : 22,5 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting
Kesimpulan
12 m dan 25 m
Memenuhi
Elastomeric, jenis SM 500, dilengkapi frontal frame. Perlu analisis Karet sintetis Baik
Memenuhi
Memenuhi Memenuhi
5-3
Fasilitas Tambat Dermaga II Spesifikasi Tipe
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes
Jarak
Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT Jarak bollard max: 20 m Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT Jumlah bollard min : 6 buah Mooring post : 350 kN Berth line : 350 kN Besi tuang, pipa baja komposit Baik
Jumlah Kapasitas Bahan Kondisi
Eksisting - Single Pillar 2 bh - Tee head 7 bh - 12 m, 20 m
Kesimpulan Memenuhi
Jumlah : 9 buah
Memenuhi
-
Memenuhi
-
Besi tuang Baik
Memenuhi Memenuhi
c) Dermaga III Fasilitas sandar pada Dermaga III tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan jarak 17 m dan masing-masing sistem fender terdiri dari 4 unit fender Cell 800 dan 2 unit fender Cell 800, serta seluruhnya dilengkapi dengan frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Dermaga III diperuntukan bagi kapal-kapal dengan bobot 6000 GRT – 10000 GRT, dengan panjang antara 115 m – 130 m, maka jarak fender 17 m cukup ideal. Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia berupa bollard sebanyak 17 unit, masing-masing terletak pada face line dermaga sebanyak 10 buah dan di darat pada mooring post sebanyak 7 buah yang keseluruhannya menggunakan bahan dari besi baja tuang. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga III, sebagai berikut: Fasilitas Sandar Dermaga III Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe qontinuous The British Standar : ≤ 0.15L Kapal Ro Ro min LoA = 115 m Jarak fender max : 17,00 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting
Kesimpulan Memenuhi
Elastomeric, jenis SM 500, dilengkapi frontal frame. Perlu analisis Karet sintetis Baik
Memenuhi
17 m
Memenuhi Memenuhi
5-4
Fasilitas Tambat Dermaga III Spesifikasi Tipe
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes
Jarak
Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jarak bollard max : 25,00 m Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jumlah bollard min : 6 buah Mooring post: 700 kN Berth line : 500 kn Besi tuang, pipa baja komposit Baik
Jumlah Kapasitas Bahan Kondisi
Eksisting - Single Pillar 2 bh - Tee head 10 bh Jarak 17 m
Kesimpulan Memenuhi
Jumlah : 17 buah
Memenuhi
Besi tuang Baik
Memenuhi
Memenuhi Memenuhi
d) Dermaga IV Fasilitas sandar pada Dermaga IV seluruhnya dalam kondisi rusak dan diganti dengan ban bekas yang digantungkan pada breasting dan masingmasing breasting dipasang sebanyak 2 buah ban. Jarak masing-masing fasilitas sandar sepanjang 25 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga IV merupakan dermaga type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting dolphin dan 2 unit mooring dolphin. Dermaga IV diperuntukan bagi kapal-kapal sekitar 3500 GRT – 6000 GRT, dengan panjang kapal bervariasi antara 100 m hingga 115 m. Jarak secara keseluruhan untuk berthing post dari ujung MB adalah 110 m sudah cukup memadai untuk sandar bagi kapal dengan panjang 115 m. Namun demikian terkait dengan fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas, di satu sisi ekonomis, namun tidak menguntungkan bagi kontruksi breasting. Hal ini dikarenakan kemampuan ban bekas yang terbatas untuk menyerap energi berthing kapal, maka energi kinetis kapal yang tidak terserap oleh ban akan ditransfer ke struktur breasting. Jika tiang-tiang pancang tidak mampu memikul energi kinetis tersebut, menyebabkan kolaps pada struktur. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti dengan fender yang sesuai. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard sebanyak 12 buah terbagi dalam 7 post, masing-masing 5 post pada breasting (masing-masing breasting 2 buah), 1 buah pada mooring dolphin (mooring post) dan 1 buah di darat (mooring post). Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Terkait 5-5
