LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Master Plan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kabupaten Tolitoli merupakan bagian administratif Propinsi Sulawesi Tengah, sekaligus wilayah penyangga dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Tolitoli (salah satu Kabupaten di Propinsi Sulawesi Tengah). Secara geografis, wilayah ini membentang dari timur ke barat terletak disebelah utara garis katulistiwa. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buol, laut sulawesi dan negara Philipina, sebelah timur berbatasan dengan Propinsi Gorontalo, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala, sebelah barat berbatasan dengan selat makassar. Topografi wilayah Kabupaten Tolitoli cukup variatif, terdiri atas dataran dan pegunungan yang dominan. dan umumnya terletak disekitar pantai. Keadaan seperti ini menggambarkan beragamnya sistem ekologi yang terbentuk di dalamnya. Karena itu pula wilayah ini merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi sumberdaya alam yang beragam dan cukup besar prospeknya untuk dikelola secara berkelanjutan. Hal ini penting, karena, dengan terlaksananya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah) yang kemudian disusul dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam mengatur daerahnya sendiri. Tetapi, untuk dapat mengelolanya dengan baik maka dibutuhkan program perencanaan yang matang dan akurat. Namun, hal
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
1
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
ini tidak cukup, karena selama ini betapa banyak program pembangunan yang baik tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan, bahkan sangat mengecewakan. Penyebabnya, karena program perencanaan tersebut tidak mengadopsi ”kondisi penduduk dan wilayah” dari daerah tersebut. B. TUJUAN KEGIATAN Secara
umum,
kegiatan
ini
bertujuan
untuk menggambarkan
kondisi
kemiskinan masyarakat wilayah Kabupaten Tolitoli yang mencakup: 1. Menggambarkan kondisi umum wilayah Kabupaten Tolitoli 2. Menggambarkan kondisi umum penduduk wilayah Kabupaten Tolitoli 3. Menggambarkan kondisi fisik wilayah Kabupaten Tolitoli 4. Menggambarkan
perekonomian
dan
pendapatan
masyarakat
serta
lapangan kerja yang tersedia 5. Menggambarkan kondisi sosial kemasyarakatan dan apresiasi penduduk wilayah Kabupaten Tolitoli 6. Mengetahui respon/tanggapan penduduk terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang telah dilakukan di wilayahnya.
C. HASIL YANG DIHARAPKAN Kegiatan ini diselenggarakan dalam kerangka penyusunan data dasar kependudukan dan apresiasi penduduk wilayah Kabupaten Tolitoli. Karena itu, kegiatan ini akan menghasilkan seperangkat data dan analisisnya dengan maksud: ”Tersusunnya master plan tentang kondisi kemiskinan penduduk dan apresiasi penduduk wilayah Kabupaten Tolitoli.”
D. MANFAAT KEGIATAN Dengan tersusunya master plan penanggulangan kemiskinan dan apresiasi penduduk di Kabupaten Tolitoli, maka hasil kegiatan ini diharapkan memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi kepentingan perencanaan dan Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
2
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
pengelolaan wilayah yang rentan dan memiliki jumlah penduduk miskin cukup banyak di Kabupaten Tolitoli, terutama yang terkait dengan program peningkatan pendapatan masyarakat dan potensi wilayah yang rentan dengan realitas kemiskinan tersebut.
E. METODE PENDEKATAN 1. Metode Kegiatan ini bersifat survei lapangan dan akan menggambarkan kondisi riil di wilayah Kabupaten Tolitoli secara apa adanya tanpa intervensi dari pihak mana pun. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode deksriptif analitik. dimana data-data sekunder juga dijadikan sebagai data tambahan untuk menguatkan analisis. Artinya disamping metode kualitatif yang bertumpu pada deskriptif analitik sebagaimana yang disebut di atas, metode kuantitatif juga akan dipakai, namun pendekatan kuantitaif lebih diposisikan sebagai motode yang diutamakan. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah, dengan lokasi-lokasi seluruh kecamatan yang terletak di wilayah tersebut. Yakni: Tabel I Luas Wilayah Kabupaten Tolitoli Berdasarkan Kecamatan No.
Kecamatan
Km2
Luas
%
1
Dampal Selatan
392,67
9,62
2
Dampal Utara
182,88
4,48
3
Dondo
542,50
13,30
4
Ogodeide
412,13
10,10
5
Baolan
258,03
6,32
6
Basidondo
441,30
10,82
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
3
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
7
Lampasio
626,00
15,34
8
Galang
597,76
14,65
9
Tolitoli Utara
626,50
15,36
Kabupaten Tolitoli
4.079,77
100
Sumber: Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Master Plan di Indonesia Studi tentang master plan di Indonesia, pada dasarnya berpedoman pada apa yang selama ini dikenal sebagai Pemahaman terhadap pengelolaan wilayah secara terpadu, pada dasarnya merumuskan suatu pengelolaan lingkungan yang bertumpu pada pengelolaan sumber daya alam sebagai upaya penguatan basis ekonomi masyarakat, dengan cara melakukan penilaian menyeluruh tentang sebuah kawasan beserta sumber daya alam yang memungkinkan pemanfaatan resources memiliki dampak langsung maupun tak langsung bagi masyarakat, terutama mereka yang masuk dalam kategori masyarakat rentan dengan kemiskinan. Menentukan tujuan dan sasaran pemanfaatan yang kemudian merencanakan dan mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optiomal dan berkelanjutan.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
4
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Proses pengelolaan harus dilaksanakan secara kontinu dan dinamis dengan mempertimbangkan segenap aspek sosial budaya ekonomi dan berbagai aspirasi yang berkembang dalam masyarakat pedalaman sebagai pengguna kawasan tersebut. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dan pertimbangan dalam pengelolaan kawasan hulu adalah bakal munculnya konflik kepentingan dan konflik pemanfaatan sumber daya kawasan hulu, terutama tanah sebagai sumber produksi utama, yang dapat saja muncul sebagai ekses dari tidak terantisipasinya pengelolaan sumber daya tersebut secara terpadu. Salah satu upaya efektif guna menghindari terjadinya konflik kepentingan akibat dari pemanfaatan sumber daya kawasan tidak tertata secara terpadu, adalah berupaya menentukan berbagai term yang berkaitan dengan kawasan. Hal itu penting, demi mencegah agar tidak terjadi tumpang tindih dengan kawasan lainnya, pesisir misalnya. Penentuan terminologi berdasar pada kawasan teritori
tersebut, tidak
hanya penting bagi kalangan masyarakat sebagai pengguna kawasan (zona) pedalaman, namun juga berkaitan dengan aspek penata laksanaan pemerintahan yang ada. Sebab bagaimanapun, karakteristik kawasan hulu di Indonesia terpadu dengan kawasan maritim Dua kawasan yang berbeda secara karakter, baik geografis, perilaku masyarakatnya, aspek sosial maupun budayanya, jelas merupakan latar belakang yang harus dipahami secara baik dan mendalam, sehingga pemahaman terhadap peta zona kewilayahan tersebut memudahkan kita untuk mengambil langkah kebijakan yang tepat. Kesalahan dalam menentukan peta karakteristik zona akan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
5
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
berakibat pada terjadinya tumpang tindih kebijakan, dalam arti menyamakan persepsi antara zona pedalaman dengan wilayah pesisir. Dibawah ini akan diutarakan beberapa terminologi yang berkaitan dengan kawasan yang memungkinkan kita untuk memahami lebih lanjut berbagai terminologi dalam penelitian ini.
B. Lingkungan dan Konflik Agraria. Konflik perlu dimunculkan sebagai upaya memahami lebih jauh masalah penguasaan sumber daya alam dan kemiskinan, dimana salah satu masalah utamanya adalah konflik di bidang agraria, Konflik tersebut banyak mewarnai permasalahan di pedalaman. Sebab konflik yang sering muncul di suatu wilayah hampir selalu bersentuhan dengan masalah agraria. Pengadilan land reform dimasa Orde Lama dimaksudkan untuk mengatasi masalah agraria ditingkat pengadilan. Namun setelah Orde Baru berkuasa pengadilan tersebut dihapus berdasarkan UU No 7 tahun 1970 tentang Penghapusan Pengadilan land reform, dimana kemudian pengadilan jenis itu dikembalikan ke pengadilan umum. Padahal perkembangan dalam permasalahan sengketa agraria, mengalami perkembangan signifikan dan dalam kurun waktu sejak 1970-an hingga 2004 terjadi banyak sekali konflik yang ditimbulkan oleh persoalan agraria yang tidak kunjung selesai. Hal ini salah
satunya
disebabkan
oleh
pemerintah
Orde
Baru
sendiri yang
menerapkan politik pengurasan sumber daya alam. Persoalan agraria yang
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
6
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
melibatkan pihak-piuhak yang bersengketa, seringkali diajukan ke lembaga non pengadilan untuk penyelesaiannya, seperti, Komnas HAM dan DPR., terdapat semacam
anggapan
bahwa
pengadilan
negeri
dianggap
tidak
efektif
menyelesaikan konflik agraria selama ini. Sejak munculnya TAP MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Agraria sebagai bagian integral dari dijalankannya program pembaruan kembali menemukan momentumnya. Salah satu spirit TAP MPR tersebut menegaskan bahwa kebijakan agraria dimasa lalu telah menimbulkan konflik agraria yang berkepanjangan. kerusakan ekologi yang tak terpulihkan dan ketimpangan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah dan sumbersumber agraria lainnya. Maka berikut ini akan diberikan batasan-batasan yang berkaitan atau yang menjadi faktor bagi munculnya konflik agraria : 1. Konflik kepentingan yang disebabkan oleh adanya persaingan kepentingana yang terkait dengan kepentingan substantive, seperti hak atas penguasaan sumber daya produksi yaitu tanah. 2. Konflik Struktural, yang disebabkan oleh pola perilaku atau interaksi yang destruktif, kontrol kepemilikan pembagian sumber daya alam yang tidak seimbang, serta faktor georafis, fisik, lingkungan yang mnenghambat kerjasama. 3. Konflik data sebagai akibat dari tidak terdapatnya data-data yang akurat untuk menentukan batas-batas kepemilikan terhadap sumber daya tanah, maka konflik yang muncul biasanya juga diselingi dengan kekerasan fisik. Kekerasan fisik tersebut muncul akibat dari adanya interpretasi data oleh
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
7
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
masing-masing pihak yang bersengketa. Kekerasan ini juga biasa dikategorikan sebagai konflik hubungan. C. Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah. Perencanaan dan pengelolaan wilayah secara sektoral, biasanya berkaitan dengan hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau ruang pedalaman oleh satu instansi pemerintah untuk tujuan tertentu seperti perkebunan
besar,
pengelolaan
demikian
dapat
menimbulkan
konflik
kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayahtersebut. Selain itu pendekatan sektoral semacam ini pada umumnya, tidak atau kurang mengindahkan dampaknya terhadap yang lain. Sehingga tidak jarang dapat mematikan sektor-sektor lain. Seperti kegiatan industri dengan tidak mengindahkan dampak lingkungan akan mematikan usaha lain yang terkena langsung limbah industri tersebut. D. Perencanaan Terpadu. Perencanaan terpadu dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mengarahkan berbagai aktivitas dari dua atau lebih sektor dalam perencanaan pembangunan
dalam
kaitannya
dengan
pengelolaan
wilayah
hulu.
Perencanaan terpadu biasanya dimaksudkan sebagai suatu upaya secara terprogram
untuk
suatu
tujuan
yang
dapat
mengharmoniskan
dan
mengoptimalkan antara kepentingan untuk memelihara lingkungan, keterlibatan masyarakat dan pembangunan ekonomi. Seringkali keterpaduan juga diartikan sebagai koordinasi antara tahapan pembangunan di wilayah pedalaman yang
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
8
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
meliputi: pengumpulan dan analisis data perencanaan, implementasi, dan kegiatan konstruksi. E. Problem Pembangunan di Pedalaman Dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan pengelolaan sumber daya alam di pedalaman di Indonesia dihadapklan pada kondisi yang bersifat mendua atau berada dipersimpangan jalan. Disatu pihak ada beberapa kawasan yang sudah dimanfaatkan secara intensif sehingga indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas keberlanjutan wilayah pedalaman, seperti pencemaran tanah, telah muncul di beberapa kawasan yang padat penduduknya dan tinggi tingkat pembangunannya Dipihak lain masih banyak wilayah yang tingkat pemanfaatannya belum optimal, atau bahkan belum terjamah sama sekali. Kondisi semacam ini pada umumnya dijumpai diwilayah Timur Indonesia, seperti Sulawesi Tengah. Bahkan berbagai sumber daya alam seperti di sektor perkebunan dengan skala besar lebih banyak dimanfaatkan oleh perusahaan asing. Meningkatnya kegiatan berbagai sektor pemerintah dan swasta mendorong adanya kompetisi diantara pelaku pemamfaatan sumber daya kawasan. Kompetisi ini menyebabkan adanya konflik dan tumpang tindihnya perencanaan dan pengelolaan wilayah hulu dari berbagai kegiatan sektoral, pemerintah daerah, masyarakat setempat dan swasta, akibatnya adanya perbedaan kepentingan masing-masing pihak yang merasa paling berhak atas suatu habitat bagi salah satu sumber daya produksi yaitu tanah. Konflik ini berakar dari masalah berikut :
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
9
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
a. Pihak yang berkepentingan menyusun rencana kerja secara sendiri-sendiri dan sering yang direncanakan secara sektoral berbeda dengan kepentingan Pemda atau masyarakat setempat. b. Lemahnya kemampuan aparatur dan kelembagaan dalam mengelolah sumber daya kawasan. c. Jumlah dan tingkat (laju) kegiatan pembangunan di kawasan ini belum ditetapkan
atas
dasar
pertimbanan
daya
dukung
lingkungan
dan
kemungkinan timbulnya dampak negatif oleh suatu sektor (kegiatan pembangunan) terhadap sektor yang lainnya. F. Proses Perencanaan pembangunan Proses perencanaan pembangunan di Indonesia biasanya dilakukan dalam hal alokasi pemanfaatan dan evaluasi dari ruang dan sumber daya. Dalam kerangka berpikir demikian perencanaan dibagi dalam tiga tingkatan. Yaitu, tingkatan nasional, tingkatan regional dan tingkatan sektoral. Ketiga tingkatan perencanaan tersebut menentukan alokasi, pemanfaatan dan evaluasi dari segenap sumber daya alam suatu wilayah. Di tingkat nasional perencanaan biasanya hanya berupa gambaran dasar sebuah pembangunan yang disertai dengan pertimbangan ekonomi dan keuangan. Tujuan nasional tercantum dalam GBHN dan diterjemahkan dalam sebuah rencana pembangunan. Proses perencanaan ini menghasilkan semacam prioritas pembangunan yang akan diterjemahkan oleh instansi pemerintah terkait kedalam bentuk program kerja dan proyek-proyek. Sebagian besar keluaran yang diharapkan dari perencanaan di tingkat nasional ini adalah
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
10
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
keluaran fisik, sebagai implikasi dari penyerapan tenaga kerja, investasi dan pemanfaatan sumber daya alam dalam perencanaan ini terbatas pada aspek ekonomi dan finansial semata, tanpa mempertimbangkana batas kemampuan keberlanjutannya.
G. Sumber Daya Lingkungan Sumber daya lingkungan bukanlah istilah yang populer dalam diskursus publik, hal ini disebabkan, munculnya terminologi sumber daya ekonomi sangat dominan
Istilah sumber daya hampir selalu berarti ekonomi atau manusia,
dengan sebutan human resources. Sumber daya sosial hampir tidak terdengar atau jarang dibicarakan, hal ini berdampak bukan saja pada pengetahuan publik tentang terminologi tersebut, namun juga memiliki konsekuensi terhadap proses penataan sumber daya sosial, sulitnya konsep sumber daya sosial juga disebabkan oleh pengetahuan akademis yang terkait dengan konsep tersebut sangat terbatas. sehingga menyebabkan potensi dan kekuatan pada tingkat lokal tidak berhasil dipetakan. Kemudahan penafsiran terhadap istilah tersebut mulai muncul, saat terciptanya kesadaran tentang dimensi sosial pembangunan atau sering diistilahkan sebagai pembangunan sosial. Konsep sumber daya sosial mulai mendapat perhatian, ketika banyak pihak beranggapan bahwa kebudayaan merupakan salah satu penghambat pembangunan. Pengakuan terhadap adanya faktor sosial budaya oleh Soejadmoko (1988) dianggap sebagai pendekatan alternatif guna menjelaskan proses sosial ekonomi dan lingkungan.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
11
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Namun demikian keterbatasan pengertian sumber daya lingkungan dalam wacana
ilmu-ilmu
sosial menyebabkan kehadirannya
lebih merupakan
pelengkap dalam memandang istilah sumber daya ekonomi, sementara term sosial budaya selalu ditempatkan pada area di luar ekonomi. Disinilah letak tidak konsistennya pendekatan ekonomi dalam analisis realitas masyarakat. Bahwa kesadaran budaya memang terjadi, sementara pendekatan ekonomi an sics agak menafikan hal tersebut. Negara secara langsung atau tidak langsung mendorong pembentukan sumber daya lingkungan dengan memenuhi kebutuhan publik. Seperti hak-hak kepemilikan atas tanah Kondisi dasar yang plural memberi kecenderungan terjadinya proses interaksi antar kelompok-kelompok masyarakat yang mengalami keragaman pula. Karena itu, penataan interaksi kelompok tidak jarang menghasilkan ketidak seimbangan, sebagai akibat dari proses sosial politik yang juga lahir dari ketimpangan sebagai akibat dari terabaikannya potensi-potensi lokal masyarakat. Berangkat
dari
pemahaman
demikian,
pengertian
sumber
daya
lingkungan dalam penelitian ini adalah pemanfaatan potensi sumber daya modal produksi yang jumlahnya terbatas. Sebagai akibat dari terbatasnya potensi sumber daya demikian, menjadi lahan perebutan. Proses penguasaan sumber daya lingkungan memiliki ciri dan karakter masing-masing sesuai dengan konteksnya, sesuai dengan tradisi yang berlaku selama ini. Akibat tidak mampunya institusi-institusi tradisional masyarakat lokal, dalam melakukan pengelolaan secara efektif dan berhasil guna akhirnya berpotensi konflik.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
12
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Sumber daya yang layaknya dimanfaatkan oleh dan untuk masyarakat, hanya dinikmati oleh sebagian atau sekelompok masyarakat, terjadinya perebutan oleh kelompok kepentingan, berujung pada terjadinya konflik terbuka, yang kemudian, eskalasi konflik lebih luas dengan cara melibatkan masyarakat bawah.
Perebutan sumber daya sosial yang terbatas meski
pemicu awalnya pada elit sosial, namun akhirnya, melibatkan masyarakat dalam kekerasan yang dampak sosil ekonominya lebih dirasakan oleh mereka yang masuk kategori struktur kelas bawah. Proses politik dan sejarah kehidupan sosial manusia belum sepenuhnya dapat melahirkan strukturstruktur sosial yang emansipatoris. Eksistensi sumber daya lingkungan yang terbatas, dalam sejarah manusia sarat dengan fenomena konflik. H. Daya Dukung Lingkungan. Konsep daya dukung lingkungan paling mudah diterapkan pada sistem agraria yang masih sederhana, dalam sistem itu populasi manusia masih bertumpu pada pertanian dalam arti luas. Belum berkembang sistem pertanian modern dan mekanisme pasar yang bebas. Dalam kondisi demikian yang di tinjau adalah daya dukung lingkungan yang alamiah, yaitu sistem yang tak tersubsidi. Pada dasarnya daya dukung lingkungan tergantung pada persentase tanah yang dapat dipakai untuk usaha pertanian. Makin besar persentase lahan yang dapat dipakai untuk pembangunan sektor pertanian maka makin besar pula dayadukung lingkungan bagi daerah tersebut. Sistem pertanian sangat berkaitan dengan iklim dan kesumburan tanah, daerah dengan musim hujan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
13
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
yang pendek dan musim kemarau yang panjang orang hanya dapat menanam satu kali dalam setahun. Artinya daya dukung lingkungan daerah tersebut rendah. Daerah yang tingkat kesumburannya rendah, orang mengembangkan sistem tebas – bakar atau perladangan yang berpindah. Didaerah tersebut setelah dua atau tiga kali panen tempat tersebut kemudian ditinggalkan, lalu orangpun kembali membuka lahan baru bagi usaha pertanian. Demikian seterusnya, untuk kembali ketempat semula dan guna memperoleh kesuburan tanah yang seperti sediakala maka dibutuhkan rotasi selama 25 tahun. Dengan demikian daerah yang dikelola dengan sistem tersebut dapat dikategorikan sebagai zona dengan daya dukung yang rendah. Wilayah pertanian yang berada di Luar Jawa banyak dijumpai cara-cara pertanian dengan sistem berpindah-pindah, sementara di luar Jawa kita hampir tidak menemukan sistem ini dipakai oleh para petani, kecuali dibeberapa daerah di Jawa Barat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa daya dukung lingkungan daerah di luar jawa lebih rendah dibanding dengan wilayah di Jawa.
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Kegiatan ini bersifat survei lapangan dan akan menggambarkan kondisi riil daerah secara apa adanya tanpa intervensi dari pihak mana pun. Oleh karena
itu,
penelitian
ini
menggunakan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
metode
deksriptif.
dengan
14
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
menggunakan
pendekatan
kuantitatif
dan
kualitatif.
