BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa, karena manusia diberikan akal dan pikiran. Jika manusia tidak memiliki akal dan pikiran maka dalam menjalani kehidupannya manusia tidak akan jauh berbeda dengan tingkah laku hewan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya akal dan pikiran manusia dikembangkan untuk keberlangsungan hidupnya di dunia maupun kelak di akhirat sebagai rasa syukur atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, namun pada kenyataannya masih banyak orang yang kurang dalam mendapatkan pendidikan. Sebagaimana laporan dari perwakilan UNICEF di Indonesia yaitu Kearney (2012) yang menyatakan bahwa “Masih ada sekitar 2,3 juta anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah. Provinsi Jawa Tengah, Jawa TImur, dan Jawa Barat, dimana terdapat sebagian besar penduduk Indonesia, ada 42% anak putus sekolah”. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia membuat program wajib belajar 12 tahun.Program tersebutdiberlakukan dengan tujuan yaituagar masyarakat Indonesia dapat mengenyam pendidikan minimal dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA).Melalui pendidikan maka rakyat Indonesia dapat mengembangkan potensinya sehingga dapat memajukan bangsa dan negara ke arah yang lebih baik.Hal tersebut sesuai dengan yang termuat dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sekolah Dasar(SD) merupakan pendidikan yang pertama ditempuh oleh seorang anak dalam memasuki dunia pendidikan formal.Matapelajaran yang disajikan di SD bermacam-macam, dan setiap matapelajaran tersebut dapat mengembangkan akal dan pikiran manusia, salahsatunya adalah matematika.
1
2
Matapelajaran matematika merupakan salah satu matapelajaran yang dapat mengembangkan akal dan pikiran manusia.Tak hanya itu, matematika erat kaitanya dengan kehidupan sehari-hari.Panduan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI (BNSP, 2006, hlm. 30) menjelaskan bahwa matapelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut ini. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yang memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan matematika. Dari penjelasan tujuan pembelajaran matematika di atas, terintegrasi mengenai lima kemampuan matematis. Menurut Maulana (2011) bahwa lima kemampuan matematis yang ditargetkan dalam kurikulum yaitu pemahaman, pemecahan masalah, penalaran, koneksi, dan komunikasi matematis. Tak hanya itu, guru juga dapat mengembangkan kemampuan matematis lainnya yaitu salah satunya kemampuan representasi matematis. Sebagaimana yang dijelaskan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (dalam Fadillah, 2008) mengenai
kemampuan
matematis
yang
dapat
dikembangkan
melalui
pembelajaran matematika yaitu salah satunya kemampuan representasi matematis. Kemampuan representasi penting untuk dimiliki oleh siswa karena karakteristik matematika yang abstrak. Dengan kemampuan representasi siswa dapat memahami suatu konsep abstrak dengan mengungkapkan kembali konsep abstrak ke dalam berbagai cara atau model matematika (gambar, tabel, diagram, benda konkret, model-model manipulatif atau kombinasi dari semuanya) yang dapat mewakili suatu konsep. Berdasarkan pengertian tersebut maka kemampuan representasi matematis sangat penting untuk dimiliki siswa yaitu kemampuan
3
yang digunakan sebelum mengkomunikasikan, memahami suatu konsep, memahami dan memecahkan masalah. Mengingat teori perkembangan mental dari Piaget yang salah satunya yaitu usia siswa SD termasuk pada tahap operasional konkret, sehingga siswa akan sulit untuk memahami konsep abstark matematika. Pada tahap operasional konkret, siswa masih kesulitan dalam memahami secara langsung konsep abstrak, sehingga diperlukan pembelajaran yang menyesuaikan dengan perkembangan siswa yaitu dengan 3 tahap yaitu pembelajaran yang dimulai dengan benda konkret menuju semi konkret kemudian berakhir pada konsep abstrak.Akan tetapi, pada kenyataannya Heruman (2010, hlm. 163) berpendapat bahwa, “Pada praktiknya guru sering memberikan pengajaran yang kurang tepat.Selama ini, guru langsung menginformasikan rumus volume bangun ruang yang diajarkan”.Pernyataan tersebut tidak membuat siswa mengerti