dengan fasilitas tambat di Dermaga IV, kiranya perlu dikaji terhadap keperluan konstruksi mooring di bagian ujung muka dermaga (Bow) untuk fasilitas tambat. Berdasarkan wawancara dan quisioneer dengan nakhoda kapal, terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai dan aman, kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding kapal terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat ban yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga IV, sebagai berikut: Fasilitas Sandar Dermaga IV Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe dolphin The British Standar : ≤ 0.25L Kapal Ro Ro min LoA = 100 m Jarak fender max : 25,0 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting 25 m
Ban bekas
Kesimpulan Memenuhi
Tidak memenuhi
Karet ban bekas -
-
Eksisting - Tee head - 25 m
Kesimpulan Memenuhi Tidak Memenuhi Memenuhi
Fasilitas Tambat Dermaga IV Spesifikasi Tipe Jarak Jumlah Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes Ro Ro 3500 GRT-6000 GRT Jarak bollard max: 20 m Ro Ro 3500 GRT-6000 GRT Jumlah bollard min : 6 buah Mooring post : 700 kN Berth line : 500 kN Besi tuang, pipa baja komposit Baik
7 post Besi tuang Baik
Memenuhi Memenuhi
e) Dermaga V Fasilitas sandar pada Dermaga V seluruhnya dalam kondisi rusak dan diganti dengan ban bekas. Jarak masing-masing fasilitas sandar sepanjang 20 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga V merupakan dermaga
5-6
type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin. Dermaga V diperuntukan bagi kapal-kapal sekitar 8000 GRT – 12500 GRT, dengan panjang kapal antara 125 m hingga 140 m. Jarak secara keseluruhan untuk berthing post dari ujung MB adalah 120 m sudah cukup memadai untuk sandar bagi kapal dengan panjang 140 m. Namun terkait dengan fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas, evaluasi yang dapat dikemukakan sama halnya dengan evaluasi pada Dermaga IV. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti dengan fender yang sesuai. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 8 buah yang terpasang pada breasting sebanyak 5 buah dan terpasang pada mooring sebanyak 3 buah. Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Dengan tersedianya 3 unit fasilitas tambat yaitu 2 buah di bagian belakang (sisi MB) dan 1 buah di bagian muka sudah cukup memadai. Berdasarkan wawancara dan pengisian quisioneer dengan nakhoda kapal, terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai dan aman, kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding kapal terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat ban yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga V, sebagai berikut: Fasilitas Sandar Dermaga V Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe dolphin The British Standar : ≤ 0.25L Kapal Ro Ro min LoA = 125 m Jarak fender max : 31,0 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting 25 m
Ban bekas
Karet ban bekas -
Kesimpulan Memenuhi
Tidak memenuhi -
5-7
Fasilitas Tambat Dermaga V Spesifikasi Tipe Jarak
Eksisting - Tee head - 25 m
Kesimpulan Memenuhi Memenuhi
8 buah
Memenuhi
Bahan
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT Jarak bollard max: 25 m Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT Jumlah bollard min : 6 buah Mooring post : 1000 kN Berth line : 700 kN Besi tuang, pipa baja komposit
Besi tuang
Memenuhi
Kondisi
Baik
Baik
Memenuhi
Jumlah Kapasitas
-
-
2 Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah memiliki prosedur standar
yang
tertuang
dalam
“Prosedur
Pemeliharaan
Fasilitas
