1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan ukuran bagi kemajuan kesehatan suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan ibu dan anak. AKI merupakan indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan melahirkan (Saifudin, 1997). Berdasarkan hasil SDKI 1994 menunjukkan AKI sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup dan hasil SDKI 2007 menunjukkan AKI sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi hasil SDKI 2012 AKI melonjak naik menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2013). Hal ini tentunya jika dikaitkan dengan Program Millenium Development Goals (MDGs) 2015 akan sulit dicapai, dimana Indonesia menargetkan mampu menurunkan AKI menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 23/1000 kelahiran hidup, serta cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 95% pada tahun 2015 (Depkes RI, 2010a). Salah satu upaya percepatan penurunan AKI dan AKB adalah melalui peningkatan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal sesuai standar dan tepat waktu yang dapat dikaji melalui Audit Meternal dan Perinatal (AMP) (Depkes RI, 2010b). Kondisi ini memerlukan analisis yang lebih mendalam untuk mencari akar permasalahan dan pemikiran untuk mencari alternatif solusinya. Salah satu kegiatan penting yang dapat digunakan untuk membantu menganalisis hal tersebut adalah AMP. Audit Maternal Perinatal (AMP) berisi serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui kegiatan pembahasan kasus kesakitan, kematian ibu dan perinatal atau bayi. AMP dapat dimanfaatkan untuk menggali permasalahan yang berkontribusi atas kejadian kesakitan atau kematian yang bersumber dari pasien, keluarga, petugas dan
1
2
fasilitas kesehatan, manajemen pelayanan serta kebijakan pelayanan. Dengan demikian pengelola program di kabupaten/kota, pemberi pelayanan di fasilitas pelayanan dasar sampai rujukan dapat memperoleh pembelajaran dan menetapkan skala prioritas pemecahan masalah termasuk perencanaan untuk mengatasi penyebab yang dapat dihindari untuk mencegah terulangnya kematian yang sama di masa yang akan datang. Epidemiologi
merupakan
studi
yang
mempelajari
distribusi
dan
determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi, serta penerapannya untuk pengendalian masalah kesehatan. Karena penyakit pada manusia tidak tersebar dan terbagi begitu saja secara acak tetapi ada faktor penyebab, maka epidemiologi harus melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan faktor-faktor yang erat hubungannya dengan kejadian penyakit. Pengamatan secara sistematik dan terus menerus menurut faktor determinan dan distribusi penyakit dan masalah kesehatan yang terjadi adalah surveilans. Dalam tatanan manajemen kesehatan, surveilans berperan sebagai intelijen yang bertugas untuk menghasilkan informasi epidemiologi yang sangat bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan. Surveilans harus ditindak lanjuti dengan respons, dapat berupa respons segera atau respons terencana (Danel, et al., 2011). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan peraih penghargaan peringkat pertama untuk Program Kesehatan Ibu dan Anak pada tahun 2012. Hal ini bisa dipahami karena sarana pelayanan kesehatan cukup banyak, tenaga kesehatan dan peralatan cukup lengkap, kondisi geografis dan transportasi relatif baik. Namun pada tahun 2013 jumlah kasus kematian ibu justru terjadi peningkatan, data jumlah absulot kematian ibu per kabupaten/kota di DIY pada tahun 2009 s/d 2013 dapat dilihat pada gambar 1:
3
Gambar 1. Jumlah Absolut Kematian Ibu per Kab./Kota di DIY Tahun 2009 s/d 2013 60 50
56 47
40
46
43
40
Kota Bantul Kulonprogo
30
Gunungkidul
20
Sleman 10
Total DIY
0 2009
2010
2011
2012
2013
Sumber : Dinkes DIY, 2014 Dari gambar 1. di atas dapat diketahui bahwa tren kematian ibu di DIY dari tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi sedikit penurunan tetapi pada tahun 2011 terjadi peningkatan, kemudian
menurun pada tahun 2012 tetapi meningkat
