BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan perilaku yang dapat merugikan bagi individu pelaku dan orang lain di sekitarnya karena dapat menimbulkan berbagai masalah. Selain masalah kesehatan, masalah sosial, dan masalah ekonomi dapat muncul oleh karena kebiasaan merokok. Perilaku merokok ini
dapat terjadi pada semua
kalangan baik itu anak-anak, remaja, atau orang tua dan kebanyakan individu pelaku merokok
tidak mengetahui akan akibat yang ditimbulkan dari
kebiasaannya yang tidak baik tersebut. Sedikit pula yang tahu bahwa merokok terbukti dapat menyebabkan kanker paru. Di seluruh dunia, hampir 80% laki-laki dan hampir 50% perempuan meninggal karena kanker paru yang disebabkan karena merokok (Mackay & Judith, 2012). Pada tahun 2000, diperkirakan 4,9 juta orang meninggal akibat merokok dan separuhnya di negara maju. Pada tahun 2020 angka tersebut diperkirakan meningkat menjadi 2 kali lipat dan kematian di negara berkembang akan menjadi 70%. Separuh dari kematian itu terjadi di Asia. Pada tahun 1990 terjadi kematian 1,1 juta dan pada tahun 2020 diperkirakan akan menjadi 4 kali lipat sebesar 4,2 juta jiwa. WHO menyatakan bahwa 90-95% kematian akibat kanker paru, 80-85% dari kematian akibat bronkhitis kronik dan emfisema dan 20-25% kematian akibat jantung ischemik dan stroke (Collat-Tragnes,1996). Kematian akibat merokok secara langsung berhubungan dengan prevalensi merokok dan paparan asap rokok. Pada tahun 2011, rokok membunuh hampir 6 juta orang, hampir 80% kematian terjadi pada negara-negara dengan pendapatan perkapita rendah dan sedang. Lebih dari separuh kehidupan perokok berakhir akibat penyakit yang disebabkan merokok. Merokok adalah faktor risiko mayor terjadinya kematian akibat serangan jantung dan stroke. Merokok meningkatkan
resiko infeksi TB, diperkirakan antara tahun 2010-2050 terdapat 40 juta perokok dengan TB yang meninggal (Mackay & Erikson, 2012). Dari tahun ke tahun jumlah perokok terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sebanyak 50% jumlah perokok ada di negara berkembang sedang 35% nya ada di negara maju dan jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar orang (The Tobacco Atlas, 2008). Di Indonesia dijumpai banyak perokok dan pada tahun 1988 menempati urutan ke-5 di dunia berdasar jumlah batang rokok yang dikonsumsi (Mackay and Ericsen, 2002). Pada tahun 2001 oleh WHO South East Asia Regional Office (SEARO) disebutkan Indonesia berada di urutan ke-4 jumlah perokok terbanyak (Osei & Katki, 2001). Indonesia menempati urutan keempat konsumen rokok di dunia berdasarkan hasil survey tahun 2009 (Soemadi, 2010). Proporsi perokok di Indonesia mengkhawatirkan dan mendekati epidemis. Secara nasional proporsi penduduk umur 10 tahun atau lebih yang merokok tiap hari sebesar 24,3 persen. Provinsi dengan proporsi tertinggi yaitu di Kepulauan Riau (27,2 %), Bengkulu
(27,1%), dan Jawa Barat (27,1%). Dengan
meningkatnya umur, perilaku merokok dalam rumah ketika bersama anggota rumah tangga lain cenderung meningkat. Proporsi perokok dalam rumah lebih banyak pada laki-laki, pekerjaan petani/pelayan/buruh, pendidikan tamat SMA (Riskesdas, 2013). Lebih dari 70 juta penduduk dewasa di Indonesia merokok secara teratur dan lebih dari 90% dari mereka merokok di dalam rumah dimana ada anak-anak di sekelilingnya. Bahkan kadang orang tua meminta anaknya untuk membelikan rokok ke warung tetangga, suatu bentuk pelajaran dini bagi anak-anak untuk merokok. Secara total, Indonesia mengonsumsi 235 milyar batang rokok per tahun, kira-kira 1000 batang rokok per orang (Thabrany, 2012). Pada perokok aktif yang separuh dari mereka adalah usia pertengahan, merokok dalam jangka lama dapat menyebabkan kematian. Perokok yang menderita sakit akibat menghisap rokok memiliki sedikit akses ke pelayanan kesehatan dan 80% dari penduduk pedesaan dalam negara berkembang akses ke