Pelabuhan”. Pada umumnya perawatan fasilitas dermaga yang meliputi konstruksi dermaga, fasilitas sandar dan tambat yaitu bollard dan fender sudah cukup baik. Perawatan yang telah dilaksanakan disamping perawatan dalam rangka upaya pencegahan terhadap kerusakan, juga dalam rangka perbaikan terhadap kerusakan. Namun demikian memperhatikan kondisi fasilitas sandar di Dermaga IV dan Dermaga V, kiranya perlu perhatian terhadap upaya perbaikan yang dilakukan, yaitu: a) Perbaikan terhadap kerusakan pada fasilitas sandar perlu dilakukan sedini mungkin agar kerusakan yang terjadi tidak berdampak pada komponen struktur yang lain. Jika terjadi kerusakan pada sistem fender segera diganti dengan jenis fender yang sesuai kapasitas untuk kapal yang dilayani. b) Pada prinsipnya tidak direkomendasikan mengganti fender dengan ban bekas. Penggantian fender juga harus memperhatikan type dan
5-8
ukuran fender yang effektif untuk menyerap energi berthing kapal yang sandar. c) Perlunya penanganan perbaikan secara dini, agar pelaksanaan perbaikan dapat dilakukan dengan cepat sehingga tidak mengganggu operasional angkutan penyeberangan. Hal ini mengingat lintas penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan lintas penyeberangan yang sangat padat. 3. Fasilitas Prasarana Pengaman Pelabuhan Fasilitas prasarana pengaman pelabuhan penyeberangan yang ada di Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah konstruksi breakwater. Posisi konstruksi breakwater berada di Dermaga I yaitu sebagai pelindung Dermaga I dan di muka Dermaga IV dan Dermaga V. Konstruksi breakwater di Dermaga I berfungsi melindungi Dermaga I dari pengaruh gelombang. Namun demikian adakalanya gelombang yang terjadi melebihi tinggi breakwater sehingga terjadi overtopping. Tinggi gelombang H1/3 berdasarkan data analisis gelombang pada perencanaan breakwater sisi utara sebesar 2,2 m (periodik 25 th), sehingga diperlukan tinggi breakwater sekitar 2,75 m dari HWL. Dengan tinggi pasang surut HWL 1,3 m, maka diperlukan elevasi puncak breakwater +4,05 m. Sementara kondisi aktual, elevasi puncak breakwater pada posisi +2,9 m atau hanya setinggi 1,6 m dari HWL. Dalam hal ini perlu dilakukan kajian kembali terhadap elevasi puncak breakwater agar breakwater benar-benar berfungsi dengan efektif. Disamping kajian terhadap ketinggian puncak breakwater, juga perlu dikaji lebih lanjut terhadap dampak sedimentasi yang ditimbulkan dengan adanya konstruksi tersebut, hal ini terkait pemeliharaan berkala yaitu untuk pengerukan kolam. Sedangkan konstruksi breakwater di sisi Utara (di muka Dermaga IV dan Dermaga V), belum dapat dinilai efektifitasnya mengingat masih dalam fase konstruksi. Data perencanaan konstruksi breakwater ini yaitu sebagai berikut: 5-9
-
Tipe
: tipe tiang pancang, jenis precast combi wall
-
Bahan
: beton bertulang dan tiang pancang dia. 1400 mm
-
Tinggi Crown
: elevasi +4.10 m LWS atau 2.8 m dari HWL.
-
Lebar
: 2,8 m
-
Lebar efektif pintu masuk : 340 m
-
Arah pintu masuk
: menghadap Barat Laut
Penilaian terhadap persyaratan prasarana pengaman pelabuhan, sebagai berikut: Breakwater sisi Dermaga I Spesifikasi Tipe Lebar efektif pintu masuk Arah Pintu masuk
Tinggi crown Lebar puncak Kemiringan
Persyaratan Composit, upright, sloping, tiang pancang. Lebar kapal max B: 16m Lebar alur min. 1 arah =5B = 80 m
Eksisting Caisson, Composit type
Kesimpulan Memenuhi
Lebar efektif +/- 95 m
Memenuhi
Tidak menghadap ke arah gelombang datang.
- Gelombang dominan dari arah Barat - Pintu kolam menghadap selatan H= 1,6 m
Memenuhi
H
= 1,25 H1/3 = 1,25x2,2 = 2,75 m H1/3 = 2,2 m Lebar/tebal puncak: 2 m Composit & upright: tegak Sloping = max. 1:2
Tebal dinding 1,2 m Tegak
Tidak Memenuhi Tidak memenuhi Memenuhi
Breakwater sisi Utara (sisi Dermaga IV & V) Spesifikasi Tipe Lebar efektif pintu masuk Arah Pintu masuk
Tinggi crown Lebar puncak Kemiringan
Persyaratan Composit, upright, sloping, tiang pancang. Lebar kapal max B: 22m Lebar alur min. 2 jalur = 9B + 30m = 228 m
Eksisting tipe tiang pancang
Kesimpulan Memenuhi
Lebar efektif +/- 340 m
Memenuhi
Tidak menghadap ke arah gelombang datang.
