BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan keperawatan pada pelaksanaannya harus memperhatikan tiga aspek penting, yaitu perluasan pengetahuan, peningkatan ketrampilan, dan perubahan perilaku. Perkembangan ilmu peng etahuan dan tekhnologi sekarang ini maju dengan pesat sehingga meningkatkan tuntutan klien akan pelayanan yang lebih baik. Hal tersebut mendorong tenaga kep erawatan yang profesional untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermutu. Salah satu peningkatan mutu asuhan keperawatan yang bermutu adalah dengan menerapkan pe rilaku caring (Seftiani, 2008). Caring merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan -kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir dan bertindak. Karena caring merupakan perpaduan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dalam membantu klien yang sakit. Caring sangatlah penting untuk keperawatan (Yudiarto, 2011). Keperawatan meru pakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu: manusia, kesehatan, lingkun gan dan perawat itu sendiri. Perawat adalah suatu profesi yang mulia karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani pasien yang sedang menderit a sakit. Seorang perawat harus bisa melayani pasien dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang di hadapi oleh pasien, selain itu seorang perawat juga harus berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain (Dwidiyanti, 2007). Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang di berikan kepada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktik keperawatan. Standar praktik ini menjadi pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan (Seftiani, 2008).
Perawat ketika melakukan asuhan keperawatan, baik dalam pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menyusun rencana tindakan, melakukan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi hasilnya dengan menggunakan pendekatan yang terbaik bagi setiap pasien. Penetapan ini dilakukan sendiri oleh perawat atau dapat berkerjasama dengan keluarga klien. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami gangguan kesehatan. Walaupun sudah dilakukan perawatan secara komprehensif, seringkali perawatan di rumah sakit merupakan suatu peristiwa yang sangat di takuti dan di benci oleh anak-anak (Nelson, 1998) Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak sakit dan dirawat di rumah sakit. Keadaan ini terjadi karena anak berusaha untuk berad aptasi dengan lingkungan asing dan baru yaitu rumah sakit, sehingga kondisi tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua dan keluarga (Wong, 2000). Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi dan per awatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas, bagi anak (Supartini, 2004). Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari pertumbuhan, perubahan, dan pengalaman sesuatu yang baru dan belum di coba. Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utamayang ta mpakpada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan mudah mengala mi krisis karena an ak stres akibat perubahan baik pada status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak mempunyai sejumlah keterbatas an dala m mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang ber ifat menekan (Nursalam et all, 2005). Anak usia prasekolah (umur 3-6 tahun) menerima keadaan masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya sebagai hukuman sehingga timbul perasaan malu dan bersalah. Ada beberapa diantaranya akan menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Jika anak sangat ketakutan, anak dapat menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendangnendang, hingga berlari keluar ruangan. Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti dengan
mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (Seftiani, 2008) Anak pada usia prasekolah membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya terlambat (Wong, 2000). Biasanya anak akan melontarkan beberapa pertanyaan karena bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan s tres (Nursalam et all, 2005). Reaksi anak usia prasekolah terhadap perpisahan adalah kecemasan karena berpisah dengan lingkungan yang nyaman, penuh kasih sayang, lingkungan bermain, permainan, dan teman bermain. Reaksi kehilangan kontrol anak merasa t akut dan khawatir serta mengalami kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan tubuh dan nyeri dengan menggigit bibir dan memegang sesuatu yang erat (Wong, 2000). Pada ruang perawatan anak perilaku caring harus di aplikasikan perawat dalam setiap aktifitasnya, karena untuk menolong anak ketika dalam keadaan sakit memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian yangbes ar. Untukitu, perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial ya
g
mencakup ketrampilan intelektual, tekhnikal, dan
interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien. Diharapkan dengan perilaku caring yang dimiliki perawat dapat mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi kecemasan pada anak yang di rawat di rumah sakit (Wahyuni, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2009), yang meneliti tentang hubungan perilaku caring perawat dengan anak usia sekolah diruang perawatan anak RSUD kota Yogyakarta menunjukan adanya hubungan bermakna antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah, dimana semakin tinggi perilaku caring perawat, maka semakin rendah tingkat kecemasan anak. Penelitian yang dilakukan oleh Malini (2009) yang meneliti hubungan kecerdasan spiritual dengan perilaku caring perawat di RS. DR. M. Djamil Padang menunjukkan bahwa perilaku caring yang ditampilkan oleh responden masih buruk, hal ini dimungkinkan karena beberapa faktor, misal beban kerja yang tidak seimbang. Rasio antara perawat dan pasien di
RS Dr.M.Djamil belum mencapai rasio ideal, ditambah lagi dengan beban kerja yang banyak (terutama untuk pekerjaan yang bersifat non fungsional). RSUD Kebumen merupakan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan masyarakat milik pemerintahan daerah yang berada diwilayah administrasi kabupaten kebumen sebagai rumah sakit rujukan. Pada tahun 2011 RSUD Kebumen berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sesuai peraturan Bupati Kebumen Nomor 445/565/KEP/2011 tanggal 14 Desember 2010. Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 3 April 2012 di dapatkan data untuk ruang anak RSUD Kebumen adalah bangsal Melati yang terdiri dari 3 kelas yaitu kelas I, II, III. Untuk jumlah BOR subtotal sepanjang tahun 2011 adalah 51% (sumber : Sub Bidang Rekam Medis RSUD Kebumen). Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui surv y 10 pasien anak di dapatkan hasil bahwa anak prasekolah yang baru per amakali di rawat di rumah sakit menolak untuk mendapatkan tindakan medis yang di lakukan oleh petugas rumah sakit. Anak juga ketakutan, menangis, dan tidak mau turun dari gendongan ibunya ketika perawat memasuki ruangan dan membawa alat-alat pengobatan, danjuga menolak untuk di ajak kerjasama dalam melakukan prosedur pen gobatan. Peneliti juga mendapatkan data bahwa jumlah pasien masuk di bangsal Melati pada tahun 201 1 sebanyak 1070 pasien dan terdapat 15 perawat. Data dari hasil observasi sementar a oleh peneliti, diketahui bahwa perawat yang bekerja di Bangsal Anak Rumah Sakit Umum Daerah Kebumen apabila ada keluhankeluhan dari pa sien langsung cepat dalam memberikan pelayanan keperawatan dan sudah melaksanakan _ tug s keperawatan dengan baik, namun sangat jarang perawat melakukan komunikasi secara personal dengan pasien. Perawat hanya melaksanakan tugas dan kewajiba n sebagai bentuk tanggung jawab pekerjaannya dan tidak mencoba melakukan pendekatan dari hati-kehati dengan pasien sebagai bentuk empati. Perawat juga belum dapat menempatkan kepentingan pasien diatas kepentingan pribadinya sebagai perilaku caring. Bahkan ada salah seorang perawat ketika bekerja sambil asyik didepan laptop, untuk menjalankan bisnis di luar pekerjaannya sebagai perawat, sehingga tampak mengabaikan tindakan keperawatannya. Fenomena lain yang diamati peneliti, ketika perawat melakukan tindakan injeksi, pasien tampak menangis, akan tetapi perawat tidak menghiraukannya dan langsung ditinggal keluar ruangan untuk meneruskan tugasnya yang lain. Disini nampak
perawat tidak dapat menumbuhkan rasa simpati, empati dan rasa bersahabat sebagai salah satu bentuk caring. Berdasarkan permasalahan dan fenomena yang didapat, maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Melati RSUD Kebumen. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: “ Apakah ada hubungan caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Melati RSUD Kebumen?” C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan caring perawat dengan kecema san anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Melati RSUD Kebumen 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui caring perawat di ruang Melati RSUD Kebumen. b. Untuk mengetahui kecemasan anak usia prasekolah yang di rawat di ruang Melati RSUD Kebumen. c. Untuk mengetahui hubu ngan caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Melati RSUD Kebumen. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Sebagai w hana pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan tentang caring perawa dengan kecemasan anak usia prasekolah yang di rawat di ruang perawatan anak. 2. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan untuk meningkatkan kinerjanya dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terkait dengan pelaksanaan tindakan dalam asuhan keperawatan dengan perilaku caring perawat. 3. Bagi peneliti Dapat menerapkan metodologi penelitian secara nyata serta menambah pengetahuan penelitian terutama dalam pemberian metode asuhan keperawatan profesional.
E. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian terkait yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, yaitu: 1. Wahyuni (2009), dengan judul ” Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Sekolah yang Dirawat Inap Diruang Perawatan anak RSUD Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah yang dirawat inap diruang perawatan anak RSUD kota Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional, tekhnik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling Subyek penelitian ini adalah anak usia sekolah 6-12 tahun dengan jumlah s ampel 30 anak. Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku caring perawatdengan tingkat kecemasan menggunakan uji korelasi tata jenjang dari spearman diperoleh nilai r -0,547 dengan nilai signifikansi 0,002. Kesimpulannya ada hubungan bermakna antara perilaku caring perawat dengan tingkat kecemasan anak usia sekolah, dimana semakin tinggi perilaku caring perawat, maka semakin rendah tingkat kecemasan anak. Persamaan dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pa da variabel bebasnya, yaitu perilaku caring perawat dan menggunakan rancangan pe n elitian cross sectional. Perbedaan pada variabel terikat, sampel yang digunakan, dantempat penelitian. 2. Solihuddin Harahap (2009). Judul “Hubungan Perilaku Caring Perawat dengan Kepuasan Orang Tua yang Anaknya Dirawat di Ruang Anak Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku caring perawat dan kepuasan orangtua serta hubungan perilaku caring perawat dengan kepuasan orangtua yang anaknya dirawat di ruang anak RSU Dr. Pirngadi Medan dengan menggunakan studi korelasional.Sampel diambil berdasarkan total sampling yaitu sebanyak 70 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perilaku caring perawat yang dirasakan oleh ora ngtua anak dan kepuasan orangtua anak yang dirawat adalah 13,6 dan 9,91 yaitu pada perilaku perawat menciptakan lingkungan fisik, mental, dan sosiokultural yang mendukung. Variabel perilaku caring perawat dengan kepuasan orangtua anak mempunyai hubungan bermakna dan sangat erat dengan pv < a (0,000 < 0,05) dan r (0,547). Persamaan variabel bebasnya yaitu perilaku caring perawat. Perbedaan variabel terikat, sampel yang digunakan, tempat penelitian dan rancangan penelitian yang di gunakan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI Teori yang terkait dalam penelitian berdasarkan judul penelitian yaitu “Hubungan Caring Perawat Dengan Kecemasan Anak Usia Prasekolah akibat Hospitalisasi di Ruang Melati RSUD Kebumen”, maka teori yang mendukung didalamnya adalah caring perawat, kecemasan, pertumbuhan dan perkembangananak usia prasekolah, dan hospitalisasi. 1. Caring Perawat a. Caring Caring cience merupakan suatu orientasi human science dan kemanusiaan terhadap proses, fenomena, dan pengalaman human caring. Caring science, seperti juga science lainnya, meliputi seni dan kemanusiaan. Transpersonal Caring mengakui kesatuan dalam hidup dan hubungan-hubungan yang terdapat dalam lingkaran caring yang konsentrik dari individu, pada orang lain, pada masyarakat, p ada dunia, pada planet Bumi, pada alam semesta (Watson, 2004). Marriner dan Tomey(1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999).Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan,
memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Carruth et all, 1999). Menurut Barnum (1998) Caring mempunyai tiga arti yang terpisah, yang pertama caring berarti care yang dinyatakan dalam bentuk kontak fisik, kedua caring sebagai sikap atau empati, dan yang ketiga caring berarti perhatian, hati-hati, dan tepat. Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah: 1) Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal. 2) Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau kli en. 3) Caring yang efektif dapat meningkatkankesehatan individu dan keluarga. 4) Caring merupakan respon yang dite rima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga mempengaruhiakan sep erti apakah seseorang tersebut nantinya. 5) Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseo ran dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaikuntuk dirin ya sendiri. 6) Caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajatkesehatan dan membantu klien yang sakit. 7) Caring merupakan inti dari keperawatan. Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien.