kembali pada tahun 2013. Tren jumlah kematian kabupaten yang signifikan peningkatannya dari tahun 2012 ke tahun 2013 salah satunya adalah Kabupaten Kolun Progo. Kabupaten Kulon Progo ini pada tahun 2012 hanya terdapat 3 kasus kematian ibu tetapi meningkat menjadi 7 kasus pada tahun 2013 atau meningkat lebih dari 2 kali lipat. Kabupaten yang justru menunjukkan tren menurun adalah Kabupaten Gunungkidul bahkan dalam 2 tahun terakhir dimana jumlah kematian tahun 2011 berjumlah 14 kasus, tahun 2012 berjumlah 11 kasus dan tahun 2013 menurun lagi menjadi 8 kasus. Berdasarkan hasil pertemuan "Evaluasi Terjadinya Peningkatan Kematian Ibu di DIY Selama Tahun 2013" di Ruang S3 Fakultas Kedokteran UGM, dihadiri oleh perwakilan lima dinas kesehatan kabupaten/kota DIY, rumah sakit pemerintah dan swasta yang dilaksanakan pada Hari Senin 13 Januari 2014, didapatkan data bahwa kematian ibu di DIY pada tahun 2013 sebanyak 46, padahal sebelumnya di awal tahun 2013 ada kesepakatan antara Dinas Kesehatan DIY dan 5 kabupaten/kota bahwa di tahun 2013 jumlah kematian ibu cukup berkisar antara 30-35 orang, tetapi faktanya jumlah kematian ibu justru meningkat
4
jika dibandingkan tahun 2012 sebanyak 40 orang. Risanto Siswosudarmo yang pada pertemuan evaluasi tersebut sebagai pembahas menyatakan bahwa sebenarnya 80% kematian ibu di DIY bisa dicegah dan 37,83% faktor risiko terjadinya kematian ibu tersebut adalah karena keterlambatan. Di samping itu 99% pasien yang melahirkan sudah ditangani oleh tenaga kesehatan (PKMK FK UGM, 2014). Yang menarik, hampir 50% kematian ibu di DIY pada tahun 2013 terjadi pada kwartal ketiga. Disinyalir bahwa kematian tersebut terjadi di sarana pelayanan kesehatan yang seharusnya memadai, tetapi terjadi keterlambatan penanganan karena mutu pelayanan rumah sakit dan mutu rujukan masih menjadi pertanyaan besar. Hanevi Djasri, menyarankan agar kepada dinas kesehatan kabupaten/kota di DIY untuk mendetailkan rekomendasi yang telah dibuat. Hal yang perlu disadari, rekomendasi yang tidak tertulis secara detail, tidak akan berjalan. Selain itu, agar memilah hasil rekomendasi menjadi tiga, yaitu rekomendasi yang telah dilaksanakan, rekomendasi yang belum dilaksanakan dan rekomendasi yang sedang berjalan. Yang juga memprihatinkan, adalah banyak penyebab kematian berulang dengan rekomendasi AMP yang berulang dari waktu ke waktu, di tempat yang sama sehingga timbul pertanyaan seberapa besar rekomendasi AMP ditindaklanjuti oleh para penentu kebijakan, yaitu direktur rumah sakit dan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota (PKMK FK UGM, 2014). Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu adanya upaya yang lebih keras agar terjadi percepatan penurunan jumlah kematian ibu dan kematian bayi, dengan melakukan upaya-upaya inovasi yang memiliki daya ungkit yang tinggi diantaranya dengan perbaikan manajemen dan pelaksanaan Audit Maternal Perinatal dan pentingnya respon segera dan respon terencana dari pengambil kebijakan terhadap rekomendasi AMP tersebut. B. Perumusan Masalah DIY memiliki sarana dan prasarana serta sumber daya manusia yang cukup banyak termasuk di Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul, kegiatan AMP dilakukan dengan menghasilkan berbagai rekomendasi untuk
5
memperbaiki kondisi, tetapi jumlah kasus kematian ibu dan kematian bayi masih tinggi bahkan jumlah kematian ibu dan kematian bayi tersebut pada tahun 2013 meningkat jika dibandingkan tahun 2012. Bagaimana tindak lanjut rekomendasi AMP di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Gunungkidul dan Dinkes Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manajemen dan pelaksanaan AMP serta tindak lanjut rekomendasi AMP berupa respon segera dan respon terencana di Dinkes Kabupaten Gunungkidul dan di Dinkes Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengetahui manajemen dan pelaksanaan serta rekomendasi AMP di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo. b. Mengetahui proses implementasi rekomendasi AMP dilihat dari faktor komunikasi, koordinasi, sumberdaya, disposisi (sikap atau komitmen) serta struktur birokrasi di Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo. c. Mengetahui tindak lanjut rekomendasi AMP berupa respon segera dan rspon terencana di Dinkes Kabupaten Gunungkidul dan di Dinkes Kabupaten Kulon Progo. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis a. Bagi Pemerintah Pusat/Kementerian Kesehatan untuk perbaikan kebijakan dan pedoman AMP. b. Bagi Pemerintah Kabupaten Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang evidence base untuk perbaikan kebijakan dan manajemen AMP.
