BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kader kesehatan telah menyita perhatian dalam beberapa tahun terakhir ini, karena banyak program kesehatan dunia menekankan potensi kader kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan pada masyarakat. Brazil adalah salah satu contoh terkini yang masyarakatnya dilibatkan dalam sistem kesehatan nasional. Dari hasil analisis awal ada hal yang menarik dalam peran yang dirasakan oleh kader kesehatan, peran kader kesehatan bermain di masyarakat, peran kader kesehatan masyarakat dapat bervariasi secara dinamis tergantung pada masalah yang timbul di masyarakat setiap hari, dan tugas ini dilakukan hampir setiap saat di setiap tempat (Kahn & Farmer, 2008). Sejarah munculnya kader kesehatan masyarakat pada mulanya di Amerika Serikat pada tahun 1960, karena menanggapi masalah kemiskinan yang ada. proyek ini didanai swasta dengan menghasilkan bukti yang signifikan bahwa manfaat kader kesehatan masyarakat dalam mempromosikan kesehatan dan meningkatkan akses ke
layanan kesehatan masyarakat sangat berhasil
(Massachusetts DPH, 2009). Kader kesehatan masyarakat sekarang diakui oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan aliansi tenaga kesehatan dunia sebagai komponen integral dari tenaga kerja kesehatan yang dibutuhkan untuk perkembangan
di
bidang
kesehatan
terkait
dengan
pencapaian
tujuan
pembangunan (MDGs) yang dirasa mampu untuk mencapai targetnya (Perry & Zulliger, 2012). Banyak negara yang mengembangkan program nasional untuk kader kesehatan masyarakat setelah deklarasi Alma–Ata, pada kesehatan primer tahun 1978. Kader kesehatan masyarakat adalah titik awal perawatan dan biasanya bekerja pada tingkat rumah tangga, peran yang sering mereka lakukan meliputi : gizi, promosi kesehatan ibu dan anak, imunisasi, pengendalian penyakit menular dan pelaksanaan intervensi penyakit menular (Smith et al., 2014).
1
2
Kader kesehatan masyarakat sebagai garis depan bagi masyarakat yang anggotanya terpercaya dan atau memiliki pemahaman yang lebih mengenai kesehatan, karena kader kesehatan masyarakat merupakan perantara atau penghubung antara pelayanan kesehatan dengan masyarakat dalam memfasilitasi dan meningkatkan kualitas kesehatan di masyarakat. Seorang kader kesehatan masyarakat juga membangun kapasitas individu dan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan kesehatan dan swasembada melalui berbagai kegiatan seperti penjangkauan, pendidikan kesehatan, konseling informal, dukungan sosial dan advokasi. Kader kesehatan secara rutin menganjurkan kepada masyarakat dengan bertindak sebagai perantara dari dinas kesehatan terkait, serta membantu mengatasi hambatan yang dialami oleh masyarakat dan mendidik masyarakat tentang hak hak mereka dalam sistem perawatan kesehatan serta memberdayakan masyarakat untuk mengadvokasi diri mereka sendiri dalam sistem pelayanan kesehatan (Massachusetts Department of Public Health, 2009). Kader kesehatan juga mampu menyediakan berbagai layanan dan memainkan sejumlah peran. Mereka membantu individu dan masyarakat dalam mengadopsi perilaku gaya hidup sehat. Mereka mampu melaksanakan programprogram yang mempromosikan, memelihara dan meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Secara khusus kader kesehatan masyarakat memberikan informasi tentang sumber daya yang tersedia menawarkan dukungan sosial dan konseling informal serta membantu mengkoordinasi perawatan di sektor kesehatan (Martinez, 2010). Namun, ada berbagai kegiatan yang kader kesehatan dapat efektif bekerja sesuai dengan tugasnya, tugas kader kesehatan yang berlebihan akan mengurangi kualitasnya dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Ada baiknya peran yang diberikan terhadap kader kesehatan lebih spesialisasi untuk menghindari tugas yang berlebihan (The Earth Institute, 2011). Dalam upaya untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang merupakan bagian dari kesejahteraan umum seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945, Departemen Kesehatan pada tahun 1975 menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), adapun yang
3