Sepuluh faktor karatif tersebut adalah sebagai berikut: 1) Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistic. Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. 2) Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan. 3) Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaa n klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain. 4) Mengembangkan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan jujur,dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami kli en. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kon grue n, empati, dan kehangatan. 5) Meningkatkan dan menerimaekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. 6) Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien. 7) Penin gkatan pembelajar an dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk pertumbuhan personal klien. 8) Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. 9) Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya. 10)Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seorang klien perlu
dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995). Dapat disimpulkan, bahwa caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien. Sikap dan perilaku ini diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Perilaku caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis dan sosial (www.perawat.info). b. Perawat Menurut Undang-Undang RI No 23 Tahun 1992 (Ali 2001), perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan perawatan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwenang memberikan pelayanan keperaw atan secara mandiri dan berkolaborasi dengan petugas kesehatan lain sesuai deng an kewenangannya (Depkes RI, 2002).
Potter dan perry men ggambarkan peran dan fungsi perawat, sebagai berikut: 1)
Sebagai pemberi asuhan keperawatan
2)
Membantu mempertahankan lingkungan yang aman dan menganbil tindakan untuk mencegah kecelakaan ( advocate pasien)
3)
Mengkoordinasi aktivitas anggota tim ketika mengatur kelompok yang memberikan perawatan pada klien (koordinator)
4)
Membantu klien beradaptasi semaksimal mungkin, setelah sakit, kecelakaan, atau kejadian yang menimbulkan ketidakberdayaan (pendidik)
5)
Menjalin komunikasi yang baik dengan klien dan keluarga antara sesama perawat dan tenaga kesehatan lain
6)
Sebagai peneliti
Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan yang bersikap bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia (Depkes RI, 2001). Doengoes (2000) keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan masalah-masalah fisik, psikologis, sosiologis, budaya, dan spiritualindividu. Ilmu keperawatan di dasarkan pada kerangka teori yang luas, kiat ini tergantung pada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individu. Filosofi keperawatan anak merupakan keyakinan atau pandangan yang dimilki perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada anak yang berfokus pada keluarga,pencegahan terhadap trauma dan man ajemen kasus (Hidayat, 2005). 2. Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terh adap penilaian (Tarwoto & watonah, 2004). Kecemasan merupakan suatu sinyalyang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan anak mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman tersebut (Kaplan & Sadock, 999). Menurut Wong & Whaley(1 991), kecemasan yang terjadi pada anak selama hospitalisasi dapat di sebabkankarena: a. Perpisahan Respon terhadap perpisahan yang ditunjukan pada anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Manifestasi cemas karena perpisahan terdiri dari 3 fase, yaitu: 1) Fase protes (protest phase) Pada fase ini anak menangis, menjerit/berteriak, mencari orang tua dengan pandangan mata, meminta selalu bersama orang tua, menghindari, dan menolak bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Sikap protes tersebut akan berlangsung dari hitungan jam sampai dengan hitungan hari. Sikap protes seperti menangis akan berlanjut dan akhirnya akan berhenti karena keletihan fisik.
pendekatan orang yang tidak dikenal akan mempercepat peningkatan sikap protes. 2) Fase putus asa (Despair Phase) Perilaku yang dapat di amati pada fase ini, yaitu anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, tertekan dan sedih, tidak tertarik pada lingkungan sekitar, pendiam, menolak untuk makan dan minum, menolak untuk bergerak. 3) Fase penerimaaan (Detachment phase) Pada fase ini anak mulai menunjukan ketertarikan padaling kugan sekitar, berinteraksi secara dangkal dengan orang yang tidak dikenal(perawat) dan mulai tampak genbira. Fase penerimaan biasanya terjadi se elah be rpisah dengan orang tua dalam jangka waktu yang cukup lama, tetapi hal ini jarang sekali terlihat pada anak-anak yang dirawat di rumah sakit. b. Kehilangan kontrol Perawatan di rumah sakit mengharuskan anak u ntuk membatasi aktivitas, hal ini menyebabkan anak merasakehilangankekuatan diri. Ketergantungan merupakan karakteristik dari p eran sakit Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan negativistik terutama anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika terjadi ketergantun gan dalam jangka waktu yang panjang karena penyakit kronis, maka anak anak kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari hubungan int rpersonal(Nursalam dkk, 2005). c. Luka pada tubuh dan rasa sa kit atau nyeri Kecemasan terhadap luka pada tubuh dan rasa sakit atau nyeri biasanya terjadi pada anak-anak. Konsep tentang citra tubuh ( body image), khusus mengenai perlindungan tubuh (body boundaries) sedikit sekali berkembang pada anak usia prasekolah. Menurut Nursalam,dkk (2005), apabila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, atau suhu pada anus akan membuat anak menjadi sangat cemas. Respon anak terhadap tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti respon terhadap tindakan yang sangat menyakitkan. Anak akan berespon terhadap nyeri dengan menyeringaikan wajah, menangis, mengatupkan gigi, menggigit bibir, membuka mata dengan lebar, atau melakukan tindakan agresif, seperti menggigit, menendang, memukul,atau berlari keluar.