Pendekatan
yang
digunakan dalam penelitian ini, sebagaimana dikemukakan Bogdan dan Tailor bahwa ”menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau pelaku yang dapat diamati” (Moleong 1999 : 2-3). Garna (1999 : 29) mengatakan bahwa ”pendekatan kualitatif adalah untuk mencari kebenaran relatif, ” Sementara itu Chadwick et.al (1988 : 235) mengatakan bahwa ”penelitian kualitatif mengacu pada strategi penelitian observasi partisipan dan wawancara mendalam yang bertujuan untuk memahami aktivitas yang diselidiki yang memungkinkan peneliti memperoleh informasi dari tangan pertama mengenai masalah sosial empiris yang hendak dipecahkan”. Pendekatan kualitatif memiliki perspektif ganda dimana peneliti membangun perspektif demikian berdasarkan analisis lapangan. Pendekatan kualitatif dipakai dalam penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan yang secara signifikan mempengaruhi penajaman substansi penelitian. Pertimbangan itu adalah: penyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan, obyek dan subyek penelitian bersentuhan langsung. Metode kualitatif lebih tepat dipergunakan saat penelitian berhadapan dengan fenomena ganda. Pendekatan
kualitatif
merupakan
sistem
perangkat
menggali, menguji dan membentuk teori, penelitian kualitatif
kerja
dalam
menghendaki
adanya kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Oleh sebab itu, Peneliti mengambil tempat pada keutuhan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
15
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
dalam konteks dari fenomena yang ada, yang selanjutnya dalam penelitian deskripsi analitik, mempelajari masalah dalam masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur dengan cermat fenomena sosial tertentu, dalam hal ini yakni kemiskinan. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta. Kemudian dijadikan sebagai acuan dalam menyusun master plan upaya penanggulangan fenomena tersebut. B. Lokasi Penelitian A. Luas Wilayah Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah, dengan lokasi-lokasi seluruh kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten tersebut. Yakni:
Tabel II Luas Wilayah dan Jumlah Desa Kabupaten Tolitoli Menurut Kecamatan No.
Kecamatan
1
Dampal Selatan
2
Dampal Utara
3
Luas Km 392,67 2
Jumlah Desa
% 9,62
6
182,88
4,48
8
Dondo
542,50
13,30
11
4
Ogodeide
412,13
10,10
11
5
Baolan
258,03
6,32
7
6
Basidondo
441,30
10,82
5
7
Lampasio
626,00
15,34
8
8
Galang
597,76
14,65
11
9
Tolitoli Utara
626,50
15,36
11
100
78
Kabupaten Tolitoli 4.079,77 Sumber: Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
16
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
B. Jumlah Penduduk Penduduk merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan tingkat kesejahteraan
suatu
daerah.
Pertumbuhan
penduduk
mengindikasikan
kecenderungan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan hidup secara keseluruhan.
Berikut
ini
merupakan
gambaran
tentang
jumlah
dan
pertumbuhan penduduk Kabupaten Tolitoli berdasarkan kecamatan sejak tahun 1980 - 2000, yakni:
Tabel III Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tolitoli Menurut Kecamatan Tahun 1980-2000
No.
Jumlah Penduduk
Kecamatan
Pertumbuhan (%)
1980
1990
2000
1980-1990
1990-2000
1
Dampal Selatan
15.230
19.200
17.627
2,34
0,88
2
Dampal Utara
11.214
11.943
12.665
0,63
0,61
3
Dondo
17.548
23.530
18.717
2,98
2,89
4
Ogodeide
-
-
8.824
-
-
5
Basidondo
-
-
7.345
-
-
6
Baolan
36.410
58.743
51.064
4,90
1,06
7
Lampasio
-
-
10.061
-
-
8
Galang
18.962
25.657
27.066
3,07
0,55
9
Tolitoli Utara
14.302
18.343
20.156
2,52
0,98
113.666
157.416
173.525
3,31
1,01
Jumlah Penduduk
Sumber: Kabupaten Tolitoli Dalam Angka 2005 C. Teknik Pengumpulan Data a. Data Sekunder Dalam kegiatan ini dikumpulkan beberapa hasil-hasil penelitian dan dokumen-dokumen yang terkait dengan pengelolaan wilayah Kabupaten Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
17
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tolitoli. Termasuk di dalamnya adalah dokumen AMDAL dan UKL-UPL atas suatu kegiatan/usaha di wilayah ini. Selanjutnya, dokumendokumen tersebut direview dan dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. b. Data Primer Data primer diperoleh melalui kegiatan survei/pengamatan lapangan di seluruh wilayah Kabupaten Tolitoli, dengan sasaran utama adalah “penduduk.” Guna memperoleh data dilakukan wawancara langsung dengan
informan,
sifatnya
mendalam,
(in-dept
interview)
tidak
terstruktur. Wawancara demikian dilakukan agar: Pertama, hubungan antara peneliti dengan informan berlangsung tidak formal. Kedua, wawancara berkembang sebagaimana mestinya, jawaban informan dikaji lebih dalam berdasar jawaban yang diberikan sebelumnya, Berdasarkan pertimbangan tersebut maka metode yang cocok untuk itu adalah deskriptif analitik, sementara metode pengumpulan data melalui tiga macam cara yaitu : 1. Observasi : sebuah teknik pengumpuan data yang seringkali dipakai dalam penjaringan data kualitatif yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung guna melihat dan mencatat segala sesuatu yang berkembang di lapangan. Observasi partisipatoris dalam penelitian ini bukan dimaksudkan berpartisipasi dalam konflik, tetapi lebih pada keterlibatan peneliti dalam berbagai aktifitas resolusi konflik, seperti seminar, workshop, investigasi
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
18
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
lapangan. Observasi ini menurut Nasution (1992 : 62) ”Dapat menghasilkan data lebih banyak, lebih dalam dan lebih terinci”. 2. Wawancara mendalam : Kegiatan ini dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh data dari informan yang berupa pemahaman, perasaan dan makna sesuatu. Dalam wawancara dengan informan, peneliti memberikan keleluasan kepada mereka untuk menjawab segala pertanyaan, sehingga memperkuat data-data melalui pengamatan. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur dan memakai pedoman wawancara 3. Penelitian kepustakaan : Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menelusuri teori yang dipakai sebagai dasar analisis, kemudian peneliti melakukan pengumpulan berbagai referensi yang berkaitan dengan konflik penguasaan sumber daya sosial. Berbagai teori, penelitian lain dan data sekunder lainnya sangat membantu dalam metode selanjutnya. Penelitian ini juga menekankan proses eksplorasi, terutama menyangkut aspek yang belum dikaji lebih dalam, karena itu, penelitian ini memilih tema konflik horisontal hubungannya dengan penguasaan sumber daya sosial, eksplorasi dilakukan berkaitan dengan berbagai data dengan bahasan penelitian, hal ini dimaksudkan agar obyek penelitian menjadi tajam, mendalam dan berupaya menemukan data yang sifatnya baru Metode eksplorasi adalah teknik yang dilakukan oleh peneliti, dengan mempelajari berbagai tulisan, baik yang berupa tulisan ilmiah maupun berupa tulisan-tulisan jenis berita yang terdapat
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
di
19
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
koran, majalah dan berbagai sumber tertulis lainnya, kemudian data sekunder yang diperoleh tadi, disamping dirujuk dalam tulisan juga dijadikan sebagai referensi untuk bahan pertanyaan dan diskusi antara peneliti dan informan. Adapun sifat keabsahan data dilihat dari obyektivitas dan subyektivitas untuk mendapatkan data yang obyektif, berasal dari unsur subyektivitas obyek penelitian,
yaitu
begaimana
menginterpretasikan
fenomena
yang
ada.
Pandangan subyektivitas menjelaskan perilaku manusia agar dapat dipahami, Berdasarkan pandangan fenomenologis tindakan manusia mempunyai makna dan bertujuan subyektif pada tingkat keabsahan data, dan bersifat obyektif. Menurut Moleong, (2000 : 83) “adanya unsur kualitas yang melekat pada obyektivitas, dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan, sehingga bertumpu pada pengertian obyektivitas-subyektivitas“. Dapat juga dipahami sebagai adanya kepastian (confirmability) saat data yang diperoleh mempunyai “tingkat kesesuaian” yang
tinggi atau telah dianggap sesuai dengan apa yang
diperlukan.
D. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan cara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data hasil kuesioner atau angket sedangkan analisis kualitatif dilakukan terhadap data hasil wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam formula yang mudah dibaca dan diinterpretasi. Analisis data tidak saja memberikan kemudahan interpretasi, juga mampu menjelaskan makna Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
dari setiap 20
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
fenomena yang diamati, sehingga implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan kesimpulan akhir penelitian. Dalam analisis data juga dilakukan tafsiran data, hal ini dimakudkan untuk memberi makna analisis, menjelaskan pola klasifikasi data, mencari hubungan antar berbagai konsep penelitian. Penafsiran dalam hal ini dimaksudkan sebagai pengembangan perspektif atau pandangan peneliti. Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan tiga alur kegiatan, yaitu : reduksi data, tampilan atau display data, penarikan simpulan atau verifikasi. Reduksi data dimaksudkan untuk pemilihan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan abstraksi dan transformasi data mentah yang diambil dari catatan selama berada dilapangan sehingga terfokus pada hal-hal penting dan lebih memudahkan peneliti dalam mencermati kekurangan data.Tampilan atau display data dimaksudkan untuk menyusun sekumpulan informasi menjadi suatu pernyataan yang dimungkinkan melakukan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dan verifikasi didasarkan pada reduksi data dan tampilan data sebagai langkah akhir dari proses analisis kualitatif. Selanjutnya, hal penting juga dilakukan pada tingkat keabsahan data melalui referensial, sebagai hasil pembanding dari tulisan yang telah disusun. Selanjutnya keabsahan data diperkuat melalui peralatan berupa tape recorder, kamera foto, handycam dan perlengkapan lain yang berkaitan dengan kegiatan penelitian.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
21
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
E. KESIMPULAN SEMENTARA KONDISI KABUPATEN TOLITOLI Setelah melakukan pengamatan secara seksama tentang kondisi Kabupaten Tolitoli maka dapat ditarik beberapa hal, dengan satu harapan bahwa kesimpulan tersebut dipakai sebagai bahan analisis selanjutnya untuk membedah realitas yang terjadi di lapangan penelitian. Sebagaimana sifat dari kesimpulan sementara adalah sebagai bahan atau dugaan awal yang selanjutnya menjadi pedoman dan alat analisis kerja guna memahami obyek penelitian Demikian pula halnya dengan kesimpulan sementara terhadap Kabupaten Tolitoli, hal itu juga sifatnya sementara yang juga dipakai untuk memahami realitas masyarakat dan kondisi riil di Kabupaten Tolitoli. Dengan memperhatikan kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan memperhatikan luas wilayah Kabupaten Tolitoli yang begitu luas, sementara jumlah penduduknya, sangat sedikit, maka pada dasarmnya wilayah tersebut tergolong daerah yang berpenduduk sangat sedikit. Dari data statistk Kabupaten Tolitoli Dalam Angka 2005 menunjukkan bahwa penduduknya hanya sekitar 173.525 jiwa dengan luas wilayah mencapai 4.079,77 km2 dengan kepadatan penduduk sekitar 42,53 per Km2. Artinya, setiap km2 wilayah tersebut hanya didiami oleh sekitar 42,53 jiwa. Kondisi tersebut mengindikasikan masih tersedianya potensi daerah, berupa sumber daya alam untuk dikembangkan menjadi sumber daya produktif. Hal
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
22
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
tersebut juga dimungkinkan oleh bentuk topografinya yang bervariasi, sehingga memungkinkan pemanfaatan pada sektor yang bervariasi pula. Data-data di atas memberi gambaran, bahwa luas wilayah yang demikian belum digarap secara maksimal, sehingga dibutuhkan satu model penanganan terpadu yang memungkinkan munculnya satu desain atau model antisipatis dalam hal masalah kependudukan. Diantaranya adalah secara garis besar pembangunan yang bertumpu pada kekuatan sumber daya manusia di Kabupaten Tolitoli hendaknya lebih memperhatikan keseimbangan antara alam sebagai obyek potensial dengan penduduk yang menngelola sumber daya tersebut. Pengertiannya
bahwa
penduduk
di
Kabupaten
Tolitoli
hendaknya
menguasai pola keterampilan yang berbasis pada karakteristik wilayah tersebut. Meskipun disadari bahwa sebagian besar wilayah Tolitoli adalah pertanian dan lautan, namun tidak dengan serta merta bahwa antisipasi terhadap wilayah tersebut dalam hubungannya dengan penduduknya menjadi seragam. sebab sebagaimana diketahui bahwa pada masingmasing wilayah memiliki karakteristik dan spesifikasi yang berbeda, meski secara umum adalah pertanian dan perikanan (nelayan). Misalnya, pada wilayah dengan topografi pegunungan, proses antisipasi perkembangan masyarakatnya lebih dititik beratkan pada usaha dibidang pertanian dengan memperhatikan pertanian berjenis tanaman berbukit mengingat struktur tanah ditentukan oleh curah hujan yang tidak merata di kawasan tersebut, Oleh sebab itu antisipasi terhadap pemanfaatan potensi
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
23
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
alam, layaknya lebih memperhatikan struktur ekologi kawasan, juga pada dimensi manusianya. Hal tersebut penting sebab, seringkali pembangunan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat umum seringkali tidak memperhatikan kondisi topografi atau struktur tanah di areal tersebut, sehingga pada perkembangan selanjutnya, hasil pembangunan, baik dibidang pertanian maupun di sektor kelautan sering menimbulkan masalah serius baik berupa ketidak cocokan iklim, ketidak siapan manusia sebagai pengelola maupun dampak yang sering dikategorikan sebagai dampak sosial, hal ini berhubungan dengan penciptaan pra kondisi program yang tidak matang dan tidak berbasis pada stakeholder. Juga dampak lingkungan yang ditimbulkan. . misalnya, penebangan hutan diareal pegunungan atau dataran rendah yang diperuntukkan bagi areal pertanian, yang pada dasarnya dipilih sebagai alternatif mengatasi masalah ekonomi dan bertujuan agar lingkungan tetap terpelihara justru merusak lingkungan tersebut. Hutan yang tersebar luas dikawasan Kabupaten Tolitoli bukan tidak bisa dimanfaatkan sebagai areal pertanian, Hutan juga bisa diperuntukkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah itu, sebab hutan bukanlah ekosistem yang berdiri sendiri, pengelolaannya juga bergantung pada manusia. Jika hutan sebagai ekosistem yang dibiarkan apa adanya, maka ekologi tersebut masuk dalam kategori ekofasism. namun jika
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
24
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
pemanfaatannya tidak berdasar pada kondisi lingkungan maka manusia bertindak sebagai human fasism bagi lingkungan. Istilah eko fasism sering muncul ketika orang membicarakan tentang hutan lindung, banyak pihak mangatakan bahwa hutan lindung tidak padat dimanfaatkan oleh manusia, dengan asumsi akan tergangunya ekosistem yang ada didalamnya. Anggapan demikian tidak sepeniuhnya dibenarkan, sebab hutan sebagai sebuah ekosistem juga bergantung pada manusia, dalam beberapa areal hutan lindung di dunia, dalam kawasan tersebut juga telah dimanfaatkan bagi kepentingan manusia terutama yang mendiami areal itu. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah, jenis-jenis tanaman yang cocok bagi tanah dikawasan tersebut. dan pada areal dimana hutan tidak boleh dikelola oleh manusia. Penentuian Zonasi kawasan yang diperuntukan sabagai pedoman bagi pengelolaan daerah hutan lindung mutlak dibutuhkan, sebab jika hal itu tidak ada maka, hutan lindung sebagai paru-paru dunia akan terancam eksistensinya. Melihat luasnya jenis ini di Kabupaten Tolitoli yang jumlahnya sekitar 55.955 ha, jelas merupakan kawasan yang sangat potensial untuk digunakan dan dimanfaatkan oleh manusdia. Pengelolaan sumber daya
yang tersedia membutuhkan keikutsertaan
seluruh tingkatan pemerintahan. Pemerintah setempat perlu diikutsertakan karena mereka mengelola karena mereka mengelola tempat dimana pembangunan dilaksanakan, sumber daya ditemukan dan keuntungan atau bahkan hukuman dijatuhkan. Pemerintah harus terlibat sebab pertanggung
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
25
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
jawaban dan kekuasaan untuk masalah pesisir dan hulu dimiliki oleh pemegang kekuasaan setempat. Terutama wilayah pesisir merupakan kawasan yang kompleks ditinjau dari sudut pemerintahan dan membutuhkan suatu koordinasi yang baik antara instansi dengan berdasar pada beberapa alasan diantaranya adalah : 1. Pengaruh akibat konflik dan dampak sektor terhadap sektor lainnya yang membutuhkan penanganan pihak pemerintah sangat tinggi 2. Terlalu banyak pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya milik bersama dan konservasinya 3. Diperlukan sebuah model penanganan yang berlaku secara terpadu dalam proses perencanaan sampai pada pengambilan keputusan yang berlaku di daerah tersebut. 2. Bahwa pemanfaatan potensi yang terkandung di Kabupaten Tolitoli dapat dilihat dari wilayah topografi dan areal pertanahan yang cocok untuk dieksploitasi. Disamping itu juga pola hidup dan karakteristik masyarakatnya juga patut mendapat perhatian. Sebab bagaimanapun, kondisi wilayah, termasuk iklim dan struktur jenis tanah yang terdapat diwilayah Tolitoli harus memiliki relevansi dengan karakteristik masyarakatnya. Karena salah satu syarat
bagi
munculnya
pembangunan
yang
partisipatoris
adalah
terdapatnya relevansi diantara semua unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Dalam hal ini beberapa hal dapat mendapat perhatian dalam pola pengembangan kawasan di kabupaten Tolitoli di antaranya :
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
26
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
1. Budaya masyarakat dijadikan sebagai penunjang pariwisata. Disamping itu kekuatan budaya meski sebagai penunjang, juga harus ada upaya sistematis untuk mengkaji dan menggali jenis-jenis budaya yang dapat menjadi ajang promotif bagi perkembangan pariwisata Tolitoli, Sebagai sebuah kawasan, Tolitoli saat ini belum muncul sebagai daerah yang setiap saat memposisikan diri sebagai kawasan budaya, artinya, masyarakatnya memunculkan seni tradisinya hanya pada momentummomentum tertentu, tidak setiap saat budaya tersebut dapat dilihat. berbeda dengan daerah/kawasan lain, Bali dan Toraja adalah dua kota wisata, dimana kawasan tersebut dalam berbagai momen, bahkan setiap saat selalu menampilkan seni tradisinya, ada atau tidak ada wisatawan. Tradisi daerah tersebut bahkan telah menyatu dengan masyarakatnya baik untuk kepentingan pariwisata maupun untuk kehidupan keseharian mereka. Tradisi budaya masyarakat Tolitoli juga dapat dimunculkan sebagai alternatif potensi pariwisata, yang ditonjolkan tetap pada wisata pantai dan baharinya (laut lepas) dengan tradisi masyarakat sebagai pendukungnya. penjualan paket wisata dan peta zonasi pariwisata dapat menjadi alternatif. 2. Prioritas utama yang perlu digalakkan adalah pada aspek pertanian, dalam hal ini adalah perkebunan masyarakat. meski sudah terdapat beberapa perkebunan, namun hendaknya kegiatan model demikian bukanlah
menjadi
prioritas
utama
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
dalam
peningkatan
income
27
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
masyarakat Tolitoli, perkebunan rakyat, terutama cengkeh, kakao dan kelapa tetaplah menjadi skala prioritas utama. karena sejarah, menunjukkan bahwa, perkebunan tersebur memiliki dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi rakyat setempat. 3. Disektor transmigrasi, peran pemerintah Kabupaten Tolitoli dalam hal ini begitu penting.sektor ini dapat saja dijadikan sebagai pintu masuk bagi perkembangan industri perkebunan di kabupaten itu, mengingat luas wilayah hulunya begitu besar maka beberapa daerah dengan zona kawasan yang dapat dijadikan sebagai areal perkebunan dapat saja dijadikan sebagai lahan bagi tempat tujuan transmigran. . Dalam konteks demikian beberapa hal perlu mendapat perhatian dari pemerintah Kabupaten Tolitoli, yaitu: a. Terdapat upaya dari pemerintah daerah setempat untuk memberi kemudahan dari pada transmigran sebagai daya dorong (motivasi) bagi mereka untuk menjadikan wilayah Tolitoli sebagai tujuan migrannya. Kemudahan dari pemerintah misalnya, menyediakan lahan dan bibit tanaman bagi para migran untuk kemudahan berusaha b. Terdapat mekanisme kontrol dari pemerintah sebagai pemegang kebijakan, dalam hal ini pemerintah harus setiap saat melakukan kontrol bagi mereka yang berstatus transmigran agar lahan perkebunan yang diperuntukkan bagi mereka tetap dalam status awal, artinya tidak bisa beralih fungsi dan beralih kepemilikan dengan alasan apapun.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
28
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
c. Status transmigran, para transmigran harus memiliki status yang jelas, termasuk pola dan tempat rekruitmen mereka, kejelasan status tersebut akan mempermudah pemerintah daerah melakukan pendeteksian kepada semua transmigran. d. Sebelum melakukan rekruitmen, pemerintah kabupaten terlebih dahulu harus menentukan model transmigran bagaimana yang harus direkrut, yang disesuiakan dengan target kebutuhan. Misalnya jika areal tanah yang diperuntukan bagi para transmigran dengan jenis tanaman keras, maka hendaknya pola rekruitmen migran mengacu pada kapasitas mereka yang ahli dalam pertanian lahan kering. e. Jika diperhatikan masalah kependudukan di Kabupaten Tolitoli yang menarik adalah rasio perbandingan antara perempuan dan laki-laki angka statistik menunjukkan bahwa jumlah perempuan 96.430 jiwa sementara laki-laki 100.059 jiwa. Terdapat rasio yang relatif hampir berimbang antara jumlah dua jenis kelamin tersebut. Kemudian hal menarik lainnya, adalah komposisi umur penduduk di Kabupaten tersebut menunjukkan bawa terdapat sekitar 52,03 persen penduduknya masih dibawah usia 15 tahun. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Tolitoli memiliki komposisi penduduk yang tergolong muda. Jelas dua kondisi tersebut, jenis kelamin dengan rasio yang relatif hampir seimbang dan komposisi penduduk muda merupakan faktor penghambat bagi perkembangan pembangunan di wilayah itu, jika kita merujuk pada angkatan kerja produktif dan laki-laki sebagai tenaga kerja
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
29
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
produktif yang utama. Berdasar kondisi riil penduduk di Kabupaten Tolitoli maka pemerintah setempat, hendaknya melakukan pola atau model penangangan kependudukan yang memungkinkan rasio laki-laki harus lebih banyak dibanding dengan perempuan, salah satu upaya kearah tersebut adalah pada sektor transmigrasi, pemerintah harus melakukan pola rekruitmen yang lebih memprioritaskan migran laki-laki dibanding
dengan
perempuan.