dimaksud PKMD ialah strategi pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip gotong royong dan swadaya masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat dapat menolong dirinya sendiri. Pada tahap awal, kegiatan PKMD pertama kali diperkenalkan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat yang seperti ini, di samping menguntungkan masyarakat karena memberikan kemudahan bagi masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, ternyata juga menimbulkan berbagai masalah, antara lain pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak, menyulitkan koordinasi, serta memerlukan lebih banyak sumber daya. Untuk mengatasinya, pada tahun 1984 dikeluarkan intruksi bersama antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri, yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat ke dalam suatu wadah yang disebut dengan pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pencanangan posyandu dilakukan secara masal pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan hari kesehatan nasional (Depkes RI, 2006b). Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia yang mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat seperti posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta dapat menjangkau semua sasaran yang membutuhkan pelayanan, salah satunya adalah layanan tumbuh kembang anak (Depkes RI, 2006a). Posyandu dikelola dan diselenggarakan untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat terutama ibu, bayi dan anak balita. Posyandu memiliki lima program prioritas, yaitu; kesehatan ibu dan anak, keluarga
4
berencana, imunisasi, gizi serta pencegahan dan penanggulangan diare (Kemenkes RI, 2014). Perkembangan dan peningkatan mutu pelayanan posyandu sangat dipengaruhi oleh peran serta masyarakat, di antaranya adalah kader. Fungsi kader terhadap posyandu sangat besar, yaitu mulai dari tahap perintisan posyandu, penghubung dengan lembaga yang menunjang penyelenggaraan posyandu, sebagai perencana pelaksana dan sebagai pembina penyuluh untuk memotivasi masyarakat yang berperan serta dalam kegiatan posyandu di wilayahnya (Depkes RI, 1999). Peran kader kesehatan masyarakat yang terpenting adalah menciptakan kondisi agar masyarakat dapat meningkatkan kesehatan bagi masyarakat itu sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar, sebagai anggota masyarakat yang dipercaya dan memahami kesehatan (Rosenthal et al., 2011). Kader juga bertanggung jawab dalam pelaksanaan program posyandu. Bila kader tidak aktif, maka pelaksanaan posyandu juga akan menjadi tidak lancar dan akibatnya status gizi bayi dan balita (bawah lima tahun) tidak dapat dideteksi secara dini dengan jelas. Hal ini secara langsung akan mempengaruhi tingkat keberhasilan program posyandu khususnya dalam pemantauan tumbuh kembang balita. Pada tahun 2013, jumlah posyandu yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia sekitar 330.000 posyandu yang digerakkan oleh kader secara sukarela yang peduli dengan perkembangan kesehatan dan gizi anak Indonesia. Menurut data Riskesdas 2010, 50% balita di Indonesia tidak melakukan penimbangan secara teratur di posyandu. Di Kabupaten Bintan terdapat 146 posyandu selama tahun 2015 dan masing-masing posyandu terdiri dari 9 orang kader posyandu. Dari 146 posyandu, yang sudah termasuk dalam klasifikasi Purnama sebanyak 109 posyandu atau 74,66%, meningkat 9,66% dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu sebanyak 65,00%, sedangkan yang mencapai klasifikasi Mandiri tahun 2015 sebanyak 17 posyandu atau 11,64%. Jumlah posyandu ideal menurut Kementerian Kesehatan adalah satu posyandu untuk 100 balita (1:100), sehingga jika dibandingkan dengan jumlah anak balita yang ada pada tahun 2015, maka kebutuhan posyandu
5
di Kabupaten Bintan sudah memenuhi, yaitu rasio posyandu per 100 balita adalah 0,88 (Profil Dinkes Bintan, 2015). Berdasarkan laporan bulanan dan daftar hadir kunjungan balita ke posyandu masih ada anak balita yang jarang hadir ke posyandu dikarenakan berbagai alasan, hal
ini
yang
menjadikan
kader
posyandu
kesulitan
untuk
memantau
perkembangan tubuh anak balita yang ada di daerah Kelurahan Kawal, sehingga kader tidak optimal dalam melakukan pemberdayaan kepada masyarakat guna meningkatkan kesehatan keluarganya. Sejak krisis ekonomi berlangsung di Indonesia, sebagian besar masyarakat di daerah Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan, khususnya di daerah Kelurahan Kawal, bekerja mencari nafkah. Tabel 1. Tabel status posyandu, jumlah kader dan jumlah balita di Kelurahan Kawal, Kecamatan Gunung Kijang
KEL 1
K A W A L
NAMA POSYANDU 2
STATUS POSYANDU Nump Sendiri ang 3
4
STRATA POSYANDU
JUMLAH KADER
JUMLAH BALITA
Pra
Mad
Pur
Man
Ada
Aktif
5
6
7
8
9
10
11
Kencana I
√
√
9
9
207
Kencana II
√
√
9
9
95
Kencana III
√
√
9
9
86
Kencana IV
√
√
9
9
80
9
9
50
45
45
518
Kencana V
Total
√
√
