BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah maka setiap instansi Pemerintah wajib membuat Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP) sebagai upaya untuk meningkatkan manajemen pemerintah terutama melalui manajemen kinerja yang berorentasi pada hasil serta untuk mengetahui sejauh mana instansi pemerintah melaksanakan dan memperlihatkan kinerjanya. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja, yaitu pertanggungjawaban kinerja suatu instansi pemerintah dalam mencapai tujuan /sasaran startegis instansi pemerintah dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistemik dan melembaga. LAKIP juga menggambarkan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/kebijaksaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Lakip harus mempertanggungjawabankan kinerja yang telah diperjanjikan/ ditetapkan dalam PK dan terkait dengan rencana kinerja yang telah direncanakan dalam rencana jangka menengah (Renstra) dan Rencana Kinerja Tahunan (RKT). B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kesehatan hewan. Dalam pelaksanaan tugasnya, Direktorat Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (2) pelaksanaan kebijakan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (3) penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan 1
penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan hewan, kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan; dan (5) pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Kesehatan Hewan. C. Struktur Organisasi Dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Kesehatan Hewan terdiri atas (1) Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan; (2) Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasanan Penyakit Hewan; (3) Subdirektorat Perlindungan Hewan; (4) Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (5) Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan; (6) Subbagian Tata Usaha dan (6) Kelompok Jabatan Fungsional. Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengamatan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pengamatan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan; dan (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang epidemologi, ekonomi veteriner dan penyidikan penyakit hewan. Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan mempunyai tugas melaksananan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Dalam melaksanakan tersebut, Subdirektorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan; dan (4) pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan. Subdirektorat Perlindungan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perlindungan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Perlindungan Hewan 2
menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan; dan (4) penyiapan pelaksanaan analisa risiko penyakit hewan eksotik dan penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang analisa risiko penyakit eksotik dan kesiagaan darurat penyakit hewan. Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan; dan (4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi kebijakan di bidang Kelembagaan dan Sumber Daya Kesehatan Hewan. Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan, penyusnan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan obat hewan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Pengawasan Obat Hewan menyelenggarakan fungsi: (1) penyiapan penyusunan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat hewan; (2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang mutu dan peredaran obat hewan; (3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang mutu dan peredaran obat hewan; dan (4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang mutu dan peredaran obat hewan. Subbagian Tata Usaha menpunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga, perlengkapan, dan surat menyurat, serta kearsipan Direktorat Kesehatan hewan. Kelompok Jabatan Fungsional mempuyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas jabatan fungsional medik veteriner dan paramedik veteriner.
3
Bagan Organisasi Direktorat Kesehatan Hewan
Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) Direktorat Kesehatan Hewan tahun 2013 sebanyak 84 orang. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan berdasarkan pendidikan terakhir disampaikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Rekapitulasi SDM Direktorat Kesehatan Hewan Berdasarkan Pendidikan Terkahir Tahun 2013 No
Gol/Ruang
S3
S2
S1
D3
SLTA
SLTP
SD
Jumlah
2
II
-
-
-
1
3
-
1
5
1
-
-
-
-
1 3 4
I
III
IV
JUMLAH
-
-
1
-
40
23
-
4
-
1
-
9
-
-
-
-
54 24
84
4
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA A. RENCANA STRATEGIS
Rencana strategis Direktorat Kesehatan Hewan mengaju pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014. 1. Visi Terwujudnya status kesehatan hewan yang ideal melalui pembangunan kesehatan hewan yang moderen, maju, efektif dan efisien.
2. Misi a. Melindungi hewan dari penyakit yang mengancam kelestarian sumberdaya hewan dan lingkungan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Melindungi manusia/masyarakat dari resiko yang berkaitan dengan hewan dan produknya (aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai sasaran akhir) dan memberikan sumbangan baru bagi ilmu pengetahuan biologik dan medik. c. Melindungi kehidupan lingkungan serta mempertahankan kelestarian sumberdaya genetika. d. Memfasilitasi perdagangan dengan mewujudkan pelayanan kesehatan hewana yang profesional untuk mencapai status kesehatan hewan yang kondusif untuk menjamin kestabilan usaha bidang peternakan yang lestari dan berdaya saing. 3. Tujuan a. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan hewan. b. Meningkatkan kepedulian dan partisipasi aktif masyarakat terhadap kesehatan hewan dan biosekuriti. c. Meningkatkan kapasitas, kapabilitas dan kredibilitass monitoring, surveilans, penyidikan dan pengujian serta diagnosa penyakit hewan. d. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular. e. Meningkatkan kapabilitas kesiagaan darurat terhadap penyakit hewan menular dan eksotik. f. Meningkatkan jaminan mutu dan ketersediaan komoditas hewan dan obat hewan. g. Meningkatkan status kesehatan hewan nasional. 4. Sasaran a. Indonesia tetap bebas PMK dan bebas penyakit eksotik lainnya, b. Bagian wilayah Indonesia bebas penyakit strategis,
5
c. Pengamanan dan Penanganan Penyakit Hewan Baru (New Emerging Animal Disease) dan Muncunya lagi Penyakit Hewan dan (Re-Emerging Animal Disease), d. Penguatan Sistem Pengamatan dan Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional, e. Pemantapan Kelembagaan dan Sumber Daya Lembaga, f. Peningkatan Jaminan Mutu dan Kapasitas Produksi Obat Hewan Indonesia g. Pemantapan Regulasi B. Strategi dan Kebijakan Agar supaya visi, misi, tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan hewan dapat dicapai, maka perlu dilakukan langkah-langkah strategis secara menyeluruh sebagai berikut: a.