- Gelombang dominan dari arah barat - Pintu kolam menghadap Barat Laut H= 2,8 m
Memenuhi
Lebar 2,8 m
Memenuhi
Tegak
Memenuhi
H
= 1,25 H1/3 = 1,25x2,2 = 2,75 m H1/3 = 2,2 m Lebar/tebal puncak: 2 m Tegak: tipe composit, upright, tiang pancang Max 1:2 : tipe sloping
Memenuhi
5 - 10
4. Fasilitas Kolam Pelabuhan Kolam pelabuhan di pelabuhan penyeberangan Merak memiliki luas yang terbatas, sehingga tidak tersedia areal untuk berputar (turning basin). Untuk persyaratan kedalaman dan areal sandar, kecuali Dermaga I, fasilitas kolam pelabuhan di seluruh dermaga cukup memadai. Kedalaman kolam dermaga di Dermaga II, Dermaga III, Dermaga IV dan Dermaga V masing-masing adalah 6,50 m, 6,50 m, 6,50 m dan 10,00 m terhadap LWS. Sedangkan kedalaman kolam Dermaga I saat ini 5,50 m, sementara kapal maksimum yang beroperasi di Dermaga I memiliki bobot 4000 GRT dengan full load draft mencapai 5,50 m. Dengan demikian untuk keamanan kapal, maka perlu untuk dilakukan pengerukan (dredging) kolam dermaga. Penilaian terhadap persyaratan prasarana kolam pelabuhan di Dermaga I sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut: Kolam Pelabuhan Dermaga I untuk kapal maksimum 4000 GRT Spesifikasi Areal sandar
Persyaratan Maksimum LoA: 105 m 1,8 L x 1,5 L = 189 m x 157,5 m
Eksisting >189 m x 80 m
Kesimpulan Tidak Memenuhi
Areal kolam putar
Maksimum LoA : 105 m N x x D2/4 D > 3L D > 315 m Draft kapal makimum: 5,5 m Kedalaman kolam minimum 6,5 m
D = 80 m
Tidak Memenuhi
Kedalaman 5,5 m
Tidak Memenuhi
Kedalaman
Kolam Pelabuhan Dermaga II untuk kapal maksimum 3000 GRT Spesifikasi Areal sandar
Persyaratan Maksimum LoA: 95 m 1,8 L x 1,5 L = 171 m x 142,5 m
Eksisting >171 m x 230 m
Kesimpulan Memenuhi
Areal kolam putar
Maksimum LoA : 95 m N x x D2/4 D > 3L D > 285 m Draft kapal makimum: 4,0 m Kedalaman kolam minimum 5,0 m
D = 230 m
Tidak Memenuhi
Keadalaman 6,5 m
Memenuhi
Kedalaman
5 - 11
Kolam Pelabuhan Dermaga III untuk kapal maksimum 10000 GRT Spesifikasi Areal sandar
Persyaratan Maksimum LoA: 130 m 1,8 L x 1,5 L = 234 m x 195 m
Eksisting 240 m x 210 m
Kesimpulan Memenuhi
Areal kolam putar
Maksimum LoA : 130 m N x x D2/4 D > 3L D > 390 m Draft kapal makimum: 7,0 m Kedalaman kolam minimum 8m
D = 210 m
Tidak Memenuhi
Keadalaman 8 m
Memenuhi
Kedalaman
Kolam Pelabuhan Dermaga IV untuk kapal maksimum 6000 GRT Spesifikasi Areal sandar Areal kolam putar Kedalaman
Persyaratan Maksimum LoA: 115 m 1,8 L x 1,5 L = 207 m x 172,5 m Maksimum LoA : 130 m N x x D2/4 D > 3L D > 390 m Draft kapal makimum: 6,0 m Kedalaman kolam minimum 7,0 m
Eksisting >207 m x >172,5 m
Kesimpulan Memenuhi
D > 390 m
Memenuhi
Keadalaman 8 m
Memenuhi
Kolam Pelabuhan Dermaga V untuk kapal maksimum 12500 GRT Spesifikasi Areal sandar Areal kolam putar Kedalaman
Persyaratan Maksimum LoA: 140 m 1,8 L x 1,5 L = 252 m x 210 m Maksimum LoA : 140 m N x x D2/4 D > 3L D > 420 m Draft kapal makimum: 7,5 m Kedalaman kolam minimum 8,5 m
Eksisting >252 m x >210 m
Kesimpulan Memenuhi
D > 420 m
Memenuhi
Keadalaman 10 m
Memenuhi
5. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas
bongkar
muat
seluruh
dermaga
di
Pelabuhan
Merak
menggunakan movable bridge, dan pada Dermaga I dan Dermaga III terdapat fasilitas tambahan berupa elevated side ramp. Movable bridge yang tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Merak sudah cukup memadai, hal ini mengingat sebagai berikut: 5 - 12
a) Dengan panjang movable bridge 16 m, sedangkan beda pasang surut 1,3 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut terendah < 12%. b) Lebar movable bridge, kecuali Dermaga I, seluruh dermaga memadai. c) Kapasitas Movable Bridge hingga 60 ton. Begitu pula dengan fasilitas side ramp, dengan kapasitas 2 ton dan lebar 2,8 m dapat dikatakan cukup memadai karena side ramp diperuntukan bagi kendaraan-kendaraan kecil. Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Dermaga I sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut: Prasarana bongkar muat Dermaga I Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,3 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 3000 GRT–4000 GRT Lebar MB min: 9 m 12% 45 ton