Kedua
adalah
program-program
pembangunan yang melibatkan langsung peran serta masyarakat hendaknya lebih memperhatikan partisipasi kaum gender (perempuan) sebagai garda terdepan dalam proses mobilisasi partisispatif.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
30
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum dan Realitas Sosial Sebagaimana diketahui bahwa, Kabupaten Tolitoli tidak hanya memiliki luas wilayah yang memadai, namun juga terdapat potensi sumber daya cukup besar. Berbagai laporan memberi gambaran, betapa uniknya wilayah ini dalam bermacam hal. Keaneka ragaman lingkungan geografis yang diikuti oleh berbagai macam hayati, telah telah memberi ciri tersendiri bagi kabupaten ini. Beberap ciri khas dapat disebutkan dalam hal ini adalah. Topografi wilayah Tolitoli dikelilingi oleh pegunungan, dimana gunung-gunung tersebut tidak ditumbuhi oleh hutan dengan bermacam-macam jenis kayuan, sebagaimana lazimnya, tetapi tumbuhan yang dominan adalah tanaman cengkeh. disepanjang bentangan pegunungan di wilayah itu tumbuh tanaman cengkeh, baik di daerah perkotaan maupun daerah pedalaman atau sekitar pulau pulau kecil. domimannya tanaman tersebut, menjadikan Tolitoli sebagai wilayah penghasil cengkeh terbesar di Propinsi Sulawesi Tengah. Tanaman tersebut, juga merupakan komoditi andalan bagi masyarakatnya. Bagi masyarakat Tolitoli, tanaman cengkeh memiliki arti penting, sehingga ketergantungan terhadap komoditi ini sangat besar. Pada dekade 1990-an ketika harga cengkeh anjlok, mempengaruhi pendapatan danm daya beli masyarakatnya, sehingga dalam di era tersebut, banyak warga tidak lagi mengharapkan cengkeh sebagai komoditi andalan yang diharapkan memiliki kemampuan meningkatkan taraf hidup ekonomi petani, bahkan cukup banyak petani yang mencoba beralih ke komoditi lain sebagai pengganti tanaman tersebut, kakao dianggap sebagai alternatif pengganti. Pada penghujung tahun 1990-an bersamaan dengan stabilnya harga komoditas unggulan Tolitoli, bahkan dalam beberapa situasi mengalami lonjakan harga di pasar internasional dan domestik, masyarakat kembali bergairah mengelola tanaman tersebut. Hal ini memiliki dampak pada bergairahnya kembali masyarakat petani, sebagai akibat dari naiknya tingkat pendapatan mereka. Dari Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
31
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
gambaran tersebut di atas, hal yang dapat dipetik adalah, Kabupaten Tolitoli sangat bergantung dan mengandalkan tanaman cengkeh sebagai komodoti yang diunggulkan, hal ini sebagaimana dikatakan oleh salah seorang informan bernama Ipin, ia mengatakan bahwa : “Tahun-tahun 1990-an itu memang masyarakat, saya terutama, sempat mengalami putus asa akibat turunnya harga cengkeh waktu itu, masyarakat yang menggantungkan nasibnya pada perdagangan sangat terpengaruh oleh keadaan tersebut, beberapa keluarga saya juga mengalami nasib sama, bahkan ada yang pindah kota, mereka menjual semua asset yang dimilikinya, lalu beralih tugas di kota lain. dan sekarang mereka tidak lagi beraktivitas di Tolitoli, padahal usaha yang mereka kelola di Tolitoli terbilang maju untuk ukuran masyarakat disini. Waktu itu memang masamasa yang sulit, sehingga bagi yang tidak sabar akan mengambil jalan lain, pindah kota atau pindah kerjaan.tapi sukurlah hal tersebut tidak berlangsung terlalu lama, ketika harga cengkeh stabil bahkan naik, kami kembali bersemangat sebagai petani yang menggantungkan nasibnya di sini” (wawancara dengan Peneliti 5 Nopember 2007). Pengalaman
yang
pernah
terjadi
pada
dekade
1990-an
tersebut,
sesungguhnya memberi gambaran pada kita bahwa, tidak hanya efek positifnya yang dapat diraih, tetapi juga dampak negatif dapat saja terjadi bagi suatu daerah, jika mereka hanya menggantungkan diri pada satu jenis komoditi saja. konsep komoditi unggulan dan komoditas andalan, dapat dipakai sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi Tolitoli. B. Maksimalisasi Potensi yang Tidak Terjawab. Wilayah Tolitoli pada dasarnya, dibagi dalam dua bagian besar, yaitu, Daratan dan lautan beserta pulau-pulau kecil yang mengelilinginya. Selama ini pemerintah dan masyarakatnya masih mengandalkan hasil bumi sebagai komoditi yang mampu mendongkrak pendapatan masyarakatnya, terutama untuk ekspor. sementara itu, terdapat potensi yang juga tidak kalah penting dan bahkan memiliki prospek bagus jika dikelola dengan maksimal, yaitu wilayah perairan atau laut. Selama ini zona tersebut belum dilirik dengan baik oleh mereka berkompotensi untuk itu,dalam hal ini pemerintah dan masyarakat pemodal, sehingga sampai saat ini belum tergarap maksimal.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
32
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Hal yang cukup memprihatinkan, bahwa kondisi Tolitoli sebagai wilayah yang memiliki ragam dan macam potensi kelautan, belum dimaksimalkan. Sementara wilayah ini dikenal sebagai penghasil ikan laut yang berpotensi. Pemikiran sektoral nampaknya harus diimbang dengan cara berpikir antisipatif, sehingga manajemen antisipatif dapat diambil sebagai satu pola kebijakan yang meskipun tindakannya bersifat sektoral namun memiliki dampak global. Dengan pemahaman bahwa, gerakan kearah pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat sudah memperhitungkan berbagai potensi yang tersedia, terutama disektor kelautan. perikanan dalam hal ini. Sebab Tolitoli merupakan satu kawasan penghasil ikan yang besar di wilayah Sulawesi Tengah, disamping tingkat keragaman hayatinya juga cukup signifikan. Berbagai paparan tentang potensi yang terkandung di wilayah tersebut menjadi sebuah gambaran ideal bagi masyarakat, terutama mereka yang mendiami wilayah sepanjang pesisir pantai. Betapa tidak, para warga yang bermukim di sepanjang kawasan pesisir pantai, terutama di ibu kota kota kabupaten, adalah masyarakat yang memiliki tingkat ekonomi yang sangat terkebelakang. Warga kota tersebut berada dalam ambang batas ekonomi yang pas-pasan, artinya, mereka mengalami satu siklus hidup yang tidak memiliki kecenderungan untuk meningkat, hidupnya serba terbatas. Akses bagi kebutuhan hidup yang lebih baik tidak mereka peroleh, hidupnya cenderung stagnan dalam hal peningkatan pendapatan. yang memungkinkan mereka tidak dapat mengakses lebih jauh sector-sektor yang membutuhkan ekonomi biaya tinggi, seperti, pendidikan, pariwisata, perumahan yang layak, gizi dan kalori yang memadai, lingkungan yang bersih dan pelayanan kesehatan .
C. Potensi Kelautan yang Terabaikan Pengelolaan perikanan adalah untuk manusia bukan ikan. sumber daya perikanan dipahami sebagai sebuah strategi untuk kesejahteraan para nelayan (manusia) yang memungkinkan mereka terlibat dalam aktifitas tersebut guna tidak beralih kesektor lain sebagai akibat dari minimnya kepercayaan mereka pada sektor itu. Artinya keadaan dimana tangkapan dibandingkan dengan upaya Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
33
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
penangkapan, baik berupa keterampilan, sistem kelompok (manajemen) maupun sumber daya ekonomi (modal) yang karena memiliki keterbatasan tidak mampu menghasilkan suatu kehidupan yang layak bagi nelayan. Ironis memang, suatu keadaan yang memberi gambaran bahwa, mereka yang menggantungkan hidupnya disektor penangkapan ikan, mempunyai tingkat ekonomi yang memprihatinkan, sebab, sebagaimana diketahui, sumber daya ekonomi perikanan memiliki potensi yang dapat dikerjakan secara maksiamal. Para ahli biologi perikanan memberi gambaran bahwa factor-faktor lingkungan jauh lebih penting dari pada penangkapan ikan secara komersil, sehingga manusia sama sekali tidak mampu mempengaruhi populasi ikan di laut. Hal ini dapat dilihat dari distribusi umur hasil tangkapan. Ukuran besar ikan bertambah sesuai dengan umurnya, dan perubahan musim tercermin pada bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan. hal ini memberi gambaran bahwa tangkapan komersial sangat ditentukan oleh iklim dan musim yang menerpa daerah tersebut, dimana, reproduksi biologis ikan tidak bergantung pada musim yang mereka alami, berbeda dengan hasil tangkapan nelayan yang sangat bergantung pada musim tadi. Kesimpulan yang dapat ditarik dalam hal reproduksi ikan adalah bahwa, semakin banyak hasil tangkapan nelayan, tidak mengurangi secara signifikan persediaan ikan di laut, berbeda dengan jenis ikan yang diternakkan, bergantung dari bibit yang ditebarkan, Semakin banyak yang disebar dalam kolam ternak maka semakin banyak yang akan dipanen, demikian pula sebaliknya. “statistik perikanan dunia yang ada, menunjukkan bahwa tangkapan jenis ikan tertentu mengalami fluktuasi namun produksi perikanan laut secara keseluruhan atau pada wilayah-wilayah yang kaya sumber-sumber perikanan ternyata tidak hanya bertahan, tetapi malahan pada umumnya meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi manusia, dan belum ada tanda-tanda bahwa peningkatan tersebut tidak akan terus berlangsung. sepanjang pengetahuan kita belum ada satu jenis ikan pun yang sudah punah dan tidak ada wilayah perikanan di dunia yang habis terkuras ( 1951 : 314). Dalam hal pengurangan persediaan ikan di laut, disadari bahwa manusia (nelayan) adalah salah satu pemangsa yang berpotensi mengurangi habitat ikan. namun para nelayan yang melakukan tangkapan, merupakan pengganti kematian
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
34
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
alami yang dialami oleh ikan, sebab jika tidak ditangkap binatang tersebut akan akan mati secara alami, meski ada anggapan bahwa penangkapan ikan yang dilakukan secara besar-besaran berakibat pada menurunnya populasi ikan Tetapi model pengurasan, yang dilakukan oleh manusia, (nelayan) belum dapat diasumsikan sebagai cara yang eksploitatif menguras secara dahsyat sumber daya laut. Sebab, reproduksi yang berlangsung di wilayah laut, jauh lebih besar dari pada pengurasan yang dilakukan oleh manusia. Hanya saja yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah, pola pengaturan distribusi wilayah tangkapan, jenis dan ukuran ikan yang harus ditangkap. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk keluar dari kemelut penangkapan ikan yang tidak memperhitungkan masa depan habitat ini.Salah satu upaya untuk membangun cara kerja demikian adalah, menghindari pola kepemilikan tunggal, dan masyarakat diarahkan untuk membentuk satu pola kepemilikan bersama sebagai dasar pijakan mereka melakukan reproduksi. Dalam perikanan laut sumber daya bukanlah milik perorangan, dengan demikian hasil yang tersedia oleh proses alam tidak dapat dikuasai sendiri, nelayan perorangan tidak mempunyai hak otoritas terhadap suatu bidang dari dasar laut. setiap nelayan bebas untuk mengangkap ikan disetiap tempat yang disukainya, akibatnya ialah suatu pola persaingan antara para nelayan, yang mencapai puncaknya dalam pola penggunaan alat-alat modern dalam hal peningkatan kuantitas tangkapan ikan. Argumen di atas menunjukkan bahwa potensi yang tersedia disektor perikanan laut begitu besar, hal ini dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh para nelayan dengan tidak perlu mengalami keraguan, bahwa potensi tersebut dapat saja terminimalkan jika selalu dikuras, yang menjadi problem serius dalam hal ini adalah bahwa distribusi hasil tangkapan ikan bagi nelayan, belum diperoleh hasil maksimal dalam melakukan ekspoitasi kelautan. Aktifitas yang yang dilakukan oleh mereka yang bergerak disektor tersebut, masih memprihatinkan Kondisi demikian berdampak bagi peningkatan ekonomi masyarakat, terutama mereka yang bergerak untuk memanfaatkan potensi kelautan tadi. Tidak termanfaatkannya sumber daya kelautan itu memiliki dampak besar terhadap Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
35
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kondisi ekonomi masyarakat nelayan. Mereka tidak memiliki kemampuan dalam hal perbaikan taraf hidupnya, seperti menyekolahkan anak pada level yang lebih baik setingkat SMA dan universitas misalnya. Situasi seperti itu tergambar dengan jelas pada masyarakat yang mendiami wilayah pesisir pantai, khususnya di ibukota kabupaten, seperti, Panasakan, Nalu dan Sidoarjo, Sepanjang pesisir pantai itu dihuni oleh mereka yang memiliki tingkat pendapat perkapita yang jauh dibawah ambang batas garis kemiskinan, Kelurahan Panasakan misalnya, yang memiliki jumlah penduduk 8.565 dengan jumlah rumah tangga 1.892 Gambaran ini memperlihatkan pada kita bahwa, dalam setiap rumah warga dihuni oleh sekitar 4,5 anggota keluarga, satu kondisi yang cukup ideal, dalam hal tampungan hunian. namun kondisi rumah yang tidak layak dalam banyak hal, seperti lingkungan dan sanitasi pembuangan, membuat kita untuk kembali mempertimbangkan bahwa meski jumlah hunian secara keseluruhan cukup ideal, namun dalam konteks hunian menjadi tidak layak.
D. Kondisi Hunian Nelayan Tradisional. Kondisi masyarakat yang bermukim disepanjang bibir pantai tersebut, sangat memprihatinkan, banyak diantara para warga kondisi rumahnya sudah tidak layak huni, sebagai gambaran sekilas bahwa bagian-bagian rumah tersebut, terutama diposisi belakang tiang-tiangnya sudah lapuk. sebagai penggantinya penopangnya adalah kayu atau bambu, agar rumah tersebut tetap berdiri meski tidak kokoh. Tapi pada dasarnya telah koyak dan goyah. Indicator lainnya, beberapa rumah yang menjadi sampel penelitian, beberapa hunian memiliki ukuran 32 meter persegi, ada yang dihuni oleh tiga 3 keluarga dengan jumlah anggota seluruhnya sebanyak 12 orang, ada juga yang didiami oleh delapan atau sembilan orang dengan dua kepala keluarga, ada juga hanya satu kepala keluarga dengan jumlah anggota sebanyak enam atau tujuh orang. Sehingga satu ruang memiliki multi fungsi, ruang dapur misalnya, juga difungsikan sebagai tempat tidur, demikian pula dengan ruang tamu, juga difungsikan sebagai tempat untuk tidur. Pada situasi demikian, maka praktis kediaman tersebut tidak memiliki ruang privasi yang diperuntukkan bagi aktifitas yang sangat bersifat pribadi, satu kondisi Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
36
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
hunian yang jauh dari tingkat yang layak sebagai tempat bermukim. Demikian pula dengan aktivitas lainnya, seperti sanitasi (jamban) para penghuni rumah melakukan kegiatan tersebut dengan cara memanfaatkan alam sekitarnya. Aktifitas mandi dan buang air langsung jatuh ke permukaan tanah yang berada di bawah rumah tersebut. Posisi tempat tinggal mereka berada di atas air, ketika laut sedang pasang dimana kemudian kotoran hasil buangan (tinja) menyatu dengan air laut, saat air surut hasil buangan itu ikut serta terbawa oleh air laut, demikian seterusnya. Beberapa warga yang menjadi informan dalam penelitian ini, menceritakan bahwa, kondisi hunian yang demikian telah puluhan tahun mereka alami, pemikiran kearah yang lebih baik hampir tidak lagi terpikirkan oleh mereka. salah seorang warga yang dulunya memiliki pekerjaan sebagai nelayan mengutarakan bahwa, jangankan untuk untuk memperoleh rumah layak huni, mengatasi kebutuhan sehari-hari saja kalau itu sudah bisa dipenuni sukur sekali. Basri mengatakan bahwa : “Pekerjaan saya dulunya adalah nelayan, karena sudah tua, sudah tidak kuat, ya tidak bekerja lagi, yang menggantikan adalah anak-anak dan menantu saya. tapi tidak semuanya menjadi nelayan, ada yang, jadi tukang becak, kerja di bengkel dan yang satunya lagi sebagai nelayan. Pendidikan mereka juga tidak tinggi, tidak tamat SMP, mau buka usaha, modal tidak ada, pernah buka empang kecil-kecilan tapi rugi. kami ini sebetulnya keluarga nelayan tapi sekarang tidak lagi menjadi nelayan semua, tapi tinggalnya tetap diatas laut rumah yang dulu ini, mau bilang apa lagi, tidak ada modal buat beli rumah” (5 Nopember 2007) Sesungguhnya, aktifitas bagi seorang nelayan adalah lautan, demikian pula dengan rumahnya, keturunannyapun diharapkan akan bersentuhan dengan kultur dan budaya laut, namun kondisi ekonomi Basri telah mengantarkannya kepada satu pola pemahaman, bahwa menjadi nelayan bukan satu pekerjaan yang menjanjikan bagi masa depan peningkatan ekonomi keluarga. Memikirkan satu pekerjaan lain di luar aktifitas nelayan diharapkan menjadi solusi terbaik bagi basri dan mereka yang mengalami nasib serupa Kondisi tersebut tergambar, meski kita tidak masuk kedalam rumah tersebut. Kemudian, dibeberapa rumah yang dikunjungi sebagai sampel penelitian,
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
37
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
beberapa hunian ditinggali oleh anggota keluarga yang sangat banyak ada yang berjumlah 12 orang, ada yang 9. Dari jumlah 1.892 Kepala keluarga, terdapat memiliki jumlah keluarga miskin sebanyak 544. jumlah tersebut jika diprosentasekan maka sama dengan 28,75 %. Meski jumlah kepala keluarga yang tidak masuk dalam kategori miskin yaitu sebanyak 71, 25 %, namun besaran tersebut merupakan angka yang signifikan, jika diambil dari patokan 10 %. Selain itu, mereka tinggal di wilayahwilayah produktif dimana zona tersebut merupakan daerah produksi mereka. Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah, realitas masyarakat nelayan yang berada di desa Sidoarjo dari 4.416 orang warganya dan dihuni oleh 943 kepala keluarga, rumah tangga miskin di daerah tersebut sebanyak 32,66 % adalah penduduk miskin ini setara dengan 308 kepala keluarga yang hidup dalam garis kemiskinan. Sementara kelurahan Nalu, juga masih di wilayah pesisir Kota Tolitoli, menunjukkan angka yang lebih memprihatinkan, sebanyak 7. 013 orang dengan jumlah kepala keluarga 1.474, mereka yang masuk dalam kategori orang miskin sebesar 741 jiwa atau 50,27%. Sebanyak lima orang menjadi penghuni dalam satu rumah dan jumlah orang yang masuk dalam kategori miskin lebih banyak dibanding dengan mereka yang tidak miskin. Dengan demikian wilayah tersebut tidak lagi dapat dikatakan sebagai daerah yang merepresentasi kondisi masyarakat yang baik bahkan kondusif terhadap berbagai penyakit fisik dan sosial. masing-masing diantara mereka tidak saling mengharapkan dalam memperbaiki tarap hidup yang lebih baik. Sementara sebuah daerah yang kondusif bagi pengembangan sentra ekonomi skala mikro, adalah masyarakatnya saling memberi subsidi pekerjaan. Mereka yang tergolong keluarga kaya, biasanya memberi pekerjaan kepada yang miskin dan yang kategori miskin biasanya membuat barang konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga kaya. Hal lainnya juga, biasanya sentra produksi ekonomi yang dibangun oleh mereka yang mampu, sering mempekerjakan orangorang miskin yang terdapat di kawasan tersebut, seperti buka toko dan industri rumah.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
38
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Realitas masyarakat Nalu yang lebih banyak terdapat keluarga miskin akan sulit diharapkan dengan kondisi seperti itu, sebab diantara mereka saja sudah mengalami kesulitan ekonomi. bahkan diantara satu dengan lainnya justru akan menjadi kompetiter bagi yang lainnya guna memperoleh pekerjaan. Sementara mereka yang tidak masuk dalam kategori miskin tersebut yaitu sebanyak 733 orang atau 49,73 juga bukan berasal dari keluarga yang berkecukupan atau kaya sehingga mereka tidak mungkin dapat diharapkan akan mampu memberi subsidi kepada tetangganya yang miskin, karena nasib mereka tidak jauh berbeda dengan kerabatnya yang miskin. Hal yang sama menariknya untuk diamati juga, adalah Desa Ginunggung dan Tende, realitas sosial ekonomi masyarakatnya secara menyeluruh dapat dikatakan berada pada tingkat yang memprihatinkan. Desa Ginunggung yang juga berada dibibir pantai dan sebagian besar masyarakatnya menggantungkan hidup sebagai nelayan dan buruh. di Desa Ginunggung jumlah penduduknya sebanyak 1.877 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 392 orang sementara jumlah penduduk miskin di daerah tersebut mencapai 56,12 persen, hal ini setara dengan 220 kepala keluarga yang masuk dalam kategori masyarakat miskin. sebuah realitas yang memberi gambaran betapa sepanjang garis pantai dihuni oleh kelompok masyarakat maskin, padahal sesungguhnya dapat memberi hasil maksimal jika termanfaatkan dengan baik. Menilik angka lebih dari lebih dari 50 persen masyarakatnya hidup dalam kategori miskin, bukan sebuah perkara yang gampang. karena diwilayah tersebut, terdapat begitu banyak problem sosial yang ditimbulkan sebagai akibat dari kemiskinan mereka. Paling mudah terlihat adalah, terdapatnya pengangguran yang setiap tahun mengalami peningkatan Hal yang sama terjadi di Desa Tende, sekitar 183 jumlah keluarga yang masuk kategori miskin di wilayah tersebut, sementara jumlah penduduknya mencapai 1.448 jiwa dengan kepala keluarga sebanyak 333 orang. sekitar 5 jiwa menjadi anggota dalam satu keluarga, satu kondisi hunian yang cukup ideal. Tetapi, realitas yang terjadi di Desa tersebut, bahwa mereka yang menempati rumah hunian sebagian besar kondisinya tidak layak huni, baik di pandang dalam Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
39
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
hal kebersihan, maupun suasana kondusif keluarga, terutama bagi yang masih berstatus sebagai siswa sekolah. Desa Sidoarjo dan desa-desa lain di sepanjang pesisir pantai Tolitoli, sebagain besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai tukang becak, kerja di bengkel motor dan sepeda. dahulu,
penduduk Sidoarjo umumnya bermata pencaharian sebagai nelayan,
lambat laun masyarakat di desa ini telah mengalami satu masa transformasi kerja yang beragam. Saat ini masyarakat terpolarisasi pada sektor-sektor pekerjaan lainnya di luar profesi nelayan. Mengenai pemanfaatan potensi perikanan laut ini tidak memperlihatkan hasil yang baik. sehingga belum dapat memberi harapan kepada para warga, dalam hal penguatan dan peran yang lebih besar bagi tumbuhnya ekonomi nelayan dengan lebih baik. Salah seorang informan bernama Usman mengatakan bahwa : “Biasanya kita mencari ikan di laut hasilnya tidak menentu, biasa dapat banyak kadang juga hanya sedikit. tergantung nasib atau mungkin juga alam, tapi biasanya alam, artinya kalau musim ikan ya banyak diperoleh, tapi kalau ikan banyak harga biasanya turun, tapi kalau hasil tangkapannya sedikit, kita bawa kerumah untuk dimakan, tidak dijual karena Cuma sedikit”. (wawancara dengan peneliti 5 Nopember 2007). Kondisi masyarakat nelayan yang hidup dengan penghasilan yang tidak menentu, jelas merupakan problem tersendiri bagi peningkatan pendapatan mereka, dimana kemudian membentuk satu siklus yang secara terus menerus berupaya
mempengaruhi,
cara
pandang
para
nelayan
tradisional,
guna
menemukan berbagai alternatif usaha. dan lambat laut mereka yang yang mencari jati hidup tersebut berupaya merespon kondisi ekonominya berdasar pada bentukan sejarah yang melekat dalam hidupnya.