Menyusun perencanaan program pembangunan kesehatan hewan nasional yang sifatnya top-down policy berdasarkan periode pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang yang implementasi pembangunannya mengakomodir kepentingan dan situasi kondisi status kesehatan hewan daerah sehingga model pembangunan kesehatan hewannya bersifat buttomup planning. b. Penataan ulang dan penegasan kembali kewenangan urusan kesehatan hewan antara pusat dan daerah. c. Pendegelasian sebagian kewenangan veteriner (veterinary authority) kepada dokter hewan swasta (praktisi, mandiri dan technical service) dengan akreditasi. d. Membangun sistem kompetensi profesi medik dan paramedik veteriner. e. Mengembangkan jejaring laboratorium veteriner. f. Mengembangkan sistem akreditasi laboratorium veteriner. g. Mengembangkan program surveilans yang mempunyai target peluang pasar (market requirement). h. Meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat (public awareness) dan proposi secara berkelanjutan. i. Menyusun rencana dan kewajiban bersama antara pusat dan propinsi dalam program pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan urusan kesehatan hewan lainnya. j. Mengembangkan program biosekuriti berdasarkan resiko (riks based). k. Mengembangkan integrasi sektor swasta dalam pembiayaan dan penyediaan sarana untuk kesiagaan darurat dan pemberantasan penyakit hewan menular. Mengembangkan sistem sertifikasi penerapan Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB). l. Mengembangkan sistem akreditasi penerapan manajemen kesehatan hewan dan biosekuriti di peternakan berdasarkan kompartemen (compartment based). m. Mengembangkan jejaring dan sistem informasi kesehatan hewan. 6
Tabel 2. Sasaran Rencana Strategis (Renstra) PROGRAM/ KEGIATAN SASARAN PRIORITAS 6.4
Pengenda -lian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis (Prioritas Nasional dan Bidang)
►Meningkat nya pelaksana an Pencegah an dan Pemberan tasan PHM ►Meningka tnya pelayana n kesehata n hewan
INDIKATOR Penguatan sistem kesehatan hewan (vaksin/ obat dlm dosis)
OUTPUT/ SUBOUTPUT
SATUAN
PengendaDosis lian, pencegahan dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) PenyePembinaan Lapodiaan dan ran tenaga/ koordinasi petugas peningkatan medik/ pelayanan paramedi kesehatan k serta hewan sarana kesehatan hewan Sub total
ALOKASI ANGGARAN BASELINE KEGIATAN PRIORITAS
TARGET 2010 100,00 0,000
2011 1,45 0,00 0
2012 1,740, 000
2013 2,088, 000
33
33
33
33
2014 2010 2,50 177. 5,60 13 0
33
9.97
(Milyar Rp) 2011 2012 2013 87.5 100. 115.0 8 28 2
142. 91
157. 20
172.9 2
2014 132.19
190.21
7
TOTAL 612.21
673.21
C. Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tabel 3. Rencana Kinerja Tahunan
NO
6.4
PROGRAM/K EGIATAN PRIORITAS Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis (Prioritas Nasional dan Bidang)
INDIKATOR
Pelaksaan vaksinasi dan pengobatan
Penguatan sistem kesehatan hewan (vaksin/obat dlm dosis)
Penyediaan tenaga/petugas lapang seperti, medik paramedik
JENIS OUTPUT RKAKL
SATUAN
Pengendalian, pencegahan dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS)
Dosis
Penguatan Puskeswan Penanggulanga n gangguan reproduksi
Paket
Komponen
1) Anthrax
DK
2011 (000) 500
3) Brucellosis;
DK
200
5) Jembrana
DK
2) Rabies
4) Hog Cholera
Dosis
DK/TP/K D
ALOKASI ANGGARAN BASELINE KEGIATAN PRIORITAS
DK
DK
600
2012 (000) 600 240
720
100
120
50
60
2011 (000) 3.25 6.05
2.95
0.78
0.41
6) Pemeriksaan, identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet Puskeswan
DK
3,06
3,672
1.91
TP
24
29
1) Operasional penanganan gangguan reproduksi 2) Pemerikasaan akseptor terhadap status Brucellosis 3) Penanganan ternak yang mengalami
DK
103,4
DK
1,221
DK
2012 2013 (000) 3.90 7,45 7.26
21,38
0.93
4.69
3.54 0.49
3,83 1.17
TOTAL 194.58
32.48 15.84 4.16 2.17
2.29
20.91
10.26
12.00
14.40
20.38
64.42
124,08
2.07
2.48
24.02
11.10
1,465
0.32
0.39
1.95
1.74
6.09
0.00
-
0.00
8
Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik
gangguan reproduksi 4) monitoring, evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi 5) obat dan hormon Pengawasan obat hewan
DK
103,4
124,03
DK BPMSO H
1
1
0.52
0.62
1.98
2.77
10.08
11.09
46.78
13.59
14.95 42.2
63.08
24.56
27.02
36.17
113.98
Pengawasan obat hewan
Laporan
Peningkatan produksi dan distribusi vaksin Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Laporan
Peningkatan produksi dan distribusi vaksin
Pusvetm a
Laporan
1) Pembinaan dan koordinasi
DK
33
33
16.15
17.77
102.0 8
84.92
DK
32
32
0.45
0.50
1.05
2.09
Penguatan pengujian dan penyidikan veteriner
Laporan
2)Perlindungan hewan dari penyakit hewan eksotik Penguatan pengujian dan penyidikan veteriner
BBVet dan BPPVR
8
8
126.3 1
138.9 4
118.5 7
586.20
9
D. Penetapan Kinerja (PK) Tabel 4. Penetapan Kinerja SASARAN STRATEGIS Terkendali dan tertanggulanginya penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis
INDIKATOR
OUTPUT 1. Kesiagaan Wabah PHM 1. Penanggulangan Gangguan Reproduksi 2. Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan 3. Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik 4. Penyidikan dan Pengujian PHM 5. Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan OUTCOME 1. Tingkat Kematian 2. Tingkat Kesakitan 3. Status Kesehatan Hewan Nasional
TARGET
SATUAN
6.380.520 672.181
Dosis Dosis
41
Unit
8.377.775
Dosis
229.866 34
Sampel Laporan
1.5% 30% 70%
Kegiatan : Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan Menular Strategis dan Penyakit Zoonosis Anggaran: Rp. 394.642.592.000,-
10
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Kriteria Ukuran Keberhasilan Pencapaian Sasaran Nilai dan predikat ukuran keberhasilan pencapaian sasaran program tahun 2013 dengan merunjuk pada LAKIP Kementerian Pertanian, ke dalam empat kategori yaitu : (1) sangat berhasil (capaian >100%), (2). Berhasil (80-100%), (3) cukup berhasil (capaian 60-79%), dan (4) kurang berhasil (capaian <60%), terhadap sasaran yang telah ditetapkan. B. Realisasi, Evaluasi dan Analisa Capaian Sasaran Strategis Program Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2013 yang merupakan bagian dari Rencana Stratejik (Renstra) Kesehatan Hewan tahun 2010-2014 sesuai tugas pokok dan fungsinya terdiri atas Kesiagaan Wabah PHM, Penanggulangan Gangguan Reproduksi, Penguatan Kelembagaan dan Sumberdaya Kesehatan Hewan, Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik, Penyidikan dan Pengujian PHM, Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan dengan dukungan manajemen teknis kesehatan hewan. Target yang direncanakan untuk dicapai pada tahun 2013 adalah: a. Terkendalinya dan tertanggulanginya penyakit hewan dengan kegiatan Kesiagaan Wabah PHM melalui vaksinasi dan pengobatan hewan dengan target sebanyak 6.380.520 dosis dengan rincian antara lain vaksin rabies, brucellosis, anthrax, hog cholera, jembrana, obat gangguan reproduksi, obat parasit, avian influenza dan disinfektan. Dari target 6.380.520 dosis terealisasi sebanyak 9.125.719 dosis atau 143,02%. b. Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan penyakit parasiter melalui kegiatan pemeriksaan akseptor terhadap status Brucellosis, penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi dan identifikasi dan pengobatan parasit internal dan kematian pedet. Dari target 672.181 dosis terealisasi sebanyak 536.341 atau 79,79%. c. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan dilakukan dengan rekruitment dan bimbingan teknis Tenaga Harian Lepas Medik dan Paramedis, Bimbingan Teknis Petugas Penanggulangan Gangguan Reproduksi, Fasilitasi Puskeswan, Penilaian, Sosialisasi dan pembinaan jabatan fungsional medik dan paramedik veteriner, Pelatihan dan pembinaan Petugas National Veterinary Services (NVS), Penilaian Petugas Puskeswan Berprestasi dan monitoring rumah sakit dan klinik hewan. Dari target 111 unit terealisasi 103 unit atau 92,79%. 11
d. Peningkatan produksi vaksin, obat hewan dan bahan biologik dilakukan melalui pendaftaran, penilaian dan pengujian obat hewan yang beredar di Indonesia; penilaian dan evaluasi penerapan CPOHB di produsen obat hewan, evaluasi ekspor obat hewan dan penyusunan dan penyempurnaan peraturan di bidang obat hewan. Dari target 8.377.775 dosis terealisasi sebanyak 13.063.110 atau 155,93%. e. Pengendalian penyakit hewan di wilayah Indonesia diukur melalui kegiatan pengamatan penyakit hewan. Kegiatan pengamatan ini melalui kegiatan surveilans berkelanjutan dengan melakukan pengambilan dan pengujian spesimen (sampel) yang dilakukan oleh Balai Veteriner dan Balai Besar Veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil penyidikan dan pengujian penyakit hewan menular (PHM) tahun 2013 diketahui bahwa diuji 344.799 sampel. Hal ini melebihi target output sampel tahun 2013 yaitu 229.866 sampel atau 150% dari target output sampel tahun 2013. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengujian negatif pada sampel hasil pengamatan dan pengujuian PHM, sebagian besar telah melebihi target output per wilayah. Pengujian dan pengambilan sampel didapat dari kegiatan surveilans aktif yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner dan Balai Veteriner. Adapun wilayah pengendalian penyakit belum sesuai dengan target adalah 2 wilayah regional yaitu regional Sumbar, Riau, Kepri, Jambi dan regional DIY, Jateng, Jatim. Tindakan pengendalian di wilayah dengan capaian di bawah target perlu untuk dilakukan lebih intensif, dengan memaksimalkan sumber daya dana dan manusia yang tersedia. f. Pengendalian penyakit hewan wilayah Aceh dan Sumut, dari target 65% tercapai. g. Pengendalian penyakit hewan Sumbar, Riau Kepri dan Jambi dari target 74% tercapai. h. Pengendalian penyakit hewan Sumsel, Bengkulu, Babel dan Lampung dari target 74% tercapai. i. Pengendalian penyakit hewan Wilayah DKI, Jabar, dan banten dari target 66% tercapai. j. Pengendalian penyakit hewan Wilayah DIY, Jateng dan Jatim dari target 73% tercapai. k. Pengendalian Penyakit hewan wilayah Bali, NTB dan NTT dari target 68% tercapai. l. Pengendalian penyakit hewan Wilayah Pulau kalimantan dari target 70% tercapai. m. Pengendalian penyakit hewan Wilayah Pulasu Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua dari target 70% tercapai. n. Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan dari target 34 laporan terealisasi 34 laporan atau 100%.
12
Tabel 5. Target dan Realisasi Kegiatan berdasarkan Penetapan Kinerja tahun 2013 SASARAN STRATEGIS Terkendali dan tertanggulanginy a penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis
INDIKATOR
SATUAN
TARGET
PRESENTASE 143,02%
Kategori
6.380.520
REALISASI 9.125.719
Kesiagaan Wabah PHM
Dosis
Penanggulangan Gangguan Reproduksi pada Sapi/Kerbau dan Penyakit Parasiter
Ekor
672.181
536.341
79,79%
Cukup Berhasil
Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan Peningkatan Produksi Vaksin, Obat Hewan dan Bahan Biologik Penyidikan dan Pengujian PHM Pembinaan dan Koordinasi Kesehatan Hewan Pengendalian penyakit hewan Wilayah Aceh dan Sumut Pengendalian penyakit hewan Sumbar, Riau, Kepri dan Jambi Pengendalian penyakit hewan Sumsel, Bengkulu, Babel dan Lampung Pengendalian penyakit hewan Wilayah DKI, Jabar, dan banten Pengendalian penyakit hewan Wilayah DIY, Jateng dan Jatim Pengendalian penyakit hewan Wilayah Bali, NTB dan NTT Pengendalian penyakit hewan Wilayah Pulau kalimantan Pengendalian penyakit hewan Wilayah Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua
Unit
111
103
92,79%
Berhasil
Dosis
8.377.775
13.063.110
155,93%
Sangat Berhasil
Sampel
229.866
344.799
150%
Laporan
34
34
100%
Sangat Berhasil Berhasil
65 %
83 %
128%
Sangat Berhasil
74%
62 %
84%
Berhasil
74%
78 %
105%
Sangat berhasil
66%
73 %
111%
Sangat berhasil
73%
72 %
99%
Berhasil
68%
86 %
126%
Sangat berhasil
70%
87 %
124%
Sangat berhasil
70%
77 %
110%
Sangat berhasil
Sangat Berhasil
13
SASARAN STRATEGIS
INDIKATOR
SATUAN
TARGET
Capaian Kinerja
REALISASI
PRESENTASE 114.89%
C. Capaian Kinerja Program dan Kegiatan
Kategori Sangat Berhasil
1. Kesiagaan Wabah PHM Indikator kinerja kegiatan ini adalah Penguatan Sistem Kesehatan Hewan (vaksin/obat dalam dosis). Kegiatan ini terdiri dari 9 komponen yaitu pengadaan vaksin Anthrax, Rabies, Brucellosis, Hog Cholera, Jembrana, Pemeriksaan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet, operasional desinfektan, SE, Surra dan pengendalian AI. Dari target fisik vaksinasi dan pengobatan sejumlah 6.380.520 dosis terealisasi sebesar 9.125.719 dosis atau 143,02%. Dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi peningkatan sebanyak 9,13%. Tabel 6. Realisasi Vaksinasi dan Pengobatan Tahun 2013 2012 2013 Vaksin/Obat Realisasi Target Realisasi Rabies Hog cholera Jembrana Anthrax Brucellosis Disinfektan AI
1.740.000 856.000 170.000 620.000 200.000 19.301 4.475.079 8.361.777
921.101 448.000 42.500 719.510 166.203 41.162 3.277.994 6.380.520
926.000 448.000 47.500 714.500 41.162 7.741.000 9.125.719
Presentase Realisasi 100,53% 100,00% 111,00% 99,00% 100,00% 236,00% 143,00%
Pada tahun 2013 target pengadaan vaksin dan obat menurun dibandingkan dengan tahun 2012, namun realisasi melebihi capaian kinerja pada tahun 2012. Kegiatan Pendukung pengendalian wabah yang dilaksanakan tahun 2013 antara lain dengan disusunnya roadmap pembebasan Rabies, Roadmap pembebasan Brucellosis, Pedoman Jembrana, pedoman SE dan Penyempurnaan kiatvetindo Rabies. Khusus untuk pengendalian AI, perkembangan kasus pada unggas selama tahun 2013 sebagai berikut: a. Jumlah kasus AI pada unggas (sebagian besar data kasus pada unggas pekarangan) sejak tahun 2007 s/d 2013 mengalami penurunan jumlah kasus cukup signifikan. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 546 kasus dan tahun 2013 turun menjadi 470 kasus,
14
b. Selama tahun 2013 di 8 provinsi tidak pernah dilaporkan terjadi kasus AI yaitu di provinsi NTB, NTT, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Maluku dan Papua. c. Untuk antisipasi masuk dan menyebarnya virus AI A/H7N9 dari Cina atau negara tertular lainnya ke Indonesia, maka telah dilakukan pengambilan dan pengujian 864 sampel lingkungan di pasar unggas hidup terdiri dari Jabodetabek (534), Medan (148), Surabaya (146), Rawakepiting (36), hasilnya 33,7 % positif (+) matrix Influenza A, dan semua (100 %) negatif (-) H7N9 d. Pada tahun 2013 Balai Besar Veteriner Maros telah melaksanakan surveilans pembebasan tahun pertama di wilayah provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua dan Papua Barat, dengan hasil tidak ditemukan virus AI. Pada tahun 2014 akan melanjutkan Surveilans Detect Disease dan apabila tetap tidak ditemukan virus AI, maka pada akhir tahun 2014 akan dinyatakan status bebas AI. 2. Penanggulangan Gangguan Reproduksi Kegiatan ini terdiri dari 5 komponen yaitu operasional penanganan gangguan reproduksi, pemeriksaan akseptor terhadap status brucellosis, penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi, monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi dan pengadaan Obat dan hormon dan pelatihan petugas penanggulangan gangguan reproduksi. Tabel 7. Realisasi Penanggulangan Gangguan Reproduksi Program
Penanggulangan Gangguan reproduksi
Total
Komponen
Operasional Penanganan Gangguan Reproduksi Pemeriksaan Akseptor terhadap status Brucellosis Penanganan ternak yang mengalami gangguan reproduksi Monitoring dan evaluasi dan pelaporan penanggulangan gangguan reproduksi SDM Penanggulangan Gangguan Reproduksi
83.417
Prosen tase 413 %
119.750
102.878
85,91 %
195.200
140.222
71,83 %
33
33
100 %
150
186
124 %
Target
20.171
Realisasi
159 %
3. Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan
15
a. Kegiatan Penguatan Kelembagaan Puskeswan Output dari kegiatan pengembangan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan ada 2 yaitu Pembangunan Puskeswan dan Fasilitasi Peralatan Puskeswan. Realisasi kegiatan pengembangan kelembagaan dan sumber daya keswan adalah 103 unit ( 92,79%) dari target 111 unit dengan perincian realisasi pada tabel berikut. Tabel 8. Realisasi Kegiatan Penguatan Kelembagaan dan Sumber Daya Keswan Program
Output
Pengembangan Kelembagaan Puskeswan
Target
Pembangunan Puskeswan Fasilitasi Peralatan
Total
Realisasi
11 unit
11 unit
Prosen tase 100%
100 unit
92 unit
92%
111 unit
103 unit
96%
Data jumlah Puskeswan sampai dengan bulan Desember 2013 tercatat 1.194 unit Puskeswan yang tersebar di 391 kabupaten/kota. Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan jumlah puskeswan sebesar 19,51%, peningkatan sebaran puskeswan 2,08%, peningkatan jumlah dokter hewan puskeswan 32,23% dan peningkatan paramedik veteriner 30,48%. Tabel 9. Peningkatan Fasilitasi Puskeswan Tahun 2010 - 2013 Keterangan
Jumlah Puskeswan Penyebaran puskeswan
Dokter Hewan Paramedis Veteriner
2010
889
328 kab/kota
551
1577
2011
933
351 kab/kota
591
1633
Pening katan
4.90% 7.01%
7.20%
3.50%
2012
999
383 kab/kota
661
1719
Pening katan
7.07%
9.10%
11.80% 5.20%
2013
1194
391 kab/kota 874 2243
Pening katan
19.51% 2.08% 32.23% 30.48%
Ke depan, masih diperlukan penambahan jumlah puskeswan berdasarkan kebutuhan yang mengacu pada populasi ternak yakni 1 (satu) puskeswan menangani 3 kecamatan atau 2.000 satuan ternak (animal unit), jumlah kecamatan di Indonesia saat ini sebanyak 6487 maka kebutuhan puskeswan sebanyak 2.162 buah, sedangkan kebutuhan sdm puskeswan tang terdiri dari dokter hewan dan paramedik veteriner, dari jumlah yang ada saat ini yaitu dokter hewan sebanyak 661 orang dan paramedik sejumlah 1719 masih jauh dari jumlah ideal yaitu dalam 1 puskeswan
16
minimal ada 1 dokter hewan dan 3 paramedik veteriner, jadi masih dibutuhkan 2162 dokter hewan dan 6486 paramedik veteriner. Grafik Fasilitasi Puskeswan Tahun 2010 – 2013
b. Penguatan Sumber Daya Keswan (Tenaga Harian Lepas) Pada tahun 2013 Tenaga Harian Lepas yang telah direkrut sebanyak 960 orang, dengan perincian 400 orang THL Medik Veteriner 350 Paramedik Veteriner dan 210 orang THLPendamping. Tabel 10. Realisasi Rekrutmen Tenaga Harian Lepas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
No
Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Riau Kepulauan Riau Bangka Belitung Bengkulu Sumatera Selatan Lampung DKI Jakarta Pusat Banten Jawa Barat Jawa Tengah D.I Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat
Dokter Hewan 23 8 18 4 21 6 1 4 6 41 6 7 7 45 59 45 85 29 27
Paramedis 5 18 10 9 5 2 1 7 14 30 1 16 8 77 32 16 21 2 53
Jumlah 28 26 28 13 26 8 2 11 20 71 7 23 15 122 91 61 106 31 80
17
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Nusa Tenggara Timur Kalimantan Timur Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Sulawesi Tengah Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat
16 13 6 11 2 7 3 1 1 5 3 1 3 3 2
35 15 5 5 0 14 8 0 0 1 0 1 0 5 17
51 28 11 16 2 21 11 1 1 6 3 2 3 8 19
Permasalahan dan kendala yang masih dihadapi tenaga harian lepas dalam melaksanakan pelayanan kesehatan hewan khususnya di Puskeswan adalah: a. Masih kurangnya lengkapnya sarana dan prasarana serta peralatan di Puskeswan untuk mengoptimalkan kegiatan Puskeswan. b. Terbatasnya persediaan obat-obatan sehingga pelayanan kesehatan hewan kurang maksimal seperti obat-obat yang bersifat Long acting, antipiuretik, analgesik dan obat-obatan lain yang diperlukan dalam pelayanan kesehatan hewan. c. Jarak tempuh Puskeswan dengan lokasi yang sangat jauh kadang mengakibatkan kurang efektifnya pelayanan terutama bila dalam keadaan darurat. d. Untuk beberapa daerah tidak disediakan biaya operasional untuk menunjang kegiatan Puskeswan. e. Belum adanya pemantauan dan pembinaan yang intensif terhadap kegiatan THL sehingga berdampak dalam kurang optimalnya pelaporan dan f. Banyak permintaan mutasi atau mengundurkan diri 4. Pengawasan Obat Hewan Dari aspek kesehatan hewan, meningkatnya impor ternak dan produk ternak termasuk obat hewan akan membawa resiko antara lain kemungkinan masuknya penyakit hewan ke wilayah Indonesia yang dapat mengancam keutuhan sumberdaya ternak di dalam negeri. Disamping itu obat hewan mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya pemeliharaan dan
18
peningkatan status kesehatan hewan yang pada gilirannya akan sangat menunjang upaya pengembangan dan pembangunan peternakan. Pada prinsipnya pembinaan terhadap usaha dan pengawasan obat hewan dilaksanakan oleh pemerintah pusat oleh karena jangkauan operasional pelayanan yang sifatnya nasional dan internasional, perlunya pola pembinaan yang seragam secara nasional serta terkait erat dengan bahaya yang timbul dan mengancam keselamatan masyarakat umum akibat efek samping dari pemakaian obat hewan. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan pengawasan obat hewan dan menjadi kewajiban pemerintah untuk mengatur dan mengawasinya mencakup pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan pembuatan, penyediaan, peredaran serta penggunaan obat hewan. Perizinan Obat Hewan Untuk tercapainya tertib administrasi perusahaan yang bergerak di bidang obat hewan dalam rangka tersedianya obat hewan yang memenuhi standar mutu, berkhasiat dan aman diterbitkanlah Permentan Nomor 18 Tahun 2009 tentang Syarat dan Tatacara Pemberian Izin Usaha Obat Hewan. Penerapan peraturan ini dilaksanakan sejak diundangkannya peraturan ini yaitu dengan melakukan inpeksi dan penilaian kelayakan pemberian izin usaha obat hewan baik itu untuk produsen, importir maupun eksportir obat hewan. Penilaian kelayakan izin usaha obat hewan untuk tahun 2013 telah dilaksanakan untuk 9 perusahaan obat hewan yang terdiri dari 2 produsen, 6 importir dan 1 eksportir. Pendaftaran Obat Hewan Prosedur permohonan pendaftaran baik untuk pendaftaran baru maupun ulang secara kesisteman telah diatur dari mulai pemeriksaan verifikasi dokumen, penilaian oleh Penilai Pendaftaran Obat Hewan (PPOH) dan bila perlu ke Komisi Obat Hewan (KOH), serta pengujian mutu dilakukan di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) termasuk kemungkinan uji lapang bagi obat baru atau obat lama yang perlu dikaji khasiat dan keamanannya. Tabel 11. Rekapitulasi Penerbitan SK Pendaftaran Obat Hewan Sediaan
Farmasetik Biologik Premiks Obat Alami Bahan Baku OH
Baru 119 31 65 1
2012 Ulang 150 34 33 12
Baru 109 38 122 5 7
2013 Ulang 97 32 32 2 19
Obat Hewan Khusus TOTAL
216
450
5 234
281
446
2 165
Penerbitan SK Pendaftaran Obat Hewan pada tahun 2013 sebanyak 446 produk yang terdiri dari 281 pendaftaran baru dan 165 produk pendaftaran ulang. Sedangkan pada tahun 2012, sebanyak 450 produk yang terdiri dari 216 pendaftaran baru dan 234 produk pendaftaran ulang. Bila dibandingkan penerbitan SK Pendaftaran obat hewan tahun 2013 dan 2012, untuk pendaftaran baru terjadi peningkatan sebesar 23,13%, sedangkan untuk pendaftaran ulang terjadi penurunan sebesar 41, 82%. Hal ini terjadi karena nomor pendaftaran yang masa berlakunya habis di tahun 2013 lebih sedikit dibandingkan tahun 2012. Pengawasan Peredaran Obat Hewan Kegiatan pengawasan peredaran obat hewan di lapangan untuk tahun 2013 dilaksanakan dalam dua kegiatan yaitu monitoring pengawasan bahan baku obat hewan dan monitoring pengawasan obat hewan ilegal. Dengan terlaksananya kegiatan ini diharapkan dapat menekan sekecil mungkin adanya obat hewan ilegal asal impor yang masuk dan beredar di Indonesia sehingga dapat tercipta tertib hukum dan administrasi dalam peredaran obat hewan. Sasaran dari kegiatan ini adalah petshop, depo obat hewan, klinik hewan dan perusahaan obat hewan memperoleh hasil TMS dari BBPMSOH. Realisasi kegiatan monitoring pengawasan obat hewan ilegal baru terlaksana untuk 4 instansi dinas (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Depok, Kota Bogor) dari 9 instansi Dinas Peternakan yang membidangi fungsi kesehatan hewan yang direncanakan. Sedangkan untuk kegiatan monitoring pengawasan bahan baku obat hewan baru terlaksana di 6 perusahaan obat hewan dari 10 perusahaan yang direncanakan. Hal ini terjadi karena kurangnya anggaran untuk monitoring pengawasan. Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB) merupakan salah satu rambu pengaman dan sebagai salah satu bentuk sistem pengawasan kualitas mutu dan obat hewan secara dini sejak proses produksi. Adapun sasaran penerapan CPOHB ini berlaku baik untuk produsen obat hewan dalam negeri (lokal) maupun untuk produsen obat hewan asal impor. Untuk tahun 2013, produsen obat hewan yang memperoleh sertifikat CPOHB sebanyak 6 perusahaan, sedangkan pada tahun 2012 produsen obat hewan yang memperoleh sertifikat CPOHB sebanyak 5 perusahaan. Disamping itu, pada tahun 2013 ini juga dilaksanakan kegiatan Monitoring dan Pengawasan Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB). Kegiatan ini dilaksanakan pertama kalinya sebagai tindaklanjut dari hasil penilaian 20