atau memahami konsep dari volume bangun ruang, namun hanya menerapkan rumus yang telah diberikan oleh guru. Lebih lanjut Heruman (2010) menjelaskan bahwa pembelajaran akan lebih bermakna dan membuat siswa lebih mengerti akan konsep volume bangun ruang jika siswa diarahkan untuk mencari atau menemukan sendiri rumus dari bangun ruang. Contohnya dalam menerapkan konsep volume bangun ruang guru dapat menggunakan kubus satuan dan kotak besar yang merupakan pemodelan dari bangun ruang. Kemudian guru membuat skenario pembelajaran yang mana siswa aktif untuk mencari dan menemukan rumus volume kubus dengan cara menghitung kubus satuan yang memenuhi sutau kotak besar. Pada kegiatan tersebut siswa akan menggunakan kemampuan representasinya untuk memaknai pemodelan benda konkret dan konsep volume secara konkret. Hal tersebut akan memudahkan siswa dalam memaknai pembelajaran. Berkenaan dengan pembelajaran yang memunculkan kebermaknaan maka Freudenthal (dalam Wijaya, 2012, hlm. 20) menjelaskan bahwa „proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan awal (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa‟. Pembelajaran bermakna juga merupakan suatu proses belajar dimana siswa mengaitkan informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maulana (2011) yang menjelaskan tentang teori belajar
4
bermakna Ausubelyaitu pembelajaran bermakna merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif. Kebermaknaan dapat diciptakan melalui memanfaatkan pengetahuan awal siswa berupa pengalaman.Pengalaman tersebut siswa dapatkan di kehidupan sehari-hari maupun di sekolah. Selanjutnya pengalaman siswa dikaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Dengan demikian siswa akan memahami penggunaan konsep di kehidupan sehari-hari. Berkenaan dengan pemanfaatan kehidupan sehari-hari yang dikaitkan dengan konsep, terdapat suatu pendekatan pembelajaran yang cocok digunakan yaitu pendekatan realistic mathematics education (RME). Sebagaimana menurut Wijaya (2012) bahwa pendekatan RME memiliki konsep utama yaitu kebermaknaan konsep matematika. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME meiliki ciri yaitu adanya penggunaan konteks.Salahsatu sudut pandang mengenai konteks yang dijelaskan oleh Wijaya (2012) yaitu konteks yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, lebih lanjut Wijaya (2012) menjelaskan bahwa konteks yang dimaksud yaitu ditujukan untuk membangun ataupun menemukan kembali suatu konsep matematika melalui proses matematisasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka kemampuan representasi dapat dilatih pada pembelajaran materi bangun ruang yaitu volume kubus dan balok.oleh karena itu dibuatlah suatu penelitian dengan berjudul “Pengaruh Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa Kelas V pada Materi Volume Kubus dan Balok”.
B. Rumusan masalah dan Batasan Masalah Berdasarkan penjelasan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diuraikan secara lebih rinci yaitu sebagai berikut ini. 1.
Apakah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas V pada materi volume kubus dan balok secara signifikan?
5
2.
Apakah pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa kelas V pada materi volume kubus dan balok secara signifikan?
3.
Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan RME dan siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi volume kubus dan balok?
4.
Bagaimana respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME pada materi volume kubus dan balok?
5.
Faktor apa saja yang mendukung atau menghambat terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME pada materi volume kubus dan balok? Penelitian ini difokuskan pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan
RME dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. Materi dalam penelitian ini yaitu volume kubus dan balok kelas V semester ganjil pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Materi
pada penelitian ini hanya
mengenai volume kubus dan balok. Hal tersebut sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Adapun hal lain mengenai pemilihan materi volume kubus dan balok dalam penelitian ini yaitu karena, 1.