Menurut Hawari (2001), keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh orang yang mengalami kecemasan, antara lain: a. Khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung. b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut. c. Takut sendirian, takut keramaian, dan banyak orang. d. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan. e. Gangguan konsentrasi dan daya ingat. f. Keluhan-keluhan somatik, contohnya rasa sakit pada otot dan tulang, tinitus, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala. Menurut Peplau dalam Stuart & Laraia (2001), men gidentifikasi 4 tingkat kecemasan, yaitu: a. Kecemasan ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, menjadikan anak waspada serta menin gkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pert umbuhan dan kreativitas. b. Kecemasan sedang Kecemasan sedang memungkinkan anak memusatkan pada hal yang penting dan mengesampi ngkan yang lain, sehingga anak mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. c. Kecemasan berat Ke cemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi anak. Anak cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku dilakukan untuk mengurangi ketegangan. Anak memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. d. Panik Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperengah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, anak yang mengalami panik tdak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung dalam waktu yang lama akan menyebabkan keletihan dan bahkan kematian.
Rentang respon kecemasan Respon maladaptif
Respon adaptif
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Stuart & Laraia (2001)
Gambar 2.1 Skema Rentang Respon k cemasan (Stuart & Laraia, 2001) Menurut Hawari (2001) me ngetahuisejauh mana tingkat kecemasan pada anak digunakan alat ukur (instrumen) yang di kenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik, yang terdiri dari: 1) perasaan c mas, 2) ketegangan, 3) ketakutan, 4) gangguan tidur, 5) gangguan kecerdasan 6) per saan depresi (murung), 7) gejala somatik/fisik (otot), 8) gejala somatik sensorik, 9) gejala k ardiovaskuler, 10) gejala gastrointestinal, 11) gejala respiratori, 12) gejala urogenital, 13) gejala autonom, 14) tingkah laku. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada anak usia prasekolah, antara lain: a. Kepribadian anak Kepribadian merupakan segala bentuk pola pikiran, emosi, dan perilaku yang berbeda serta mempunyai karakteristik yang menentukan gaya personal individu dan mempengaruhi interaksinya dengan lingkungan (Farozin & Fathiya, 2004). Setiap
anak mempunyai tipe kepribadian yang berbeda-beda, dan tidak semua anak mengalami cemas, hal ini tergantung pada kepribadiannya (Hawari, 2001). Menurut Jung dalam Alwisol (2004), tipe kepribadian anak terdiri dari: 1) Tipe introvert Sikap introvert mengarahkan pribadi ke pengalaman subyektif, memusatkan diri pada dunia dalam, cenderung menyendiri, pendiam, tidak ramah, bahkan antisosial. Anak juga mengamati dunia luar, t etapi mereka melakukannya secara selektif ,dan menggunakan pandangan subjektifnya sendiri. Menurut Sujanto,dkk (2001) ciri-ciri anak introvert adalah sulit bergaul, hatinya tertutup, sulit berhubungan dengan orang lain, kurang baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Hal ini akan menyebabkan anak sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan ruma h sakit, dimana akan dihadapkan dengan tindakan keperawatan dan akan bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal seperti, dokter, perawat, dan pasien lainnya. 2) Tipe ekstrovert Sikap ekstrovert
mengarahkan pribadi kepengalaman objektif,
memusatkan diri pada dunialuar cender ung berinteraksi dengan orang lain. Ciricirinya anak ekstrovert adalah muda h bergaul, ramah,hatinya terbuka, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. b. Posisi anak dalamkeluarga 1) Anak tunggal Anak tunggal merupakan tumpuan harapan orang tua. Orang tua akan sangat khawatir dan sangat takut kehilangannya, oleh karena itu orang tua akan berusah melindungi, memenuhi segala keinginannya, dan membiarkan apa yang anak lakukan, akan tetapi melarang anak melakukan sesuatu yang berat dan mengkawatirkan. Hal ini akan membuat anak tidak mempunyai teman bicara dan beraktivitas, kecuali orang tuanya sendiri. Oleh karena itu, kemampuan intelektual anak tungggal akan cepat berkembang dan mengembangkan harga diri yang positif, karena secara terus menerus bergaul dengan orang dewasa. Anak akan lebih tergantung dan kurang mandiri, kebiasan anak yang selalu diperhatikan oleh orang tua akan menyebabkan kecemasan ketika dirawat di
rumah sakit,anak cenderung tidak mau ditinggal dan tidak mau dipegang oleh orang yang tidak dikenalnya. 2) Anak pertama Anak pertama akan mendapatkan perhatian yang penuh karena belum ada saudara yang lain. Orang tua belum punya pengalaman dalam mengasuh anak, sehingga cenderung terlalu melindungi dan memenuhi segala kebutuhan anak, hal ini menyebabkan anak pertama tumbuh menjadi anak yang per feksionis dan cenderung pencemas. 3) Anak tengah Anak tengah berada di antara anak pertamadan anak terakhir. Biasanya orang tua lebih percsya diri dalam mengasuhnya bahkan cenderung kurang perduli. Anak mempunyai kesempatan untukberkomunikasi dan lebih mampu beradaptasi di bandingkan dengan anak pertama dan anak terakhir. Hal tersebut membuat anak lebih mandiri, sehingga ketika anak dirawat di rumah sakit yang awalnya timbul rasa cemas, anakakan mampu beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit dan anak-anak lainnya yang sen a sib dengannya. 4) Anak terakhir Anak terakhi adalah yang ter muda di lingkungan keluarga dan biasanya mendapatkan perhatian penuh dari seluruh anggota keluarganya. Semua ini akan menjadikan anak berperilaku manja. Sikap manja ini akan merugikan diri sendiri, karena anak tidak mempunyai pengalaman untuk melakukan sesuatu yang seharusnya anak mampu melakukannya. Anak terakhir biasanya mempunyai kepribadian yang hangat, ramah, dan penuh perhatian terhadap orang lain, akan tetapi anak akan mengalami cemas ketika ditinggal oleh orang tua atau anggota keluarganya. c. Kelas dalam rumah sakit Setiap rumah sakit mempunyai ruangan yang masing-masing memiliki kelas yang berbeda. Kelas di rumah sakit disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada, sehingga setiap kelas memiliki fasilitas yang berbeda sesuai dengan tingkatan kelasnya. d. Pendampingan orang tua