E. Perubahan Kerja Nelayan Tradisional Kepercayaan sebagian masyarakat disepanjang pesisir pantai terhadap profesi nelayan dibentuk oleh realitas yang mereka alami sendiri, dimana tidak hanya kondisi internal mereka, dalam arti budaya masyarakatnya yang tidak cukup
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
40
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kreatif memaknai perubahan sosial yang terjadi disekelilingnya, seperti pola perubahan masyarakat yang lebih konsumtif dan berbiaya tinggi. Dimana eksistensi nelayan yang mengail rejeki dengan hasil tangkapan apa adanya, tidak lagi dapat dipakai sebagai sebuah paradigma berpikir untuk memenuhi standar hidup mereka. Mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengejar berbagai tuntutan hidup yang penuh dengan siklus biaya tinggi, seperti menyekolahkan anak, kebutuhan konsumsi rumah tangga dan biaya kesehatan. Semua tuntutan kebutuhan tersebut bagi para nelayan tradisional yang menghuni wilayah pesisir laut Tolitoli, meskipun dimaknai sebagai beban yang memberatkan, namun harus ditanggulangi,sebab
merekapun
mempersepsikan
bahwa
masa
depan
generasinya harus dibangun dengan baik. Kegagalan para orang tua menikmati pendidikan yang lebih layak justruk menjadi inspirasi dalam mempersiapkan langkah-langkah yang lebih baik Pemahaman bahwa sejarah suram yang menimpa mereka, tidak boleh diwariskan kepada generasinya, sehingga apresiasi untuk membentuk satu kehidupan yang lebih baik dari yang telah berlalu harus diwujudkan. Salah satu upaya untuk hal itu, dalam perspektif nelayan tradisional adalah keluar dari jalur dan siklus yang selama ini mereka anggap telah membelenggu kreatifitasnya. maka muncullah ide untuk mengarahkan anak-anak para nelayan tradisional untuk tidak lagi mengail rejeki dengan cara menjadi nelayan, banyak sekali pilihan yang mereka antisipasi, menjadi buruh, kayu, sebagian mempertahankan tradisi maritimnya, nelayan atau menjadi pramuniaga. Data-data di atas adalah angka komunitas orang miskin dengan tingkat absolut. karena dibeberapa kawasan pemukiman masyarakat, penyatuan realitas kemiskinan dengan alam yang mereka huni, pada dasarnya saling memberi dukungan. Warga sesungguhnya terjerat bukan disebabkan oleh faktor alam yang tidak memberi daya dukung maksimal, tetapi satu kondisi struktural dimana mereka tidak mampu melakukan aktifitas yang mampu menjadi daya dorong bagi peningkatan taraf hidup ekonomi keluarga.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
41
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Argumentasi diatas membawa kita pada konteks pemahaman bahwa terdapat kondisi eksternal dari masyarakat nelayan mengapa mereka terjebak dalam siklus kemiskinan absolut. Anggapan bahwa mengapa mereka tetap bertahan pada kondisi sebagai warga miskin ?, memungkinkan kita untuk membentuk satu pertanyaan bahwa apa yang menyebabkan mereka miskin ?. Pertanyaan demikian menjadi penting dihadirkan guna melakukan analisis lebih jauh tentang kemiuskinan yang menimpa para warga disepanjang pesisir pantai Tolitoli. Dengan demikian kita memandang kondisi tersebut dengan cara yang lebih realistis. kondisi ini kemudian dipahami sebagai faktor yang memberi pengaruh signifikan bagi eksistensi kaum nelayan tradisional. situasi di luar diri mereka menjadi problem yang tidak berdiri terpisah dari warga seperti, sistem peminjaman keuangan yang berlaku. Sebab salah satu syarat untuk melakukan transaksi pinjaman harus ada jaminan dari sepeminjam. Usman salah seorang informan dalam hal ini menjelaskan bahwa : “kami ini membangun rumah bukan ditanah sendiri, tapi di pinggiran pantai, yang katanya tidak boleh bangun disitu, tapi ya kami bangun juga, mau apa lagi tanah tidak punya, terpaksalah, mau pakai sebagai jaminan tidak ada yang mau. akhirnya kami berusaha apa adanya dan selama ini tidak ada bantuan dari bank untuk usaha” (wawancara dengan peneliti 5 Nopember 2007) Bagi mereka yang terlibat dalam transaksi peminjaman mengharuskan untuk memberi jaminan senilai atau lebih jumlah yang dipinjam, lembaga simpan pinjam terutama institusi perbankan, merasa enggan memberi mereka pinjaman jika tidak ada jaminan kredit. apalagi kelompok yang berkeinginan tersebut adalah komunitas nelayan yang secara rasional tidak akan memberi keuntungan cukup jika mereka tidak mendapatkan bantuan selain dana segar, seperti pengelolaan pasca penangkapan (pemasaran) dan jaminan pasar agar harga tidak fluktuatif. Oleh sebab itu campur tangan pemerintah, terutama instansi terkait munlak dibutuhkan, hal ini terutama menyangkut penciptaan sistem yang lebih kondusif, pasar yang teratur, pemanfaatan teknologi yanmg lebih memadai, dan penciptaan metode kerja kelompok yang berorientasi pada peningkatan jumlah hasil yang
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
42
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
diperoleh, dan yang lebih penting lagi adalah peran pemerintah (instansi terkait) sebagai lembaga pemberi jaminan kredit kepada institusi perbankan. Inilah situasi yang harus diciptakan sedemikian rupa agar proses sosial ekonomi masyarakat nelayan yang menghuni pesisir pantai Tolitoli dapat terakomodir kepentingannya. sebab, jika kondisi struktural demikian, kalau diserahkan sepenuhnya ke para nelayan tradisional yang menghuni desa Sidoarjo dan semacamnya, jelas sangat tidak realistis. Dasar argumentasinya bahwa, kehidupan mereka lebih dominan sebatas pada pekerjaan yang telah menjadi profesinya sekian lama. dimana sejarah di luar institusinya masih sangat asing. Kuatnya rangsangan untuk meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan, akibat adanya anggapan yang terbentuk sepanjang sejarah hidupnya bahwa, profesi tersebut tidak lagi dapat diandalkan sebagai usaha guna mengatasi berbagai kebutuhan hidup. Bagi mereka jangankan untuk kebutuhan konsumtif dengan sirkulasi keuangan yang tinggi, mengatasi problem kebutuhan pokok saja yang menjadi strandar kebutuhan hidup, seperti, beras, lauk pauk yang cukup, pakaian dan perumahan layak huni sangat berat jika hanya mengandalkan pekerjaan sebagai nelayan tradisional seperti yang selama ini mereka tekuni. Anggapan itulah yang awalnya mendasari para nelayan tradisional kita untuk membuat justifikasi, bahwa kerja
diprofesi demikian tidak lagi dapat
menjawab tantangan saat ini dan kedepan. sampailah mereka pada satu anggapan bahwa harus ada kerja atau profesi lain sebagai alternatif mengatasi problem. berbagai macam pekerjaan kemudian digeluti, terutama mereka yang masuk generasi selanjutnya didorong untuk melakukan transformasi profesi. Basri mengatakan bahwa : “ Pilihan pekerjaan lain (di luar profesi nelayan, pen) kami jalani, soalnya hidup kami tidak ada kemajuan, jadi yah mudah-mudahan pekerjaan lain itu bisa membawa rejeki yang banyak dan bisa buat belanja hari-hari, dan buat obat kalau ada yang sakit, untuk sekolah, dan kalau lebih bisa tabung dan untuk rumah” (wawancara dengan peneliti 5 Nopember 2007) Kemudian, alternatif yang dibangun oleh anggota keluarga nelayan, seperti yang di kemukakan oleh Basri tadi jatuh sebagai tukang becak, buruh harian, tukang batu, kerja di bengkel dan menjadi pramuniaga. Masalahnya kemudian, Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
43
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
profesi yang disebut di atas bukan sebagai pekerjaan yang juga memberi jalan keluar terbaik, sebagaimana yang diharapkan oleh anggota nelayan tadi. Pekerjaan demikian tidak lebih menjanjikan dan nilainya berbanding sama dengan hasil yang diperoleh sebagai nelayan tradisional, jika diukur dari nilai uang dan pemasukan sebelum beralih dan menekuni profesi lainnya. Karena selama mereka menekuni profesi baru tersebut, pemasukannya juga tidak lebih baik dan hidup mereka tidak berubah kearah yang lebih baik. Hal ini bisa terlihat dari pola kehidupan dan pemukiman para nelayan tradisional tadi yang belum mengalami perubahan signifikan. Sesungguhnya, pekerjaan sebagai nelayan adalah satu profesi yang menjanjikan bagi masa depan mereka, hanya saja selama ini yang terjadi di seputar kehidupan nelayan tradisional adalah pola dan model garapan yang mereka lakukan masih sebatas pada hal-hal yang sederhana, jika diukur dari peralatan dan kapal yang mereka gunakan. sehingga batas dan wilayah tangkapannya juga sangat terbatas, hanya beberapa kilometer dari bibir pantai, sementara wilayah garapan itu, populasi ikannya telah mengalami penuruhan yang cukup drastis akibat dari hilangnya trumbu karang, terjadinya polusi udara dan air laut dipanjang bibir pantai. Sementara eksistensi nelayan tradisional tidak mengalami perubahan, bersamaan dengan itu, di luar kelompok mereka bermunculan nelayan-nelayan yang merepresentasi diri sebagai penangkap ikan modern. mereka datang dari kalangan pemodal besar dan biasanya dari luar kabupaten Tolitoli, kalaupun ada yang berasal dari kota tersebut. mereka biasanya hanya sebagai orang yang bekerja di usaha itu. kehadiran para pemodal kuat ini lambat laun menyingkirkan para nelayan tradisional. Mereka kemudian tidak lagi memiliki kemampuan membangun struktur ekonomi yang lebih mapan, sikap pesimisme yang justru malah menghinggapinya dan pragmatisme hidup dengan asumsi apa adanya. salah satu alasan yang membuat mereka untuk tidak lagi melirik pekerjaan sebagai nelayan juga berawal dari realitas yang mereka alami tersebut.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
44
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Dengan demikian, dibutuhkan sebuah pendekatan baru, yang dianggap merepresentasi pola perilaku dan eksistensi para nelayan tradisional dan sekaligus mencegah mereka dan keturunannya untuk meninggalkan pekerjaan yang telah mentradisi, dengan jalan menunjukkan harapan kuat bahwa pekerjaan sebagai nelayan atau profesi yang bersentuhan dengan lautan adalah satu pekerjaan yang menjanjikan bagi masa depan yang baik. Pemerintah terutama instansi terkait dalam hal ini, dianggap memiliki kemampuan dalam mengatasi realitas kemiskian absolut yang terjadi diseputar nelayan tradisional tadi. Pola kepemilikan tunggal yang selama ini dominan dalam struktur mata pencaharian nelayan tradisional, bagi pemerintah, sebaiknya diubah menjadi pola kepemilikan bersama. Hal ini penting mengingat para nelayan tradisional jika tidak diberdayakan, tidak memiliki mampuan untuk bersama-sama menerapkan cara kerja kelompok. Instansi
terkait
memiliki
kekuasaan
efektif
bagi
munculnya
model
pengorganisasian yang efektif dan efisien. Asumsinya bahwa, tidak ada pemilik tunggal yang menangkap ikan bagi dirinya sendiri dengan hasil maksimal, hasil apa saja yang mungkin diperoleh dengan menggunakan perikanan secara tradisional, akan jauh lebih baik dan menguntungkan para nelayan jika mereka terlibat dalam cara penangkapan modern. hanya cara–cara modern
demikian
membutuhkan kerja-kerja kelompok yang prima. Jika hal ini dilakukan akan menghasilkan sesuatu yang jumlahnya di atas biaya tunai (ongkos produksi yang dihitung dari biaya produski dan tenaga yang dikeluarkan) selama nelayan melakukan model demikian, maka terdapat kecenderungan kuat untuk melanjutkan eksploitasi lautan dengan memanfaatkan potensi maritim yang sangat melimpah dengan hasil yang juma pelimpah. Jalan keluar ke arah tersebut, dengan melakukan reorientasi dan reorganisasi terhadap kehidupan nelayan tradisional. Reorientasi dalam konteks itu bahwa,
pemerintah seyogyanya memberikan pemahaman kepada para
nelayan, bahwa profesi sebagai kelompok yang memanfaatkan laut sebagai mata pencaharian adalah satu pekerjaan yang memiliki masa depan yang baik, jika mereka mampu keluar dari struktur dan cara berpikir yang pragmatis dan apa Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
45
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
adanya. Orientasi dari cara kerja sebagai nelayan tradisional menjadi nelayan modern merupakan prakondisi bagi komunitas tersebut guna melakukan reorganisasi diri dan memahami realitas lain. Reorganisasi dalam konteks demikian adalah, pola pengenalan kelompok yang berbasis pada kerja-kerja secara bersama dan seminimal mungkin menghindari pekerjaan yang sifatnya individu. Nelayan tradisional yang telah mengubah diri menjadi nelayan dengan orientasi kerjasama kelompok. memberi peluang kepada mereka untuk membangun usaha yang lebih besar dan kuat. Pembelian kapal-kapal penangkapan ikan dengan jelajah cukup jauh dan daya tangkap lebih banyak, difasilitasi oleh pemerintah berupa modal pembelian kapal dan alat-alat tangkapan, pelatihan, termasuk navigasi dan cara tangkapan yang efektif, dianggap merupakan upaya signifikan guna membangun kesadaran struktural bagi masyarakat nelayan. disinilah pentingnya pengelolaan sumber daya perikanan milik bersama sebagai upaya menghindarikan nelayan melakukan eksploitasi sumber daya perikanan milik tunggal yang dapat saja menimbulkan persaingan tidak sehat. Manfaat dari sumber daya milik bersama dapat dirasakan misalnya, pada besarnya upaya yang diterapkan tunduk pada ikhtiar membatasi diri yang mengatur eksploitasi sumber daya yang hanya dimiliki oleh seseorang. Pemakai individual sumber daya milik bersama menghindari adanya persaingan untuk mendapatkan hasil lebih banyak berhadapan dengan pemakai lainnya dalam usaha untuk memperoleh bagian yang besar dari hasil sumber daya untuk dirinya sendiri. Kuatnya struktur yang dibangun oleh kelompok-kelompok nelayan baik berupa keterampilan dan modal usaha, juga kerjasama kelompok akan bermuara para tegarnya mereka menghadapi para pemilik modal kuat yang juga beroperasi disekitar wilayah mereka. yang memungkinkan timbulnya pasar persaingan sempurna, dimana para pelakunya adalah kelompok nelayan dengan sejenisnya, atau kelompok nelayan dengan pemodal swasta. Urgensi dari argumentasi di atas, berangkat dari kenyataan bahwa banyaknya perluasan wilayah tangkapan ikan oleh mereka yang memiliki modal Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
46
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kuat (terutama nelayan dari negara-negara asing yang beroperasi di wilayah negara lain, selama beberapa tahun terakhir ini, menambah tanggung jawab baru dalam pengelolaan dan pengaturan baik untuk perikanan sendiri maupun mereka yang beroperasi di luar wilayahnya (kapal asing). Perlunya campur tangan pemerintah dalam dua hal, pertama, melindungi sumber daya alam agar tetap lestari terutama bagi tempat berkembang biaknya ikan dan habitat lain. Kedua, guna memperkuat basis nelayan lokal agar mampu bersaing dengan para penangkap ikan dari luar. Selain dua hal di atas, distribusi paska panen mutlak diperhatikan, pemerintah dalam hal ini jika belum mampu dalam hal modal membangun industri ikan, maka ia memiliki tanggung jawab untuk membuka jaringan yang lebih luas bagi upaya eksport yang lebih baik. sebab bagaimanapun juga, hasil tangkapan ikan yang melimpah jika tidak mampu dikelola dengan baik, dalam hal ini terutama distribusi pemasarannya, maka akan menimbulkan minimal dua konsekuensi yang merugikan para nelayan : pertama, harga ikan akan mengalami kecenderungan turun sebagai akibat banyaknya ikan di pasar lelang, kedua ikan menjadi busuk kemudian mencemari lingkungan, sebagai akibat dari tidak termanfaatkan secara maksimal. Pilihan terhadap nelayan dalam sub bahasan ini diambil karena memiliki beberapa pertimbangan. pertama disepanjang pesisir pantai mereka mendiami sebuah zona yang umumnya tidak lagi layak untuk ditempati, dipandang dari segi kondisi hunian, bahwa satu rumah yang sempit didiami oleh dua atau tiga kepala keluarga dengan jumlah anggota bisa mencapai 9-12 orang. Dalam hal sanitasi dan lingkungan. tidak terdapat kamar mandi dan WC dalam rumah, demikian juga halnya di kompleks tersebut, anggota keluarga terbiasa dengan tradisi mandi dan buang air dalam rumah yang kotorannya langsung di kolong rumah, ketika air laut pasang kotoran tersebut terbawa arus. Kondisi rumah mereka berbentuk panggung yang terbuat dari kayu dengan tinggi 1,5 – 2 meter dari atas permukaan tanah. Sanitasi dan kesehatan lingkungan pemukiman sangat tidak terpelihara. Selanjutnya kondisi tersebut diperparah lagi oleh kebiasaan membuang sampah Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
47
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
dan kotoran sembarangan karena langsung di bawah rumah. Enni, istri Basri mengatakan bahwa, “sampah itu dibuang karena tidak ada tempat sampah yang tersedia”. (wawancara dengan peneliti 5 Nopember 2007). Dikompleks itu juga tidak ditemukan WC umum, mereka membuang sampahnya biasanya dibelakang rumah dengan harapan jika air laut pasang sampah tersebut ikut mengalir, namun kenyataannya, banyak sampah tergenang atau tertimbun disekitar rumah mereka. Tingkat pendidikan mereka banyak yang tidak tamat sekolah dasar, (SD) satu kondisi keterbelakangan di bidang pendidikan. Dari gambaran tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, meski tanpa melakukan survei tingkat pendapatan, mereka telah dapat digolongkan sebagai keluarga miskin. Luas areal pemukiman mereka sekitar 11 hektar dengan jumlah unit rumah 437 kepala keluarga sebanyak 500 KK. perumahan didominasi oleh rumah bercorak tradisional, rumah panggung kayu yang kental dengan nuansa tradisi Bugis jumlahnya sekitar 61,1 persen. Karena rumah disekitar kawasan tersebut berbentuk panggung kayu dan di bawahnya adalah sungai atau laut, maka jalan antara satu rumah dengan rumah lainnya dihubungkan oleh jalan setapak menggantung yang terbuat dari bahan kayu dengan lebar 1,5 - 2 meter, tinggi dari permukaan tanah 1,5 – 2 meter. jalan tersebut cukup panjang dan menghubungkan satu rumah dengan rumah lainnya. Mereka yang mendiami wilayah sepanjang pesisir pantai terutama, yang terletak di daerah perkotaan, adalah kaum migran yang sebagian besar berasal dari suku Bugis Makassar, hal tersebut nampak pula dari kultur, bahasa dan model rumah panggung yang mereka diami. hubungan kekerabatan diantara warga berlangsung secara harmonis, sebagai akibat dari homohennya wilayah hunian. Sebagai kaum yang berstatus migran, para warga bukannya tidak merasa survival di daerahnya sehingga pilihan urban ke daerah lain menjadi alternatif. cerita-cerita sukses yang diperoleh dari kerabatnya, memungkinkan warga tersebut mengambil alternatif untuk migran dengan harapan dapat mengikuti alur nasib kerabatnya yang sukses dirantau. Banyaknya kaum migran yang
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
48
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
“menumpuk” di satu wilayah, mengakibatkan kota yang didiami tersebut memiliki ketidaksiapan untuk menampung mereka. Dampaknya, sarana ekonomi dan prasarana sosial menjadi tidak memadai yang secara langsung membawa ekses pada kekumuhan disertai dengan berdampingan perkotaan. ( lebih jauh lihat Kartasasmita, 1996) Secara keseluruhan terjadinya urbanisasi tidak dapat dipisahkan dari disparitas sosial ekonomi, konflik dalam masyarakat dan berbagai macam sarana dan prasarana umum perkotaan. Meski terjadi polarisasi dalam hal ekonomi di wilayah pantai Tolitoli, namun kondisi masyarakat di sana cukup harmonis, sepanjang sejarahnya, mereka mampu melepaskan diri dari mata rantai kecemburuan ekonomi dan sosial yang kemudian menjalin hubungan akrab. baik dengan sesama kaum migran maupun dengan penduduk lokal. Hal tersebut memungkinkan kita untuk tidak menemukan sebuah konflik yang berbasis baik ekonomi maupun sosial, sebagaimana yang selama ini dialami oleh sebagian wilayah di Sulawesi Tengah. Isu tentang konflik yang dibungkus oleh ketimpangan ekonomi, kemudian menjadi konflik sosial selama ini belum terdengar di wilayah Tolitoli, sehingga daerah tersebut dapat dianggap sebagai kota yang masuk dalam kategori aman, terhindar dari konflik sosial. Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan kabupaten Tolitoli tidak mengalami gejolak sosial meski masyarakatnya terbelah tiga polarisasi besar di sektor ekonomi. kaya, menengah dan miskin. Bahkan Kota Tolitoli di huni oleh mereka yang masuk dalam kategori rumah tangga miskin dengan melihat begitu banyaknya penduduk yang mendiami daerah pesisir pantai dengan kondisi wilayah kumuh dan umumnya adalah pendatang. Permindahan penduduk migran tersebut umumnya didorong oleh keinginan untuk mendapatkan pekerjaan di kota, di sisi lain tingkat pendapatan dan dan pendidikan yang relatif rendah memaksa kaum migran memasuki lapangan kerja yang membutuhkan pendidikan dan keterampilan memadai. pilihan kearah tersebut adalah sektor informal, kebetulan pekerjaan ditempat asal mereka adalah nelayan, maka ketika sampai di tujuan profesi itu kemudian digeluti lagi. Hanya Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
49
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
saja mereka menjadi termarjinal oleh kondisi yang ada, sebab eksistensi mereka ditempat tujuan tidak dibarengi dengan daya dukung yang lain, seperti modal dan pengorganisasaian termasuk manajemen. Harapan sebagai migran yang akan memperoleh pekerjaan lebih baik dibanding dengan tempat asal, menjadi tidak terwujud dimana akhirnya, nasib mereka tidak lebih baik jika dibanding dengan kondisi ditempat asal. Bahkan kehadirannya di kota membawa problematik tersendiri bagi pemerintah Kota Tolitoli Memulangkan mereka kedaerah asal jelas tidak mungkin, meskipun para warga itu berstatus sebagai migran. Migran dalam konteks demikian juga hanya sebagai term yang memberi penjelasan kepada kita bahwa mereka bukan komunitas asli. sehingga term itu tidak dapat dipakai sebagai argumentasi membatasi hak-hak ekonomi politik mereka. Sebab, hak mereka sama dengan komunitas masyarakat yang mendapat klaim sebagai penduduk asli. Sehingga dibutuhkan beberapa langkah progresif guna mengatasi persoalan tersebut. F. Tinjauan Kemiskinan Berdasarkan Pendidikan di Kabupaten Tolitoli Setiap negara memiliki kekayaan sumberdaya yang bervariasi. Dominasi sumber daya tertentu juga merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap tercapainya tujuan-tujuan pembangunan. Salah satu sumber daya diantara sumber daya yang dimaksud adalah sumberdaya manusia disamping juga terdapat sumber daya lain berupa sumberdaya fisik dan alam. Namun, sumberdaya manusia merupakan modal yang sangat fundamental dari kekayaan yang dimiliki, karena sumber daya lainnya hanyalah merupakan sumberdaya pasif. Sumber daya manusia merupakan agen-agen aktif yang dapat melakukan peningkatan eksploitasi
kapasitas terhadap
sumberdaya sumber-sumber
yang daya
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
dimiliki, tersebut
selanjutnya untuk
melakukan
melaksanakan
50
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
pembangunan diberbagai bidang yang ada berupa pembangunan pranata sosial, pembangunan ekonomi dan demokrasi. Dengan demikian bahwa, jika suatu negara tidak memiliki perhatian terhadap pengembangan sumberdaya manusia maka pengelolaan sumber daya fisik, sosial dan ekonomi yang dikembangkan oleh rakyatnya untuk mencapai tingkat kesejahteraan sosial dan ekonomi adalah sangat memungkinkan menjadi tidak efektif. Hasil pengelolaan segala potensi yang tidak efektif tersebut cenderung dapat diakibatkan oleh rendahnya kualitas maupun kuantitas keterampilan sumberdaya manusianya dalam memanfaatkan segala ketersediaan sumberdaya. Secara
sosial,
keadaan
negara
yang
demikian
pada
akhirnya
akan
mengindikasikan sebuah ironi jika faktanya negara tersebut memiliki keragaman sumberdaya
potensial
yang
melimpah
namun
tidak
mampu
untuk
memanfaatkannya secara optimal. Sedangkan secara ekonomi, ketidakmampuan tersebut adalah merupakan dampak turunan dari rendanya mutu sumber daya manusianya dalam mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi yang dimilikinya yang bisa berdampak pada rendahnya tingkat pendapatan. Sehingga tidak ada kemampuan untuk melakukan proses akumulasi pendapatan menjadi stok modal dalam bentuk investasi. Kenyataan rendahnya mutu sumber daya manusia, salah satunya adalah merupakan dampak turunan dari tingkat pendidikan penduduk yang relatif masih sangat rendah. Karena masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah umumnya juga memiliki kemampuan yang relatif sangat rendah dalam
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
51
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
melakukan akses terhadap segala sumberdaya sosial maupun ekonomi yang tersedia. Demikian juga sebaliknya jika tingkat pendidikan penduduk relatif lebih tinggi
juga
akan
cencerung
memiliki
aksessibilitas
yang
baik
terhadap
sumberdaya, sehingga dengan segala kemampuan yang dimilikinya membuatnya mampu melakukan berbagai macam kegiatan-kegiatan sosial terlebih untuk kegiatan-kegiatan ekonomi melalui kombinasi yang jauh lebih efisien sehingga memungkinkan tercapainya produktifitas faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas ekonomi. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental dalam meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan menjamin perkembangan sosial maupun ekonomi (PBB, dalam Todaro: 2000) Kemampuan sumberdaya
yang
yang
rendah
tersedia
dalam
cenderung
pengelolaan dapat
terhadap
menyebabkan
segenap terjadinya
ketimpangan sosial terutama dalam hal kemampuan penduduk untuk ikut serta berpartisipasi dalam pembangunan, serta tidak kalah pentingnya lagi yaitu terjadinya ketimpangan ekonomi, dimana tingkat pendapatan yang menjadi salah satu indikator kesejahteraan ekonomi mengalami distribusi yang relatif kurang baik, sehingga mengakibatkan terjadinya polarisasi dari hasil pembangunan yang hanya dapat dinikmati beberapa pelaku ekonomi saja yang tidak lain adalah penduduk dengan kapasitas produksi dan kemampuan eksploitasi yang baik. Sebagai sebuah konsekuensi dari keadaan taraf kehidupan sosial dan ekonomi yang seperti itu, tidak jarang menyebabkan munculnya kerawanan sosial berupa ancaman terjadinya konflik bermasyarakat, ancaman pencemaran dan ancaman gizi buruk yang tentunya secara akumulatif cenderung lebih besar
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
52
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
konsekuensinya jika dibandingkan dengan melakukan upaya-upaya untuk mengurangi dan mencegahnya melalui kebijakan yang lebih menekankan kepada aspek pendidikan. Kondisi sosial ekonomi penduduk seperti diilustrasikan di atas adalah merupakan sebuah keadaan yang secara sadar maupun tanpa disadari dapat saja terjadi dalam wilayah administratif suatu negara tertentu dan bahkan dapat saja terjadi dalam wilayah administratif yang lebih kecil lagi termasuk wilayah kabupaten sampai di pedesaan termasuk wilayah kabupaten Tolitoli. Penggambaran yang telah diuraikan pada beberapa bagian terdahulu mengindikasikan sebuah keterkaitan yang nampak sangat jelas antara pentingnya keberadaan
sumberdaya
manusia
yang
bermutu
dengan
keberhasilan
pembangunan. Tanpa mengabaikan faktor-faktor penentu pembangunan yang lainnya, pengembangan mutu sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor penting karena memiliki fungsi yang relatif cukup besar dalam menggerakkan roda pembangunan terutama dalam usaha mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Selama dalam beberapa waktu terakhir, telah dilakukan kegiatan pengamatan objek penelitian di kabupaten Tolitoli terhadap penduduk yang dianggap berada pada taraf kesejahteraan yang rendah, dalam hal ini adalah keluarga yang dalam status sosial dan ekonominya berada pada taraf yang dianggap
miskin.
Dari hasil pengamatan
yang telah dilakukan tersebut
teridentifikasi suatu gambaran bahwa kondisi para keluarga miskin di kabupaten Tolitoli jika dilihat dari aspek pendidikan seluruh anggota keluarga, nampak suatu
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
53
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kenyataan bahwa penduduk tersebut memang memiliki tingkat pendidikan yang relatif masih sangat rendah.
Tabel 4.1 Rata-Rata Persentase Kualifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Miskin Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tolitoli 2007 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Kecamatan
Tolitoli Utara Dampal Utara Galang Basi Dondo Lampasio Ogoidede Dondo Dako Pamean Baolan Dampal Selatan Rata-rata Sumber: Data Primer diolah
SD 57.88 48.59 40.72 71.21 57.09 64.66 56.93 65.24 53.17 75.48 59.09
Persentase Tingkat Pendidikan SMP SMA UNIVERSITAS 7.82 2.35 0.00 9.30 3.27 0.00 7.31 5.96 0.00 7.41 0.96 0.00 15.59 9.11 0.00 14.25 7.13 0.00 12.44 4.91 0.00 11.29 4.05 0.00 16.42 16.34 0.00 13.27 7.27 0.00 11.51 6.13 0.00
Jika diperhatikan dari tabel tersebut nampak beberapa kenyataan yang sangat jelas mengindikasikan bahwa ada kecenderungan hubungan yang searah antar tingkat kesejahteraan dengan tingkat pendidikan. Hal ini memberikan sebuah gambaran bahwa membaiknya tingkat pendidikan cenderung akan menjadi pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi penduduk. Rata-rata kualifikasi tingkat pendidikan penduduk miskin dari 10 kecamatan yang terdapat di kabupaten Tolitoli seperti terlihat dalam Tabel 4.1 adalah masing-masing sebesar 59,09 % untuk Sekolah Dasar, 11,51 % untuk Sekolah Menengah Pertama, dan 6,13 % untuk Sekolah Menengah Atas. Komposisi tersebut menggambarkan bahwa struktur penduduk miskin di
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
54
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kabupaten Tolitoli berdasarkan tingkat pendidikan rata-rata masih didominasi oleh tingkat pendidikan dasar. Sementara penduduk miskin yang berada pada tingkatan pendidikan menengah pertama relatif masih sangat kecil dibandingkan dengan penduduk
miskin
pada
sekolah
dasar.
Seiring
dengan
gerakan-gerakan
pemerintah dalam upaya pencapaian target pendidikan dasar sembilan tahun melalui program nasional Wajib Belajar Belajar Sembilan Tahun. Jika dilihat implementasinya pada tingkat daerah kondisi yang terjadi di kabupaten Tolitoli mengindikasikan adanya kecenderungan belum efektifnya pencapaian target dari program nasional tersebut. Sementara pada tingkatan pendidikan menengah atas kurang lebih juga relatif masih sangat rendah. Secara keseluruhan tiap kecamatan memperlihatkan variasi yang berbeda dari beberapa kecamatan yang penduduk miskinnya relatif masih lebih banyak berkualifikasi pendidikan dasar. Seperti Kecamatan Dampal Selatan yang penduduk miskinnya masih berpendidikan tingkat dasar sebesar
75,48 %,
Kecamatan Basi Dondo sebesar 71,21 %, Kecamatan Dako Pamean 65,24 %, Kecamatan Ogodeide 64,66 %, Kecamatan Tolitoli Utara 57,88 %, Kecamatan Lampasio 57,09 %, Kecamatan Dondo 56,93 %, Kecamatan Baolan 53,17 %, Kecamatan Dampal Utara 48,59 %, Kecamatan Galang 40,72 %. Data tersebut memperlihatkan bahwa dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Tolitoli hanya terdapat dua kecamatan yang penduduk miskinnya berpendidikan dasar dibawah 50 %, selebihnya delapan kecamatan yang lainnya berada di atas 50 %. Untuk dapat keluar dari jeratan kemiskinan bagi setiap penduduk miskin tentunya adalah dengan mengkombinasikan sedemikian rupa
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
55
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
segala sumberdaya yang dimilikinya secara optimal agar dapat menjadi produktif. Namun, pada umumnya
penduduk miskin hanya memiliki sumberdaya berupa
tenaga kerja sebagai satu-satunya faktor produksi yang mereka miliki. Sementara dalam dunia ketenagakerjaan, tingkat pendidikan menjadi faktor yang sangat penting dan diperhitungkan oleh para pengguna tenaga kerja. Dalam pasar tenaga kerja, permintaan terhadap buruh atau karyawan oleh suatu penyedia lapangan kerja senantiasa selalu menetapkan berbagai persyaratan tertentu termasuk syarat pendidikan bagi para pencari kerja untuk dapat diterima bekerja. Keadaan semacam ini mengalami pola perkembangan yang cenderung semakin meningkat, dimana dewasa ini pekerjaan yang beberapa tahun lalu dapat dikerjakan oleh seorang tenaga kerja berpendidikan sekolah dasar kini harus dikerjakan oleh seorang tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang lebih tinggi minimal sekolah menengah pertama. Dari sisi pengguna tenaga kerja hal seperti ini merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dengan alasan untuk mencapai efisiensi dalam pemanfaatan sumberdaya, karena adanya suatu pandangan bahwa pendidikan berbanding lurus dengan prestasi kerja. Bagi penduduk miskin di Kabupaten Tolitoli, pola perkembangan pasar tenaga kerja yang demikian merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi mereka
terutama
dalam
upaya
untuk
meningkatkan
kondisi
sosial
dan
ekonominya. Ketidaksiapan berkompetisi dalam pasar kerja akibat dari rendahnya kualifikasi pendidikannya memaksa mereka untuk harus mengerjakan suatu pekerjaan dengan tingkat upah yang sebenarnya masih sangat jauh dari yang
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
56
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
mereka harapkan. Bahkan tidak menutup kemungkinan akan tidak dapat diterima di pasar tenaga kerja. G. Tinjauan Ekonomi, KabupatenTolitoli
Sosial,
dan
Pendidikan
Penduduk
Miskin
di
Ditinjau dari segi pendapatan, mereka adalah golongan masyarakat yang memiliki pendapatan yang sangat kurang, sehingga untuk pemenuhan kebutuhan pokok saja mereka harus berpikir untuk mengalokasikan penggunaan pendapatan tersebut, apalagi untuk digunakan pada tujuan yang sifatnya kebutuhan sekunder ataupun tersier. Sedangkan dalam konsep pasar diketahui bahwa permintaan terhadap suatu barang ataupun jasa sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan konsumen, dimana pola hubungannya berbanding lurus, artinya dalam hal ini jika pendapatan pendidikan
penduduk akan
miskin
cenderung
meningkat mengalami
maka
permintaannya
peningkatan.
Namun
(permintaan) penduduk miskin untuk memperoleh pendidikan
terhadap keinginan
tidak didukung
dengan jumlah pendapatan yang mencukupi, sehingga permintaan penduduk miskin ini hanya terbatas pada permintaan yang sifatnya mutlak yaitu permintaan yang tidak didukung oleh daya beli. Dengan berpijak pada kenyataan ini, segala bentuk upaya individual yang dilakukan penduduk miskin untuk memperoleh tingkat pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya di pasar tenaga kerja adalah sangat memungkinkan hanya sebagai harapan belaka. Dari sisi lain terdapat faktor lain yakni faktor sosial dan budaya, karena faktor ini memiliki pengaruh yang cukup berarti bagi peningkatan mutu sumberdaya manusia maka perlu untuk dijadikan perhatian dengan berusaha
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
57
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
melihat segala kecenderungan baik atau buruknya keadaan sosial ataupun budaya penduduk tersebut dalam kaitannya dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia penduduk miskin. Dari pengamatan yang telah dilakukan bahwa ditemukan beberapa pemahaman yang melekat dalam kehidupan mereka seharihari. Secara umum telah melekat kebiasaan untuk bekerja secara turun temurun hanya pada satu sektor produksi saja. Karena umumnya mereka berada di wilayah pedesaan, sehingga cenderung bekerja pada bidang pertanian saja. Kebanyakan dari mereka memilih untuk bekerja pada pertanian karena beberapa alasan, diantaranya adalah karena mengikuti atau melanjutkan usahatani orang tua, atau karena memperoleh kesan yang kurang baik dari lulusan sekolah yang lebih tinggi dimana tidak mampu terserap oleh lapangan kerja dan tidak mampu menciptakan lapangan kerja, sehingga harus kembali ke desa tanpa memiliki nilai tambah dan menjadi beban keluarga. Kondisi sosial dan budaya yang seperti ini merupakan faktor penghambat yang cukup berarti, karena cara pikir yang seperti itu benarnenar telah terpola dan melekat kuat di kehidupan keseharian mereka, karena tidak bisa dielakkan bahwa apa yang mereka lihat adalah benar-benar sebuah kenyataan. Bahkan dampak dari kenyataan tersebut dapat saja sampai pada penduduk yang saat ini masih dalam keadaan tidak miskin. Untuk mengurangi kecenderungan faktor-faktor penghambat tersebut tidaklah mudah karena memerlukan kebijakan menyeluruh yang dapat menyentuh seluruh pihak. Kebijakan yang membangun dari pemerintah dan seluruh pihak yang prihatin dengan persoalan-persoalan kemiskinan di Kabupaten Tolitoli terkait
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
58
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
dengan peningkatan mutu pendidikan perlu dijabarkan dalam bentuk langkahlangkah nyata yang terencana. Terkait dengan upaya untuk mengembangkan mutu sumberdaya manusia, jalan terbaik yang dapat diwujudkan pada masa sekarang ini adalah kebijakan yang memiliki daya dukung terhadap tercapainya sasaran pembangunan pendidikan, baik pendidikan resmi ataupun tidak resmi. Kebijakan tersebut dapat berupa peran aktif dari segenap pihak yang berkepentingan serta prihatin dengan permasalahan pembangunan termasuk dalam hal ini pemerintah dari seluruh tingkatan baik pusat ataupun daerah. Untuk hal ini, pemerintah dapat melakukan berbagai kebijakan melalui gerakan-gerakan penyediaan prasarana dan sarana pendidikan
yang
layak
serta
menunjang
terciptanya
proses
pendidikan.
Pembangunan gedung-gedung sekolah yang layak baik dalam hal mutu fisik bangunan yang kokoh (Long Used) ataupun daya tampung ruang belajar yang sesuai (Akomodatable) adalah merupakan hal mutlak yang harus diadakan untuk memperoleh capaian pembangunan pendidikan yang efektif demi terlaksananya pembangunan sumberdaya manusia yang berkelanjutan. Karena tidak sedikit investasi di bidang pendidikan terutama pada penyediaan prasarana baru yang memiliki masa penggunaan yang relatif sangat singkat disebabkan oleh rendahnya mutu fisik bangunan yang diadakan, sehingga bisa mengurangi daya tampung ruang belajar akibat terdapatnya bangunan yang tidak dapat difungsikan lagi. Selain permasalahan ketersediaan prasarana pendidikan yang kadang memiliki masa produktif yang relatif pendek, juga tidak kalah pentingnya adalah perhatian terhadap taraf kesejahteraan tenaga pendidik atau guru karena pihak guru adalah
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
59
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
merupakan ujung tombak dalam gerakan-gerakan yang mengarah pada peningkatan mutu keluaran pendidikan. H. Analisis Kemiskinan Tumah Tangga di Kabupaten Tolitoli Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi
ketimpangan.
Pada
umumnya
masyarakat
miskin
lemah
dalam
kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya dalam kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya. Masalah
kemiskinan
tergolong
sebagai
masalah
yang
bersifat
multidimensional, artinya bisa dilihat dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan penyebabnya kemiskinan dapat dibedakan atas; kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural. Untuk memfokuskan kajian tentang kemiskinan maka perlu dilakukan pemilihan sudut pandang untuk mengetahui bagaimana kemiskinan yang dialami oleh sebagian masyarakat di Indonesia, berikut akan dicoba untuk menjelaskan berbagai sudut pandang tersebut : 1. Seorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, hal ini menunjukkan bahwa jumlah pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang digambarkan oleh garis kemiskinan tersebut, yaitu kebutuhan pangan, sandang, perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
60
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
2. Kemiskinan relatif, yaitu perbandingan antara kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan sudah di atas garis kemiskinan sehingga tidak tergolong miskin, tetapi masih lebih miskin jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Jika diukur dengan pendapatan maka ini dikenal dengan ketimpangan
dalam
distribusi
pendapatan.
Ketimpangan
ini
dapat
mencerminkan ketimpangan antar golongan penduduk, antar sektor ekonomi, maupun ketimpangan antar daerah. 3. Kemiskinan natural, yaitu keadaan kemiskinan karena dari asalnya memang miskin. Kelompok masyarakat ini memang tidak miskin karena tidak memiliki sumber daya memadai, baik sumber daya alam, maupun sumber daya pembangunan lainnya. 4. Kemiskinan kultural, yaitu mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat yang dicrminkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budayanya. Biasanya kelompok masyarakat ini relatif sulit untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah melakukan perubahan, menolok mengikuti perkembangan yang positif, dan tidak memiliki kemauan untuk memperbaiki tingkat kehidupannya. Sejak awal PELITA II, strategi pembangunan di Indonesia diprioritaskan pada pemerataan hasil-hasil pembangunan. Strategi ini sejalan dengan amanat dalam GBHN dan UUD 1945, bahwa arah dan tujuan pembangunan nasional Indonesia harus dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dan hasil-hasil yang dicapai harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Akan tetapi dalam kenyataannya, hasil-hasil pembangunan yang telah
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
61
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
dicapai selama ini, yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia dengan sumberdaya alam yang berlimpah tidak dapat dinikmati oleh masyarakat secara adil, sehingga menimbulkan kemiskinan dikalangan masyarakat Indonesia. Kemiskinan
merupakan
ketidakmampuan
untuk
memenuhi
standar
hidup
minimum. Di saat sekarang kemiskinan menjadi sebuah masalah penting yang dihadapi pembangunan baik secara nasional maupun regional. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi, pertama kemiskinan absolut, yaitu diidentifikasikan dengan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tertentu. Kedua, kemiskinan relatif, yaitu pangsa pendapatan nasional yang diterima oleh masing-masing golongan pendapatan atau kemiskinan relatif erat kaitannya dengan masalah distribusi pendapatan. Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan dalam tiga hal; pertama, secara miko, yaitu kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikkan yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Kedua, perbedaan sumberdaya
manusia.
(keterbelakangan,
Ketiga,
adanya
ketidaksempurnaan
pasar
lingkaran dan
setan
kurangnya
kemiskinan modal
yang
berdampak pada rendahnya produktivitas. Di saat sekarang, beban kemiskinan bertambah dan mengarah pada kelompok tertentu, terutama kaum wanita pada umumnya merupakan pihak yang dirugikan. Dilihat dari keberadaan rumah tangga miskin, mereka merupakan pihak yang menanggung beban kerja yang lebih berat daripada kaum pria dan berakibat pada anak-anak. Keadaan ini menyebabkan kualitas hidup di masa yang akan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
62
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
datang terancam oleh karena tidak tercukupinya gizi, pemerataan kesehatan dan pendidikan. Kemiskinan juga kebanyakan terjadi pada kelompok-kelompok minoritas tertentu di Indonesia, terutama di daerah-daerah pedesaan seperti dibeberapa daerah di Kabupaten Tolitoli. Jika dikaji dari sudut pendapatan dan tingkat hunian, dapat diketahui bahwa pendapatan yang rendah akan menyebabkan timbulnya bentuk kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup baik primer (sandang, pangan dan papan), terlebih lagi kebutuhan sekunder dan tersier hanyalah anganangan semata. Sebagai akibat dari kurang terpenuhinya kebutuhan primer atau kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) memberikan dampak yang buruk pada kualitas dan tingkat harapan hidup masyarakat. Dengan adanya temuan sehubungan kondisi di Kabupaten Toli-toli, maka dilakukan kajian mengenai kemiskinan pada desa-desa yang ada disetiap kecamatan di Kabupaten Tolitoli sebagai berikut : 1. Analisis Kemiskinan Kecamatan Dampal Selatan Kecamatan Dampal Selatan merupakan kecamatan pertama yang didapati ketika melewati batas Kabupaten Donggala. Kecamatan ini sebagian besar penduduknya bermukim di daerah pesisir pantai. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
63
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Dampal Selatan Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. I 1 2 3 4 5 6
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan DAMPAL SELATAN Kombo Tampiala Soni Bangkir Dongko Mimbala Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Penduduk
Rumah Tangga
2.863 3.024 4.897 6.165 1.288 1.374 19.611
619 676 1.095 1.348 293 293 4.324
Dengan mengacu pada Tabel 4.2 diketahui jumlah penduduk di Kecamatan Dampal Selatan sebanyak 19.611 jiwa, yang tersebar pada Desa Kombo sebanyak 2.863 jiwa, Desa Tampiala sebanyak 3.024 jiwa, Desa Soni sebanyak 4.897 jiwa, Desa Bangkir sebanyak 6.165 jiwa, Desa Dongko sebanyak 1.288 jiwa dan Desa Mimbala sebanyak 1.374 jiwa. Dari total penduduk Kecamatan Dampal Selatan sebanyak 19.611 jiwa, membentuk keluarga dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.324. Dari jumlah rumah tangga tersebut, terditribusi pada Desa Kombo sebanyak 619 rumah tangga, Desa Tampiala sebanyak 676 rumah tangga, Desa Soni 1095 rumah tangga, Desa Bangkir sebanyak 1.348 rumah tangga, Desa Dongko dan Desa Mimbala masing-masing sebanyak 293 rumah tangga. Untuk mengetahui perbandingan antara jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, dapat dilihat pada Grafik berikut.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
64
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Jumlah
Grafik 4.1 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Dampal Selatan Kabuapaten Tolitoli 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
4324
Kombo
3420
Tampiala Soni Bangkir
904 254 138 130 179 100103
Rumah Tangga Miskin
1094 916 546 481 193
190
Rumah Tangga Non Miskin
1348 1095 676 293 619 293
Dongko Mimbala Sub Total
Rumah Tangga
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Dengan mengacu pada Grafik 4.1, dapat diketahui bahwa dari 4.324 rumah tanga yang ada di Kecamatan Dampal Selatan, terdapat 904 rumah tangga yang tergolong miskin dan 3.420 non miskin. Untuk Desa Kombo terdapat 138 (22,29%) rumah tangga miskin dan 481 (77,71%) rumah tangga non miskin. Di Desa Tampiala dari terdapat 130 ( 19,23%) rumah tangga miskin dan 546 atau sebesar 80,77% rumah tangga non miskin. Untuk Desa Soni terdapat sebanyak dari 1095 rumah tangga, terdapat 179 (16,35%) rumah tangga miskin dan rumah tangga non miskin sebanyak 916 ( 83,65%). Di Desa Bangkir merupakan desa yang memiliki rumah tangga miskin terbesar di antara desadesa di Kecamatan Dampal Selatan, hal ini terlihat dari 1.348 rumah tangga, terdapat 254 (18,84%) rumah tangga miskin dan sebanyak 1.094 (81,16%) rumah tangga non miskin.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
65
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Dari 293 rumah tangga yang ada di Desa Dangko, terdapat 100 (34,13%) rumah tangga miskin dan 193 (65,87%) rumah tangga non miskin. Sedangkan pada Desa Mimbala, dari 293 rumah tangga, terdapat 103 (35,15%) rumah tangga miskin dan 190 (64,85%) rumah tangga non miskin. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam kehidupan masyarakat walaupun Desa Kombo, Tampiala, Soni dan Bangkir memiliki persentase kemiskinan yang rendah dibandingkan desa-desa yang lain yang ada di Kecamatan Dampal Selatan. 2. Analisis Kemiskinan Kecamatan Dampal Utara Kecamatan Dampal Utara merupakan kecamatan kedua yang dipetakan dalam penelitian ini. Kecamatan Dampal Utara terdiri dari 8 desa yaitu 1). Desa Kabinuang, 2). Desa Ogotua, 3). Desa Bambapula, 4). Desa Malambigu, 5). Desa Tompoh, 6). Desa Benagan, 7). Desa Simatang Tanjung, 8). Desa Simatang Utara. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
66
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Dampal Utara Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. II 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan DAMPAL UTARA Kabinuang Ogotua Bambapula Malambigu Tompoh Benagan Simatang Tanjung Simatang Utara Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Penduduk 1679 3329 2327 337 1468 1862 831 665 12.498
Rumah Tangga 400 770 513 93 316 441 187 170 2.890
Mengacu pada Tabel 4.3, diketahui jumlah penduduk di Kecamatan Dampal Utara sebanyak 12.498 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.890. Jumlah penduduk pada Kecamatan Dampal Utara lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Dampal Selatan, selisih jumlah penduduk pada dua kecamatan tersebut sebesar 7.113 jiwa. Dari 12.498 jiwa penduduk yang ada di Kecamatan Dampal Utara, terdistribusi pada Desa Kabinuang sebanyak 1.679 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 400, Desa Ogotua 3.329 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 770, Desa Bambapula sebanyak 2.327 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 513, Desa Malambigu sebanyak 337 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 93, yang merupakan desa dengan jumlah penduduk dan rumah tangga terkecil untuk Kecamatan Dampal Utara. Desa Tompoh sebanyak 1.468 jiwa dengan jumlah rumah tangga 316, Desa Banagan sebanyak 1.862 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
67
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
441. Desa Banagan merupakan desa dengan jumlah penduduk terbesar pada Kecamatan Dampal Utara. Desa Simatang Tanjung sebanyak 831 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 187 dan Desa Simatang Utara sebanyak 665 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 170. Untuk mengetahui perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Dampal Utara dapat dilihat pada Grafik berikut. Grafik 4.2 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Dampal Utara Kabuapaten Tolitoli 3500 2890
3000
Kabinuang
Jumlah
2500 2000
Ogotua Bambapula
1668
1500 1000 500 0
DAMPAL UTARA
Malambigu
1222 424 309 308 215 174 88 99 51
346 185 205 142 42 1329971
Rumah Tangga Miskin Rumah Tangga Non Miskin
Tompoh
770 400
513
441 316 187 170 93
Benagan Simatang Tanjung Simatang Utara
Rumah Tangga
Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Mengacu pada Grafik 4.2 di atas, diketahui bahwa dari 2.890 rumah tanga yang ada di Kecamatan Dampal Utara, terdapat 1.668 rumah tangga yang tergolong miskin dan 1.222 rumah tangga non miskin. Dari 400 rumah tangga di Desa Kabinuang, terdapat 215 (53,75%) sedangkan rumah tangga non miskin sebanyak 185 (46%). Desa Ogotua memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 770, dengan klasifikasi 425 (55,06%) rumah tangga miskin dan 346 (44,94%) rumah tangga non miskin. Desa
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
68
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Bambapula dengan jumlah rumah tangga sebanyak 513, sebanyak 308 (60,04%) rumah tangga miskin dan 205 (39,96%) rumah tangga non miskin. Desa Malambigu dengan jumlah rumah tangga sebanyak 93, yang dikategorikan sebagai rumah tangga miskin sebanyak 51 (54,84%) dan sebanyak 42 (45,16%) rumah tangga non miskin. Desa Malambigu merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk dan rumah tangga yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Dampal Selatan, tetapi desa ini lebih didominasi oleh rumah tangga miskin. Desa Tompoh memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 316, dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak174 (55,06%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 142 (44,94%). Desa Banagan dengan jumlah rumah tangga sebanyak 441, sebanyak 309 (70,07%) rumah tangga miskin dan 132 (29,93%) rumah tangga non miskin. Desa Simatang Tanjung dengan jumlah rumah tangga sebanyak 187, terdapat sebanyak 88 (58,24%) rumah tangga miskin dan 71 (41,46%) rumah tangga non miskin. Untuk Desa Simatang Utara, dari 170 rumah tangga, terdapat sebanyak 99 (58,24%) rumah tangga dikategorikan miskin dan 71 (42,28%) dikategorikan rumah tangga non miskin. Dari perolehan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Desa Ogotua merupakan desa yang memiliki jumlah rumah tangga miskin terbesar, hal ini dilihat dari perbandingan dari 770 rumah tangga, sebanyak 424 rumah tangga yang tergolong miskin. Akan tetapi dengan mengacu pada persentase rumah tangga miskin, dikatehui bahwa ada enam desa yaitu 1). Desa Banagan dengan tingkat kemiskinan sebesar 70%, 2). Desa Bambapula dengan tingkat
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
69
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
kemiskinan 60,04%, 3). Desa Simatang Utara dengan tingkat kemiskinan sebesar 58,24%, 4). Desa Ogotua dengan tingkat kemiskinan sebesar 55,06%, 5). Desa Tomph dengan tingkat kemiskinan sebesar 55,06%, 6). Desa Malambigu dengan tingkat kemiskinan sebesar 54,84%, 7). Desa Kabinuang dengan tingkat kemiskinan sebesar 53,75%. Desa-desa tersebut merupakan desa dengan tingkat kemiskinan rumah tangga yang terparah di Kecamatan Dampal Utara. 3. Analisis Kemiskinan Kecamatan Dondo Kecamatan Dondo merupakan kecamatan ketiga yang dipetakan dalam penelitian ini. Kecamatan Dampal Utara terdiri dari 11 desa yaitu 1). Desa Louk Manipi, 2). Desa Salumbia, 3). Desa Bambapun, 4). Desa Ogowale, 5). Desa Lais, 6). Desa Ogogasang, 7). Desa Malomba, 8). Desa Ogoili, 9). Desa Tinabogan, 10). Desa Malulu, 11). Desa Malala. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
70
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tabel 4.4 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan DONDO Louk Manipi Salumbia Bambapun Ogowale Lais Ogogasang Malomba Ogoili Tinabogan Malulu Malala Sub Total
Penduduk
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
1.026 2.866 1.801 1.849 1.157 493 3.664 871 2.331 1.270 3.183 20.511
Rumah Tangga 243 620 376 387 260 114 720 201 508 268 694 4.391
Mengacu pada Tabel 4.4, diketahui jumlah penduduk di Kecamatan Dondo sebanyak 20.551 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.391. Jumlah penduduk pada Kecamatan Dondo lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Dampal Selatan dan Dampal Utara. Jumlah penduduk yang terbesar pada Kecamatan dondo terdapat pada Desa Malomba yaitu sebanyak 3.664 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 720. Sedangkan
jumlah penduduk terkecil terdapat pada Desa
Ogogasang sebanyak 493, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 114. Untuk mengetahui perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Dampal Dondo dapat dilihat pada Grafik berikut.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
71
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Jumlah
Grafik 4.3 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Dondo Kabuapaten Tolitoli 5000 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
4391
2731 1660 491 347 267 303 541 196 148 16283 108 85
273 205 228 229 183 120 98 93 153 47 31
Rum ah Tangga M iskin
Rum ah Tangga Non M iskin
DONDO
Louk Manipi
Salumbia
Bambapun
Ogow ale
Ogoili
Tinabogan
Malulu
Malala
Sub Total
Lais
620 243
387
720
376 260 114
508
201
694
268
Rum ah Tangga Ogogasang
Malomba
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Grafik di atas menunjukkan bahwa dari 11 desa yang ada di Kecamatan Dondo, terdapat 2.731 rumah tangga yang tergolong miskin dan 1.660 rumah tangga yang tergolong non miskin. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam hal pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan masyarakat di Kecamatan Dondo. Dari sebelas desa yang ada di Kecamatan Dondo, Desa Malala merupakan desa yang memiliki rumah tangga miskin terbesar yaitu sebanyak 541 (77,95%) dan 153 (22,05%) rumah tangga non miskin dari 694 rumah tangga. Desa Malomba merupakan desa urutan kedua yang ada di Kecamatan Dondo dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 491 (68,19%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 229 (31,81%). Desa Salumbia merupakan urutan ketiga sebagai desa miskin yang ada di Kecamatan Dondo, dengan jumlah
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
72
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
rumah tangga miskin sebanyak 347 (55,97%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 273 (44,03%). Desa Tinabogan memiliki rumah tangga miskin sebanyak 303 (59,65%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 205 (40,35%). Jika dilihat dari persentase rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Dondo dapat disimpulkan bahwa hampir semua desa di Kecamatan Dondo tergolong desa miskin, hal ini didasarkan oleh persentase rumah tangga miskin yang melebihi standar maksimal yaitu 10%. Dengan demikian kondisi rumah tangga yang ada di berbagai desa di Kecamatan Dondo mengalami ketimpangan dalam memenuhi kebutuhan hidup pada berbagai tingkatan kebutuhan pokok. 4. Analisis Kemiskinan Kecamatan Ogodeide Kecamatan Ogodeide merupakan kecamatan keempat dalam penelitian ini. Kecamatan Ogodeide terdiri dari 11 desa yaitu 1). Buga, 2). Desa Batuiolo, 3). Desa Bambalaga, 4). Desa Kamalu, 5). Desa Muara Besar, 6). Desa Bilo, 7). Desa Pagaitan, 8). Desa Labuan Lobo, 9). Desa Sambujan, 10). Desa Pulias, 11). Desa Kabetan. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Ogodeide Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. IV 1 2 3 4 5
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan OGODEIDE Buga Batuilo Bambalaga Kamalu Muara Besar
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
Penduduk 1.482 474 742 1.086 720
Rumah Tangga 339 114 180 221 161
73
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
6 7 8 9 10 11
Bilo Pagaitan Labuan Lobo Sambujan Pulias Kabetan Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
1.523 837 1.231 773 1.480 756 11.104
316 188 270 179 341 192 2.501
Tabel di atas menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Ogodeide sebanyak 11.104 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 2.501. Jumlah penduduk pada Kecamatan Ogodeide lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kecamatan Dondo. Berdasarkan jumlah penduduk pada setiap desa di Kecamatan Ogodeide, maka urutan desa yang terbanyak penduduknya, yaitu 1). Desa Bilo, 2). Desa Buga, 3). Desa Pulias, 4). Desa Labuan Lobo, 5). Desa Kamalu, 6). Desa Pagaitan, 7). Desa Sambujan, 8). Desa Kabetan 9). Desa Bambalaga, 10). Desa Muara Besar, 11). Desa Batuilo. Jika ditinjau dari jumlah rumah tangga yang terdapat pada setiap desa di Kecamatan Ogodeide, dapat diketahui bahwa Desa Pulias merupakan desa dengan jumlah rumah tangga terbesar yaitu sebanyak 341. Kemudian Desa Buga sebanyak 339 rumah tangga. Desa Bilo memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 316, Desa Labuan Lobo memiliki rumah tangga sebanyak 270. Sedangkan desa dengan jumlah rumah tangga relatif sedikit adalah Desa Batuilo, Desa Muara Besar dan Desa Sambujan. Untuk mengetahui perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Ogodeide dapat dilihat pada Grafik berikut.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
74
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Grafik 4.4 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Ogodeide Kabuapaten Tolitoli 3000 2501
Jumlah
2500 2000 1438
1500
1063
1000 500
192 131 126 151 151 95 82 121 64 107
185
218
121 19 2929 79
144 190 67 115 85
341
339
221 316 270 180 161 188 179 192 114
0 Rumah Tangga Miskin OGODEIDE Muara Besar Pulias
Rumah Tangga Non Miskin
Buga Bilo Kabetan
Batuilo Pagaitan Sub Total
Rumah Tangga Bam balaga Labuan Lobo
Kam alu Sam bujan
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Grafik di atas menunjukkan bahwa dari 11 desa yang ada di Kecamatan Ogodeide, terdapat 1.438 rumah tangga yang tergolong miskin dan 1.063 rumah tangga yang tergolong non miskin. Hal ini menunjukkan tingkat kemiskinan di Kecamatan Ogodeide yang tergambar pada setiap keberadaan rumah tangga masih sangat memprihatinkan, karena lebih dari 50% rumah tangga yang tergolong dalam kategori miskin. Hal ini juga menimbulkan ketimpangan dalam hal pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan masyarakat di Kecamatan Ogodeide. Dari 2.501 jumlah rumah tangga yang ada di Kecamatan Ogodeide, sebanyak 1.438 tergolong rumah tangga miskin dan 1.063 tergolong rumah tangga non miskin. Dari jumlah tersebut, diketahui bahwa Desa Buga
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
75
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
merupakan desa yang relatif miskin, sebab dari 339 rumah tangga, sebanyak 218 (64,31%) rumah tangga yang tegolong miskin dan 121 (35,69%) rumah tangga yang tergolong non miskin. Desa Kamalu memiliki rumah tangga miskin sebanyak 192 (86,88%) dan rumah tangga miskin sebanyak 29 (13,12%). Dari sebelas desa yang ada di Kecamatan Ogodeide, Desa Sambujan merupakan desa dengan jumlah rumah tangga miskin yang relatif sedikit yaitu sebanyak 64 (35,75%) dan sebanyak (64,25%) rumah tangga non miskin. Dengan mengacu pada perbandingan data mengenai rumah tangga miskin dan non miskin pada Grafik tersebut di atas, dapat diketahui bahwa Desa Kamalu merupakan desa termiskin, karena dari 221 rumah tangga, terdapat sebanyak 192 (86,88%) tergolong rumah tangga miskin dan hanya sebanyak 29 (13,12%) tergolong tidak miskin. Selanjutnya Desa Bambalaga dari 180 rumah tangga, sebesar 83,89% tergolong miskin dan 16,11% tergolong tidak miskin. Desa Batuilo dari 114 rumah tangga, sebesar 83,33% tergolong miskin dan 16,67% tergolong tidak miskin. Jika dilihat dari persentase rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Ogodeide dapat disimpulkan desa-desa di Kecamatan Dondo masih tergolong desa miskin, karena perbandingan antara rumah tangga miksin dan non miskin masih sangat jelas, sehingga seringkali menyebabkan ketimpangan dalam memenuhi kebutuhan hidup pada berbagai tingkatan kebutuhan pokok. 5. Analisis Kemiskinan Kecamatan Basidondo Kecamatan Basidondo merupakan kecamatan kelima dalam penelitian ini. Kecamatan Basidondo terdiri dari 5 desa yaitu 1). Labonu, 2). Desa Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
76
