BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG Seiring dengan semakin tingginya kompetisi dalam dunia pemasaran,
konsumen menjadi lebih selektif dalam melakukan keputusan pembelian (purchase decision). Di sisi lain, preferensi konsumen terhadap sebuah produk berubah secara konstan. Dalam kondisi ini, penting bagi perusahaan untuk dapat memahami perilaku konsumen untuk membentuk suatu strategi komunikasi pemasaran yang kreatif dan mampu menggambarkan keadaan pasar. Salah satunya melalui periklanan. Iklan mengkomunikasikan suatu pesan yang mengandung tujuan untuk memberikan informasi, dan untuk membujuk (Farbey: 1997, 2). Informasi ini diharapkan mampu memberikan stimulus yang akan menimbulkan efek tertentu, seperti kesadaran terhadap produk, pemahaman mengenai produk, perubahan persepsi atau penilaian dan berujung pada tindakan fisik (misal, perubahan sikap, pembelian produk). Iklan dianggap sebagai salah satu media yang tepat karena mampu menyebarkan informasi secara massif serta dapat mencapai audiens yang tersebar secara geografis. Dalam mencapai efektivitas iklan, salah satu cara yang dipakai oleh pengiklan ialah dengan menggunakan brand endorser. Brand endorser merupakan figur pendukung dalam komunikasi pemasaran. Brand endorser sering juga disebut sebagai direct source (sumber langsung) yaitu seorang pembicara yang mengantarkan sebuah pesan dan atau memperagakan sebuah produk atau jasa (Belch & Belch, 2009:168). Mayoritas audiens saat ini cenderung lebih melihat
siapa
yang
mengkomunikasikan
pesan
daripada
apa
yang
dikomunikasikan. Untuk itu, baik perusahaan maupun pengiklan berusaha untuk mencari sosok yang tepat untuk mengkomunikasikan produknya. Selebriti terkenal menjadi pertimbangan yang besar untuk dijadikan sebagai brand endorser. Pertimbangan ini muncul dengan harapan bahwa penggunaan selebriti
sebagai brand endorser diharapkan mampu mewakili citra produk (product image) yang diiklankan. Saat ini, praktik penggunaan brand endorser sudah menjadi hal biasa dalam iklan. Sebagian besar produk yang diiklankan menggunakan brand endorser, terutama dari kalangan selebriti. Shimp (2007: 304-306) menyatakan bahwa selebritis sangat berpengaruh disebabkan memiliki kredibilitas yang didukung faktor keahlian (expertise), sifat dapat dipercaya (trustworthiness) dan daya tarik (attractiveness). Melalui ketiga karakteristik tersebut, diharapkan mampu memberikan rasa ketertarikan bagi masyarakat serta menumbuhkan brand awareness dan brand recall secara instan. Penggunaan selebriti
sebagai
brand
endorser
tersebut
merupakan
keputusan yang kritikal bagi para pemasar. Bila diputuskan secara tepat maka akan memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat penjualan produk. Di sisi lain, membutuhkan biaya yang cukup tinggi ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk merekrut selebriti menjadi brand endorser. Konsekuensinya adalah pemilihan brand endorser perlu mempertimbangkan kredibilitas terutama kesesuaian antara citra brand endorser dan citra produk yang akan dibangun. Asosiasi berulang dari suatu produk terhadap selebriti dalam iklan, mengarahkan konsumen untuk berpikir bahwa produk tersebut memiliki sifat-sifat yang sama dengan selebriti. Hal ini merupakan nilai tambah dalam penggunaan selebriti sebagai brand endorser, karena menjadikan produk lebih mudah diingat terutama untuk produk low involvement1. Agnes Monica Muljoto atau yang biasa dikenal sebagai Agnes Monica merupakan salah satu selebriti yang sering dijadikan sebagai brand endorser. Tak kurang dari 25 produk telah ia endorse dalam kurun waktu tiga tahun. Ditilik dari pendapat Shimp sebelumnya, salah satu diva Indonesia ini telah memenuhi syaratsyarat sebagai brand endorser. Kiprahnya di dunia hiburan, terutama dalam bidang tarik suara sudah tidak diragukan lagi. Berbagai penghargaan bertaraf 1
Assael (1992) membagi produk berdasarkan tingkat keterlibatan konsumen serta kompleksitas dalam pengambilan keputusan. Untuk low involvement product (produk dengan keterlibatan rendah) adalah jika pembelian menyangkut produk yang tidak mengutamakan image, relatif murah, tidak berisiko, dan lebih bersifat fungsional.
2
nasional maupun internasional kerap ia raih. Hal ini menyebabkan kredibilitasnya sebagai seorang selebritis multi talenta telah dipercaya masyarakat. Namun, banyaknya brand yang menjadikan Agnes Monica sebagai brand endorser tentu tidak tanpa meninggalkan masalah. Agnes Monica bisa dikatakan sebagai brand endorser yang sudah overused. Range produk yang ia endorse sudah sangat jauh, mulai dari sampo hingga jamu (Mix Magazine, 2012:59). Banyaknya brand dengan berbagai positioning dan segmentasi seringkali menyebabkan kebingungan di benak konsumen. Agnes Monica menjadi terasosiasikan dengan berbagai brand yang tak jarang saling berseberangan valuenya. Hal ini menyebabkan citra brand menjadi bias. Bahkan, Agnes Monica pernah membintangi dua produk sampo yang sedang head on. Selain itu, anggapan tidak etis juga muncul karena Agnes Monica terkesan melahap semua tawaran iklan. Fenomena multiple brand endorsement memberikan satu pertanyaan baru dalam dunia periklanan mengenai respon konsumen terhadap brand endorser. Rasionalitas konsumen yang semakin tinggi menjadikan konsumen semakin tahu bahwa tidak mungkin selebriti yang bersangkutan menggunakan produk yang diiklankannya. Eksposur yang tinggi terhadap endorser dengan berbagai “bendera” yang dibawanya, tak pelak menimbulkan pertanyaan mengenai kredibilitasnya sebagai brand endorser yang telah memberikan janji-janji dalam setiap iklan yang ditayangkan. Penggunaan brand endorser akan efektif jika masyarakat memiliki keyakinan bahwa seorang selebritis akan membeli dan menggunakan produk yang ia iklankan meskipun dibayar untuk melakukannya (Ries and Ries, 2007). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti tentang Penilaian Konsumen Terhadap Kredibilitas Agnes Monica sebagai Brand endorser.
3
B.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah : “Bagaimana penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser ?”
C.
TUJUAN PENELITIAN 1. Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. 2. Untuk memaparkan penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser.
D.
MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Penulis Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk lebih mempelajari ilmu-ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dengan kenyataan yang sebenarnya, khususnya dalam masalah brand management dan perilaku konsumen (consumer behavior) dengan penggunaan selebriti sebagai brand endorser. 2. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk menambah perbendaharaan kepustakaan bagi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi dan informasi bagi pihak-pihak
yang
berkepentingan
terhadap
permasalahan
brand
management dan perilaku konsumen (consumer behavior). 3. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi perusahaan maupun pengiklan untuk mengembangkan strategi brand endorser dengan lebih mengingat pemilihan selebriti bukan suatu program yang murah, sehingga risiko yang harus ditanggung tentunya sangat besar jika iklan yang telah disampaikan gagal dalam meningkatkan penjualan.
4
E.
OBJEK PENELITIAN Objek dalam penelitian ini adalah penilaian konsumen terhadap
kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Melalui kerangka model S-OR, penelitian ini akan melihat sikap konsumen dengan output persepsi konsumen sebagai basis penilaian dan evaluasi konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica dalam kapasitasnya sebagai multibrand endorsement.
F.
KERANGKA TEORI
1.
Komunikasi Pemasaran dalam Iklan Untuk dapat mengetahui konsep dasar komunikasi pemasaran, terlebih
dahulu dapat dipahami tentang apa yang dimaksud pemasaran. Pemasaran secara garis besarnya merujuk pada suatu bentuk aktivitas promosi yang melibatkan faktor komunikasi kepada pembuat-pembuat keputusan perantara maupun kepada konsumen langsung yang potensial (Mc Quail and Windahl, 1993:97). Konsep pemasaran merupakan perkembangan yang signifikan, yang bermula dari beberapa konsepsi, yaitu konsep produksi, konsep produk, dan terakhir konsep penjualan, yang hanya berorientasi pada bagaimana mendongkrak penjualan perusahaan. Konsep pemasaran berkembang ketika para pemasar perusahaan menyadari bahwa akan lebih mudah untuk menjual produk mereka jika mereka terlebih dahulu mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan dan dibutuhkan oleh konsumen. Di dalam sebuah proses pemasaran, pasti terdapat alur penyampaian informasi atau pesan dari penjual (perusahaan bersangkutan) kepada pembeli (konsumen). Kotler (2002:5) menyatakan terdapat empat konsep yang menjadi pokok utama dari pemasaran yang disebut bauran pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Dari keempat variabel bauran pemasaran, promosi merupakan alat utama dalam menjalankan strategi komunikasi pemasaran. Ketiga variabel lainnya berkoordinasi dengan variabel promosi untuk menciptakan suatu strategi berkomunikasi yang paling
5
efektif bagi perusahaan. Hal ini berarti bahwa komunikasi pemasaran terdapat pada desain pemasaran yang ditetapkan perusahaan. Komunikasi pemasaran merupakan proses dialog antara perusahaan dengan pasarnya menyangkut produk yang diproduksi perusahaan dan ada tidaknya kebutuhan dan permintaan dari pasar. Komunikasi pemasaran membawa pesan produk atau jasa yang ditawarkan kepada pasar, melalui program-program pemasaran yang sudah ditetapkan perusahaan. Dengan demikian, komunikasi pemasaran merupakan alat yang digunakan untuk mengimplementasikan seluruh strategi pemasaran perusahaan untuk dapat memasarkan dan lebih khusus lagi mengkomunikasikan produknya dengan cara yang paling efektif. M. Wayne de Lozier memberikan pengertian komunikasi pemasaran sebagai berikut2 : 1. The process of presenting an integrated set of stimuli to a market target with the intent of evoking a desired set of responses within that target market. 2. Setting up channel receive, interpretation, and act upon message from the market for purposes of modifying present company messages and identifying new communication opportunities. Jika diartikan secara bebas, maka komunikasi pemasaran merupakan proses memberikan seperangkat stimulus yang terpadu kepada target pasar dengan tujuan menimbulkan berbagai respon yang diharapkan dari target pasar tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan membentuk saluran-saluran untuk menerima, mengintepretasikan, dan mengambil tindakan terhadap pesan-pesan yang datang dari pasar yang diperlukan untuk memodifikasi berbagai pesan perusahaan sebelumnya dan mengidentifikasi peluang-peluang komunikasi yang baru. Saat ini pemasar mulai memandang komunikasi sebagai manajemen proses pembelian pelanggan sepanjang waktu selama tahap prapenjualan, penjualan, pemakaian, dan sesudah pemakaian (Kotler and Armstrong, 2010:113). Konsumen yang
berbeda-beda,
memberikan konsekuensi pada program
komunikasi harus dibuat sesuai dengan segmen, tempat, dan bahkan individu yang
2
Dalam Widodo A. Setianto. 2010. Handout Kuliah Komunikasi Pemasaran. Jurusan Ilmu Komunikasi. Universitas Gadjah Mada.
6
berbeda-beda pula. Proses komunikasi dimulai dengan mengidentifikasi potensipotensi yang dapat membuat target konsumen berinteraksi dengan produk atau perusahaan. Pemasar harus mengetahui pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman
komunikasi
ini
pada
setiap
tahap
pembelian.
Pengetahuan ini akan membantu pemasar dalam mengalokasikan dana komunikasi mereka secara lebih efektif dan efisien. Iklan merupakan salah satu alat komunikasi pemasaran yang penting dan populer bagi perusahaan kepada konsumen. American Marketing Association (dalam Morrisan, 2010:17) mendefinisikan iklan sebagai “any paid form of nonpersonal communication about an organization, product, service, or idea by an identified sponsor”. Dengan kata lain iklan adalah setiap bentuk komunikasi berbayar yang bersifat nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide oleh suatu sponsor yang diketahui. Iklan dikatakan sebagai komunikasi berbayar karena media yang digunakan harus dibeli kecuali untuk iklan layanan masyarakat, sedangkan sifat iklan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal karena iklan melibatkan media massa yang dapat menyampaikan informasi kepada khalayak luas dalam waktu yang bersamaan (Belch and Belch, 2009:16). Dengan kelebihannya yang mampu menjangkau target konsumen secara luas, iklan juga dapat membentuk brand image melalui tampilan-tampilan simbolis melalui berbagai media yang ada. Namun, disisi lain sifatnya yang nonpersonal menjadikan iklan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan respon secara langsung dari target konsumen. Untuk itu, perusahaan harus benarbenar memperkirakan dan menyadari bagaimanakah respon yang akan diberikan oleh target konsumennya. Iklan diharapkan mampu membangun preferensi masyarakat terhadap merk tertentu. Guna menunjang keberhasilan komunikasi pemasaran terpadu, efektivitas iklan harus senantiasa diperhatikan, terutama terkait dengan pesan dan media. Pesan yang ditampilkan harus menunjang benefit dari produk yang dikemas dalam kreativitas.
7
2.
Brand Endorser Penggunaan brand endorser sudah menjadi hal biasa dalam bisnis saat ini.
Hampir sebagian besar brand menampilkan brand endorser dalam setiap strategi periklanannya. Karakter yang menonjol dengan daya tarik yang kuat dan popularitas yang tinggi menjadi pertimbangan penggunaan brand endorser dalam strategi periklanan. Brand endorser bertindak sebagai user imagery bagi konsumen. Brand endorser merupakan wujud nyata dari berbagai image atau asosiasi yang dipikirkan oleh konsumen pada suatu brand. Asosiasi dan persepsi yang muncul pada diri konsumen akan membentuk sikap imitasi terhadap brand endorser yang mendorong pada tindakan pembelian. Keller dalam bukunya Strategic Brand Management, menyatakan bahwa pemilihan brand endorser merupakan salah satu upaya pembentukan karakter dari sebuah brand (brand character), dimana karakter merupakan salah satu elemen untuk meningkatkan ekuitas brand (2003:147). Melalui karakter, brand terlihat lebih colorful dan penuh imajinasi, yang berdampak pada timbulnya atensi. Karakter juga akan membentuk persepsi menyenangkan, menarik, dan berbagai kesan positif lainnya yang secara tidak langsung dapat membentuk membangun proses citra diri pada konsumen. Lebih lanjut lagi, Goldsmith et al (2000) seperti dikutip Seno dan Lukas (2007:6) memberikan definisi brand endorser sebagai berikut : “Brand endorser as the extent to which a celebrity is "perceived as possessing expertise relevant to the communication topic and can be trusted to give an objective opinion on the subject”. Goldsmith et al melihat brand endorser merupakan selebriti yang dianggap memiliki keahlian yang relevan dengan topik yang dikomunikasikan serta dapat dipercaya untuk memberikan pendapat yang objektif terhadap subjek. Terdapat kata kunci yang dapat diperhatikan disini, yaitu “keahlian” dan “dapat dipercaya”, yang menunjukkan bahwa sosok brand endorser lebih dari sekedar “pembicara”, namun juga kemampuan brand endorser untuk membentuk keyakinan di benak konsumen atas apa yang dikomunikasikannya. Selebriti dianggap sebagai sosok yang tepat untuk memerankan brand endorser.
8
Para pemasar percaya bahwa kekuatan sebuah brand berada pada pikiran konsumen dan pengalaman konsumen mengenai brand tersebut. Mc Cracken (1989) dalam Ilicic and Webster (2011:6) menyatakan bahwa penggunaan selebriti sebagai brand endorser merupakan bagian dari pembentukan citra (image) sebagai kesatuan dalam kegiatan periklanan sehingga diperlukan simbolisasi yang tepat antara citra brand endorser dan brand. Mc Cracken juga mengungkapkan bahwa sosok dan citra selebritis yang dikenal masyarakat, secara otomatis akan turut diteruskan pada produk yang ia endorse (dalam Belch and Belch, 2009:176). Karakteristik dan kualitas selebriti akan membentuk sebuah analogi terhadap atribut dan positioning produk kedalam benak konsumen. Shimp (2010: 251-254) memberikan penjelasan mengenai atribut (performance) brand endorser antara lain: a. Credibility (kredibilitas). Kredibilitas mengarah pada kecenderungan untuk meyakini dan mempercayai seseorang. Kredibilitas brand endorser mencakup dua hal penting, yaitu dapat dipercaya (trustworthiness) dan keahlian (expertise). b. Attractiveness (daya tarik). Daya tarik tidak hanya berkaitan dengan menarik secara fisik saja, tetapi termasuk karakteristik yang luhur yang dipersiapkan oleh konsumen dalam diri brand endorser, seperti kemampuan intelektual, kepribadian, gaya hidup, dan keahlian dalam bidangnya. Konsep umum attractiveness terdiri dari tiga komponen,
yaitu
ketertarikan
fisik
(physical
attractiveness),
penghargaan/penghormatan (respect), kesamaan (similarity). Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa brand endorser identik dengan sosok yang terkenal (biasanya selebriti) yang dipilih sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu dan dapat mewakili citra (image) dan nilai (value) dari suatu produk. Selebriti dianggap sebagai sosok yang penting dan dikenal luas oleh masyarakat serta memiliki penggemar yang selalu mengikutinya. Dalam praktiknya, pemasar menetapkan kontrak dengan selebriti dalam jangka waktu tertentu serta aturan-aturan bahkan batasan tertentu selama kontrak itu berlangsung.
9
Banyak teori dan praktik lapangan memperlihatkan bahwa penggunaan selebriti sebagai brand endorser dalam iklan akan meningkatkan perhatian dan kesukaan publik terhadap produk yang diiklankan, persepsi konsumen terhadap kredibilitas brand endorser, brand recall, brand recognition, niat untuk membeli, hingga keinginan untuk membayar produk dengan harga yang lebih tinggi (Hsu and Mc Donald, 2002). Logikanya adalah selebritis sebagai sosok yang terkenal dapat menarik pehatian terhadap brand sebagaimana persepsi yang terbentuk berdasarkan pengetahuan konsumen terhadap selebriti tersebut. Untuk itu, pemilihan selebriti sebagai brand endorser perlu mempertimbangan tingkat pengenalan masyarakat sehingga baik brand awareness maupun citra dari brand dapat disalurkan. Sebagai publik figur, selebriti biasanya memiliki penggemar (fans). Penggemar inilah yang disasar oleh pemasar untuk menciptakan ceruk kesempatan dalam pasar baik sebagai konsumen maupun sebagai salah satu media komunikasi pemasaran dalam bentuk buzzer. Dalam praktiknya, penggunaan selebriti sebagai brand endorser dapat berupa menjadi juru bicara produk, atau hanya dikaitkan dengan produk. Bentuk-bentuknya dapat berupa secara eksplisit ('Saya mendukung produk ini'), implisit ('saya menggunakan produk ini'), himbauan ('Anda harus menggunakan produk ini'), atau dikaitkan dengan produk (hanya muncul bersama dengan produk)" (Seno and Lukas, 2007:4). Berikut ini adalah peran selebriti sebagai brand endorser yang biasa digunakan dalam strategi periklanan menurut Schiffman dan Kanuk (2004:88). a. Testimonial, jika secara personal selebriti menggunakan produk tersebut maka dia bisa memberikan kesaksian tentang kualitas maupun benefit dari produk atau brand yang diiklankan tersebut. b. Endorsement, ada kalanya selebriti diminta untuk membintangi iklan produk dimana dia secara pribadi tidak ahli dalam bidang tersebut. Biasanya, obyektif yang ingin didapatkan dalam iklan tersebut hanyalah get voter. c. Actor, selebriti diminta untuk mempromosikan suatu produk atau brand tertentu terkait dengan peran yang sedang ia bintangi dalam suatu program tayangan tertentu.
10
d. Spokeperson, selebriti yang mempromosikan produk, brand atau suatu perusahaan dalam kurun waktu tertentu masuk dalam kelompok peran spokerperson. Mc Cracken menggambarkan selebritis sebagai brand endorser membawa makna dan citra diri mereka dalam sebuah iklan dan disalurkan pada produk. Berbagai makna tersebut mencakup status, gender, kelas, usia, kepribadian dan gaya hidup (dalam Belch and Belch, 2009:176). Gambar 1.1 Meaning movement and endorsement process
Sumber : Belch and Belch, (2009:176)
Di lain pihak, tidak selamanya penggunaan selebritis sebagai brand endorser memberikan dampak positif bagi brand. Selebriti yang sering kali digunakan sebagai brand endorser (overused), menjadikan makna dan citra sebuah brand menjadi bias. Bahkan konsumen akan menjadi skeptis terhadap selebriti ketika mereka menyadari bahwa selebriti tersebut dibayar untuk beriklan hingga muncul anggapan bahwa selebritis tersebut terlalu oportunis dan tidak tulus. Kemudian kepopuleran selebriti seringkali menimbulkan efek bumerang bagi brand dimana konsumen justru lebih memperhatikan selebritis tersebut daripada pesan dari iklan. Di sisi lain ketika selebriti mendapat masalah atau kehilangan popularitasnya akan berdampak pada berkurangnya angka pemasaran brand tersebut.
11
Paparan diatas, menjelaskan bahwa dalam strategi penggunaan selebriti sebagai brand endorser perlu dievaluasi dan dipilih secara matang. Sangat penting untuk memilih sosok yang dikenal baik dengan asosiasi yang relevan terhadap brand. Untuk mengurangi bias, idealnya selebriti tidak terkait dengan berbagai brand dan overexposed. Keikutsertaan selebriti dalam mengkomunikasikan brand diluar kontrak iklan akan menambah keefektifan penggunaan selebritis sebagai brand endorser.
3.
Konsep Kredibilitas dalam Brand Endorser Kredibilitas merupakan perihal yang dapat dipercaya. Kredibilitas juga
dapat diartikan sebagai alasan yang masuk akal untuk bisa dipercayai. Seseorang yang memiliki kredibilitas berarti dapat dipercaya, dalam arti karakter dan kemampuannya dapat dipercaya. Rogers dan Shoemaker memberikan definisi kredibilitas sebagai“…the degree to wich a communication source or channel is perceived as trustworthy and competent by the receiver.” (1971:244). Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kredibilitas merupakan sejauh mana komunikator (source) dipandang dapat dipercaya atas kemampuannya oleh khalayak. Dengan kata lain, kredibilitas terkait dengan akurasi apa yang disampaikan seseorang sebagai sumber komunikasi, yang berkaitan dengan pekerjaannya terhadap logika, kebenaran, dan kejujuran kondisi yang ada. Trustworthiness mengacu pada kelayakan untuk dipercayai. Kejujuran sumber berkaitan dengan kesan dari penerima (receiver) atas sifat atau karakter dari sumber menjadi pertimbangan utama. Sedangkan competency berkaitan dengan kesan penerima atas keahlian yang dimiliki oleh sumber. Sehingga dalam berkomunikasi, sumber akan dinilai berdasarkan kejujuran dan keahliannya terkait dengan relevansi topik yang dikomunikasikan. Kredibilitas mengacu pada kualitas daya persuasi yang bergantung pada persepsi
khalayak
akan
karakter
pembicara.
Devito
(1997:459-461)
mengidentifikasi lima aspek kualitas utama dari kredibilitas :
12
a. Kompetensi, mengacu pada pengetahuan dan kepakaran yang menurut khalayak dimiliki oleh pembicara. Semakin tinggi pengetahuan dan kepakaran yang dirasakan khalayak terhadap pembicara, semakin besar kemungkinan khalayak untuk mempercayai pembicara. b. Karakter, mengacu pada itikad dan perhatian pembicara kepada khalayak. Hal ini merupakan sifat tertentu yang dimiliki komunikator berkaitan dengan moralnya, seperti kejujuran, keadilan, dan kebenaran sehingga membuat komunikan mempercayainya. c. Intensi, mengacu pada motif atau faktor-faktor yang mendorong pembicara untuk menampilkan pesan dengan cara-cara tertentu yang dapat meningkatkan kepercayaan penerima. d. Kepribadian, mengacu pada penampilan komunikator yang memiliki sifatsifat menyenangkan seperti bersahabat, terbuka, dan posisi positif lainnya yang menunjukkan pribadi mereka. e. Dinamis, mengacu pada pembawaan dalam menyampaikan pesan, seperti dengan menunjukkan perilaku bersemangat, tegas, percaya diri, dan penuh keyakinan. Di lain pihak, kredibilitas tidaklah konstan. Kredibilitas sendiri sebenarnya tidak terletak pada komunikator, melainkan pada persepsi komunikan. Persepsi setiap komunikan terhadap komunikator berlainan dan berpindah-pindah dari satu topik ke topik yang lain. Kredibilitas adalah sejauh mana penerima melihat sumber memiliki pengetahuan yang relevan, keterampilan, atau pengalaman, serta dapat dipercaya untuk memberikan pernyataan yang objektif (Belch and Belch, 2009:168). Kredibilitas merupakan salah satu penyebab timbulnya pengaruh dari komunikator terhadap komunikan. Pengaruh ini dapat diartikan sebagai daya persuasi yang menimbulkan perubahan sikap maupun tindakan sesuai dengan yang diinginkan. Dalam periklanan, kredibilitas brand endorser merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh audiens untuk mempercayai dan menanggapi secara positif pesan yang disampaikan dalam iklan. Idealnya, kredibilitas brand endorser dibentuk ataupun dipengaruhi oleh keahlian atau pengetahuan yang
13
dimiliki endorser (expertise), keterpercayaan publik terhadap brand endorser (trustworthiness), dan daya tarik (attractiveness) spesifik dengan asosiasi yang relevan dengan produk yg di-endorse (Keller, 1998:294). Publik lebih mampu mempercayai suatu pesan bila orang yang menyampaikan pesan tersebut memiliki cukup pengetahuan mengenai pesan yang disampaikan. Pada saat sumber informasi (brand endorser) dipersiapkan kredibilitasnya, sumber tersebut mengubah sikap melalui proses psikologis yang dinamakan internalisasi (Shimp, 2007:304). Internalisasi terjadi bila seseorang menerima posisi pendukung tentang suatu isu sebagai miliknya sendiri. Maka dari itu, ketika seorang selebriti meng-endorse suatu brand, akan terjadi asosiasi yang saling terkait satu sama lain antara brand dan selebriti di benak konsumen. Sehingga dapat
dikatakan,
brand
endorser
berfungsi
sebagai
"pesan"
yang
menginformasikan mengenai atribut produk dan kualitas suatu brand. Dengan begitu, secara tidak langsung akan mengikis keraguan dan mendorong preferensi konsumen terhadap brand. Maka dari itu selebritis dianggap sebagai sumber yang kredibel dalam menginformasikan produk serta dalam merepresentasikan sebuah brand. Senada dengan Keller, Kotler (2000:56) menyatakan bahwa selebritis sangat berpengaruh disebabkan memiliki kredibilitas yang didukung faktor keahlian (expertise), sifat dapat dipercaya (trustworthiness) dan adanya kesukaan (likability). Penambahan elemen kesukaan (likability), berdasarkan pemikiran bahwa dengan kesukaan atau kekaguman audiens terhadap brand endorser, baik mengenai penampilan fisik, bakat, maupun kepribadiannya akan turut diteruskan kepada produkwalaupun brand endorser tersebut tidak memiliki keahlian yang mumpuni terhadap produk. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa elemen kesukaan merupakan salah satu faktor dari daya tarik (attractiveness) brand endorser yang telah dipaparkan Keller sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa tingkat kredibilitas brand endorser berpengaruh positif terhadap tingkat persuasif dan pembentukan sikap konsumen terhadap produk yang merupakan indikator dari persepsi (Hakimi et al, 2011). Hasil ini mendukung temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa
14
keberhasilan dan kegunaan dari sebuah iklan sangat bergantung pada persepsi konsumen mengenai brand endorser (Lafferty et al, 2002). Terdapat hubungan kausalitas antara kredibilitas brand endorser dengan persepsi konsumen yang berdampak pada citra serta preferensi brand bagi konsumen. Hubungan antara kredibilitas brand endorser terhadap brand menjadi lebih dari sekedar transaksi satu arah antara biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar brand endorser dengan citra brand yang dibeli konsumen melalui asosiasi terhadap brand endorser. Namun, bagaimanapun juga persepsi konsumen memegang peranan penting dalam setiap strategi komunikasi pemasaran. Persepsi dianggap lebih penting dibandingkan kenyataan (realita) karena persepsi dapat mempengaruhi perilaku nyata dari konsumen. Menurut Burke & Eddel (dalam Yulistiano & Suryandari, 2003), pembentukan sikap terhadap brand dipengaruhi secara langsung oleh persepsi mengenai brand endorser, baik yang menggunakan selebritis maupun yang bukan selebritis. Selain itu, persepsi mengenai endorser juga mempengaruhi pembentukan sikap konsumen sasaran terhadap iklan. Jadi, secara tidak langsung persepsi mengenai endorser (source-oriented thought) mempengaruhi minat beli konsumen (purchase intention) melalui sikap terhadap brand (brand attitude) dan sikap terhadap iklan (attitude toward the ad) (Makmun, 2008). 4.
Teori Stimulus-Organism-Respon (S-O-R) Penelitian ini akan menggunakan teori S-O-R sebagai dasar dari proses
komunikasi. Teori S-O-R ini menunjukkan komunikasi sebagai proses dari “aksireaksi” yang sangat sederhana. Dimana objek materialnya adalah manusia yang meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi afeksi dan konasi.Menurut Sendjaja (2007:5.15) teori S-O-R awalnya dipengaruhi oleh prinsip stimulus-response yang merupakan dasar dari teori jarum hipodermik, teori klasik mengenai proses terjadinya efek media massa yang sangat berpengaruh. Dalam teori ini isi media dipandang sebagai obat yang disuntikkan
15
kedalam pembuluh darah audience, yang kemudian diasumsikan akan bereaksi seperti yang diharapkan. Teori ini mengusung gagasan bahwa manusia memiliki peran yang sangat penting dalam hal penerimaan stimulus dan pembentukan respon. Dalam teori ini terdapat tiga elemen penting, yaitu: a. Pesan (Stimuli, S), yaitu adalah pengaruh eksternal yang dapat memberikan rangsangan pada individu yang berperan sebagai komunikan, sehingga pada akhirnya komunikan memberikan respon terhadap stimulus tersebut. b. Penerima (Organisme, O), yaitu pihak yang dikenai stimulus, yang kemudian akan menginterpretasikan pesan tersebut sesuai dengan pengalaman (field of experience), sehingga pada akhirnya komunikan tersebut akan memberikan reaksi sebagai respon dari stimulus yang diterimanya. Dalam proses pembentukan reaksi atau respon yang berupa perubahan sikap, terdapat tiga variabel penting yang menunjang proses tersebut, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan (Hovland dalam Sendjaja, 2004: 5.15). Ketiga variabel ini berperan penting dalam proses decoding stimulus yang berupa pesan, sehingga pada akhirnya komunikan dapat memahami stimulus tersebut dan dapat memberikan respon. c. Efek (Respon, R), yaitu reaksi khusus yang muncul akibat dari stimulus. Gambar 1.2 Model S-O-R
Sumber: Effendy (2003:255).
16
Ketiga elemen utama dalam teori S-O-R ini berurutan dan bersifat saling mempengaruhi. Berawal dari pesan atau stimulus yang diberikan pada individu sebagai komunikan. Kemudian diikuti dengan proses decoding dan intepretasi yang dilakukan komunikan untuk memahami stimulus, setelah stimulus dapat dimengerti maka komunikan tersebut akan memberikan respon yang dapat berupa perubahan cara pandang, sikap, maupun perilaku. Terkait dengan penjelasan di atas maka proses komunikasi yang terjadi miliki titik awal (starting point) dan titik akhir (stopping point) yang jelas. Adapun proses perubahan perilaku pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut menggambarkan proses belajar pada individu sebagai berikut : Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Namun, apabila stimulus diterima oleh organisme berarti terdapat perhatian dari individu sehingga stimulus tersebut dapat dianggap efektif. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka organisme tersebut dianggap telah mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya. Kemudian organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak atas stimulus yang telah diterimanya (bersikap). Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu (organisme) tersebut (perubahan perilaku). Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor reinforcement memegang peranan penting. Selanjutnya, teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.
17
Sesuai dengan yang telah diuraikan pada latar belakang penelitian, bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap kredibilitas brand endorser. Dari tujuan tersebut dapat dilihat adanya proses komunikasi yang memiliki titik awal dan titik akhir yang jelas. Titik awal dalam penelitian ini adalah seluruh iklan di berbagai media yang menampilkan Agnes Monica sebagai brand endorser kemudian titik akhirnya adalah penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica dalam kapasitasnya sebagai multibrand endorser yang dihasilkan dari respon yang diberikan oleh responden. Dengan demikian, teori S-O-R dianggap sebagai teori yang paling tepat untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian hanya untuk melihat respon yang didapatkan dari organisme terhadap stimulus yang diberikan.
G.
KERANGKA KONSEP Penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan sikap konsumen terhadap
kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Kredibilitas disini dipahami sebagai kredibilitas sumber, yaitu Agnes Monica sebagai brand endorser. Kredibilitas sumber adalah tentang bagaimana modifikasi pada karakteristikkarakteristik sumber mempengaruhi keinginan orang mengubah sikapnya terhadap isu-isu tertentu (Hovland, Janis, dan Kelley, 1953 dalam Priester and Petty, 2003:2). Hovland et al menemukan bahwa keahlian (expertise) dan kepercayaan (trustworthiness) dianggap sebagai dua atribut penting dari kredibilitas sumber. Namun, hal ini dirasa belum cukup untuk mendeskripsikan kredibilitas sumber, sehingga ditambahkan satu atribut lagi yaitu daya tarik (attractiveness). Berdasarkan teori S-O-R, pembentukan sikap diawali dengan adanya stimulus yang menimbulkan respon berupa tindakan komunikasi. Stimulus disini dipahami sebagai sejumlah iklan yang di endorse oleh Agnes Monica. Organisme dalam penelitian ini adalah konsumen laki-laki dan perempuan usia 18-22 tahun dengan pendidikan terakhir Sekolah Menengah Atas (SMA) dan setingkatnya atau minimal sedang menjalani masa studi tersebut. Kemudian yang menjadi fokus
18
penelitian ini adalah bagaimana proses perubahan sikap yang terjadi akibat dari stimulus yang didapatkan. Dalam proses ini, terdapat tiga dimensi yang diukur, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan terhadap pesan atau konten dalam iklan yang di endorse Agnes Monica. Kemudian, respon dipahami sebagai sikap konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Sikap disini merupakan tendensi untuk mengevaluasi objek, yaitu kredibilitas sumberyang akan diukur menggunakan source credibility model dari Ohanian (1991). Dasar pemikiran model ini adalah kredibilitas sumber dipengaruhi oleh tiga dimensi, yaitu daya tarik (attractiveness), keahlian (expertise), dan kepercayaan (trustworthiness).
Gambar 1.3 Kerangka Konsep
Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel. Variabel pertama adalah iklan yang di endorse oleh Agnes Monica yang berperan sebagai variabel bebas (independen). Iklan yang diukur adalah seluruh iklan di berbagai media yang menampilkan Agnes Monica sebagai brand endorser. Variabel kedua adalah sikap konsumen yang berperan sebagai variabel antara (anteseden). Variabel ketiga adalah kredibilitas sumber yang berperan sebagai variabel terikat (dependen). Penelitian ini akan berhenti pada proses persepsi, karena kredibilitas brand endorser terletak pada persepsi konsumen yang berdampak pada perubahan sikap konsumen terhadap produk. Penelitian tidak berlanjut pada tahapan perilaku sebenarnya sebagai output dari sikap. Untuk lebih jelas mengetahui variabel-variabel dari bagan kerangka konsep diatas akan dijelaskan dalam tabel operasionalisasi konsep berikut ini
19
Tabel 1.1 Operasionalisasi Konsep No 1.
Konsep Stimulus
2.
Organisme
Variabel Iklan
Dimensi Eksposur iklan
Indikator Frekuensi Media yang digunakan
Perhatian
Sikap Konsumen
Pengertian Penerimaan
3.
Respon
Daya (Attractiveness)
Tarik
Perhatian selektif Perhatian terbagi Perhatian terus menerus Daya ingat Persepsi Penerimaan positif Penerimaan negative Kesamaan (Similiarity) Kedekatan (Familiarity) Kesukaan (Likability)
Skala Nominal Likert
Likert Likert Likert
(Mc Guire:1985) Keahlian (Expertise) Kredibilitas Brand endorser
Keterpercayaan (Trustworthiness)
Kesesuaian produk dengan endorser Keterampilan endorser dalam menggunakan produk Kompetensi endorser terhadap produk Pengalaman endorser terhadap produk Ketulusan dalam meng-endorse produk Kemampuan dalam meyakinkan konsumen Objektivitas dalam memberikan informasi mengenai produk
Likert
Likert
H.
DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional merupakan pemberian arti dari konsep-konsep yang
dipakai dengan memberikan peluang untuk pengukuran dan kategorisasi agar dapat dibandingkan. Definisi operasional variabel berfungsi untuk membantu peneliti dalam memperjelas data yang dicari dan membantu orang lain mengerti maksud konsep yang akan peneliti pakai dalam penelitian. Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang masing-masing berperan sebagai variabel bebas (independen), variabel antara (anteseden), dan variabel terikat (dependen).
1. Variabel Iklan Iklan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala jenis pesan persuasif yang terdistribusi melalui media baik lini atas (above the line) maupun lini bawah (below the line) dengan menjadikan Agnes Monica sebagai brand endorser. Iklan berperan sebagai variabel independen (X2), yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan pada variabel dependen. Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi eksposur. a. Dimensi Eksposur (X2) Eksposur timbul ketika stimulus datang dan menjangkau panca indera responden, seperti tingkat keseringan responden dalam menerima terpaan iklan (frekuensi) dan penggunaan media oleh responden (media habit).
2. Variabel Sikap Konsumen Sikap konsumen berperan sebagai variabel anteseden (X 1). Variabel anteseden adalah variabel yang mendahului terjadinya hubungan antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Variabel anteseden ini bisa menjadi
variabel
intervening
(memediasi
hubungan
antara
variabel
independen dan variabel dependen) atau menjadi variabel moderating (memoderasi sehingga hubungan antara variabel independen dan variabel dependen semakin kuat). Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi perhatian, dimensi pengertian, dan dimensi penerimaan.
21
a. Dimensi Perhatian (X1.1) Dimensi ini menggambarkan tentang perhatian responden terhadap intensitas iklan dengan brand endorser Agnes Monica. Proses perhatian membantu efisiensi penggunaan sumber daya mental yang terbatas, yang kemudian akan
membantu
kecepatan reaksi
responden terhadap
rangsang.Indikator dari dimensi ini adalah: -
Perhatian selektif
-
Perhatian terbagi
-
Perhatian terus menerus
b. Dimensi Pengertian (X1.2) Dimensi ini menggambarkan tentang proses responden dalam memahami pesan stimulus yang diberikan, dalam hal ini adalah intensitas iklan yang di endorse oleh Agnes Monica. Indikator dari dimensi ini adalah: -
Ketertarikan responden terhadap iklan dengan brand endorser Agnes Monica.
-
Daya ingat responden terhadap iklan dengan brand endorser Agnes Monica
c. Dimensi Penerimaan (X1.3) Dimensi ini menggambarkan tentang penerimaan audiens terhadap stimulus, yaitu intensitas iklan dengan brand endorser Agnes Monica. Tahap ini merupakan tahap pemberian kesimpulan atas stimulus yang diberikan berupa penerimaan posititif maupun penerimaan negatif. Indikator dari dimensi ini adalah pemahaman responden terhadap informasi yang disampaikan oleh brand endorser dalam iklan.
3. Variabel Kredibilitas Brand Endorser Kredibilitas brand endorser berperan sebagai variabel dependen (Y), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel ini diturunkan ke dalam dimensi daya tarik (attractiveness), dimensi keahlian (expertise), dan dimensi keterpercayaan (trustworthiness).
22
a. Daya tarik (Attractiveness) (Y1) Mengacu pada sejumlah karakteristik yang dapat dilihat khalayak dalam diri endorser. Lebih berkaitan dengan atribut fisik endorser sebagai penilaian pertama seseorang (first impression). Indikator dalam dimensi ini adalah : -
Kesamaan (similiarity), yaitu persepsi khalayak berkenaan dengan kesamaan yang dimiliki dengan endorser. Kesamaan ini dapat berupa karakteristik demografis, gaya hidup, kepribadian, masalah yang dihadapi sebagaimana yang ditampilkan pada iklan, dan sebagainya.
-
Kedekatan (familiarity), yaitu mengacu pada pengenalan terhadap brand endorser melalui exposure.
-
Kesukaan (likability), mengacu pada kesukaan audiens terhadap brand endorser karena penampilan fisik yang menarik, perilaku yang baik, atau karakter personal lainnya.
b. Keahlian (Expertise)(Y2) Keahlian menunjukkan tingkat validitas dari pernyataan yang disampaikan seorang endorser (Hovland, 1953). Keahlian disini merujuk pada pengetahuan, pengalaman, atau ketrampilan yang dimiliki seorang pendukung yang berhubungan dengan topik iklannya untuk menunjang keterkaitan dengan produk yang dibawakan. Indikator dalam dimensi ini adalah : -
Kesesuaian produk dengan brand endorser
-
Keterampilan brand endorser dalam menggunakan produk
-
Kompetensi brand endorser terhadap produk
-
Pengalaman brand endorser terhadap produk
c. Keterpercayaan (Trustworthiness) (Y3) Keterpercayaan (trustworthiness) mengacu pada kejujuran, integritas dan dapat dipercayainya seorang sumber. Keterpercayaan menunjukkan derajat keyakinan konsumen terhadap endorser dalam mengkomunikasikan pernyataan dengan valid (Hovland, 1953). Disini, brand endorser mengemban tugas untuk meyakinkan konsumen untuk mengambil suatu
23
tindakan keputusan pembelian melalui pengetahuan dan pengalamannya terhadap isu tertentu seperti kehandalan brand. Indikator dalam dimensi ini adalah : -
Ketulusan dalam meng-endorse produk
-
Kemampuan dalam meyakinkan konsumen
-
Objektivitas dalam memberikan informasi mengenai produk
I.
METODE PENELITIAN
1.
Metode Penelitian Untuk mengetahui evaluasi konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica
sebagai brand endorser, diperlukan penelitian yang mampu menyasar seluruh target konsumen produk-produk yang di-endorse oleh Agnes Monica. Hal ini dilakukan untuk mendapat data yang luas sehingga dapat digeneralisasikan berdasarkan segmen-segmen target konsumen tertentu. Untuk mendapatkan generalisasi dalam memahami gejala atau realitas sosial dapat digunakan penelitian kuantitatif. Untuk mendapatkan pemahaman sekaligus mengukur evaluasi konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser, dalam penelitian ini akan digunakan metode penelitian survey. Metode penelitian survey merupakan penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta mengenai fenomenafenomena yang terdapat dalam masyarakat dan mencari keterangan yang lebih faktual dan sistematis (Singarimbun dan Efendi, 1995:25). Metode penelitian survey menghasilkan informasi kuantitatif tentang opini publik, karakter/sikap, maupun fenomena sosial (Ruslan, 2008:22). Metode ini digunakan sebagai teknik untuk menggambarkan karakteristik atas dasar variabel-variabel tertentu dari berbagai kasus. Dengan survey, peneliti akan menggambarkan karakteristik tertentu dari suatu populasi, baik berkenaan dengan sikap, tingkah laku maupun aspek sosial dan ditelaah dengan karakteristik yang menjadi fokus perhatian dari penelitian.
24
Tipe penelitian survei yang digunakan adalah penelitian eksplanatori. Penelitian eksplanatori adalah suatu jenis penelitian yang digunakan untuk menjelaskan suatu hubungan sebab-akibat (hubungan kausal) dengan cara mengadakan suatu pengujian terhadap hipotesis awal (Singarimbun, 2011:5). Penelitian ini menggunakan explanatory survey karena peneliti ingin menjelaskan mengenai hubungan antara eksposur iklan dengan brand endorser Agnes Monica dan penilaian konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica dalam kapasitasnya sebagai multibrand endorser. Di sini, berbagai iklan dengan brand endorser Agnes Monica berperan sebagai variabel bebas (independen), sedangkan kredibilitas Agnes Monica berperan sebagai varibel terikat (dependen), dengan sikap konsumen menjadi basis dalam penilaian konsumen berperan sebagai variabel antara (anteseden). 2.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: -
H0: Berbagai iklan dengan brand endorser yang sama dalam periode yang berdekatan tidak memiliki pengaruh yang positif terhadap penilaian konsumen ataskredibilitas brand endorser.
-
Ha: Berbagai iklan dengan brand endorser yang dalam periode yang berdekatan memiliki pengaruh yang positif terhadap penilaian konsumen atas kredibilitas brand endorser.
3.
Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini, populasi diatas dibatasi khusus di wilayah Daerah
Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian tersebut dikarenakan beberapa alasan yaitu pertama, Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar dan kota budaya yang memberikan ruang pertemuan bagi masyarakat dari berbagai penjuru nusantara yang datang, terutama untuk menimba ilmu. Sehingga, hasil penelitian diharapkan mampu menggambarkan secara general sikap konsumen terhadap kredibilitas Agnes Monica sebagai brand endorser. Kedua, sebagai kota pelajar, Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya mayoritas warganya merupakan kalangan muda yang merupakan audiens utama dari Agnes Monica.
25
Ketiga, berdasarkan pengamatan peneliti, interaksi antara Agnes Monica dengan publik di Daerah Istimewa Yogyakarta cukup sering, dilihat dari frekuensi gelaran acara yang menghadirkan Agnes Monica.Terhitung dari Januari 2012-Maret 2013, terdapat empat gelaran acara yang menghadirkan Agnes Monica di Yogyakarta. 4.
Populasi dan Sampel Populasi adalah suatu kelompok dari elemen penelitian, dimana elemen
adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan (Kuncoro, 2003:108 dalam Yusi dan Umiyati 2009:59). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah konsumen usia 18-22 tahun dengan pendidikan terakhir minimal Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sedang menjalani studi pada jenjang tersebut. Rentang usia tersebut dipilih karena usia ini dianggap mampu menerima pesan dengan baik dan efek pesan tersebut dapat sesuai dengan keinginan dari penyampai pesan. Hal ini dikarenakan fokus perhatian dan juga otak pada usia ini cenderung lebih aktif dan mudah menyerap pesan daripada lainnya (Melissa, 2006: 48). Sehingga, kelompok usia ini lebih dapat memperhatikan orang lain, dalam hal ini adalah brand endorser. Pikiran kelompok usia ini juga lebih kritis dan mampu membuat keputusan pembelian atas suatu produk. Selain itu, rentang usia tersebut juga merupakan target market dari brand yang di endorse oleh Agnes Monica. Kemudian, sebelum menentukan populasi, peneliti telah melakukan riset singkat terhadap Twitter Agnes Monica (@agnezmo) dan empat fanpages Agnes Monica di Facebook 3 dengan mengkuantifikasi 100 pemakai pertama yang berkontribusi dalam menyebarkan berbagai informasi terkait Agnes Monica serta melakukan aktivitas sosial media 4. Dari riset singkat tersebut, ditemukan bahwa rentang usia 18-22 tahun merupakan mayoritas pengguna dengan prosentase 69% laki-laki dan 31% perempuan. 3
http://www.facebook.com/AgnesMonicaAndFans?ref=ts&fref=ts, http://www.facebook.com/agnesmonicaindonesia?ref=ts&fref=ts, http://www.facebook.com/AMFansClub?ref=ts&fref=ts, http://www.facebook.com/groups/78225005885/?ref=ts&fref=ts 4 Melakukan retweet, mention, menyebarkan hashtag, serta memberikan komentar dan melakukan posting.
26
Tabel 1.2 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi DI Yogyakarta berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah 15 – 19
144.199
141.564
285.763
Sumber: http://sp2010.bps.go.id/ Data kependudukan yang diambil adalah kelompok usia 15-19 tahun, dengan asumsi pada tahun 2013 kelompok umur tersebut telah memasuki usia 1822 tahun, sesuai dengan populasi dalam penelitian ini. Sehingga, jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 285.763 orang. Menurut Rahayu (2008:72), sampel adalah sebagian anggota populasi yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini berdasarkan rumus Slovin sebagai berikut: N n= 1 + N (e)2 285.763 n= 1 + 285.763 (0,05) 2 285.763 n= 715,40 n = 399,44 ≈ 400
Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi
27
e = Presentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan (batas kesalahan) pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan. Dalam penelitian ini batas kesalahan adalah 5%. Berdasarkan perhitungan di atas didapatkan sampel sebanyak 399,44 yang dibulatkan menjadi 400 orang untuk memperoleh angka genap. Kemudian, dengan prosentase responden, maka dapat disimpulkan bahwa sampel dari penelitian ini adalah 400 orang usia 18-22 tahun dengan pembagian laki-laki sebanyak 276 orang dan perempuan sebanyak 124 orang di Yogyakarta. 5.
Metode dan Teknik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah non probability
sampling dengan mengeliminasi elemen secara acak untuk menurunkan atau mengeliminir bias (Yusi dan Umiyati 2009:67). Sedangkan untuk teknik pengambilan sampel yang akan digunakan adalah convenience sampling (accidental sampling). Pemilihan teknik pengambilan sampel ini dengan pertimbangan kemudahan. Dalam teknik ini, pengambilan sampel tidak ditetapkan terlebih dahulu. Peneliti langsung mengumpulkan data dari unit sampling yang dijumpai dengan kriteria yang sesuai sebagai sumber data. Setelah jumlahnya dirasa mencukupi, pengumpulan data dihentikan, dan data diolah (Yusi dan Umiyati 2009: 68). 6.
Teknik Pengumpulan Data Semua kegiatan penelitian akan berakhir pada penarikan kesimpulan yang
didapat oleh peneliti melalui serangkaian kegiatan penelitian yang telah dilakukan. Akurasi dari kesimpulan yang dibuat sangat bergantung pada akurasi data yang didapat. Dengan demikian, keberadaan data memegang peranan yang signifikan dalam proses penetapan kesimpulan. Penelitian ini akan menggunakan sumber data primer. Data primer yaitu sumber data pertama dimana sebuah data dihasilkan (Bungin, 2001:19). Dalam penelitian ini data primer dikumpulkan peneliti secara langsung melalui objek penelitian. Menggunakan kuesioner yang disebarkan kepada sampel yang telah
28
ditetapkan. Isi dari kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang terformat dan berhubungan dengan penelitian yang diadakan. Metode kuesioner dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan skala Likert (Likert Scale) yang kemudian mendapatkan data ordinal. Menurut Kinnaer dalam (Umar, 2000:69), skala likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang tidak-senang, dan baik tidak-baik. Data ordinal yang didapatkan kemudian akan diubah dalam bentuk rasio guna memudahkan dalam pengolahan data pada program SPSS. Kemudian, peneliti juga menggunakan studi pustaka yang dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan teori dalam penelitian ini. Peneliti memanfaatkan berbagai macam data dan teori yang dikumpulkan melalui berbagai pustaka penunjang guna melengkapi data yang berhubungan dengan topik penelitian. 7.
Uji Validitas Pada penelitian ini, metode uji validitas dilakukan terhadap 30 kuesioner
awal yang terkumpul dengan Pearson test, yaitu membandingkan nilai angka rhitung dengan nilai korelasi tabel (rtabel), dimana derajat kebebasan = n-2. Dengan sampel sebesar 30 responden, maka didapatkan nilai derajat kebebasan (dk) = 28. Selang kepercayaan (α) ditentukan sebesar 5% maka didapatkan nilai dari rtabel adalah 0.239. Apabila angka rhitung > 0.239 maka item kuesioner valid. Namun bila angka rhitung ≤ 0.239 maka item kuesioner dinyatakan tidak valid/gugur. Hasil uji validitas akan ditampilkan pada bab 4. 8.
Uji Reliabilitas Pada penelitian ini, uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 kuesioner awal
yang terkumpul. Reliabilitas adalah kemampuan suatu instrumen menunjukkan kestabilan dan konsistensi dalam mengukur konsep. Adapun pengujian ini didasarkan pada nilai Cronbach Alpha, dimana ketentuannya jika nilai Cronbach Alpha > 0.6. Hasil uji reliabilitas akan ditampilkan pada bab 4.
29
9.
Teknik Analisis Data Setelah mengetahui metode penelitian, populasi dan sampling dan teknik
pengumpulan data yang akan digunakan pada saat penelitian, dibutuhkan pula teknik dalam menganalisis data agar dapat dalam memproses data lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan interpretasikan. Penelitian ini akan menggunakan dua teknik analisis data yaitu analisis korelasional dan analisis deskriptif. Analisis Deskriptif (Statistika Deskriptif) Statistika deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif hanya memberikan informasi mengenai data yang dipunyai dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun tentang gugus induknya yang lebih besar (Kuswanto, 2012:27). Pada analisis deskriptif akan dilakukan analisis mean dan cross tabulation. Analisis Regresi Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana adalah analisis untuk mengetahui hubungan linier antara variabel independen (X 2), variabel anteseden (X1) dan variabel dependen (Y). Formula persamaan linier adalah sebagai berikut: Y = a0 + b1X1 + b2 X2 + b3 X1.X2 Keterangan: Y
= Variabel dependen
X1
= Variabel anteseden
X2
= Variabel independen
a
= Konstanta (nilai Y apabila X=0)
b1
= Koefisien regresi untuk X1
b2
= Koefisien regresi untuk X2
b3
= Koefisien regresi untuk X3
30
Analisis Korelasi (Pearson Correlation Test) Tujuan penelitian korelasional menurut Gay dalam Emzir (2007:38); Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Sedangkan menurut Suryabrata (1994:24) adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel penulis memberikan kriteria sebagai berikut (Sarwono, 2006:87): 0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel >0 – 0,25: Korelasi sangat lemah >0,25 – 0,5: Korelasi cukup >0,5 – 0,75: Korelasi kuat >0,75 – 0,99: Korelasi sangat kuat 1: Korelasi sempurna 10. Timeline Penelitian Tabel 1.3 Timeline Penelitian Tanggal
Kegiatan
5 – 14 Juli 2013
Penyebaran Uji Kuesioner
16 Juli 2013
Uji Validitas & Uji Reliabilitas
18 Juli – 5 Agustus 2013
Penyebaran Kuesioner
6 – 17 Agustus 2013
Pengolahan Data
31