Pada umumnya orang tua lebih dekat dengan anaknya di bandingkan dengan perawat, karena hubungan ini sudah terjalin lama dan orang tua mengenal anak bukan sebagai orang luar, sehingga pendanpingan orang tua akan bermanfaat bagi anak maupun perawat (Stevens et all, 2000). Pendampingan orang tua di rumah sakit bertujuan untuk memperbaiki kualitas perawatan. Orang tua bagi anak sangat penting, karena anak hanya mau terbuka dengan orang tuanya. Anak akan menceritakan pada orang tuanya apa yang dia rasakan ketika dirawatdi rumah sakit. Dalam hal ini, orang tua akan memberitahukan perawat keluhan apayang anak rasakan saat itu. 3. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia pra sekolah Anak adalah individu yang masih tergantung pada orang dewasa, dan lingkungannya, dimana dapat memfasilitasi dalam m mnuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini, 2004). Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Masa prasekolah yaitu antara usia 3 sampai 6 tahun dimana pertumbuhan fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata per tahun nya adalah 2 kilogram dan tinggi badannya bertambah rata-rata 6,75 sampai 7,5 centimeter setiap tahunnya (Supartini, 2004). Masa anak prasekolah mengalami proses perubahan dalam pola makan, dimana anak pada umumnya men galami kesulitan untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukan proses kemandirian dan masa ini merupakan masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukan perkembangan dan anak sudah mulai mempersiapkan diri untuk masuk sekolah (Hidayat, 2005). Menurut Piaget dalam Supa tini (2004), perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada tahap pra operasional. Pada tahap ini, karakteristik perkembangan intelektual didasari oleh sikap egosentris, yaitu sifat keakuan yang kuat, sehingga segala sesuatu yang di sukainya dianggap sebagai miliknya (Nursalam,dkk , 2005). Dalam penelitian piaget, anak selalu menunjukan egosentrisnya ketika memilih sesuatu yang ukurannya besar walaupun isinya sedikit (Hidayat, 2005). Anak usia prasekolah mempunyai kosakata yang terus meningkat secara cepat, diman anak sudah memiliki lebih dari 2000 kata yang dapat mereka gunakan untuk
menentukan benda yang dikenal, mengidentifikasi warna, mengekspresikan keinginan, dan frustasi mereka (Potter & Perry, 2006). Dalam upaya mempermudah melakukan tindakan medis, petugas medis dapat menggunakan tekhnik role playing dari pada menjelaskan kepada anak secara verbal dalam perincian, misalnya ketika anak harus disuntik, untuk memperagakan prosedurnya dengan boneka sehingga anak bersedia untuk di suntik (Kaplan & Sadock, 1997). Perkembangan psikososial pada anak usia prasekolah menurut Erikson berada pada tahap inisiatif versus rasa bersalah. Pada tahap ini anak berkembang rasa i ngin tahu dan daya imajinasinya, sehingga anak bertanya tentang segala se suatu disekelilingnya yang tidak diketahui (Nursalam,dkk, 2005). Anak akan memulai inisiatifnya untuk belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya, dan apabila dilarang atau dicegah, maka akan timbul perasaan b ersalah pada diri anak tersebut. Perasaan di rumah sakit juga dipersepsikan oleh anak sebagai hukuman, sehingga anak akan merasa bersalah (Supartini, 2004). Menurut teori Sigmunt Freud dalam Nursalam,dkk (2005), anak usia prasekolah berada pada fase falik, dimana anak s ud ah mulai men genal perbedaan jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Anak juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku orang tua, sehingga mempunyai kecendeungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa di sekelilingnya. Anak laki-laki c enderung lebih dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya, dan begitu juga sebaliknya anak perempuan lebih dekat dengan ayahnya. 4. Hospitalisasi Menurut Russel Borton dalm stevens et all (2000), hospitalisasi diartikan adanya perubahan ps kis yang dapat menjadi sebab anak dirawat di rumah sakit. Hospitalisasi memberikan dampak ketakutan dan streesor bagi anak-anak. Hal ini berkaitan dengan umur anak, semakin muda anak maka akan semakin sulit menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit (Sacharin, 1996). Menurut Wong (1995), ada beberapa hal yang dapat menunjang terjadinya hospitalisasi, antara lain: a. Tingkat perkembangan usia b. Pengalaman sebelumnya terhadap perawatn di rumah sakit
c. Support system (sistem pendukung yang ada, baik dari orang tua maupun tenaga kesehatan) d. Kemampuan koping yang dimiliki e. Jenis penyakit f. Status emosional anak. Tingkah laku dari pasien yang dirawat di rumah sakit dapat dilihat menurut Borton, yaitu: 1) kelemahan untuk berinisitif, 2) kurang atau tidak ada perhatian, 3) tidak berminat, 4) ketergantungan. Sedangkan Reaksi hospitalisasi menur ut Wong (2003) adalah takut kesepian, kebosanan, diasingkan, marah, menangis, ber musuhan, menarik diri, mencari informasi, merintih, merengek, frustasi, dan dep resi.