Eksisting MB (movable bridge)
Kesimpulan Memenuhi
7.80 m <12%
Tidak memenuhi Memenuhi
50 ton
Memenuhi
Eksisting MB (movable bridge)
Kesimpulan Memenuhi
9.50 m
Memenuhi
<12%
Memenuhi
50 ton
Memenuhi
Prasarana bongkar muat Dermaga II Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,3 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 2500 GRT-3000 GRT Lebar MB min: 9 m 12% 45 ton
Prasarana bongkar muat Dermaga III Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan
Eksisting
Kesimpulan
Pasang surut 1,3 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 6000 GRT-10000 GRT Lebar MB min: 9 m 12%
MB (movable bridge)
Memenuhi
10.40 m
Memenuhi
<12%
Memenuhi
45 ton
60 ton
Memenuhi
5 - 13
Prasarana bongkar muat Dermaga IV Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,3 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 3500 GRT-6000 GRT Lebar MB min: 9 m 12% 45 ton
Eksisting MB (movable bridge)
Kesimpulan Memenuhi
10.40 m
Memenuhi
<12%
Memenuhi
60 ton
Memenuhi
Eksisting MB (movable bridge)
Kesimpulan Memenuhi
10.40 m
Memenuhi
<12%
Memenuhi
60 ton
Memenuhi
Prasarana bongkar muat Dermaga V Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,3 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 8000 GRT-10000 GRT Lebar MB min: 9 m 12% 45 ton
6. Fasilitas Alur Pelayaran Posisi Pelabuhan Penyeberangan Merak berada di balik Pulau Merak dengan lebar alur yang dapat dilayari minimal 210 m terhadap kedalaman minimal 6,0 m LWS. Berdasarkan data yang diperoleh bahwa lebar kapal maksimum yang beroperasi di Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah 22 m yaitu KMP BSP III. Dengan diberlakukan sistem satu jalur (arah), maka dengan lebar alur 200 m cukup memadai untuk melayani kapal dengan lebar 22 m. Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan Penyeberangan Merak yaitu sebagai berikut: Alur Pelayaran Spesifikasi Lebar alur
Persyaratan Satu jalur = 5 B = 5 x 22 = 110 m
Eksisting 210 m
Kesimpulan Memenuhi
Kedalaman alur Ruang bebas
Min. 6,0 m LWS
6,0 m - 15 m
Memenuhi
Asumsi tinggi tiang utama = 2 m Tinggi kapal max = 11,0 m Draft kapal = 7,5 m Ruang bebas min= 1,1x(7,5+11+2) = 22,55 m
Tidak ada rintangan
Memenuhi
5 - 14
B. Pelabuhan Penyeberangan Palembang 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 4 bahwa type dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Palembang merupakan dermaga type Dolphin yang terdiri dari 3 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin. Fasilitas sandar tersedia sebanyak 3 sistem fender dengan masing-masing sistem fender terdiri dari 3 unit fender elastomeric type Cell 500 dan 1 unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Jarak masing-masing fender sama dengan jarak breasting yaitu 14 m, mengingat posisi fasilitas sandar ini berada di konstruksi breasting. Berdasarkan data hasil survey bahwa dermaga diperuntukan bagi kapalkapal dengan bobot antara 125 GRT hingga 680 GRT, dengan panjang antara 27 m hingga 40 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB yaitu 38 m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 40 m. Namun demikian untuk jarak breasting sejauh 14 m terlihat terlalu jauh. Jika mengacu pada The British Satandar, jarak maksimum fender (berada di breasting dolphin) untuk sandar kapal dengan panjang 40 m sekitar 10 m. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard seluruhnya sebanyak 9 buah terbagi dalam 6 post, masing-masing 3 post pada breasting (masingmasing breasting 2 buah), 3 buah pada mooring dolphin (mooring post). Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut:
5 - 15
Fasilitas Sandar Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe dolphin The British Standar : ≤ 0.25L Kapal Ro Ro min LoA = 40 m Jarak fender max : 10,0 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting
Kesimpulan Tidak Memenuhi
Elastomeric type, circular shape. Cell 500 Karet sintetis Baik
Memenuhi
Eksisting Tee head dan pillar 15 m
Kesimpulan Memenuhi Memenuhi
6 post
Memenuhi
14 m
Memenuhi Baik
Fasilitas Tambat Spesifikasi Tipe Jarak Jumlah Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes Ro Ro 125 GRT-680 GRT Jarak bollard max: 15 m Ro Ro 125 GRT-680 GRT Jumlah bollard min : 4 buah Mooring post : 250 kN Berth line : 250 kN Besi tuang, pipa baja komposit Baik
Besi tuang Baik
Memenuhi Memenuhi
2. Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Palembang. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan termasuk pemeliharaan fasilitas dermaga. Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Palembang dinilai masih bagus/laik operasional. Baik konstruksi dermaga (breasting dan mooring) maupun fasilitas sandar dan tambat masih bagus. Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan dapat terjaga dengan baik. 3. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Palembang menggunakan movable bridge dengan panjang dan lebar masing-masing 5 - 16
yaitu 32,5 m dan 6,5 m. Sementara fasilitas ponton sudah tidak dioperasikan mengingat sudah rusak akibat kandas. Movable bridge yang tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Palembang menurut dimensinya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Dengan panjang movable bridge 32,5 m, sedangkan beda pasang surut 3,7 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut terendah = 12%. 2) Lebar movable bridge 6,50 m kurang memadai mengingat melayani kapal dengan bobot berfariasi dari 148 GRT – 680 GRT. Namun demikian dengan kapasitas Movable Bridge kemampuan memikul beban hanya 20 ton, menjadikan kendaraan-kendaraan dengan berat melebihi 20 ton tidak dapat terangkut. Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Palembang, sebagai berikut: Prasarana bongkar muat Spesifikasi Tipe Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan
Eksisting
Kesimpulan
Pasang surut 3,7 m Tipe : MB dan Ponton Kapal 148 GRT dan 680 GRT Lebar MB min: 8 m 12%
MB (movable bridge)
Memenuhi
6.80 m
Tidak Memenuhi Memenuhi
45 ton
20 ton
<12%
Tidak Memenuhi
4. Fasilitas Alur Pelayaran Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai Musi dengan alur pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan Sungai Musi. Terkait dengan ruang bebas dengan adanya Jembatan Ampera juga cukup aman, mengingat dalam kondisi pasang tertinggi, tinggi ruang bebas yang ada mencapai 8,7 m. Terlepas dari cukupnya alur pelayaran bagi kapal-kapal penyeberangan, permasalahan di Sungai Musi adalah proses sedimentasi yang cukup tinggi.
5 - 17
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut: Alur pelayaran Spesifikasi Lebar alur
Persyaratan Dua jalur berliku = 9B + 30m = 5 x 13 = 65 m
Eksisting Sangat lebar
Kesimpulan Memenuhi
Kedalaman alur Ruang bebas
Min. 4,6 m LWS
>4,6 m
Memenuhi
Tidak ada data
8,7 m
-
C. Pelabuhan Rambang, Palangkaraya 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Fasilitas sandar yang tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan masingmasing sistem fender terdiri dari 2 unit fender elastomeric type V 400 H dengan jarak 4 m yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Posisi fender dipasang vertikal, mengingat tingginya beda pasang surut. Fasilitas Dermaga di Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi kapal-kapal dengan bobot 750 GRT dengan panjang rata-rata sekitar 55 m dan draft makimum sebesar 3 m. Dengan panjang fasilitas dermaga yaitu 252 m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 55 m. Demikian halnya dengan jarak fender 4 m sudah cukup memadai bagi kapal dengan panjang hingga 55 m. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 12 buah masing-masing 4 buah terbuat dari besi baja tuang dan 8 buah dari pipa komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi.