pelayanan kesehatan sangatlah terbatas. Hal ini sangat berisiko bagi ibu hamil yang memiliki komplikasi yang berkaitan dengan rokok seperti perdarahan atau berat badan bayi lahir rendah (Cunningham, 1996). Meningkatnya jumlah perokok tentu juga menimbulkan kerugian secara ekonomi. Kerugian ekonomi akibat merokok di dunia tidak kurang dari 200 miliar dolar Amerika per tahun (Kawaguchi, 1999). Bank Dunia dalam penelitiannya di tahun 1990 menunjukkan bahwa biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh negara untuk perbaikan kesehatan masyarakat dapat mencapai 6 kali lipat dari perolehan cukai rokok (Adiningsih, 2003). Cunningham (1996) menyebutkan bahwa rokok menimbulkan beban pembiayaan ekonomi pada pemerintah, pengusaha dan industri, perseorangan (individu), dan keluarganya, serta lingkungan. Beban ekonomi termasuk pembiayaan pengobatan dan menjaga kesehatan, kehilangan produktivitas (perokok merupakan pekerja yang kurang produktiv dibandingkan pekerja yang tidak merokok), kehilangan manfaat dari daerah yang digunakan untuk perkembangan nutrisi makanan, dan kehilangan pertukaran asing bila cengkeh diimport (dan 2/3 negara berkembang membelanjakan lebih banyak cengkeh daripada keuntungan dari ekspor cengkeh). Dari sisi lingkungan, perkebunan cengkeh terkenal boros dalam hal pemakaian pupuk dan pestisida untuk memelihara tingkat produksi yang tinggi. Biaya untuk lingkungan lainnya termasuk kebakaran yang disebabkan perokok yang tidak berhati-hati, pengurangan hutan sebagai penghasil kayu karena lahan ditebas untuk cengkeh dan pembersihan sampah dari perokok. Membelanjakan uang untuk rokok dapat menjerumuskan perokok dan keluarganya ke dalam kemiskinan. Di beberapa negara, hal ini menyerap biaya lebih 25% dari pendapatan individu, mengalihkan dana yang dapat digunakan untuk makan, pakaian, dan tempat tinggal. Suatu studi dari Asia menunjukkan bahwa perokok membelanjakan lebih banyak uang pada rokok dan alkohol dibandingkan kebutuhan pengobatan dan kebutuhan pendidikan anak-anaknya (di Philipina) atau beras, daging babi dan buah-buahan (di Cina), Cunningham (1996).
Sementara itu dari data Riset Kesehatan Dasar 2013 jumlah prevalensi penduduk ≥ umur 10 tahun di Kalimantan Timur yang merokok 23,3 %. Jumlah ratarata batang rokok yang dihisap per harinya 15,6 batang. Secara nasional, jumlah ratarata batang rokok yang dihisap perharinya 12,3 batang. Di Kutai Kartanegara perokok dapat ditemukan dimana-mana baik itu di kantor-kantor, sekolah, apalagi tempat-tempat umum, padahal
peraturan bupati
tentang kawasan tanpa rokok sudah ada (NO.487/SK-BUP/HK/2012 Tentang kawasan bebas asap rokok ditempat kerja dan lingkungan sekolah). Di lapangan peraturan tersebut belum dilaksanakan secara optimal, sehingga perlu disosialisasikan lebih intensif lagi. Sosialisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara atau metode. Penyuluhan merupakan metode yang sering digunakan karena praktis dan mudah dilakukan. Penggunaan media sangat membantu pendengar dalam menerima pengetahuan yang diperoleh. Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara tiap tahun mencetak leaflet untuk promosi kesehatan. Sebagian besar masyarakat kabupaten ini dapat menikmati siaran televisi walaupun kadang-kadang listrik mati bahkan ada siaran televisi yang diproduksi daerah yaitu Channel Etam. Di Tenggarong sendiri ada layar lebar yang digunakan untuk penyampaian berbagai informasi kegiatan daerah. Setiap puskesmas memiliki OHP dan layar yang dapat digunakan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Leaflet termasuk media yang populer digunakan, leaflet dapat meningkatkan efektivitas nasehat verbal yang diberikan oleh seorang dokter. Suatu penelitian menyebutkan bahwa penggunaan leaflet tersebar luas pada pelayanan kesehatan primer, sebagian besar dokter menggunakan leaflet dan atau alat bantu pendidikan lainnya. Penyedia utama leaflet pertama adalah berbagai perusahaan farmasi dan kedua adalah Lembaga Pendidikan Kesehatan/Departemen Kesehatan. Menurut Mulyana (2008), di antara sekian banyak media komunikasi, yang paling besar efeknya adalah media pandang dengar seperti televisi, film, video. Hal ini karena sifat-sifatnya tersebut merupakan media pandang dengar lebih mampu menembus bawah sadar manusia, menggerakkan manusia untuk melakukan berbagai
aksi baik dalam arti positif maupun negatif. Media lainnya hanya bisa didengar saja (seperti radio) atau yang bisa dipandang saja (seperti gambar atau surat kabar). Karenanya pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruh TV, film atau video. Masyarakat Indonesia dewasa ini begitu menyukai media pandang dengar ini. Kalau dahulu hanya TV dan film yang bisa dinikmati, maka kini video juga bisa dinikmati. Harga terjangkau termasuk VCD dan DVD sekalipun. Alexander et al, (2005) menyatakan penggunaan film saat ini perlu sebagai media pendidikan tentang kedokteran. Bidang penyuluhan kesehatan dikembangkan dengan pengenalan utama teknik yang sesuai, penerimaan masyarakat dan kepekaan budaya dalam praktek klinis. Kelebihan film dan video dalam hal efesiensi waktu, karena cerita dalam film dapat bermanfaat untuk pendekatan secara manusiawi di bidang kedokteran. Film yang bertujuan pendidikan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi seperti video kaset kemudian DVD. Film dapat menimbulkan reaksi emosional pemirsa, baik itu menyenangkan atau tidak. Reaksi emosional bahkan dapat ditingkatkan dengan penggunaan cerita pendek yang berlawanan. Sinema edukator harus waspada terhadap efek negatif dari video. Namun, bila tujuan tercapai emosi yang timbul dapat menciptakan kesempatan untuk memperkaya proses pembelajaran dan hubungan yang dalam antara guru dan murid. Penggunaan media, baik leaflet atau video, diharapkan membuat audience percaya pada pesan yang disampaikan dimana kepercayaan tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan niat untuk menghasilkan suatu perilaku sehat diadopsi atau niat untuk merubah perilaku-perilaku yang tidak sehat ( Alexander et al, 2005). Media leaflet adalah salah satu jenis media cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dijahit. Kelebihan media leaflet adalah: Materi dapat dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan, pembaca dapat mengikuti urutan pikiran secara logis, selain itu perpaduan teks dan gambar yang dikemas sedemikian rupa dapat menambah daya tarik serta dapat menambah kelancaran pemahaman informasi yang didapatkan. Adapun kekurangan media leaflet tidak dapat menampilkan gerak dalam media
leaflet, biaya cetak mahal bila ingin menampilkan ilustrasi, gambar atau foto yang berwarna, proses percetakan media kadang memakan waktu yang lama (Hafidz, 2013). Penggunaan media dalam penyuluhan tentang rokok dan peran serta perangkat pemerintahan sangat mendukung upaya pengendalian merokok. Dalam tatanan pemerintahan, Ketua RT sebagai manajer di tingkat bawah
dapat memberikan
pengaruhnya atau membuat peraturan dalam lingkup wilayahnya berkaitan dengan perilaku merokok. Upaya yang dilakukan ketua RT lebih kepada pendekatan terhadap masyarakatnya dibandingkan dengan power yang dimilikinya. Ketua RT membawahi suatu kesatuan yang kecil dalam lingkup masyarakat dimana di dalamnya terdapat ide-ide yang mewarnai tindakan individu dan oleh ketua RT dapat dimunculkan suatu ide tertentu yang dapat mendorong terbentuknya suatu kesatuan perilaku di lingkup wilayahnya. Tempat tinggal yang dekat dengan masyarakat tentu dapat membuat interaksi yang lebih sering dan bahkan mungkin dapat setiap hari bertemu dengan warga RT-nya. Posisinya yang dekat dengan masyarakat ini dapat memberikan pengaruh kepada warganya sehingga terbentuk perilaku tertentu. Rukun tetangga merupakan kelompok sosial dimana hubungan antara anggotanya rapat sekali. Kelompok ini adalah kelompok primer yang ditandai dengan saling mengenal antara anggota-anggotanya serta kerja sama yang erat antar pribadi dan hubungannya agak langgeng. Sebagai salah satu hasil hubungan yang erat dan bersifat pribadi tersebut adalah peleburan individu-individu dalam kelompok-kelompok sehingga tujuan individu menjadi juga tujuan kelompok. Dalam kelompok ini individu-individu saling mengenal secara fisik. Saling berbicara dan saling melihat merupakan saluran utama untuk pertukaran pikiran, cita-cita maupun perasaan (Soekanto, 2012). Pemberian penyuluhan kepada ketua rukun tetangga diperlukan karena mereka dapat mendorong warga di RT-nya dan mengajak mereka untuk berperilaku lebih sehat, menyampaikan pengetahuan tentang rokok dan bahaya merokok serta
membuat aturan di tingkat RT dalam mengendalikan rokok baik melalui rapat khusus atau pertemuan-pertemuan rutin dengan warganya. Penyuluhan dengan menggunakan interaksi video sebagai media pandang dengar dan leaflet sebagai media cetak kepada ketua RT diharapkan dapat merubah pengetahuan, sikap dan niat mereka sehingga menghasilkan perilaku untuk menciptakan lingkungan atau rumah tangga yang bebas asap rokok. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah leaflet dan video merupakan media yang digunakan secara nasional, artinya kedua media tersebut berasal dari lembaga yang kredibel. Leaflet yang digunakan berasal dari Balai POM Indonesia yang diperoleh dari download web Balai POM yang dicetak ulang dengan memperjelas tulisan, gambar, warna, tanpa mengubah disain atau isi pesan yang disampaikan. Video yang digunakan berasal dari Quit Tobacco Indonesia, suatu lembaga kredibel yang merupakan bagian dari Fakultas Kedokteran UGM. B. Rumusan Masalah Berdasar uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan bahwa apakah ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan dengan media penunjang leaflet dan video terhadap pengetahuan, sikap dan intensi pengendalian merokok Ketua RT C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui penyuluhan disertai leaflet dan pemutaran video dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan intensi dalam pengendalian merokok oleh Ketua RT. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui penyuluhan disertai leaflet dan pemutaran video dalam meningkatkan pengetahuan terhadap pengendalian merokok oleh Ketua RT.
b. Untuk mengetahui penyuluhan
pengaruh
disertai
pendidikan
leaflet
dan
kesehatan pemutaran
melalui video dalam
meningkatkan sikap terhadap pengendalian merokok oleh Ketua RT. c. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan melalui penyuluhan disertai leaflet dan pemutaran video dalam meningkatkan intensi terhadap pengendalian merokok oleh Ketua RT. d. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan pengetahuan, sikap, intensi terhadap pengendalian merokok oleh Ketua RT pada kelompok yang diberi penyuluhan dengan media leaflet dengan video. D. Manfaat Penelitian 1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang merokok sehingga diharapkan masyarakat mampu berperilaku lebih sehat. 2. Memberi masukan bagi penyusun program atau pelaksana pendidikan kesehatan dalam menentukan alternatif media yang digunakan untuk membantu proses edukasi tentang pengendalian perilaku merokok. 3. Memberi masukan kepada pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan atau peraturan khusus yang dipandang perlu untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat terutama bebas asap rokok. 4. Mendorong warga agar secara bersama-sama dan penuh kesadaran membuat kesepakatan untuk membuat rumah tangganya bebas asap rokok. E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang penggunaan promosi kesehatan dengan penyuluhan disertai leaflet dan video untuk meningkatkan pengetahuan, sikap merokok di Kalimantan Timur sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan.
Beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan antara lain adalah : 1. Ambarwati, dkk. (2014) melakukan penelitian penggunaan media leaflet, video dan pengetahuan siswa SD tentang bahaya merokok. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh penggunaan media leaflet namun tidak ada pengaruh penggunaan media video. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah pada metode, penelitian ini merupakan eksperimen tanpa grup kontrol, populasi yang diambil, dan cara pengambilan sampel. Persamaannya adalah memberi intervensi suatu metode pembelajaran tertentu terhadap sampel. 2. Hartman, et al. (2014) meneliti tentang effektivitas material cetak dalam membantu berhenti merokok pada orang dewasa di Amerika Utara dan Eropa. Hasilnya bahwa pemberian materi cetak dapat meningkatkan berhenti merokok namun efeknya hanya sedikit. Perbedaannya ada pada metode, lokasi dan sasaran penelitian. Persamaan dengan penelitian ini pada penggunaan materi cetak sebagai media promosi kesehatan. 3. Marjolein, et al. (2014) meneliti tentang ekspresi komentar negatif terhadap rekaman video tentang merokok. Hasilnya adalah lebih banyak pasien berkomentar negatif daripada yang positif. Persamaan dengan peneliti adalah penggunaan media video sedang perbedaannya pada metode, lokasi dan sasaran penelitian.