Benda-benda tiga dimensi yang ditemukan di kehidupan sehari-hari merupakan pemodelan dari konsep bangun ruang, sehingga akan lebih mudah mengenalkan konsep volume yang berkaitan dengan bangun ruang tersebut jika dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari agar siswa mengetahui manfaat dari pembelajaran.
2.
Volume merupakan konsep yang abstrak, sehingga akan sulit dipahami oleh siswa. Pembelajaran bangun ruang harus diawali dengan pemodelan dengan benda konkret.
C. Tujuan penelitian Penelitian ini mengenai penggunaan pendekatan RME dalam pembelajaran materi volume kubus dan balok dengan tujuan dapat meningkatkan kemampuan
6
representasi matematis siswa.Berikut ini beberapa penjabaran dari tujuan umum yang telah dipaparkan sebagai berikut ini. 1. Untuk mengetahui bahwa pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada materi volume kubus dan balok secara signifikan. 2. Untuk mengetahui bahwa pembelajaran konvensional dapat meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada materi volume kubus dan balok secara signifikan. 3. Untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan RME dan siswa kelas V yang mengikuti pembelajaran konvensional pada materi volume kubus dan balok. 4. Untuk mengetahui respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran yang menggunakan pendekatan RME pada materi volume kubus dan balok. 5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung atau menghambat terlaksananya proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME pada materi volume kubus dan balok. D. Manfaat penelitian Hasil penelitian ini memberikan manfaat bukan hanya kepada peneliti, akan tetapi manfaat dari penelitian ini akan dirasakan oleh pihak-pihak yang bersangkutan dalam penelitian dan pihak-pihak yang memiliki kepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud diantaranya sebagai berikut ini. 1.
Siswa Siswa terutama sebagai subjek penelitian yang mengikuti pembelajran dengan penggunaan pendekatan RME akan mendapatkan pengalaman baru dan suasana baru. Kemampuan representasi matematis siswa juga akan meningkat, sehingga akan bermanfaat untuk kehidupannya sehari-hari.
2.
Guru Penelitian ini akan menambah wawasan bagi guru mengenai pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME dalam meningkatkan kemampuan representasi
matematis
pengetahuan
guru
pada
mengenai
materi
bangun
pendekatan
ruang.
RME
maka
Menambahnya guru
dapat
7
menggunakan pendekatan RME dalam pembelajaran lainnya, agar guru dapat menciptakan pembelajaran yang bervariasi dengan tetep memperhatikan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran. 3.
Pihak Sekolah Penelitian ini bermanfaat bagi sekolah karena denagn berhasilnya penelitian ini maka kualitas dari seorang guru dalam menjalankan tugasnya akan meningkat. Begitupun dengan peningkatan kualitas siswa.Hal tersebut dapat menjadikan kualitas suatu satuan pendidikan meningkat pula.
4.
Peneliti Peneliti dapat mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan RME dalam meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa pada materi bangun ruang.Peneliti juga melatih kemampuan menulis karya ilmiahnya.
5.
Peneliti lain Penelitian ini dapat digunakan sebagi sumber rujukan bagi peneliti lain yang ingin meneliti mengenai pendekatan RME dan kemampuan representasi matematis.
E. Definisi Operasional Definisi operasional di bawah ini dibuat agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan judul penelitian yang telah dibuat.Penjelasan istilah-istilah yang terdapat pada judul addalah sebagia berikut ini. 1.
Pendekatan RME merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah situasi dunia nyata atau suatu konsep sebagai titik tolak dalam belajar matematikadengan melibatkan siswa aktif menemukan konsep yang sedang dipelajari, terciptanya interaksi antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru, dan topik yang dipelajari dapat dikaitkan dengan topik matematika lainnya.
2.
Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan mengungkapan kembali suatu konsep matematika dalam berbagai model matematika yang dapat mewakili suatu konsep tersebut. Kemampuan representasi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu visual (gambar, diagram, grafik, benda konkret), ekspresi matematis (simbol matematika), dan verbal (kata-kata).
8
3.
Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan ekspositori. Pendekatan ekspositori (expository) menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran ini.