5 - 18
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal pada intinya sudah cukup memadai dan aman. Namun mengingat beda pasang surut yang sangat tinggi menjadikan kapal-kapal rakyat tidak dapat sandar di dermaga ini, sehingga lebih memilih sandar di ponton untuk melakukan kegiatan bongkar muat. Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan Sungai Rambang, Palangkaraya yaitu sebagai berikut: Fasilitas sandar Spesifikasi Jarak
Tipe
Kapasitas Bahan Kondisi
Persyaratan Dermaga tipe Qontinuous The British Standar : ≤ 0.15L Kapal pnp. min LoA = 55 m Jarak fender max : 8,5 m The British Satandar: Elastomeric (Rubber Fender), Pneumatic, Fender pile, etc. Perlu analisis Kayu, Karet sintetis, Karet alami Baik
Eksisting
Kesimpulan Memenuhi
Elastomeric, jenis V-shape, V400H
Memenuhi
Perlu analisis Karet sintetis Baik
Memenuhi Memenuhi
Eksisting - Single Pillar 10 bh - Tee head 2 bh Jarak 8 m
Kesimpulan Memenuhi
Jumlah : 12 buah
Memenuhi
Besi tuang dan pipa baja komposit Baik
Memenuhi
4m
Fasilitas tambat Spesifikasi Tipe
Persyaratan Pillar, tee head, sloping lobes
Jarak
Kapasitas Bahan
Kapal penumpang 750 DWT Jarak bollard max : 15,0 m Kapal penumpang 750 GRT Jumlah bollard min : 4 buah Berth line : 250 kN Besi tuang, pipa baja komposit
Kondisi
Baik
Jumlah
Memenuhi
Memenuhi
2. Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Rambang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Palangkaraya. Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Palembang, terkait perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur yang baku dalam pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan termasuk pemeliharaan fasilitas dermaga. 5 - 19
Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Rambang dinilai masih bagus/laik operasional, kecuali dermaga kayu perlu dilakukan perbaikan atau revitalisasi. Sedangkan kondisi fasilitas sandar dan tambat masih bagus. Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan dapat terjaga dengan baik. 3. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas
bongkar
muat
di
Pelabuhan
Penyeberangan
Rambang
menggunakan 2 unit ponton dengan panjang dan lebar kedua ponton masing-masing yaitu 10 m dan 5 m dan terbuat dari kayu. Adakalanya 1 ponton tidak dapat digunakan karena kandas saat perairan dalam kondisi surut, sehingga dinilai kurang laik operasi. Sementara untuk sandar di ponton yang lainnya, kapal-kapal juga mengalami kesulitan dikarenakan kedalaman kolam tidak mencukupi bagi draft kapal. Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya terkait dengan dimensi ponton sudah cukup memadai. Namun mengingat kolam di areal ponton sangat dangkal menjadikan kapal-kapal sulit untuk sandar. 4. Fasilitas Alur Pelayaran Pelabuhan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan alur pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Namun demikian mengingat sifat sungai yang merupakan sungai pasang surut dengan beda pasang surut hingga 4 m, menjadikan alur pelayaran pada beberapa tempat pada musim-musim kemarau menjadi dangkal dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan pelayaran terutama bagi kapal-kapal angkutan sungai yang cukup besar. Permasalahan lain yaitu terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi.
5 - 20
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap para nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya alur pelayaran Sungai Kahayan kurang aman dan tidak cukup memadai. D. Pelabuhan Danau Ajibata 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Di Pelabuhan Penyeberangan Ajibata tidak tersedia fasilitas sandar. Hal ini mengingat kondisi perairan di areal lokasi pelabuhan yang cukup tenang. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 6 buah terbuat dari pipa baja komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi. Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal pada intinya dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak ada fasilitas sandar, proses/manuver sandar kapal cukup aman dan tidak mengalami kesulitan. 2. Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dikelola oleh swasta yaitu PT Gunung Hijau Megah. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan. Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan dapat terjaga dengan baik. 3. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa 2 unit plengsengan. Plengsengan I dengan panjang dan lebar masing-masing yaitu 6,5 m dan
5 - 21
6,1 m, sedangkan panjang dan lebar Plengsengan II yaitu 5,0 m dan 5,5 m. Konstruksi plengsengan terbuat dari pasangan batu kali dengan kondisi kurang memenuhi persyaratan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi konstruksi yang tidak masive dan terlihat rusak. Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Danau Toba, Ajibata yaitu sebagai berikut: Prasarana bongkar muat I Spesifikasi Tipe
Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,5 m Tipe : Plengsengan, MB dan Ponton Kapal 300 GRT – 500 GRT Lebar plengsengan min: 8 m 10% 45 ton
Eksisting Plengsengan
Kesimpulan Memenuhi
6.1 m
Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi
>10% rusak
Prasarana bongkar muat II Spesifikasi Tipe
Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,5 m Tipe : Plengsengan, MB dan Ponton Kapal 300 GRT-500 GRT Lebar plengsengan min: 8 m 10% 45 ton
Eksisting Plengsengan
Kesimpulan Memenuhi
5,5 m
Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi Tidak Memenuhi
>10% rusak
4. Fasilitas Alur Pelayaran Pelabuhan Ajibata berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapalkapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan Danau Toba. Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat
5 - 22
mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan. E. Pelabuhan Danau Simanindo 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata, Pelabuhan Penyeberangan Simanindo juga tidak tersedia fasilitas sandar. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin dan dalam kondisi baik/laik operasi. 2. Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan. Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan dapat terjaga dengan baik. 3. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Simanindo berupa plengsengan. Dengan panjang 13 m dan lebar 10 m. Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pipa baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi. Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Danau Toba, Nainggolan yaitu sebagai berikut:
5 - 23
Prasarana bongkar muat Spesifikasi Tipe
Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,5 m Tipe : Plengsengan, MB dan Ponton Kapal LCT 246 GRT Lebar plengsengan min: 7 m 10% 20 ton
Eksisting Plengsengan
Kesimpulan Memenuhi
10 m
Memenuhi
Panjang 13 m Kemiringan >10% 20 ton
Tidak Memenuhi Memenuhi
4. Fasilitas Alur Pelayaran Kondisi alur sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata, yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut. Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapalkapal penyeberangan yang saat ini beroperasi. Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan. F. Pelabuhan Danau Nainggolan 1. Fasilitas Sandar dan Tambat Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dan Simanindo, Pelabuhan Penyeberangan Nainggolan juga tidak tersedia fasilitas sandar. Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin dan dalam kondisi baik/laik operasi.
5 - 24
2. Perawatan Fasilitas Dermaga Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan. Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan dapat terjaga dengan baik. 3. Fasilitas Bongkar Muat Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nangolan berupa plengsengan dengan panjang 12 m dan lebar 10 m. Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pancang pipa baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi. Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Danau Toba, Naingolan yaitu sebagai berikut: Prasarana bongkar muat Spesifikasi Tipe
Lebar Batas Kelandaian Kapasitas
Persyaratan Pasang surut 1,5 m Tipe : Plengsengan, MB dan Ponton Kapal LCT 206 GRT Lebar plengsengan min: 7 m 10% 20 ton
Eksisting
Kesimpulan
Plengsengan
Memenuhi
10 m
Memenuhi
Panjang 12 m Kemiringan >10% 20 ton
Tidak Memenuhi Memenuhi
4. Fasilitas Alur Pelayaran Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang cukup lebar dan dalam sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata dan Simanindo. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi, kecuali gangguan pelayaran dengan adanya lalu lintas kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur ini. 5 - 25
Hasil dari wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda kapal, tidak jauh berbeda dengan yang di Ajibata maupun Simanindo, yaitu pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan.
5 - 26
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000. Tentang Standardisasi Nasional; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010. Tentang Angkutan di Perairan; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009. Tentang Kepelabuhanan; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002. Tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004. Tentang Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001. Tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan; Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004. Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011. Tentang Alur Pelayaran Di Laut; Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011. Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah Kabupaten/Kota; International Maritime Organization (IMO); Permanent International Association of Navigation Congress (PIANC). 2002. Guidelines for The Design of Fender Sysem;
British Standard. BS 6349-1. 2000. Maritime Structure Part-1: Code of Practice for General Criteria; British Standard, BS 6349-4. 1994. Maritime Structure Part-4: Fendering And Mooring; British Standard, BS 6349-7. 1991. Maritime Structure Part-7: Guide to the design and construction of breakwater; British Standard, BS 6349-8. 2007. Maritime Structure Part-8: Code of Practice for The Design of Ro Ro Ramps, Linkspans dan Walkways; US Army. Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection Manual-Volume II. Washington DC; The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan.2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan; Maritime Sector Development Programme. DGSC. 1991. Standard Design Criteria for Ports in Indonesia; Japan International Cooperation Agency. 1993. The Development Study on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia; Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: Recommendations And Guidelines. Thomas Telford Ltd. London; Liu, Zhou. and Burcharth, Hans F. 1999. Port Engineering. Laboratoriet for Hydraulik Havnebigning. Aalborg Universitet; Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. 2002. Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan; Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga Penyeberangan Merak. Artikel LLASDP. Info Hubdat; Soenarno, AS,HR. 2004. Perencanaan Pelabuhan I. Jurusan Teknik Sipil. Institut Sains Dan Teknologi Nasional. Jakarta. Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset.