BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sepanjang hidup manusia secara langsung atau tidak terpapar bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari diketahui berbahaya. Bahaya yang ditimbulkan dari bahan kimia antara lain mengganggu kesehatan maupun mencemari lingkungan. Plastik sangat banyak digunakan untuk kepentingan manusia, sebagai peralatan rumah tangga, bahan pengemas, pipa air, barang mainan anak-anak, dan berbagai peralatan kedokteran atau kesehatan. Selain sangat bermanfaat bagi kepentingan manusia, plastik juga dapat menimbulkan dampak negatif karena mencemari lingkungan dan lambat terdegradasi (Parkhie dan Norcross, 1982 dalam Rumanta et al., 2001). Etil asetat (EtOAc) merupakan bahan kimia dengan produksi melimpah. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai pelarut pada plastik dan pengencer parfum. Etil asetat juga terdapat pada berbagai macam produk, mulai dari produk kebutuhan wanita, hingga kebutuhan rumah tangga seperti cairan pembersih dan obat anti nyamuk. Setiap produk wewangian mengandung pelarut dan atau pengencer tambahan baik asli maupun sintesis, salah satu yang sering digunakan adalah etil asetat. Etil asetat diketahui dapat menyebabkan sakit kepala, kulit kering dan pecah-pecah, kekurangan darah, kerusakan hati dan ren, peradangan pada mata, dan saluran pernapasan (Anonim, 2008). Ren (ginjal) pada mamal berbentuk seperti kacang merah, terletak di kedua sisi vertebra bagian posterior abdomen bagian atas. Terdapat cekungan, hilus (tempat keluar masuknya pembuluh darah) dan ureter (saluran urin) pada bagian medulla. Bagian pelvis terdapat kaliks mayor dan kaliks minor (Leeson et al., 1985). Ren mempunyai kemampuan kompensasi yang sangat baik bahkan setelah perubahan yang cukup penting pada fungsi dan morfologi, ren dapat mengkompensasi dan berfungsi secara normal sehingga beberapa pengujian penting dilakukan pada interval waktu yang tepat dan berulang kali. Pemeriksaan fungsional dan morfologi ren secara rutin dilakukan sebagai bagian integral dari penelitian toksisitas jangka pendek dan jangka panjang (Lu, 1995). Dalam penelitian di laboratorium, seringkali digunakan mencit sebagai hewan coba. Mencit memiliki siklus reproduksi yang cepat, sistem organ mirip dengan manusia, dan pesebaran luas (Ballenger, 1999). Selain mencit, hewan coba yang sering digunakan untuk pengamatan toksisitas pada ren antara lain anjing, kelinci, dan tikus. Pemeriksaan 1
fungsi ren dapat dilakukan dalam berberapa cara misalnya, dengan pengukuran kadar kreatinin, ureum pada serum, plasma, atau urin. Ureum dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Kadar ureum dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi ureum, Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot. Kreatinin disekresikan oleh ren melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasi dalam plasma, dan kadar dalam urin setiap hari relatif sama. Asam urat merupakan senyawa yang keberadaannya dapat mengganggu hasil pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin (Lu,1995). B. Permasalahan Beberapa produk kebutuhan manusia yang menggunakan etil asetat sebagai pelarut produk hasil industri diproduksi sangat melimpah, misalnya pada plastik, parfum, kemasan, dan kebutuhan rumah tangga. Penggunaan bahan kimia sering berakibat pada gangguan kesehatan seperti tidak sengaja terkonsumsi seingga menyebabkan keracunan, dan kematian. Berdasarkan hal tersebut timbul permasalahan, bagaimana efek etil asetat terhadap struktur ren, kadar ureum, kreatinin, dan asam urat mencit (Mus musculus) jantan? C. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efek akut etil asetat terhadap struktur ren, kadar ureum, kreatinin, dan asam urat mencit (Mus musculus) jantan. D. Manfaat Penelitian ini merupakan uji toksisitas akut. Manfaat dari uji toksisitas akut adalah memberikan informasi mengenai efek yang ditimbulkan setelah pemberian dosis tunggal. Efek yang ditimbulkan seperti kematian, keracunan obat atau bahan (kimia) yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja masuk ke dalam tubuh (Ngatidjan, 2006). Mencit merupakan hewan coba yang sering digunakan pada uji laboratorium. Hasil penelitian yang dilakukan dapat digunakan sebagai uji praklinis toksisitas akut untuk mengetahui pengaruh etil asetat pada ren.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka 1. Etil Asetat Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat dan sering disingkat EtOAc, dengan Et mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat (Gambar 1). Etil asetat berwujud cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas. Etil asetat diproduksi dalam sklala besar sebagai pelarut dan pengencer (Anonim, 2015). Etil asetat merupakan senyawa polar menengah yang volatil dan tidak higroskopis. Senyawa tersebut merupakan penerima ikatan hidrogen yang lemah, dan bukan suatu ikatan donor ikatan hidrogen karena tidak terdapat proton yang bersifat asam (hidrogen yang terikat pada atom elektronegatif seperti flor, oksigen, dan nitrogen). Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3% dan larut dalam air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar. Kelarutan meningkat pada suhu yang lebih tinggi tetapi tidak stabil dalam air yang mengandung asam atau basa (Anonim, 2015).
Gambar 1. Rumus bangun etil asetat
(Cotton, 2015) Fungsi utama etil asetat adalah sebagai pelarut dan pengencer yang sering digunakan karena harga yang terjangkau, dan memiliki aroma khas. Penggunaan etil asetat misalnya sebagai pembersih sirkuit dan sebagai penghilang cat kuku (aseton dan asetonitril), pada cat berfungsi sebagai pengeras atau aktifator. Etil asetat juga terdapat pada makanan, parfum, dan perisa buah-buahan. Etil asetat dalam parfum menyebabkan penguapan yang lebih cepat, sehingga hanya menyisakan aroma parfum pada kulit. Sebagai kebutuhan laboratorium, campuran yang menggunakan etil asetat dapat digunakan untuk kromatografi kolom dan ekstraksi. Etil asetat jarang dipilih 3
sebagai reaksi pelarut karena rentan terhadap hidrolisis. Etil asetat sangat fluktuatif dan memiliki titik didih 77 oC sehingga mudah menguap dari sampel dengan pemanasan dalam bak air panas dan tersedia ventilasi dengan udara terkompresi (Anonim, 2014). 2. Struktur dan Fungsi Ren Mencit Dalam uji toksisitas akut hewan uji yang digunakan adalah mamal (seperti mencit, tikus putih, dan anjing) satu species (rodensia maupun non rodensia). Hewan coba tersebut mempunyai kesamaan dalam proses fisiologi dengan manusia, ketika dalam lingkungan aklimatisasi yang sama, galur yang jelas, dan dalam umur pertumbuhan. Mencit merupakan hewan coba rodensia yang sering digunakan dalam penelitian. Pada uji praklinis, untuk mengetahui pengaruh suatu zat terhadap organorgan pada manusia mencit digunakan sebagai hewan coba untuk mengetahui respon dari organ-organ yang diberi perlakuan, misalnya pada ren (Ngatijan, 2006).
Gambar 2. Struktur anatomis ren
(Mescher, 2010) Ren (ginjal) diselubungi oleh suatu kapsula yang dibentuk dari jaringan seperti serabut (Gambar 2). Bagian luar ren tersebut merupakan korteks yang memiliki warna merah kecoklatan, sedangkan di bagian dalam setelah korteks adalah medula. Subtansi yang terdapat di bagian medula terdapat piramida ren yang tampak bergaris-garis dan mempunyai bentuk seperti kerucut. Bagian tengah terdapat celah cekung yang disebut hilum. Hilum merupakan bagian atas saluran ren yang membesar meninggalkan ren. 4
Pada hilum, arteri renalis dan saraf masuk kedalam ren sedangkan vena renalis keluar dari ren (Junquiera et al., 1998). Medula secara garis besar dapat dibagi menjadi zona dalam dan luar, yang merupakan petunjuk variasi morfologi dinding tubulus dalam medula. Diantara piramid medula yang berdekatan terdapat perluasan korteks yang disebut kolom ren (Leeson et al., 1996).
Gambar 3. Struktur nefron dalam ren
(Mescher, 2010) Ren terdiri dari jutaan nefron (Gambar 3). Ren merupakan unit fungsional dan unit struktural. Nefron mengandung dua macam unsur yaitu unsur pembuluh (elemen vaskular) dan unsur epitel. Bagian nefron yang mengandung unsur pembuluh yaitu arteriol, glomerulus, arteriol eferen, dan kapilar peritubular. Bagian nefron yang mengandung unsur epitel yaitu, kapsula Bowman, tubulus proksimal, ansa henle yang terdiri dari saluran yang menurun dan saluran yang naik, tubulus distal, dan saluran pengapung. Dua macam nefron yaitu nefron korteks dan nefron juxtamedullar. Nefron korteks terletak pada bagian korteks dan umumnya ditandai oleh ansa henle yang pendek. Sedangkan nefron juxtamedullar mempunyai glomerulus yang terletak di bagian korteks dekat medulla, dan ansa henle yang panjang menjulur jauh ke dalam medulla (Wulangi, 1990). Ren merupakan organ utama yang melakukan proses ekskresi dan osmoregulasi pada mamal. Beberapa fungsi ren antara lain: 1. Mengekskresikan zat buangan (ureum, asam urat, kreatinin, dan zat lain yang bersifat racun).
5
2. Mengatur volume plasma dan jumlah air di dalam tubuh dengan cara membuang kelebihan air sehingga lebih banyak lagi urin yang di ekskresikan (urin encer). Apabila tubuh kekurangan air maka urin yang dihasilkan sedikit (urin pekat). 3. Menjaga tekanan osmosis pada tekanan dengan mengatur ekskresi garam-garam, membuang jumlah garam yang berlebihan dan menahan (retensi) garam bila jumlahnya dalam tubuh berkurang. 4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh, ren dapat mengekskresikan urin yang bersifat basa tetapi dapat pula mengekskresikan urin yang bersifat asam (Wulangi, 1990).
Gambar 4. Skema proses filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi pada ren
(Wulangi, 1990) Beberapa proses yang terjadi pada ren yaitu, ultrafiltrasi, reabsorbsi selektif, dan sekresi (Gambar 4). Ultrafiltrasi merupakan proses penyaringan semua molekul berukuran kecil seperti air, glukosa, dan ureum plasma darah dalam glomerulus. Hasil filtrasi adalah filtrat di kapsula Bowman yang kemudian dialirkan ke tubulus renalis. Selanjutnya pada reabsorbsi selektif, semua subtansi yang berguna bagi tubuh dan yang diperlukan untuk mempertahankan air dan komposisi garam cairan tubuh akan diambil dari filtrat dan dikembalikan ke dalam darah. Setelah proses reabsorbsi selektif, subtansi yang tidak dibutuhkan oleh tubuh dapat dipindahkan dari darah ke filtrat yang terdapat di tubulus renalis yang disebut sekresi (Wulangi, 1990).
6
Kerusakan struktur histologis pada ren umumnya dipengaruhi oleh senyawa yang masuk ke dalam tubuh serta kemampuan ren untuk mengkonsentrasikan subtansi kimia di dalam sel. Apabila suatu zat kimia disekresi secara aktif dari darah ke urin, zat kimia tersebut terlebih dahulu diakumulasi dalam ren, jika subtansi kimia tersebut difiltrasi maka akan melalui membran glomerulus dengan konsentrasi tinggi, akibatnya senyawa toksik akan terakumulasi pada ren dan menyebabkan kerusakan (Lu, 1991). Fibrosis ginjal adalah kelainan yang terjadi akibat inflamasi akut dan merupakan kerusakan ren tahap awal yang nantinya akan berujung pada gagal ginjal. Beberapa histopatologis ginjal lainnya yaitu penyempitan atau pengerutan glomerulus, piknosis, kariolisis, degenerasi melemak, kongesti, hemoragi, dan infiltrasi sel radang. Gagal ginjal pada umumnya bersifat kronik dan irreversibel sehingga upaya pengobatan yang dilakukan tidak berhasil maksimal. ren yang mengalami kelainan fibrosis ginjal akan terbentuk jaringan fibrosa yang banyak mengandung serat kolagen akibat dari kerusakan sel-sel epitel pada ren. Penyakit ini ditandai dengan terjadinya glomerusklerosis dan kemunculan jaringan fibrosa pada ren (Chatziantoniou, 2005). 3. Kreatinin Kreatinin terbentuk dari zat kreatin. Kreatin terbentuk ketika makanan berubah menjadi energi melalui proses metabolisme. Kreatin tubuh diubah menjadi kreatinin sebanyak 2% setiap hari. Kreatinin sebagian besar disaring oleh ren dan dibuang melalui urin. Kreatinin adalah produk limbah dalam darah yang berasal dari aktivitas otot. Produk limbah ini dibuang dari darah melalui ren, tetapi ketika fungsi ren melambat, tingkat kreatinin akan meningkat. Jumlah kreatinin yang dihasilkan setiap hari bergantung pada massa otot total dari aktivitas otot atau tingkat metabolisme protein. Pembentukan kreatinin harian umumnya tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot. Kreatinin disekresikan oleh ren melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasi dalam plasma, dan kadar dalam urin setiap hari relatif sama. Kadar yang lebih besar dari normal mengindikasikan gangguan fungsi ren. Peningkatan kadar kreatinin berakibat pada ren seperti gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, dan kanker kandung kemih (Corwin, 2001). Batasan normal kreatinin relatif sempit. Kadar diatas batasan ini menunjukkan kemampuan ren yang semakin menurun. Terdapat hubungan jelas antara bertambahnya 7
kadar kreatinin dengan derajat kerusakan ren, sehingga dapat diketahui berapa kali melalukan pencucian darah. Usia dan jenis kelamin mempengaruhi kadar kreatinin daran dan urin. Pada usia lanjut kadar kreatinin diatas normal yakni 10
mg
/dl – 15
mg
/dl.