C. KERANGKA TEORI Anak usia prasekolah Karakt eristik 1. Egosentris 2 perkembangan verbal meningkat secara progresif 3. fase inisiatif versus rasa bersalah 4. fase falik
Hospitalisasi
Caring perawat
Respon anak cemas 1. Perpisahan 2. Kehilangan kontrol 3. Luka pada tubuh dan rasa sakit /nyeri 4. Gangguan body image
Kecemasan 1.Ringan 2.Sedang 3.Berat 4.Panik Jambar 2.2 Kerangka Teori (Potter & Perry, 2006; Nursalam,dkk, 2005; Hawari, 2001; Hidayat, 2005; dan Stuart & Laraia, 2001)
D. KERANGKA KONSEP variabel independen variabel dependen Caring perawat
Kecemasan anak prasekolah
Jambar2.3: Skema konsep penelitian E. HIPOTESA Ho : Tidak ada hubungan antara caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Melati RSUD Kebumen. Ha : Ada hubungan antara caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di Ruang Melati RSUD Kebumen.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif artinya penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu hubungan korelatif antara variabel. Hubungan korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh variabel yang lain. Sedangkan rancangan penelitiannya menggunakan cross sectional artinya dengan melakukan pengukuran atau pengamatan data variabel dependen dan independen hanya satu kali dan satu saat (Nursalam, 2003). B. POPULASI DAN SAMPEL 1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah subyek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang mendampingi klien (anak) usia prasekolah (umur 3-6 tahun) di ruang Melati RSUD Kebumen, dimana jumlah pasien rawat inap untuk pasien anak usia prasekolah yaitu sebanyak 160 anak dalam kurun waktu 1 tahun. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan teknik sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2010), teknik sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini dilakukan karena jumlah populasi relatif kecil. Menurut Al Ummah (2007), jika b esar pop ulasi < 1000, maka sampel bisa diambil 20 % - 30%. n=20%xN = 20% x 160 = 32 Keterangan : n : perkiraan jumlah sampel N : perkiraan jumlah populasi Jadi, perkiraan jumlah sampel yang akan diambil pada penelitian ini adalah 32 responden. Karakteristik sampel: 1. Kriteria inklusi a. Keluarga klien anak usia 3-6 tahun yang dirawat di ruang Melati RSUD Kebumen b. Dapatmembaca dan menulis c. Bersedia menjadi responden ditandai dengan persetujuan inform consent responden d. Perawatan minimal 3 hari 2. Kriteria eksklusi a. Anak mengalami gangguan mental, gangguan tumbuh kembang, atau kelainan kongenital yang mempengaruhi hasil observasi dan interpretasi b. Anak dengan kondisi kritis atau keadaan gawat C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan di ruang perawatan anak yaitu ruang Melati RSUD Kebumen pada bulan April-September 2012. D. VARIABEL PENELITIAN 1.
Variabel independen Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan tergantung (Notoatmojo, 2002). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah caring perawat.
2.
Variabel dependen Variabel dependen adalah variabel yang nilainya di tentukanoleh variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi di ruang Melati RSUD Kebumen.
E. DEFINISIOPERASIONAL Tabel 3.1 Definisi Operasional hubun ganantara caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hosp talisasi di ruang Melati RSUD Kebumen Komponen ukur Hasil ukur Definisi Variabel skala Caring perawat
adalah Caring tindaka n memberikan asuhan keperaw tan dengan m engutamakan faktor-faktor carative yang bersumber pada perspektif humanistik dan hubungan sesama manusia yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah:
Lembar observasi yang terdiri dari 25 pertanyaan dengan nilai tertinggi 4 dan nilai terendah adalah 1, untuk jawaban “tidak pernah” bernilai “kadang1, kadang” bernilai “sering” 2, bernilai 3, “selalu” bernilai 4. Skor total pada semua item pertanyaan dari
Nilai hasil Ordinal kuesioner kemudian dikategorikan pengkategorian berdasarkan modifikasi Arikunto (1993), yaitu: 1. Baik : 76100% 2. Cukup : 5675% 3. Buruk : < 56 %
Parameter: jawaban 1. memperlakukan responden adalah manusia secara 25-100. wajar 2. memiliki kepercayaan diri 3. sensitifitas, empati, simpati 4. hubungan saling mempercayai, tulus, tidak pura-pura 5. membangkitkan pasien untuk mengekspresika n perasaan. 6. memecahkan masalah klien 7. menciptakan lingkungan terapeutik 8. kesiapan fisik 9. memenuhi kebutuhan klien 10. kekuatan spiritual Kecemasan Kecemasan adal ah respon individu terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan dala m kehidupan sehari-hari.