Sumber : Puskesmas Kawal, Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan Berjalannya layanan posyandu harus didukung oleh kader posyandu yang siap berperan serta di dalam layanan kesehatan khususnya pelayanan dasar posyandu. Persepsi yang positif sendiri harus dimiliki oleh setiap kader, sehingga layanan kesehatan dasar di posyandu dapat berjalan dengan maksimal, baik tidaknya peran kader ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu internal dan eksternal. Rendahnya partisipasi kader akan berdampak pada rendahnya kesadaran
6
masyarakat untuk datang dalam kegiatan pemantauan tingkat status gizi anak, ibu hamil dan menyusui yang pada akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan data perkembangan status gizi anak balita diposyandu (Puspitasari, 2012) Kader diharapkan dapat menjembatani antara petugas/ahli kesehatan dengan masyarakat serta membantu masyarakat mengidentifikasi dan menghadapi/ menjawab kebutuhan kesehatan mereka sendiri. Kader juga diharapkan dapat menyediakan informasi bagi pejabat kesehatan yang berwenang mungkin tidak dapat mencapai masyarakat langsung, serta mampu mendorong para pejabat kesehatan di sistem kesehatan agar mengerti dan merespon kebutuhan masyarakat. Kader dapat membantu mobilisasi sumber daya masyarakat, mengadvokasi masyarakat, serta membangun kebutuhan lokal (Widagdo & Husodo, 2009). Meskipun posyandu sangat diperlukan dan penting peranannya bagi pemerintah, namun kenyataannya secara nasional hanya 27,3% rumah tangga yang
telah
memanfaatkannya.
Sebanyak
62,5%
rumah
tangga
tidak
membutuhkan, dan 10,2% rumah tangga tidak menggunakan fasilitas posyandu untuk alasan lainnya (Iswarawanti, 2010). Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan melalui puskesmas-puskesmas yang ada di semua kecamatan di Kabupaten Bintan terus menggalakkan program posyandu sebagai upaya peningkatan kesehatan hidup masyarakat, antara lain untuk mengurangi AKI atau angka kematian ibu dan angka kematian balita (AKB). Sebagaimana visi dari dinas kesehatan untuk mencapai Indonesia Sehat 2020, maka peranan posyandu sebagai pos pelayanan terpadu di bidang kesehatan bagi masyarakat dari tingkat terendah, salah satu fokus pelaksanaannya program posyandu adalah pada masyarakat di Kabupaten Bintan, khususnya Puskesmas Kelurahan Kawal. Adapun permasalahan atau kendala dalam program posyandu di wilayah ini antara lain : 1. Keberadaan kader masih relatif labil karena bersifat sukarela karena tidak mendapatkan gaji, sehingga tidak ada jaminan bahwa kader akan menjalankan fungsinya dengan baik sesuai dengan yang diharapkan. Jika ada kepentingan keluarga
ataupun
kepentingan
lainnya,
maka
kegiatan
ditinggalkannya (dilihat dari daftar hadir kader tahun 2014).
posyandu
7
2. Keberhasilan akan pelaksanaan pembangunan kesehatan masyarakat tidak lepas dari berbagai dukungan dan peran aktif yang dilakukan oleh seluruh masyarakat. Dalam hal ini peran yang sangat besar adalah peran kader posyandu yang secara langsung berhadapan dengan berbagai permasalahan kemasyarakatan termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 3. Masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat Kelurahan Kawal akan kesehatan menyebabkan keberadaan posyandu sangat berpengaruh terhadap kesehatan balita di Kelurahan Kawal, karena posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan yang strategis, yang menyediakan layanan kesehatan masyarakat. Salah satu fungsi posyandu balita adalah sebagai media promosi dan pemantau pertumbuhan anak balita. Kegiatan posyandu yang baik dapat mendeteksi secara dini gizi buruk di masyarakat, sehingga tidak berkembang menjadi kejadian luar biasa. Upaya promosi kesehatan dapat dilakukan di posyandu. Upaya promosi kesehatan dapat meningkatkan pemahaman ibu balita terhadap gizi buruk dan meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan, sehingga dapat menekan angka kejadian penyakit pada balita (Juliawan, Prabandari, & Hartini, 2010). Sedangkan menurut Martoni (2007), beberapa faktor yang diduga paling mempengaruhi penyelenggaraan posyandu adalah pendidikan, keterampilan yang dimiliki oleh kader posyandu, tempat pelaksanaan posyandu serta kelengkapan fasilitas sarana dan prasarana posyandu. Berdasarkan permasalahan di atas, mengingat pentingnya peranan kader posyandu balita dalam memberikan pelayanan melalui pelaksanaan posyandu, maka perlu dilakukan analisis lebih jauh lagi guna menemukan jawaban konkrit atas permasalahan tersebut dalam mendalami peran kader posyandu di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan.
8
B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan dan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Peran-peran apa sajakah yang dilakukan kader posyandu untuk memberdayakan masyarakat dalam memberikan pelayanan kesahatan secara mandiri di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan”? dan “Apakah kader Posyandu di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan mampu berperan sebagai pendamping masyarakat (commuinity advocate) dalam memperoleh sistem pelayanan kesehatan”?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Untuk mendeskripsikan peran kader posyandu dalam pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri dan memberikan pendampingan kepada masyarakat (community advocate) dalam sistem pelayanan kesehatan di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
2.
Tujuan khusus a. Untuk mendeskripsikan peran kader posyandu pemberdayaan masyarakat untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. b. Untuk mendeskripsikan peran kader posyandu dalam memberikan pendampingan kepada masyarakat (community advocate) dalam sistem pelayanan kesehatan di Kelurahan Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan.
D. Manfaat Penelitian 1. Kontribusi teoritis Berguna bagi tambahan pemikiran dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan dan berguna bagi peneliti lainnya untuk dijadikan sebagai referensi dalam penelitian di masa yang akan datang
9
mengenai peran kader posyandu dalam pemberdayaan masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mandiri dan memberikan advokasi dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Kontribusi praktis a. Melalui penelitian ini diharapkan menjadi dasar bagi pihak terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan melalui Puskesmas Kawal Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan untuk mengambil kebijakan dalam upaya untuk memaksimalkan fungsi dari posyandu agar kader–kader posyandu di Kabupaten Bintan mampu melakukan upaya pemberdayaan masyarakat untuk memberikan pelayanan kesehatan secara mandiri. b. Dapat memberikan masukan bagi kader kesehatan khususnya kader posyandu dalam upaya meningkatkan perannya sebagai pendamping masyarakat (community advocate) dalam sistem pelayanan kesehatan di Kabupaten Bintan.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang peran kader posyandu dalam memberikan pelayanan melalui pelaksanaan posyandu, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Adapun beberapa penelitian mengenai peran kader posyandu di antaranya adalah : 1. Maisya & Putro (2008), dengan judul “Peranan kader posyandu dan klian adat dalam upaya meningkatkan kemandirian posyandu di Provinsi Bali”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa posyandu merupakan sarana kesehatan yang berbasis masyarakat dimanfaatkan oleh masyarakat terutama ibu-ibu yang mempunyai balita. Kader posyandu dalam kegiatan bulanan selalu hadir dalam mendukung pelaksanaannya. Dukungan kader dan klian adat (kepala adat) sangat penting dalam berlangsungnya kegiatan posyandu. Di samping itu, kehadiran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan dan pelayanan kesehatan juga sangat penting. Kegiatan ini pada hakekatnya mendekatkan pelayanan kesehatan ke masyarakat dan pada akhirnya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
10
Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah metode penelitian untuk melihat sejauh mana peran kader posyandu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membawa bayi dan balitanya ke posyandu. perbedaannya pada tujuan, lokasi dan waktu penelitian. 2. Agustina & Banda (2013) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu”. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan kader, insentif dan dukungan keluarga terhadap keaktifan kader posyandu. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan kader posyandu dalam wilayah Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Bireuan. Penelitian tersebut mampu mendapatkan hasil yang maksimal karena menggunakan sampel penelitian 50% dari total populasi sampel yang ada, sehingga hasil yang didapatkan sangat mewakili responden yang ada di wilayahnya. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada tujuan penelitian, sementara perbedaannya pada metode, lokasi dan waktu penelitian. 3. Wahyutomo (2010) dengan judul “Hubungan karakteristik dan peran kader posyandu dengan pemantauan tumbuh kembang balita”, dengan hasil penelitian ada hubungan antara karakteristik dan peran kader dengan pelayanan kader dalam kegiatan memantau tumbuh kembang balita di posyandu. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah tujuan penelitiannya dan perbedaannya terletak pada metode penelitian, waktu, subjek dan lokasi penelitian.