Umumnya kadar kreatinin wanita lebih rendah daripada pria (Sukandar, 1997). 4. Ureum Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan. Ureum berasal dari asam amino yang aminonya telah dipindahkan ke dalam hepar dan difiltrasi pada glomerulus, kemudian diekskresikan kurang lebih 30 g per hari. Menurut Setyaningsih et al. (2013), kadar normal ureum darah adalah 20 mg sampai 40 mg setiap 100 ccm darah, tetapi tergantung pula dari jumlah normal protein yang di konsumsi dan fungsi hepar dalam pembentukan ureum. Sedangkan menurut Nadesul (2009) kadar ureum normal adalah kurang dari 40
mg
/dl, jika kadar ureum darah sudah
lebih dari 150 mg/dl maka dapat mengalami (uremia) keracunan ureum. Hampir seluruh ureum dibentuk di dalam hepar dari metabolisme protein (asam amino). Ureum berdifusi bebas masuk kedalam cairan intraselular dan cairan ekstraselular. Ureum dipekatkan dalam urin untuk diekskresikan. Kurang lebih 25 g ureum disekresikan setiap hari pada keseimbangan nitrogen yang stabil. Kadar dalam darah mencerminkan keseimbangan antara produksi dan ekskresi ureum. Kadar ureum lebih tinggi dari rentang normal masih dianggap normal sedangkan kadar rendah dianggap tidak normal karena menunjukkan jumlah protein yang rendah pada makanan atau ekspansi volume plasma. Kadar ureum yang sangat rendah dapat mengindikasikan
penyakit
hati.
Peningkatan
kadar
ureum
tidak
selalu
mengindikasikan penyakit ginjal, dapat terjadi karena pertambahan usia (Setyaningsih et al., 2013). 5. Asam Urat Asam Urat adalah produk akhir metabolisme purin (adenin dan guanin) yang merupakan konstituen asam nukleat. Asam urat diangkut ke ren oleh darah untuk difiltrasi, direabsorbsi sebagian, dan dieksresi sebagian sebelum diekskresikan melalui urin. Peningkatan kadar asam urat dalam urin dan serum (hiperuresemia) bergantung pada fungsi ren, kecepatan metabolisme purin, dan asupan diet makanan yang mengandung purin. Asam urat dapat mengkristal dalam saluran kemih pada kondisi urin yang bersifat asam dan dapat berpotensi menimbulkan penyakit batu ginjal. Fungsi ren yang efektif dan kondisi urin yang alkalis diperlukan bila terjadi hiperuresemia. Gout 8
merupakan masalah yang sering terjadi akibat hiperuresemia.
Kadar asam urat
meningkat yang berakibat pada ren yakni, gout, gagal ginjal, dan glomerulonefritis (Al-Ani, 2015). B. Hipotesis Etil asetat yang diberikan secara oral pada mencit (Mus musculus) jantan dengan dosis 0,2622 g/kg BB, 0,7868 g/kg BB, dan 1,049 g/kg BB dapat menyebabkan perubahan struktur histologis ren dan mempengaruhi kadar kreatinin, ureum, dan asam urat dari rentang normal.
9