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Sibaluton, 3). Desa Kayu Lompa, 4). Desa Silondau, 5). Desa Kinapasan. Desa-desa tersebut tentunya memiliki perbedaan baik kondisi geografis, demografi maupun sumberdaya alamnya. Desa-desa yang ada di Kecamatan Basidondo secara memilki jumlah penduduk yang relatif banyak. Tentunya jumlah penduduk dan rumah tangga tersebut memiliki perbedaan yang dikategroikan sebagai rumah tangga miskin dan non miskin. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Basidondo Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. V 1 2 3 4 5
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan BASIDONDO Labonu Sibaluton Kayu Lompa Silondou Kinapasan Sub Total
Penduduk
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
1.098 2.607 3.245 2.420 345 9.715
Rumah Tangga 279 585 751 586 79 2.280
Melihat data-data pada Tabel 4.6 di atas, diketahui bahwa dari 9.715 jiwa jumlah penduduk di Kecamatan Basidondo yang tersebar di lima desa, telah membentuk rumah tangga sebanyak 2.280. Jumlah tersebut terdistribusi pada Desa Labonu sebanyak 1.098 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 279. Desa Sibaluton sebanyak 2.607 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 585, Desa Kayu Lompa sebanyak 3.245 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 751, Desa Silondau sebanyak 2.420 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 586, Desa Kinapasan sebanyak 345 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 79. Desa kayu lompa merupakan desa yang terbanyak
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
77
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
penduduknya di Kecamatan Basidondo, kemudian Desa Sibaluton, Desa Silondau, Desa labonu dan Desa Kinapasan. Untuk mengetahui perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Basidondo dapat dilihat pada Grafik berikut. Grafik 4.5 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Basidondo Kabuapaten Tolitoli 2500
2280
2000
BASIDONDO
Jumlah
Labonu
1500
Sibaluton
1323
Kayu Lompa Silondou
957
1000
Kinapasan
751 585
405
500
332
389
143
54
136
253
346
586
Sub Total
279
197 25
79
0 Rumah Tangga Miskin
Rumah Tangga Non Miskin
Rumah Tangga
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Dengan mengacu pada Grafik di atas, dapat diketahui bahwa dari 2.280 jumlah rumah tangga yang ada di Kabupaten Basidondo, terdapat sebanyak 1.323 rumah tangga yang tergologn miskin dan sebanyak 957 rumah tangga yang tergolong non miskin. Hal ini memberikan arti bahwa jumlah rumah tangga miskin yang ada di Kecamatan Basidondo lebih dari jumlah rumah tangga non miskin. Rumah tangga miskin dan non miskin pada desa-desa di Kecamatan Basidondo, lebih didominasi oleh rumah tangga miskin. Hal ini dapat dilihat
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
78
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
pada Desa Labonu, jumlah rumah tangga sebanyak 279 dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 143 (51,25%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 136 (48,75). Pada Desa Sibaluton, dari 585 rumah tangga, terdapat 332 (56,75%) rumah tangga miskin dan sebanyak 253 (43,25%) rumah tangga non miskin. Di Desa Kayu Lompa, dari 751 rumah tangga terdapat 405 (53,93%) rumah tangga miskin dan sebanyak 346 (46,07%) rumah tangga non miskin. Selanjutnya pada Desa Silondau, dari 586 rumah tangga, terdapat 389 (66,38%) rumah tangga miskin dan sebanyak 197 (33,62%) rumah tangga non miskin. Desa Kinapasan, dari 79 rumah tangga, terdapat 54 (68%) rumah tangga miskin dan sebanyak 25 (31,65%) rumah tangga non miskin. Persentesa kemiskinan yang tinggi terjadi pada Desa Kinapasan yaitu sebesar 68,35%, kemudian Desa Silondau sebesar 66,38%, Desa Sibaluton sebesar 56,75%, Desa Kayu Lompa sebesar 53,93% dan Desa Labonu sebesar 51,25%. Kondisi kemiskinan yang terjadi disetiap desa yang ada di Kecamatan Basidondo relatif tinggi, karena dari kelima desa tersebut, memiliki peresetase rumah tangga yang tergolong dalam kategori miskin berada dalam kisar lebih dari 50%. Dengan adanya kondisi kemiskinan ini, maka perlu upaya penanganan secara khusus dan berkelanjutan melalui berbagai kebijakan pengentasan kemiskinan yang akan diterapkan yang mengarah pada perbaikan dan peningkatan pendapatan perkapita masyarakat di Kecamatan Basidondo. 6. Analisis Kemiskinan Kecamatan Baolan Kecamatan Baolan merupakan kecamatan keenam dalam penelitian ini. Kecamatan ini terdiri dari 6 desa yaitu 1). Desa Dedakitan, 2). Desa Tuweley, Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
79
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
3). Desa Panasakan, 4). Desa Sidoarjo, 5). Desa Baru, 6). Desa Nalu, 7). Desa Tambun/Bantuna. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Baolan Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. VI 1 2 3 4 5 6 7
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan BAOLAN Dadakitan Tuweley Panasakan Sidoarjo Baru Nalu Tambun/Bantuna Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Penduduk
Rumah Tangga
3.182 8.438 8.565 4.416 18.826 7.013 6.223 56.663
671 1.692 1.892 943 3.985 1.474 1.334 11.991
Mengacu pada Tabel 4.7 di atas, dapat diketahui jumlah penduduk yaitu sebesar 56.663 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 11.991. Jumlah penduduk untuk Desa Dedakitan sebanyak 3.182 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 671. Desa Tuweley memiliki penduduk sebanyak 8.438 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.692. Desa Panasakan memiliki penduduk sebanyak 8.565 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 1.892. Desa Sidoarjo memiliki penduduk sebanyak 4.416 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 943. Desa Sidoarjo merupakan desa yang jumlah penduduknya relatif sedikit jika dibandingkan dengan desa-desa lainnya di Kecamatan Baolan.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
80
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Desa Baru terdiri dari 18.826 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 3.985. Desa Nalu, dengan jumlah penduduk terdiri dari 7.013 jiwa. Desa Tambun dan Bantuna dengan jumlah penduduk terdiri dari 6.223 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.334. Jumlah penduduk yang terbanyak terdapat pada Desa Baru yaitu sebesar 18.826 dan membentuk rumah tangga sebanyak 3.925. Pada bagian berikut akan diasjikan perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Baolan, sebagaimana terlihat pada Grafik berikut. Grafik 4.6 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Baolan Kabuapaten Tolitoli 14000 11991
12000
Dadakitan
Jumlah
10000
Tuweley 7762
8000 6000
Panasakan Sidoarjo
4229
4000 2000
BAOLAN
3985 2982
1003 594 741 544 354 685 308
1348 1098 635 317
1892 1692 943
733 649
671
1474 1334
Baru Nalu Tambun/Bantuna Sub Total
0 Rumah Tangga Miskin
Rumah Tangga Non Miskin
Rumah Tangga
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
81
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Berdasarkan Grafik di atas, dapat diketahui bahwa dari 11.991 rumah tangga yang ada di Kecamatan Baolan, terdapat sebanyak 4.229 rumah tangga yang tergolong miskin dan 7.762 rumah tangga yang tergolong non miskin. Jika dilihat pada setiap desa, maka dapat diketahui bahwa Desa Dadakitan, Desa Nalu dan Desa Tambun/Bantuna merupakan desa yang jumlah rumah tangga miskinnya lebih dari rumah tangga non miskin. Desa Dadakitan, dari 671 rumah tangga, terdapat sebanyak 354 (52,76%) rumah tangga tergolong miskin dan 317 (47,24%) rumah tangga tergolong non miskin. Selanjutnya Desa Tambun dan Bantuna, dari 1.334 rumah tangga, sebanyak 685 (51,35%) rumah tangga tergolong miskin dan 649 (48,655) rumah tangga tergolong non miskin. Desa Nalu, dari 1.474 rumah tangga, terdapat sebanyak 741 (50,27%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 733 (49,73%) rumah tangga tergolong non miskin. Selain ketiga desa tersebut, terdapat pula rumah tangga miskin pada Desa Tuweley, dari 1.692 rumah tangga, terdapat 594 (35,11%) rumah tangga tergolong miskin dan 1.098 (64,89%) rumah tangga tergolong non miskin. Di Desa Panasakan, dari 1.892 rumah tangga, terdapat 544 (28,75%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 1.348 (71,25%) rumah tangga tergolong non miskin. Pada Desa Sidoarjo, dari 943 rumah tangga, terdapat sebanyak 308 (32,66%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 635 (67,34%) rumah tangga tergolong non miskin. Kemudian di Desa Baru, dari 3.985 rumah tangga, terdapat 1003 (25,17%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 2.982 (74,83%) rumah tangga tergolong non miskin.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
82
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Dengan mengacu pada perbandingan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dari tujuh desa yang ada di Kecamatan Baolan hanya ada tiga desa dengan kemiskinan terparah yang dialami oleh rumah tangga di Desa Dadakitan, Nalu, Tambun/Bantuna. 7. Analisis Kemiskinan Kecamatan Lampasio Kecamatan Baolan merupakan kecamatan ketujuh dalam penelitian ini. Kecamatan ini terdiri dari 8 desa yaitu 1). Desa Janja, 2). Desa Maibua, 3). Desa Sibea, 4). Desa Mulia Sari, 5). Desa Oyom, 6). Desa Salugan, 7). Desa Lampasio, 8). Tinading. Kecamatan Lampasio memiliki jumlah penduduk sebanyak 12.539 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 2.917. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Lampasio Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. VII 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan LAMPASIO Janja Maibua Sibea Mulia Sari Oyom Salugan Lampasio Tinading Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Penduduk
Rumah Tangga
1.385 694 1.601 294 2.232 876 3.453 2.004 12.539
313 174 362 75 525 213 784 471 2.917
Berdasarkan Tabel tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang terbanyak terdapat pada Desa Lampasio yaitu sebanyak 3.453 jiwa dengan jumlah rumah tangga 784. Desa Oyom merupakan urutan kedua
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
83
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
dengan jumlah penduduk sebanyak 2.232 jiwa dan rumah tangga sebanyak 525. Kemudian urutan ketiga adalah Desa Tinading, dengan jumlah penduduk sebanyak 2.004 jiwa dan rumah tangga sebanyak 471. Desa Janja memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.385 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 313. Jumlah penduduk di Desa Salugan sebanyak 876 jiwa dan membentuk rumah tangga sebanyak 213. Desa Maibua dengan jumlah penduduk 694 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 174. jumlah penduduk yang terendah terdapat pada Desa Mulia Sari yaitu sebanyak 294 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 75. Kondisi sebaran jumlah penduduk di Kecamatan Lampasio cenderung dipengaruhi oleh letak masing-masing desa. Pada bagian berikut akan diasjikan perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Lampasio, sebagaimana terlihat pada Grafik 4.7.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
84
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Grafik 4.7 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Lampasio Kabuapaten Tolitoli 3500 2917
3000
Janja
Jumlah
2500
Maibua Sibea
2000 1500
Mulia Sari
1555
1362
Oyom Salugan
1000 500
LAMPASIO
784
537 166 189 279 247 168 143 62 108
303 246 105 147 173 31 13
Rumah Tangga Miskin
Rumah Tangga Non Miskin
0
525 313 362 174
471
213
Lampasio Tinading Sub Total
75
Rumah Tangga
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Berdasarkan Grafik di atas, diketahui bahwa jumlah rumah tangga di Kecamatan Lampasio sebanyak 2.917 dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 1.362 dan rumah tangga non miskin sebanyak 1.555. Dari delapan desa yang ada di Kecamatan Lampasio, Desa Mulia Sari merupakan desa dengan persentase rumah tangga miskin sebanyak 62 (82,67%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 13 (17,33%) dari total rumah tangga sebanyak 75. Dari 174 rumah tangga di Desa Maibua, terdapat 143 (82,28%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 31 (17,33%) rumah tangga tergolong non miskin. Pada Desa Janja, dari 313 jumlah rumah tangga, terdapat 166 (53,04%) rumah tangga yang tergolong miskin dan 147 (46,96%) rumah tangga yang tergolong tidak miksin.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
85
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Desa Oyom memiliki jumlah rumah tangga sebanyak 525, dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 279 (53,14%) dan jumlah rumaha tangga yang tergolong non miskin sebanyak 246 (46,86%). 8. Analisis Kemiskinan Kecamatan Galang Kecamatan Baolan merupakan kecamatan kedelapan dalam penelitian ini. Kecamatan ini terdiri dari 11 desa. Desa Tinigi merupakan desa yang jumlah penduduknya lebih banyak dari desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Galang, yaitu penduduk sebanyak 4.978 jiwa dan 1.104 rumah tangga. Adapun jumlah penduduk dan rumah tangga di kecamatan galang dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Galang Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. VIII 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan GALANG Ogomoli Sandana Kalangkangan Lantapan Lakatan Tinigi Ginunggung Lalos Tende Sabang Bajugan Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Penduduk
Rumah Tangga
2.749 1.892 3.924 495 4.230 4.978 1.877 2.503 1.448 1.119 4.091 29.306
599 382 807 235 805 1.104 392 562 333 250 887 6.356
Mengacu pada Tabel 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa desa lantapan memilki jumlah penduduk yang ebih rendah yaitu sebanyak 495 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 235. Jika ditinjau dari segi jumlah rumah Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
86
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
tangga, Desa lantapan merupakan desa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 235, kemudian Desa sabang dengan jumlah rumah tangga sebanyak 250 rumah tangga. Desa Bajugan merupakan desa yang penduduknya lebih banyak menempati daerah pesisir pantai dengan jumlah penduduk sebanyak 5.091 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 887. kemudian Desa Ginunggung dengan jumlah penduduk sebanyak 1.877 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 392. Pada bagian berikut akan diasjikan perbadingan jumlah rumah tangga miskin dan non miskin, yang ada di Kecamatan Galang, sebagaimana terlihat pada Grafik 4.8. Grafik 4.8 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Galang Kabuapaten Tolitoli 7000
6356 GALANG
6000
Ogomoli Sandana
Jumlah
5000 4000 3000
0
Lantapan Lakatan
2618
2000 1000
Kalangkangan
3738
327 265 236 293 276 480 220 183 141 105 92
Tinigi 777 514 529
363 241 130
407
297 158 172 150
1104 562 807 805 599 392 887 333 382 235 250
Ginunggung Lalos Tende Sabang Bajugan
Rumah Tangga Miskin
Rumah Tangga Non Miskin
Rumah Tangga
Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
87
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Mengacu pada Grafik di atas, diketahui bahwa dari 6.356 rumah tangga, terdapat sebanyak 2.618 rumah tangga yang tergolong miskin dan sebanyak 3.738 rumah tangga yang tergolong non miskin. Dari sebelas desa yang ada di Kecamatan Galang, terdapat tiga desa yang memilki persentase rumah tangga miskin yang melebihi 50% dari total rumah tangga. Desa Ginunggung merupakan desa dengan tingkat rumah tangga miskin tertinggi, yaitu sebanyak 220 (56,12%) tergolong rumah tangga miskin dan sebanyak 172 (43,88%) tergolong rumah tangga non miskin. Desa Tende dengan jumlah rumah tangga sebanyak 333, terdapat sebanyak 183 (54,95%) rumah tangga yang tergolong miskin dan sebanyak 150 (45,05%) rumah tangga tergolong non miskin. Grfaik di atas juga menunjukkan bahwa Desa Tinigi merupakan desa dengan persentase rumah miskin yang relatif rendah, yaitu sebesar 29,62% dari 1.104 rumah tangga. 9. Analisis Kemiskinan Kecamatan Dako Pamean Kecamatan Doko Pamean merupakan kecamatan kesembilan dalam penelitian ini. Dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Tolitoli, Kecamatan Dako Pamean merupakan kecamatan dengan jumlah desa sebanyak empat desa. Desa-desa tersebut terdiri dari 1). Desa Galumpang, 2). Desa Dungingis, 3). Desa Kapas, 4). Desa Lingadan. Adapun jumlah penduduk dan rumah tangga di kecamatan galang dapat dilihat pada Tabel berikut.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
88
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Tabel 4.10 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Doko Pamean Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. IX 1 2 3 4
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan DAKO PAMEAN Galumpang Dungingis Kapas Lingadan Sub Total
Penduduk
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
2.369 2.117 1.224 2.336 8.046
Rumah Tangga 511 491 267 521 1.790
Tabel tersebut menunjukkan jumlah penduduk di Kecamatan Dako Pamean sebanyak 8.046 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.790. Desa Galumpang memiliki penduduk sebanyak 2.369 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 511. Demikian pula dengan Desa Lingadan dengan jumlah penduduk sebanyak 2.336 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 521. Desa Dungingis dengan jumlah penduduk sebanyak 2.117 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 491. Desa Kapas dengan jumlah penduduk sebanyak 1.224 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 521. Hal ini menujukkan bahwa pada desa yang memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak tentunya akan mengalami masalah kemiskinan yang lebih absolut jika dibandingkan dengan desa-desa yang jumlah penduduknya lebih sedikit.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
89
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Grafik 4.9 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Galang Kabuapaten Tolitoli 2000
1790
1800
Jumlah
1600 1400 1200 1000
DAKO PAMEAN Galumpang
800 600 400 200 0
Dungingis
929
861
511 275 254 205 127
Rumah Tangga M iskin
237 316 236 140
Rumah Tangga Non M iskin
491 521 267
Kapas Lingadan Sub Total
Rumah Tangga
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Berdasarkan Grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah rumah tangga di Kecamatan Dako Pamean sebanyak 1.790, dengan jumlah rumah tangga miskin sebanyak 861 dan rumah tangga non miskin sebanyak 929. Desa Galumpang dengan jumlah rumah tangga sebanyak 511, yang terdiri dari 275 (53,82%) rumah tangga tergolong miskin dan sebanyak 236 (46,18%) rumah tangga tergolong non miskin. Desa Galumpang merupakan desa kedua dengan jumlah penduduk terbesar di Kecamatan Dako Pamean, dengan tingkat kemikinan yang relatif tinggi. Desa Dungingis dengan jumlah rumah tangga sebanyak 491, yang terdiri dari 254 (51,73%) yang tergolong rumah tangga miskin dan sebanyak 237 tergolong rumah tangga non miskin. Desa Kapas merupakan desa dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Tingkat kemiskinan di Desa Kapas lebih rendah jika dibandingkan desa-
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
90
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
desa lainnya, hal ini dilihat dari jumlah rumah tangga yang tergolong miskin sebanyak 127 (47,57%) dan sebanyak 140 (52,43%) tergolong rumah tangga miskin. Desa Lingadan merupakan desa yang persentase kemiskinanya hanya mencapai 39,35% dari jumlah rumah tangga sebanyak 521. 10. Analisis Kemiskinan Kecamatan Tolitoli Utara Kecamatan Tolitoli Utara merupakan kecamatan kesepuluh dalam penelitian ini. Kecamatan ini terdiri dari 7 desa yaitu 1). Desa Santigi, 2). Desa Laulalangy, 3). Desa Salumpaga, 4). Desa Diule, 5). Desa Pinjan, 6). Desa Binontoan, 7). Desa Lakuan Tolitoli. Adapun kondisi kemiskinan dari kecamatan ini dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Di Kecamatan Tolitoli Kabupaten Tolitoli Propinsi Sulawesi Tengah No. X 1 2 3 4 5 6 7
Nama Desa/Kelurahan/Kecamatan TOLITOLI UTARA Santigi Laulalang Salumpaga Diule Pinjan Binontoan Lakuan Tolitoli Sub Total
Penduduk
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
1.325 3.031 3.619 1.154 1.534 3.193 1.574 15.430
Rumah Tangga 305 753 914 251 349 750 332 3.654
Mengacu pada Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk pada Kecamatan Tolitoli Utara sebanyak 15.430 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 3.654. Dari tujuh desa tersebut, Desa Salumpaga memilki penduduk sebanyak 3.619 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 914. Desa Binontoan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
91
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
yang memiliki penduduk sebanyak 3.193 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 750. Desa Laulalang memiliki penduduk sebanyak 3.031 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 753. Desa Lakuan Toli-Toli memiliki penduduk sebanyak 1.574 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 332. Desa Pinjan dengan penduduk sebanyak 1.534 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 349. Desa Santigi memiliki penduduk sebanyak 1.325 jiwa dengan rumah tangga sebanyak 305. Desa Diule memilki penduduk sebanyak 1.154 jiwa dan rumah tangga sebanyak 305. Grafik 4.10 Jumlah Rumah Tangga Miskin dan Non Miskin Di Kecamatan Galang Kabuapaten Tolitoli Rumah Tangga Miskin 278 286 286
139
172
1746 391
194
TOLITOLI UTARA Salumpaga Binontoan TOTAL
Santigi Diule Lakuan Tolitoli
Laulalang Pinjan Sub Total
Sumber : Kabupaten Tolitoli Dalam Angka, 2005 (Data Diolah)
Dengan menagacu pada Grafik di atas, dapat diketahui bahwa dari 1.746 rumah tangga, dengan rumah tangga yang tergolong miskin sebanyak 1.908 dan rumah tangga yang tergolong non miskin sebanyak 3.654. Dari tujuh desa yang terdapat di Kecamatan Tolitoli Utara, Desa santigi Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
92
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
merupakan desa dengan rumah tangga yang tegolong miskin sebanyak 278 (91,15%), sedangkan rumah tangga yang tergolong non miskin sebanyak 27 (8,85%). Desa Lakuan Toli juga termasuk dalam desa yang tingkat kemiksinan relatif tinggi di Kabupaten Tolitoli, hal ini dapat dilihat dari jumlah rumah tangga miskin di Desa Laukan Toli sebanyak 194 (58,43%) dan rumah tangga non miskin sebanyak 138 (41,57). Desa Laulalang dengan jumlah rumah tangga miskin mencapai 286 (37,98%) rumah tangga dan 467 (62,02%) tergolong rumah tangga non miskin. Demikian pula Desa Salumpaga dengan rumah tangga miskin sebanyak 286 (31,29%) dan rumah tangga yang tegolong non miskin sebesar 628 (68,71%). J. Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Tolitoli Sesuai hasil kajian kebijakan penanggulangan kemiskinan, maka arah kebijakan dan program penanggulangan Kemiskinan pemerintah kabupaten Tolitoli merupakan penjabaran dari visi dan misi yang ditetapkan yaitu : 1. Menurunnya angka indeks Kemiskinan dan keluarga miskin di Kabupaten Tolitoli melalui peningkatan peran serta dan partisipasi warga miskin dalam pemanfaatan potensi sumberdaya lokal 2. Tolitoli melalui peningkatan peran serta dan partisipasi warga miskin dalam pemanfaatan potensi sumber daya lokal
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
93
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
3. Tersedianya infrastuktur dasar yang memadai bagi masyarakat miskin untuk memudahkan akses mereka pada pelayanan publik (jalan, pendidikan, kesehatan, agama, pertanian dan lain-lain) 4. Meningkatkan laju pertumbuhan pendapatan perkapita masyarakat miskin 5. Tercapainya rehabilitas dan pemilihan daerah pasca bencana dan terisolir.