Check list ob ser vasi respon kecemasan terdiri dari 28 item, jawaban “ya” bernilai 1, dan “tidak” bernilai 0. Skor total pada semua item pertanyaan dari jawaban responden adalah 0-28.
Masing-masing Ordinal nilai hasil observasi kecemasan dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang Kategori kecemasan: 1. Kecemasan ringan 0-7 2. Kecemasan
sedang 8-14 3. Kecemasan berat 15-21 4. Panik 22-28 . F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Alat pengumpulan data Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan untuk me ngumpulkan data. Penelitian ditujukan kepada keluarga klien sebagai responden, terkait dengan analisa hubungan caring perawat dengan kecemasan anak p rasekolah akibat hospitalisasi. Instrumen disusun melalui studi kepustakaan dilakukan dengan jalan mengkaji bahan pustaka dan dokumen. Instrumen berbentuk kuesioner yang terdiri dari data demografi, analisa hubungan caring perawat dengan kecemasan anak prasekolah. Instrumen ini dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan teori, untuk mengukur caring perawat menggun akan kuesioner yang terdiri dari 25 item. Pertanyaan yang digunakan adalah jenis pertanyaan dengan jawaban tertutup dengan maksud responden memilih jawabanti dak pernah , kadang-kadang, sering, selalu dan jika dipandang dari bentukn ya berbentuk check list dimana responden tingggal membubuhkan tanda check
^
) pad a kolom yang disediakan (Arikunto, 1998).
Tabel 3.2 kisi-kisi kuesioner caring perawat Komp on en No Memperlakukan manusia 1 secarawajar 2 Memi liki kepercayaan diri Sensitifitas, empati, simpati 3 Hubungan saling 4 mempercayai, tulus, tidak pura-pura 5 Membangkitkan pasien untuk mengekspresikan perasaan. 6 Memecahkan masalah klien lingkungan 7 Menciptakan terapeutik Kesiapan fisik 8 9 Memenuhi kebutuhan klien 10 Kekuatan spiritual Total pertanyaan
Nomor item
Jumlah butir
1,23 ,
3
4,5 6
2 1
7, 8, 9, 10, 11
5
12, 13
2
14,15
2
1617 ,
2
18, 19, 20 21, 22, 23, 24 25
3 4 1 25
Untuk mengukur kecemasan anak prasekolah terdiri dari 28 item dengan menggunakan jenis pertanyaan berbentuk kuesioner dengan jenis jawaban tertutup yakni ya dan tidak. Jika dipandang dari bentuknya berbentuk check list dimana responden tinggal membubuhkan tanda check ( ) pada kolom yang disediakan. ^
Tabel 3.3: Kisi-kisi kuesioner kecemasan Komponen
No
1 Dampak perpisahan 2 Kehilangan kontrol dan ingkat kooperatif Ketakutan terhadap perl ukaan, 3 nyeri, dan gangguan body image Respo n fisi ologis 4
Nomoritem 1, 2,3, 4 5, 6,7, 8, 9, 10, 11, 12
Jumlah butir 4 8
13,14
2
15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28
14
Total pertanyaan 2. Langkah pengumpulan data
28
Pngumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti dengan a. Peneliti meminta ijin kepada Direktur RSUD Kebumen untuk melakukan penelitian. b. Peneliti meminta ijin kepada kepala ruang Melati. c. Melakukan pendekatan dengan klien dan keluarga. d. Memberikan inform consent sebagai persetujuan menjadi responden. e. Memberikan penjelasan tatacara mengisi kuesioner kepada keluarga klien.
f. Membagi kuesioner dan memberikan waktu kepada responden untuk mengisi kuesioner. g. Peneliti berada didekat responden agar bila ada pertanyaan dari responden peneliti dapat langsung menjelaskan. h. Menarik kembali kuesioner yang telah diisi dan mengecek kelengkapan jawaban dari responden, jika ada yang belum lengkap akan dikembalikan dan meminta responden untuk melengkapi jawaban pada saat itu juga. i. Mengumpulkan kuesioner untuk kemudian diolah. G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN Uji coba instrumen dilakukan untuk memperoleh kesesuai an pernyataan yang terdapat pada alat ukur dalam menunjang kriteria yang diharapka n dalam penelitian. Uji coba ini dilakukan sebelum penelitian dengan menyebarkan instrumen yang diuji cobakan kepada 20 responden yang bukan merupakan anggota sampel penelitian. Untuk menguji tingkat validitas dan reliabilitas peneliti melakukan uji coba. Uji coba instrumen dilakukan dengan uji validitas item danreabilitas responden terhadap instrumen caring perawat dengan kecemasan anak usia prasekolah akibat hospitalisasi. Uji validitas diuji cobakan di ruang Melati, Teratai danAnggrek RSUD Kebumen pada minggu kedua dan ketiga bulan juni 2012. Uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner dilakukan dengan menggunakan komputerisasi progran SPSS 12 for windows , dengan N = 20 dari hasil uji statistik menggunakan rumus Spearman rho dan taraf signifikan ( a) = 0,05 atau a = 5% dari 25 item yang diujikan semua item valid dan reliabel, tingkat validitas 0,533 sampai 0,927 dengan membandingkan r tabel = 0,4438 serta tingkat reliabilitas 0,952 pada variabel caring perawat. Untuk variabel kecemasan dari 28 item yang diujikan semua item valid dan reliabel, tingkat validitas 0, 455 sampai 0,882 dengan membandingkan r tabel = 0,4438 serta tingkat reliabilitas 0,952. Validitas adalah seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurannya atau dapat didefinisikan sebagai ukuran yang menunjukan sejauh mana instrument mampu mengukur apa yang diukur (Riwidikdo, 2007). Untuk mengetahui kesahihan instrument atau butir- butir pertanyaan maka diuji kevaliditasannya terlebih dahulu (Arikunto, 2006). Pengujian validitas ini dilakukan dengan korelasi product moment.