6
c. Bagi Dinas Kesehatan DIY, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan tentang pemantauan tindak lanjut rekomendasi AMP. d. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul dan Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo untuk perbaikan program dan kegiatan termasuk perencanaan dan penganggaran. e. Bagi Tim AMP kabupaten, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka perbaikan pelaksanaan AMP tingkat kabupaten. f. Bagi Direktur Rumah Sakit dan Dokter Spesialis, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi pengembangan teori, hasil penelitian ini diharapkan berdampak terhadap penurunan jumlah kematian ibu dan kematian bayi. b. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman, daya analisis dan kemampuan dalam mengaplikasikan metodologi penelitian tentang manajemen AMP, pelaksanaan AMP, rekomendasi AMP dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi rekomendasi AMP serta respon dinas kesehatan terhadap rekomendasi AMP. E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang AMP sebagai berikut: 1. Supratikto, et al. (2002), melakukan penelitian dengan judul A District-Based Audit of The Causes and Circurastances of Maternal Deaths in South Kalimantan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab kematian maternal perinatal dengan lokasi penelitian Provinsi Kalimantan Selatan dengan metode penelitian kualitatif dimana subjek penelitiannya adalah dokumen otopsi verbal dan rekam medis. Hasil penelitian menyatakan bahwa penyebab kematian maternal 41% perdarahan, 32% hypertensi, 77% terlambat mengambil keputusan, 60% buruknya kualitas pelayanan. 2. Wibawa, (2007), melakukan penelitian dengan judul Implementasi Otopsi Verbal Kematian Maternal Perinatal di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi
7
Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan otopsi verbal dengan lokasi penelitian di Kabupaten Pesisir Selatan dengan metode penelitian studi kasus kualitatif dimana subjek penelitiannya adalah perawat/bidan yang melaporkan kematian maternal perinatal, pemegang program KIA, dokter puskesmas, Kasubdin KIA, Kasi KIA, SpOG dan Ketua IBI kabupaten. Hasil penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan otopsi verbal belum dijalankan dengan baik, hanya 8% yang pengisiannya lengkap. 3. Masila, (2007), melakukan penelitian dengan judul AMP Kabupaten PerigiMoutong Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan AMP, tindak lanjut rekomendasi dengan lokasi penelitian di Kabupaten Perigi-Moutong dengan metode penelitian deskriftif kualitatif dimana subjek penelitiannya adalah bidan koordinator, bidan di desa, bidan penanggung jawab kamar bersalin. Hasil penelitian menyatakan bahwa pelaksanaan AMP belum sesuai standar, puskesmas patuh terhadap standar 30%, puskesmas yang melaksanakan AMP dengan frekuensi 5 kali 6%, melaksanakan tindak lanjut rekomendasi 24%, membuat rangkuman notulen 18%. 4. Handayani, (2009), melakukan penelitian dengan judul AMP di Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui informasi tentang pengetahuan, sikap perilaku tim AMP, pelaksanaan AMP dan manajemen AMP dengan lokasi penelitian Kabupaten Kupang dengan metode penelitian kualitatif dimana subjek penelitiannya adalah Tim AMP Puskesmas, Kepala Puskesmas, Kasi KIA, Kabid Kesga, Kepala Dinas Kesehatan. Hasil penelitian menyatakan bahwa 95% tim AMP mempunyai pengetahuan yang baik, 100% tim AMP mempunyai sikap dan perilaku yang baik, pelaksanaan AMP di tingkat kabupaten hanya dilaksanakan 1 kali dalam 1 tahun, hasil otopsi verbal 87,5% ibu melahirkan di rumah dan 75,5% kematian ibu terjadi di rumah. 5. Dumont, et al. (2009), melakukan penelitian dengan judul
Improving
obstetric care in low-resource settings: implementation of facility-based maternal death reviews in five pilot hospitals in Senegal. Penelitian ini
8
bertujuan untuk mengeksplorasi dan menggambarkan persepsi petugas kesehatan tentang review kematian ibu berbasis fasilitas dan untuk mengidentifikasi hambatan dan fasilitator pelaksanaan pendekatan ini di fasilitas kesehatan percontohan Senegal dengan lokasi penelitian di 5 rumah sakit rujukan di Senegal dengan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif di mana subjek penelitiannya adalah dokter kandungan, bidan, paramedis, staf unit bersalin, staf administrasi rumah sakit, dan praktisi medis lainnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa profesional kesehatan dan administrator layanan relatif menerima dan mematuhi dengan baik terhadap proses dan hasil audit, meskipun dalam beberapa pertimbangan situasi yang kurang mendukung atau bahkan mengancam. Hambatan utama pelaksanaan audit kematian ibu adalah: kualitas informasi yang buruk dalam catatan medis, tidak adanya partisipasi manajer kesehatan dalam pertemuan audit, dan kurangnya umpan balik kepada staf yang tidak menghadiri pertemuan audit. 6. Nyamtema, et.al. (2010), melakukan penelitian dengan judul Factors for Change in Maternal and Perinatal Audit Systems in Dar es Salaam Hospitals, Tanzania. Penelitian ini bertujuan untuk menilai struktur, proses dan dampak dari sistem audit kematian ibu dan perinatal dalam praktek klinis dan menyajikan laporan lengkap tentang bagaimana audit tersebut dapat ditingkatkan dengan lokasi penelitian pada delapan rumah sakit besar di Dar es Salaam, Tanzania dengan metode penelitian kualitatif di mana subjek penelitiannya adalah manajer kesehatan, anggota komite audit dan penyedia layanan kesehatan di bangsal bersalin. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara keseluruhan rasio kematian ibu di rumah sakit adalah 218/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian perinatal adalah 44/1000 kelahiran. Sistem audit maternal dan perinatal hanya ada di 4 dan 3 rumah sakit, dan pengambil keputusan kunci tidak dilibatkan dalam komite audit. Enam puluh persen dari penyedia layanan tidak menyadari bahkan satu tindakan yang pernah dilaksanakan di rumah sakit mereka karena rekomendasi audit. Tidak ada catatan poin-poin penting keputusan, rencana aksi, maupun analisis reguler dari laporan audit di beberapa fasilitas di mana sistem audit telah ada.