kelayakan CPOHB yang sudah dilakukan. Kegiatan Monitoring dan Pengawasan CPOHB telah dilaksanakan pada bulan April – Mei 2013 terhadap 26 produsen obat hewan yang telah memiliki sertifikat CPOHB. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dari 26 produsen tersebut memenuhi semua aspek CPOHB sebesar 80%. Ekspor Obat Hewan Salah satu bentuk pengawasan peredaran obat hewan adalah dengan pemrosesan dokumen-dokumen permohonan penerbitan surat rekomendasi obat hewan. Dari dokumen rekomendasi ekspor obat hewan yang telah diproses selama tahun 2013 apabila dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi penurunan realisasi ekspor pada jenis sediaan vaksin dan premiks yang cukup signifikaan. Sedangkan untuk sediaan farmasetik meningkat secara signifikan sebagaimana digambarkan pada tabel berikut ini. Tabel 12. Rekapitulasi Ekspor Obat Hewan No. Jenis Sediaan 2012 (1000 USD) 1. Biologik 356.213,68 2. Farmasetik 1.340,14 3. Premiks 451.924,24
2013 (1000 USD) 185.521,121 72.658,24 143.661,385
Tabel 13. Negara Tujuan Ekspor Obat Hewan No. Jenis Sediaan Negara Tujuan 1. Biologik China, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, Pakistan, Nepal, Tanzania, Lebanon, Mesir, Nigeria,Rusia, Syria, Thailand, Timor Leste 2. Farmasetik Bangladesh, China, Malaysia, Greece, Mesir, Pakistan, Philiphine, Thailand, Vietnam, Nepal, Nigeria, Tanzania, Kamboja, Myanmar 3. Premiks Belgium, Burgaria, Croatia, France, Georgia, germany, Greece, Hungary, India, Italy, Lithuania, Montenegro, Morocco, Netherlands, Norway, Poland, Serbi, Slovenia, Syria, Tunisia 5. Peningkatan produksi dan distribusi vaksin Dalam rangka pemenuhan ketersediaan vaksin-vaksin penyakit hewan strategis, Direktorat Kesehatan Hewan melalui UPT Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) memproduksi vaksin, antigen dan antisera serta bahan biologik lain yang diperlukan oleh Pemerintah dalam pengendalian penyakit hewan menular penting di Indonesia. Pusvetma sebagai satu-satunya produsen obat hewan milik pemerintah saat ini telah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Adapun 21
jenis produk yang dihasilkan adalah vaksin rabies, SE, Brucella, Anthrax, Jembrana dan Hog Cholera, ND dan antigen Pullorum, RBT, AI, ND (New Castle Disease), MG (Mycoplasma Gallinarum). Adapun target produksi vaksin obat hewan dan bahan biologik pada tahun 2013 adalah 8.377.775 dosis dengan realisasi 13.063.110 dosis, sehingga persentasenya adalah 155,93%. Apabila dibandingkan dengan tahun 2012, Pusvetma telah memproduksi 11.406.549 dosis sehingga produksi vaksin Pusvetma mengalami peningkatan sebesar 12,68%. Adanya peningkatan produksi vaksin obat hewan dan bahan biologik yang sangat signifikan antara target dan realisasi pada tahun 2013 ini disebabkan karena perubahan status Pusvetma menjadi Badan Layanan Umum (BLU). 6. Penguatan Pengujian dan Penyidikan Veteriner Kegiatan Penguatan Surveillans Penyakit Hewan berupa laporan surveillan penyakit hewan menular antara lain Rabies, Anthrax, Brucellosis, Avian Influenza, Hog Cholera, Jembrana, SE, Surra, dan parasit. Dari target 229.866 sampel surveillans penyakit hewan menular terealisasi 344.799 sampel atau 150 persen. Kegiatan Surveillans tersebut dilaksanakan oleh Balai Besar Veteriner atau Balai Veteriner. Kegiatan pendukung pengujian dan penyidikan veteriner yang telah dilaksanakan antara lain: Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan hewan maka diperlukan kebijakan dan tindakan yang tepat dengan pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang akurat. Informasi diperoleh dari pengumpulan, pengiriman, manajemen, serta analisa data yang baik. Data dan informasi tersebut berasal dari peternak, puskeswan, petugas lapangan, PDSR, dan lain-lain yang dikumpulkan oleh dinas tingkat kabupaten/kota, lalu dikirim ke dinas tingkat provinsi, dan selanjutnya dikirim ke pusat. Adapun hasil evaluasi capaian kinerja SIKHNAS dengan indikator kinerja: a. Penambahan kemampuan petugas pengelola SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS telah diberikan kepada 63 orang peserta. Materi bimtek sikhnas terdiri dari Prinsip Pengelolaan data, Keterampilan dasar excel, Merapikan data yang berantakan, Persiapan keluaran yang bermanfaat, Formula excel, dan chart excel. b. Kualitas pemahaman SDM petugas data terkait pengenalan iSIKHNAS dan dalam melakukan pengolahan data meningkat 40% dalam melakukan pengolahan data SIKHNAS melalui bimbingan teknis SIKHNAS. Kemampuan ini secara berkelanjutan akan ditingkatkan pada kegiatan bimbingan teknis selanjutnya. 22
c. Pada tahun 2012 sejumlah 31 propinsi sudah mengirimkan laporan situasi penyakit hewan di wilayahnya. Pada tahun 2013, hanya 26 propinsi yang memberikan laporan. SIKHNAS merupakan kegiatan yang memberikan outcome berupa terselenggaranya alur pelaporan penyakit hewan antara daerah (provinsi, kabupaten/kota), Pemerintah pusat, tingkat ASEAN (ARAHIS) dan tingkat dunia/OIE (WAHID/WAHIS). Faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian sasaran adalah pelaporan situasi penyakit hewan dari daerah (Dinas provinsi/Kabupaten/Kota) ke Pusat secara berkesinambungan dan menggunakan fasilitas aplikasi program SIKHNAS. Hambatan/kendala yang dihadapi dalam Program SIKHNAS ini adalah : a. Pengiriman laporan yang belum berkesinambungan per bulan. b. Kemampuan petugas SIKHNAS dalam mengoperasikan computer yang beragam. c. Terjadi pergantian personel pengoperasian program SIKHNAS. Oleh karena itu strategi pencapaian yang dilakukan yaitu : a. Mendorong petugas SIKHNAS untuk melakukan pelaporan secara berkesinambungan dengan memberikan pengetahun lebih dalam mengolah data. b. Mensosialisasikan program iSIKHNAS yang akan digunakan secara terintegrasi. c. Koordinasi lebih lanjut antara tingkat Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan sistem informasi dan pelaporan kesehatan hewan serta perkembangannya. Pembinaan Sistem Informasi dan Pelaporan Pembinaan sistem informasi dan pelaporan dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi, manajemen dan kinerja sistem informasi dan pelaporan dari Dinas tingkat Provinsi maupun laboratorium kesehatan hewan ke Pusat. Sasaran pembinaan optimalisasi arus informasi dan pelaporan dan penggunaan program SIKHNAS untuk Dinas tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota dan Program Infolab untuk BBVet/BPPV. Adapun hasil evaluasi capaian kinerja dengan indikator kinerja yaitu : a. Pada pada tahun 2012 dilakukan pada 19 lokasi (dinas provinsi/laboratorium) di Indonesia, sedangkan pada tahun 2013 dilakukan pada 7 lokasi (dinas provinsi/laboratorium). b. Tahun 2013, dilakukan di Provinsi Banten, Provinsi Sulawesi Tengah, ProvinsiJawa Tengah, BVet Subang, Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas 23
Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian antara lain: 1. Petugas data pengoperasian program SIKHNAS disarankan tetap atau tidak terjadi pergantian/mutasi. 2. Adanya perangkat komputer yang dikhususkan untuk program pelaporan. 3. Penganggaran biaya operasional untuk pengumpulan data di lapangan dan pengoperasian program SIKHNAS. 4. Sistem pelaporan dari tingkat kabupaten/kota ke propinsi yang belum maksimal. 7. Perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas, OIE sebagai organisasi kesehatan hewan dunia melarang adanya pemberlakuan kebijakan risiko nol (zero risk) terhadap importasi hewan dan produk hewan ke suatu Negara sehingga dengan terpaksa Indonesia harus melaksanakan importasi hewan dan produknya. Perdagangan bebas tersebut dapat berpotensi bagi penyebaran Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik (penyakit yang tidak ada di Indonesia). Sehingga untuk menghadapi perkembangan tersebut harus dilakukan 3 hal diantaranya : Kajian Analisa Risiko Merupakan suatu metode yang dikembangkan untuk menilai potensi tingkat risiko pada setiap proses importasi hewan dan produk hewan. Dalam rangka melaksanakan kajian analisa risiko, diperlukan sumberdaya manusia yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidang analisa risiko. Oleh karena itu perlu dilaksanakan kegiatan pelatihan peningkatan keahlian dibidang analisa risiko terhadap pemasukan hewan dan produk hewan. Sasaran Penerima manfaat dari Kajian Analisa Risiko ini adalah: Pemerintah Pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewan), Eksportir, Importir. Kajian Analisa Risiko yang sudah dilaksanakan pada tahun 2013 antara lain Kajian Analisa Risiko Pemasukan Virus H7N9 dari china, Kajian Analisa Risiko Pemasukan Produk Poultry dari Australia, Kajian Analisa Risiko Pemasukan Produk dari China terkait PMK, Kajian Analisa Risiko Pemasukan DOD dari UK dan Perancis dan Kajian Analisa Risiko Pemasukan sapi bibit dari New Zealand.
24
Sebagai tindak lanjut kegiatan Kajian analisa Risiko tersebut maka dilakukan Penerbitan Permentan nomor 44/Permentan/OT.140/4/2013 tentang Penghentian Pemasukan Unggas dan Produk asal unggas dari China dan Penerbitan Permentan nomor 51/Permentan/OT.140/5/2013 tentang Pelarangan Pemasukan Media pembawa PMK dari China. Kegiatan Emergency Center Emergency Center merupakan suatu forum untuk menetapkan berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia secara cepat terkait bidang kesehatan hewan yang melibatkan para narasumber ahli kesehatan hewan. Kebijakan pemerintah Indonesia dimaksud dapat berupa penutupan dan atau pembukaan importasi dari suatu Negara, penentuan jenis hewan dan/atau produk hewan yang diijinkan dan/atau dilarang pemasukannnya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia terkait wabah Penyakit Hewan Menular (PHM) di negara pengekspor dan atau langkah-langkah yang harus dilakukan Indonesia untuk meningkatkan keamanan dalam mencegah masuknya penyakit hewan yang dapat berdampak luas secara sosial dan ekonomi . Adapun permasalahan yang dihadapi adalah : Diperlukan suatu pedoman Kesiagaan Darurat yang merupakan panduan umum sebagai payung besar dari Kiatvetindo-Kiatvetindo yang ada serta penyakit hewan menular lainya. Pedoman tersebut dapat berupa Pedoman Management Kesiagaan Darurat Penyakit Hewan. Dari kegiatan tersebut diperlukan tindak lanjut sebagai berikut : Fungsi pembinaan dan pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan, khususnya terkait pemasukan hewan eksotik yang dapat merupakan invasive alien species, apalagi bila dikaitkan dengan aspek keamanan manusia dan perlindungan hewan asli Indonesia. Dalam hal ini perlu kerjasama antara Pemerintah dengan asosiasi importir burung dan reptile serta universitas atau lembaga penelitian melalui kajian ilmiah dan penertiban persyaratan importasi. Untuk mempermudah komunikasi berbagai hal terkait impor/ekspor antara pelaku usaha dengan Pemerintah, maka para importir burung sepakat untuk membentuk organisasi Asosiasi Importir Burung Indonesia. Emergency Center yang sudah dilaksanakan antara lain, EC Kiatvetindo PMK, EC Importasi Burung, EC Penyakit H7N1 di Belanda dan PMK di Taiwan dan EC Importasi Burung. Pengkajian Ulang Health Protocol Persyaratan Kesehatan Hewan/Health Protocol adalah suatu persyaratan kesehatan hewan yang dipersyaratkan oleh negara tujuan dalam rangka meminimalisasi masuknya penyakit eksotik dari negara lain. Perkembangan penyakit hewan menular disetiap Negara mengalami perkembangan yang 25
sangat dinamis, sehingga perlu diadakan kegiatan Kaji Ulang Health Protocol, guna memfasilitasi kegiatan pemasukan/importasi hewan. Tujuan diselenggarakannya Kaji Ulang Health Protocol ini adalah untuk meminimalisir masuknya Penyakit Hewan Menular (PHM) dan penyakit eksotik dari negara yang melakukan eksportir ke wilayah negara Republik Indonesia, Sejauh mana penerapan dan kesesuaian dalam penerapan Health Protocol perlu dilaksanakan koordinasi dengan karantina hewan melalui kaji Ulang Health Protocol. Tahun 2013 telah dilakukan pengkajian ulang Health protocol adalah sebagai berikut : Health Requirements for The Importation of Porcine Frozen Semen From Canada Into Indonesia, Health Requirements for The Importation of Porcine Liquid Semen From Canada Into Indonesia, Health Requirements for The Importation of Bovine Frozen Semen From Canada Into Indonesia, Health Requirements for The Importation of Cattle Frozen Semen From Australia Into Indonesia. 8. Akuntabilitas Keuangan Anggaran kegiatan fungsi kesehatan hewan TA. 2013 dialokasikan sebesar Rp. 394.642.592.000,- baik untuk pusat, Unit Pelaksanan Teknis Lingkup Kesehatan Hewan maupun dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, alokasi anggaran yang tersebut digunakan untuk peningkatan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan PHM sebesar Rp. 196.925.095,- atau 49,00% dan yang digunakan untuk kegiatan peningkatan pelayanan kesehatan hewan sebesar Rp. 197.717.497,- atau 51,00% Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan telah dapat dilaksanakan dengan baik, dari alokasi anggaran sebesar Rp. 394.642.592.000,- terealisasi sebesar Rp. 361.430.444.195,- atau 91,58%.