Rumus: rxy
E xy E x E y ^: INE E x MINE y )} N
^
(
)-(
2
x
)(
)
2
2
-(
y
2
-
Keterangan : x = skor dari rata-rata x
r = koefisien korelasi
y = skor dari rata-rat y
n = jumlah responden
instrumen penelitian dikatakan valid apabila r hitung > r tabel (0,4438) p ada derajat signifikasi 5%, yang telah diujicobakan pada 20 responden. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwainstrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabel menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas menggunakan rumus alpha cronbach. Rumus:
r1 1
k
^
^ ^
(
k
-
1
6
1
^ )^
6
12
b 1 ^
^
Keterangan : r1 1
: reliabilitas instrumen
k
: banyaknya bu ir pertanyaan atau banyaknya soal.
E
2
6b
:jumlahvarian butir
2 61
: varian total Menurut Alhusin (2002) korelasi signifikan atau tidak, maka hasil uji r hitung
dap tdibandingkan dengan r tabel (0,4438). Jika r hitung lebih tinggi dari r tabel maka reliabel. H. TEKHNIK ANALISIS DATA 1. Pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer melalui tahapan: a. Editing Memeriksa ulang kelengkapan, kemungkinan kesalahan, dan melihat konsistensi caranya dengan memeriksa kuisioner yang belum lengkap dilengkapi pada saat itu juga.
b. Coding Memberi kode data untuk melakukan koreksi dengan setiap item pertanyaan. c. Scoring Penetapan scor untuk variabel independen dan dependen, masing-masing diberikan scoring dengan kategori data dan jumlah item pertanyaan dari tiap-tiap variabel. d. Entry data Memasukan data dalam program komputer untuk di analisis. e. Cleaning data Data yang telah dimasukan ke program komputer diperiksa kebenarannya dengan cara melihat missing data, data yang salah, data y ng tid ak konsisten untuk menghindari kesalahan analisis. 2. Analisa data Pengolahan data dilakukan menggunakanperangkat lunak dengan tahapan sebagai berikut : a. Analisis univariat Variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini disusun secara deskriptif dengan tabel distribusi frekuensi. b. Analisa bivariat Analisa bivariat pada penelitian ini meliputi hubungan antara variabel independen dan variabel dep ndenmenggunakan uji statistik Spearman rank-order correlation dengantingkat kemaknaaan P<0,05 (Machfoedz, 2008) Rumus korelasi dari Spearman rho :
Keterangan: ρ : Koefisien korelasi tata jenjang
D : Difference/beda antara jenjang setiap subjek N: Banyaknya subyek Artinya signifikansi < 0,05 Ha diterima, jika > 0,05 Ho ditolak.
I. ETIKA PENELITIAN Penelitian akan dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari institusi pendidikan kemudian memajukan permohonan ijin kepada tempat penelitian dengan menekankan masalah prinsip dan etika yang meliputi: 1. Prinsip Manfaat a. Bebas dari penderitaan, artinya dalam penelitian ini tidak menggunakan tindakan yang dapat menyakiti atau membuat responde n men derita. b. Bebas dari eksploitasi, artinya data yang diperoleh tidak digunakan untuk hal yang merugikan responden. 2. Prinsip Menghargai Hak a. Informed Consen Sebelum dilakuka n pengambilan dan penelitian, calon responden diberi penjelasan tentangtujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan. Apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka calon responden harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika calon responden menolak untuk diteliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormatinya. b. Anonymity Untuk menjaga kerahasiaan responden dalam pengelolaan data penelitian, peneliti akan menggunakan nomor atau kode responden. c. Confidientiality Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang terkumpul dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. J. MEKANISME PENELITIAN
1. Tahap Persiapan Pada tahap ini persiapan peneliti melaksanakan kegiatan meliputi pengajuan judul, studi kepustakaan, pemilihan tempat penelitian, konsultasi dengan pembimbing, permohonan perijinan kepada Direktur RSUD Kebumen, melakukan studi pendahuluan, seminar proposal, revisi proposal, pelaksanaan uji validitas dan reliabilitas di RSUD Kebumen. 2.
Tahap Pelaksanaan Pada tahap ini peneliti mulai melakukan pengumpulan data Peneliti bertemu langsung dengan responden di ruang Melati RSUD Kebumen. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti mencari data pasien anak dibuku register yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian. Peneliti mengobser vasi caring perawat dengan cara mengamati setiap tindakan perawat bersam aan dengan pengisian kuesioner tingkat kecemasan dengan mengamati gejala-gejala kec emasan yang timbul pada anak yang telah ditetapkan sebagai responden. Se elah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan dengan komputerisasi.
3. Tahap akhir Setelah pengumpulan dan pengolahan data selesai dilakukan, peneliti menyusun laporan penelitian dalam bentuk tulisan yang lebih baik, konsultasi dengan pembimbing, mengambil kesimpulan, dan selanjutnya dipertanggungjawabkan dalam seminar.