Arah kebijakan program penanggulangan Kemiskinan tersebut bermuara pada pemenuhan hak dasar rakyat yaitu terbebes dari Kemiskinan, pengangguran, keterbelakangan, ketidakadilan, penindasan, rasa takut dan kebebasan mengemukakan pendapat dan pikiran. Berbagai masalah yang melanda bangsa Indonesia melalui krisis ekonomi yang mengarah pada krisis multi dimensi sampai dengan kenaikan BBM menyebabkan beban rakyat semakin berat yang berakibatkan pada meningkatnya jumlah masyarakat yang hidup dibawah garis Kemiskinan berdasarkan hal tersebut maka isu strategis utama dalam penanggulangan Kemiskinan kabupaten Tolitoli adalah : 1. Relatif tingginya angka Kemiskinan di Kabupaten Tolitoli 2. Relatif tingginya angka pengangguran 3. Minimnya kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan pembangunan khususnya penanggulangan Kemiskinan 4. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghargai nilai-nilai budaya lokal 5. Terbatasnya tingkat pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
94
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Berdasarkan isu strategis, maka dalam jangka menengah strategi pembangunan pokok yaitu : 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin melalui
pembangunan
Ekonomi
masyarakat,
peningkatan
kualitas
kelembagaan dan peningkatan kualitas masyarakat miskin itu sendiri. 2. Menyediakan sarana dan prasarana dasar yang memadai, pencegahan dan penanggulangan daerah-daerah rawan bencana dan konflik. Untuk
lebih
mempertajam
program
kegiatan
prioritas
penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Tolitoli, maka menyusun program dan kegiatan disusun berdasarkan : 1. Perluasan Kesempatan Kerja Dan Berusaha Program
dan
kegiatan
yang terkait dengan
aspek pemberdayaan
masyarakat : a. Program peningkatan kualitas tenaga kerja Tujuan dari program ini adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja dalam berkompetisi pada pasar tenaga kerja melalui kegiatan : -
Pembangunan Balai Latihan Kerja.
-
Pelatihan tenaga kerja
2. Pemberdayaan Masyarakat Program
dan
kegiatan
yang terkait dengan
aspek pemberdayaan
masyarakat adalah :
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
95
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
a. Program perencanaan partisipatif Tujuan dari ini adalah meningkatkan peran masyarakat khususnya masyarakat miskin dalam proses pembangunan, melalui kegiatan : -
Musyawarah
perencanaan
pembangunan
baik
tingkat
desa/kelurahan, kecamatan maupun kabupaten -
Peningkatan peran organisasi masyarakat setempat.
-
Peningkatan kemampuan pengelola organisasi masyarakat.
3. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Program dan kegiatan yang terkait dengan aspek sumber daya manusia adalah a. Program peningkatan upaya kesehatan masyarakat. Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, melalui kegiatan : -
Peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan anak
-
Peningkatan pelayanan kesehatan menular
-
Pengembangan upaya kesehatan masyarakat.
b. Program perbaikan gizi masyarakat Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya gisi buruk pada masyarakat khususnya masyarakat miskin, melaluai kegiatan :
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
96
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
-
Penanggulangan Kekurangan
energi protein, anemia gizi besi,
GAKY dan kekurangan vitamin A -
Peningkatan surveillance gizi
-
Pemberian makanan tambahan anak balita gizi buruk dan kurang gizi.
c. Program penyehatan lingkungan Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan masyarakat khususnya masyarakat miskin yang menjamin pola hidup sehat melalui kegiatan : -
Stimulasi penyediaan sanitasi dasar
-
Pembangunan rumah tidak mampu
d. Program pembinaan dan peningkatan pendidikan Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kualias pendidikan anak didik dan pendidikan melalui kegiatan : -
Pendidikan wajib 9 tahun
-
Pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah
-
Penunjang oprasional sekolah
-
Pembinaan minat bakat dan kreatifitas siswa
-
Peningkatan kualitas tenaga pendidikan
4. Peningkatan Kualitas Lingkungan Program dan kegiatan yang terkait dengan aspek kualitas lingkungan adalah :
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
97
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
a). Program pemberdayaan komunitas perumahan Tujuan dari program ini adalah meningkatkan kualitas perumahan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, hususnya masyarakat miskin melalui kegiatan : -
Peningkatan kualitas lingkungan kumuh perkotaan
-
Peningkatan kualitas lingkungan desa nelayan
-
Peningkatan kualitas lingkungan ex transmigrasi
-
Pemberdayaan masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan
-
Penyediaan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat miskin
b). Program pengembangan perumahan rakyat Tujuan dari program ini adalah terpenuhinya kebutuhan rumah yang layak huni, sehat dan aman melalui kegiatan : -
Penyediaan fasilitas umum perumahan
-
Kredit mikro pembangunan / perbaikan rumah miskin
c). Program peningkatan pelayanan air minum Tujuan dari program ini adalah untuk menjamin ketersediaan air bersih (air minum) bagi masyarakat kawasan rawan air khususnya masyarakat miskin melalui kegiatan : -
Pembangunan dan rehabilitas jaringan air minum
-
Pengembangan saranan prasarana PDAM
-
Pengedaan terminal kapal air antar pulau
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
98
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
K. Kelembagaan Dan Mekanisme Pelaksanaan Untuk dapat mencapai keberhasilan rencana strategi maka modell pendekatan dalam upaya penanggulangan Kemiskinan adalah sebagai berikut : a. Targeting yang tepat sasaran dalam pelaksanaan kebijakan terhadap kriteria dan dilaksanakan untuk menentukan kelompok sasaran masyarakat miskin secara tepat sesuai denga kebutuhannya. b. Keberpihakan kepada masyarakat rumah tangga miskin Orientasi dari tiap kegiatan yang dilaksanakan baik dalam proses maupun pemanfaatan hasil ditujukan bagi penduduk miskin c. Partisipatif Adanya keterlibatan masyarakat secara aktif termaksud kelompok miskin dan perempuan dan setiap tahapan penanggulangan Kemiskinan, mulai dari
tahap
pelestarian
sosialisasi, dan
perencanaan,
pengembangan
pelaksanaan,
kegiatan.
Pelaksanaan
pengendalian, kegiatannya
didasarkan musyawarah dan mufakat. d. Transparansi Pengelolaan kegiatan penanggulangan Kemiskinan dilakukan secara transparan (terbuka) dan diketahui oleh masyarakat luas. e. Fleksibel - Responsif
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
99
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Pelaksanaan penanggulangan rumah tangga miskin harus bersifat fleksibel sehingga dapat dengan mudah merespon setiap permintaan dan kebutuhan nyata masyarakat miskin. f. Akuntabel Pelaksanaan
kebijakan
penanggulangan
Kemiskinan
harus
dapat
dipertanggung jawabkan secara internal dan eksternal. g. Berkesinambungan Pelaksanaan kebijakan penanggulangan Kemiskinan mampu mendorong dan menciptakan kegiatan yang berkelanjutan. h. Terpadu Kebijakan penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan secara terpadu antara kebijakan langsung dan tidak langsung, serta dengan program-program lainnya untuk menghindarkan duplikasi dan tumpang tindih. i.
Multi Pendekatan Pelaksanaan
kebijakan
penanggulangan
Kemiskinan
dilaksanakan
berdasarkan pendekatan dan kemampuan tehnis dengan melihat berbagai pengalaman masa lalu berdasarkan kajian keilmuan sesuai dengan bidangnya.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
100
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
BAB V KESIMPULAN
Agenda Rancang Tindak Menyikapi berbagai masalah yang selama ini muncul dalam pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat miskin, dibutuhkan berbagai strategi makro maupun mikro sebagai upaya merancang sebuah tindakan dilapangan. Membangun sebuah struktur sosial yang berbasis pada masyarakat miskin, selama ini, memang diakui telah menyentuh persoalan substansial, yaitu masyarakat basis. program-program pemerintah juga dalam penetapan sasaran dan tujuan juga dianggap telah tepat. namun persoalan mendasar juga tidak hanya sampai pada sasaran dan tujuan tersebut, yang terpenting juga adalah implementasi dari berbagai program yang dicanangkan itu. Sebab implementasi merupakan sesuatu yang bersifat krusial, bagaimanapun sebuah sasaran dan tujuan telah dipatok sedemikian rupa tetapi tidak disertai dengan perencanaan yang baik, maka akan diperoleh hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Demikian pula sebaliknya. Apabila kita menginginkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan agar berhasil dengan baik, maka hal itu dapat dicapai dengan adanya tuntutan suatu rencana yang baik dan diikuti dengan implementasi kebijakan yang tepat pula. Sebab, sering terjadinya salah tafsir dan atau salah pengertian dari para implementator, menurut Effendi karena beranggapan bahwa apabila kebijakan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
101
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
telah dirumuskan dengan baik, berarti implementasinya juga akan baik pula, hal ini belum pasti. gagalnya suatu kebijakan sering bukan karena salahnya tujuan atau target yang dirumuskan, tetapi karena lemahnya proses implementasi. (Darwin 1995 : 1) Dalam konteks strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, mengapa dalam beberapa program pemerintah yang dilaksanakan sehubungan dengan tujuan pengentasan kemiskinan, justru masyarakat sasaran sampai dengan saat ini masuih bergelut dengan realitasnya sebagai orang miskin. Tentu saja untuk menganalisis ini, dibutuhkan beberapa alat analisis salah satunya adalah model implementasi tadi. Dalam hal implementasi kebijakan minimal terdapat 6 faktor yang memberi pengaruh, dua dari enam faktor tersebut adalah, pelaksanaan program dan sumber daya yang dilibatkan. Tujuan program telah dicanangkan dengan baik, namun ketika dilakukan para pelaksana tidak memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat sasaran, apakah program tersebut memiliki hasil guna bagi masyarakat miskin atau tidak. karena hal ini berkaitan dengan konteks eksistensi mereka. artinya, seberapa jauh pemahaman dan manfaat yang dapat dipetik dari pelaksanaan tersebut, yang memungkinkan para warga dapat mengambil manfaat dari situ. Pelaksanaan program juga memiliki tali temali dengan persoalan sumber daya yang dilibatkan, dalam arti bahwa, sumber daya tersebut, terutama mereka yang menjadi kelompok sasaran harus betul-betul dipahami guna merumuskan langkah-langkah kelompok sasaran. Seringkali program-program yang ditawarkan
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
102
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
tidak melihat kondisi historis masyarakat sasaran, akibatnya sifat program tersebut menjadi a historis. satu contoh yang dapat dipaparkan dalam hal ini adalah, bagi masyarakat nelayan tradisional, tentu saja membutuhkan berbagai perangkat tegnologi penangkapan ikan agar hasil tangkapannya menjadi semakin banyak. Tentu saja hal ini berkaitan dengan peningkatan kualitas hidupnya yang lebih baik. Ketika suntikan teknologi beserta perangkat yang mendukungnya telah disiapkan sesuai dengan program yang dicanangkan, seperti pengadaan kapal ikan dengan jelajah yang lebih luas dan tegnologi yang lebih paripurna, siap diturunkan sebagai bantuan kepada masyarakat. Tetapi sumber daya yang dilibatkan tidak memahami sepenuhnya bantuan tersebut maka jelas bahwa program penguatan ekonomi yang berbasis pada masyarakat nelayan tradisional akan mengalami kemandekan atau tidak berjalan dengan baik. Program tersebut tidak berjalan, bukan disebabkan oleh ketidak siapan mental masyarakat dalam mengantisipasi perubahan, terutama dalam hal tegnologi yang masih asing bagi dirinya, tetapi lebih pada ketidak mampuan mereka mengadaptasikan diri pada hal-hal yang masih bersifat baru. Tentu saja hal ini muncul sebagai akibat dari prakondisi yang tidak diagendakan oleh para pelaksana program. Tentu saja berbagai pelatihan yang berkaitan dengan pengembangan
kerjasama
kelompok,
perencanaan,
pengetahuan
tentang
tegnologi baru, efisiensi kerja dan sistem nafigasi dan pengenalan cuaca, menjadi sesuatu
yang
harus
dipahami
oleh
mereka
yang
menerima
grogram
pengembangan dan penguatan masyarakat nelayan tradisional.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
103
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
Beberapa implementasi program dapat dicanangkan sebagai upaya memberi antisipasi penguatan basis masyarakat miskin di Tolitoli. Strategi program tersebut dapat digolongkan kedalam dua hal, yaitu :
1. Strategi Makro. Pertimbangan keragaman kondisi faktual dilapangan, baik dari aspek sumber daya alam, kondisi sosio ekonomi, budaya dan tingkat perkembangan masyarakat, memerlukan adanya kebijakan makro regional yang dapat menjadi arahan umum bagi strategi pengelolaan program penguatan basis masyarakat miskin di Tolitoli. dalam strategi makro ini yang perlu dilakukan
adalah :
a. Penetapan model perencanaan program dan implementasi penguatan ekonomi masyarakat miskin, dengan melihat dan mempertimbangkan kultur dan sumber daya alam yang tersedia. dengan adanya petunjuk/pedoman strategi tersebut diharapkan semua rencana program yang akan diterapkan mengacu pada rencana strategis tersebut. b. Program investasi dan berbagai perangkat yang mendukung ke arah tersebut, seperti
infrastruktur,
pemerintah daerah.
jalan,
energi
listrik,
kelembagaan
dan
kebijakan
Suprastruktur masyarakat juga juga menjadi penting
mengingat investasi tersebut harus didukung oleh kondisi masyarakat yang ada. namun untuk daerah seperti kabupaten Tolitoli jelas investasi bagi pemanfaatan sumber daya alam seperti, Cengkeh, kakao dan hasil laut (ikan) dibutuhkan satu dana investasi yang besar, jelas pemerintah daerah atau mereka yang berminat menanamkan modal didaerah tersebut masih harus
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
104
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
mempelajari lebih jauh semua perangkat dan kondisi yang ada. sehingga membutuhkan satu proses yang memakan waktu lama. Yang mungkin dapat dilakukan adalah mempersiapkan sentra-sentra industri berskala menengah dan kecil, namun keberadaannya fungsional. Agak sulit mengembangkan investasi di Tolitoli untuk industri pengalengan ikan misalnya, minimal dalam jangka pendek. karena berbagai perangkat infrastruktur namun yang belum mendukung, demikian juga halnya dengan sumber daya manusia yang tersedia. Tetapi yang perlu dilakukan adalah investasi untuk pengadaan kapal-kapal penangkap ikan (hasil laut) yang memiliki jelajah lebih jauh dan
melibatkan
masyarakat
nelayan
tradisional
yang
telah
memperoleh
pengetahuan yang mendukung kearah itu.
2. Strategi Mikro Juga perlu memberi pertimbangan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, sebab dengan memahami situasi tersebut kita dengan mudah melakukan tindakan-tindakan antisipatif, disbanding dengan kalau tidak melakukan pengenalan lapangan terlebih dahulu. Beberapa strategi mikro dapat di lakukan seperti : a.
Pembentukan kelompok kerja tani atau nelayan, hal ini dimaksudkan sebagai prakondisi dalam rangka mempersiapkan sekaligus mentradisikan mereka agar mampu bekerja secara bersama.
b.
Studi banding, Untuk mempercepat penguasaan lapangan dan sebagai motivasi bagi setiap nelayan dan mereka yang terlibat dalam program
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
105
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
tersebut, maka pihak pengelola dapat melakukan studi banding dengan mencari kelompok-kelompok nelayan dan petani yang dianggap telah berhasil melakukan program kegiatan dalam skala demikian, yang tentu saja harus dilihat relevansi kelompok tujuan dengan program yang akan dijalankan. cara ini dianggap terbukti cukup efektif memberi stumulus, motivasi dan pengetahuan
yang
baru
kepada
kelompok-kelompok
yang
ingin
diberdayakan. c.
Perlu diterapkan sebuah strategi yang berorientasi pada institusional development framework, di masing-masing kelompok sasaran. lokakarya kelompok mini merupakan alat manajemen dalam mengevaluasi tingkat perkembangan kelembagaan kelompok tersebut, mulai dari kerjasama kelompoknya, strategi produksi (jenis produksi yang cocok bagi wilayah dimaksud) dan keberhasilan pemasaran yang dilakukan, model kerjasama jaringan dan strategi pengembangan kedepan sampai pada prosentase kepemilikan pada masing-masing individu dalam usaha yang dibangun secara bersama.
d.
Proses pendampingan menjadi multak dalam pengembangan kelompokkelompok rumah tangga miskin tersebut, dengan asumsi bahwa, mereka tidak terbiasa dengan model kerjasama kelembagaan apalagi dengan kerja jangka panjang. maka dibutuhkan sebuah institusi pendamping yang setiap saat berada bersama dengan mereka, dengan fungsi konsultatif, kontrol dan evaluasi, termasuk penjaminan mutu. institusi ini dapat diperankan oleh
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
106
LEMBAGA PEMBERDAYAAN PENDAMPINGAN DAN STUDI
pemerintah (instansi terkait) lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan universitas. DAFTAR PUSTAKA
Adam F. Gerrad., 1958. The Size of Individual Income Socio Economic Variable and Change Variation, Review of Economics and Statistics. V. 40. Amri Amir., 1999. Sumber-sumber Pertumbuhan: Kontribusi Kemajuan Teknologi dan Industri dalam Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Universitas Padjadjaran Bandung Bappeda dan Kantor Statatistik Propinsi Sulawesi Tengah. Produk Domestik Regional Bruto PropinsiSulawesi Tengah 1987-1990. Palu. 1991 Bintoro Tjokroamidjojo., 1993. Perencanaan Pembangunan. PT. Gunung Agung, Jakarta. Catur Sugiyanto., 1994. Ekonometrika Terapan, Edisi Pertama. BPFE- Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Chenery, H., 1979. Structural Change and Development Policy.,Oxford University Press. Chenerry, H.B. And M. Syrquin., 1975. Patterns of Development, 1950-1970. Oxford University Press, London Dawam Rahardjo., 1995. Program-program Aksi untuk Mangatasi Kemiskinan dan Kesenjangan pada P JP IL Aditya Media. PPSK, Yogyakarta. Didik J. Rachbini dkk., 1995. Negara dan Kemiskinan di Daerah. Pustaka .Sinar Harapan, Jakarta. Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta. Ian R. Smith dan Firial Manahuddin, 1986, Ekonomi Perikanan Dari Teori Ekonomi Ke Pengelolaan Perikanan, Gramedia, Jakarta. Michael P. Todaro, 2000, Pembangunan Ekonomi Di Negara Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta. Wiratno at. al, 1997, Berkaca Di Cermin Retak, Refleksi Konservasi Dan Implikasi Bagi Pengelolaan Taman Nasional, Forest Press, Jakarta.
Master Plan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Tolitoli 2007
107