26
C. Akuntabilitas Keuangan Realisasi berdasarkan sasaran strategis Direktorat Kesehatan Hewan Tabel 14. Realisasi Pagu Anggaran Direktorat Kesehatan Hewan
Sasaran strategis
(1) Meningkatnya pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan PHM
Pelaksana an vaksinasi dan pengobata n
Indikator Kinerja
Program
(2) Penguata n Sistem Kesehata n Hewan (vaksin/ob at dalam dosis)
(7) Kesiagaan Wabah PHM
Penguatan KelembagaanPuske swan Penanggulangan Gangguan Reproduksi Pengawas
Komponen
Antrax Rabies Brucellosis Hog Cholera Jembrana Pemerik-saan identifikasi dan pemetaan kasus parasit internal dan kematian pedet Pengenda-lian AI
Target (000)
Satuan
(3) 421,001 999.986 166.203 340.063 73.800 37.082
4,475,079
Pengawasan Obat
%
(4) Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis Dosis
(5) 709.500 233.480 0 158.500 2.500 147.89
(6)
Dosis
111
Unit
4,475,07 9 103
20,171
Ekor
90.850
Puskeswan
Operasional Penanga-nan Gangguan Reproduksi
Reali sasi
655
Smpel
655
Pagu (000)
Anggaran Realisasi (000) (9) 5.465.992 17.495.858 2.335.910 3.033.511 808.051 17,626,287
(10) 73,33 81,82 60,89 64,63 68,76 83,96
%
46.6 3.39 39.88
(8) 7.453.000 21.382.826 3,836,190 4,693,390 1.175.045 20,991,775
100
9,576,035
7,909,471
82,59
92,79
20,377,316
18,863,442
92,57
450
24,018,481
20,937,899
87,17
23,34
100
47,247,783
16,991,515
35,96 27
Meningkatnya pelayanan kesehatan hewan
Penyediaan tenaga/ petugas lapang seperti medik dan paramedik
an Obat Hewan Peningkata n produksi dan distribusi vaksin Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Hewan 8,377.7
Pembinaan dan koordinasi peningkatan pelayanan kesehatan hewan
Penguatan Penyidikan dan Surveillans Pengujian PHM penyakit hewan PerlinduPerlindu-ngan ngan hewan hewan terhadap terhadap penyakit eksotik penyakit eksotik
34
229,9
15
Dosis
Lap
Smpel
Dok
13,063.1
155,9
36,173,254
33,221,186
91,83
34
100
102,085,604
87,065,985
85,28
229,9
100
118,574,630
111,711,845
94,21
898,679
85,56
361.430.444. 195
91,58
15
1,050,245
394.642.592.00 0
Jumlah Anggaran Tahun 2013 : Rp. 394.642.592.000. Realisasi Pagu Anggaran Tahun : Rp.361.430.444.195
28
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan Hewan telah memenuhi tugas pokok dan fungsi yang dibebankan pada tahun 2013. Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, Penguatan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan dan pengawasan obat hewan, telah dilaksanakan dengan baik. Demikian juga kegiatan teknis yang menjadi tanggung jawab pusat terkait penanggulangan penyakit hewan menular juga telah dilaksanakan dengan baik. Dari target kinerja Direktorat Kesehatan Hewan telah terealisasi 114,9% sedangkan dari target anggaran terealisasi sebesar 91,58% atau berhasil. Dari keseluruhan capaian kinerja Direktorat Kesehatan Hewan dicapai peningkatan outcome berupa penurunan tingkat kematian 1,5%, penurunan tingkat kesakitan 30% dan peningkatan Status kesehatan hewan nasional sebesar 77,25%. Disamping itu, prestasi yang telah dicapai Direktorat Kesehatan Hewan dalam pelaksanaan kinerjanya, antara lain: pembebasan penyakit rabies di Provinsi Bangka Belitung dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian tentang Pembebasan Bangka Belitung dari Penyakit Rabies dengan No. 4435/Kpts/PD.620/7/2013 pada tanggal 1 Juli 2013, berhasil melakukan pembinaan kepada produsen vaksin Avian Influenza (AI) sehingga pada tahun 2013 tercapai swasembada vaksin Avian Influenza, dan terbentuknya i-Sikhnas dengan metode sms gateway yang telah berkembang untuk sarana pelaporan Penyakit Hewan Menular Strategis. Kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pencapaian kinerja meliputi permasalahan perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. Dari segi Perencanaan : 1). Perencanaan yang belum sesuai 2). Pengalokasian anggaran yang tidak tepat 3). Proses revisi anggaran yang memerlukan waktu Segi Pelaksanaan :1). Sebagian besar anggaran merupakan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan.2). Keterlambatan proses pengadaan 3). Kesulitan memenuhi spesifikasi barang tertentu. Segi Monitoring dan Pelaporan :1). Masih rendah dan kurang tertibnya penyampaian laporan realisasi fisik maupun keuangan, 2). Monitoring belum 29
berjalan sesuai dengan target dan belum adanya mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. B. Rencana Tindak Lanjut Dari permasalahan yang ada maka rencana tindaklanjut yang akan dilakukan ke depan dalam rangka menghadapi permasalahan yang ada akan dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan serta pelaporan yang bersinergi serta dengan mekanisme monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang jelas. Demikian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Kesehatan Hewan Tahun 2013 dibuat sebagai kewajiban dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Kesehatan Hewan.
30