1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, dikemukakan bahwa jalan merupakan bagian dari sistem transportasi nasional yang memegang peranan penting dalam mendukung perekonomian, sosial dan budaya serta lingkungan, dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, mampu membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional. Jalan merupakan salah satu infrastruktur pendukung mobilitas dan distribusi penumpang, barang, dan jasa yang menjadikannya salah satu tulang punggung penggerak perekonomian nasional khususnya di daerah-daerah berkembang. Hal ini terlihat dari dominasi angkutan barang dan angkutan penumpang yang secara signifikan lebih banyak melalui jalan darat. Peran penting yang dipikul oleh jalan tersebut menuntut pemerintah maupun pemerintah daerah sebagai pihak yang berwenang sebagai penyelenggara jalan untuk dapat menyediakan jaringan jalan dengan tingkat pelayanan yang optimal bagi masyarakat, sesuai dengan tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan pasal yang ke-30. Jaringan jalan yang dibangun sebisa mungkin dapat mewujudkan struktur ruang suatu wilayah yang diatur dalam sistem perencanaan tata ruang yang telah disusun agar hubungan antar pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat tersebut memiliki aksesibilitas dan hubungan fungsional yang tertata dengan baik serta memiliki hierarki yang jelas. Hierarki jalan yang ada menunjukkan siapa pihak yang bertanggung jawab dan berwenang dalam membangun dan melakukan pemeliharaan terhadap suatu ruas jalan sesuai dengan amanat pasal 30 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004
2
tentang Jalan. Dalam hal penyelenggaraan jalan nasional, yang meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan, maka Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum mempunyai tanggung jawab terhadap segala pembiayaan, mulai dari tahap perencanaan sampai pada tahap pengembangan dan pengelolaan sistem manajemen jalan nasional dengan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Anggaran belanja negara untuk pembangunan dan pemeliharan jalan yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum setiap tahun bernilai sangat besar. Data yang diperoleh dari Kementerian Pekerjaan Umum (www.pu.go.id), besar anggaran untuk biaya penyelenggaraan jalan nasional mengalami kenaikan sekitar 10% menjadi 43 Triliun rupiah di tahun 2014. Walaupun pada kenyataannya, peningkatan dana penanganan konstruksi jalan tidak berbanding lurus dengan peningkatan mutu jalan karena lebih dari 50% dari total alokasi anggaran terserap lebih banyak untuk kegiatan pemeliharaan, sehingga sampai pada saat ini total panjang jalan nasional hanya sebesar 8,3% dari jumlah total seluruh panjang jalan yang ada di Indonesia yaitu 464.838,53 kilometer. Selebihnya kurang lebih 92% jaringan jalan yang ada di Indonesia didominasi oleh jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota. Infrastruktur jalan yang mantap diharapkan mampu mewujudkan tiga fungsi utama keberadaan infrastruktur jalan, yaitu fungsi layanan (services), fungsi pemanfaatan dan pencipta peluang, serta fungsi mengatasi kompleksitas masalah (TPEKTN, 2009). Untuk mewujudkan jaringan jalan yang mantap, Kementerian Pekerjaan Umum memberikan hampir 90% pekerjaannya kepada pihak ketiga/pihak penyedia jasa, mulai dari konsultan perencana, kontraktor, sampai konsultan pengawas, dengan tujuan awalnya adalah sebagai sebuah proses pembinaan terhadap perusahaan penyedia jasa dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia secara umum. Riano (2013) mengungkapkan bahwa konsultan sangat berperan penting dalam melakukan koordinasi pekerjaan peserta proyek pada tahap perencanaan dan pengawasan, meskipun tidak dapat lepas dari dukungan pemilik proyek/pengguna jasa sebagai pemberi dana dan kontraktor sebagai pelaksana di lapangan. Pemilihan jasa konsultan memiliki tingkat
3
kesulitan yang sama dengan pemilihan kontraktor, dalam hal ini pengguna jasa harus merencanakan sedemikian rupa agar pemilihan jasa konsultan dapat menunjang dengan baik dalam pengerjaan proyek. Dominasi pelaksanaan pembangunan jalan oleh pihak ketiga ternyata tidak mempengaruhi kondisi kinerja jalan, khususnya jalan nasional, di lapangan. Dari data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, di tahun 2012, panjang jalan nasional yang berada dalam kondisi baik hanya 58%, sementara lainnya 33% berada dalam kondisi sedang, rusak ringan 6%, dan 3% berada dalam kondisi rusak berat, padahal target Pemerintah untuk kondisi jalan mantap diharapkan sebesar 94%. Mulyono (2007) menguraikan beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan mutu perkerasan jalan, antara lain : (1) kesalahan pada perencanaan karena pemilihan mutu material yang kurang tepat serta kesalahan desain struktur perkerasan; (2) kesalahan pelaksanaan karena tidak sesuai dengan spesifikasi teknis (standar mutu) yang telah ditetapkan; (3) kesalahan pada penulisan laporan administrasi proyek karena adanya ketidaksesuaian antara fakta lapangan dengan laporan; dan (4) ketidaktepatan dalam pengendalian mutu karena adanya penyimpangan mutu terhadap standar mutu yang diimplementasikan. TPEKTN (2009) menjelaskan bahwa penyebab kerusakan jalan di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh: (1) faktor teknis, adanya mal praktek di tahap perencanaan dan pelaksanaan, (2) kelebihan muatan kendaraan (overloading), (3) genangan air, dan (4) bencana alam. Adanya mal praktek pada tahap-tahap penyelenggaraan jalan, mulai dari tahap perencanaan dan pelaksanaan akan sangat berpengaruh terhadap umur konstruksi perkerasan sehingga jalan menjadi lebih cepat rusak. Jalan yang lebih cepat rusak dari umur pelayanan yang seharusnya dapat melipatgandakan biaya pemeliharaan (maintenance) jalan. Mal praktek di tahap perencanaan ini dapat menyebabkan keterlambatan pelaksanaan proyek. Sambasivan dan Soon (2007) mengidentifikasikan 10 faktor penyebab keterlambatan, antara lain adalah: (1) Ketidakcocokan perencanaan yang dibuat oleh kontraktor ;(2) Manajemen lokasi yang buruk oleh kontraktor; (3) Minimnya pengalaman kontraktor; (4) Keterbatasan dana dan sistem pembayaran pemilik
4
pekerjaan; (5) Permasalahan dengan subkontraktor; (6) Kekurangan material; (7) Suplai tenaga kerja; (8) Ketersediaan dan ketidaksesuaian peralatan; (9) Kurangnya komunikasi antar stakeholder; (10) Kesalahan di tiap tahapan pelaksanaan konstruksi. Keterlambatan pelaksanaan proyek yang disebabkan oleh mal praktek di tahap perencanaan sangat merugikan pekerjaan konstruksi, baik di segi pembiayaan,
pelaksanaan,
maupun
pemeliharaan.
Fenomena
tersebut
mengakibatkan pada penurunan daya layan jalan nasional yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang perlu mendapatkan perhatian serius adalah kompetensi SDM pelaksana penanganan jalan nasional, kualitas material konstruksi jalan, kelaikan fungsi peralatan berat, kehandalan alat uji mutu, ketepatan metode kerja, dan berbagai konflik antar pihak yang terkait dengan proyek penanganan jalan. Faktor eksternal pada umumnya berkaitan dengan karakter transporter yang selalu melakukan overload dan over dimensi kendaraan berat angkutan barang, sistem drainase jalan yang tidak interkoneksi dengan drainase spasial, serta gangguan fungsi dan manfaat jalan akibat penggunaan rumija untuk kegiatan sosial ekonomi. Faktor internal sangat berkaitan erat dengan karakter dan kinerja konsultan perencana penanganan jalan yang secara langsung akan berdampak terhadap capaian mutu jalan. Kesalahan perencanaan terhadap ketidaktepatan pemilihan mutu material dan kesalahan desain struktur perkerasan lebih banyak disebabkan oleh kegagalan produk yang dihasilkan oleh konsultan perencana yang menjadi rekanan Pemerintah yang dipercaya untuk melaksanakan tugas tersebut. Konsultan perencana sebagai salah satu pihak ketiga yang dipercaya oleh Pemerintah untuk mewujudkan kondisi jalan yang mantap wajib memiliki suatu sistem kerja yang handal dan profesional dalam menuangkan visi dan misi Kementerian Pekerjaan Umum dalam mewujudkan infrastruktur yang berkualitas dan meningkatkan kualitas pelayanan Pemerintah terhadap masyarakat. Secara sederhana, produk perencanaan yang dihasilkan diharapkan mampu memberikan gambaran tentang pembangunan yang akan dilaksanakan, meskipun sebatas di atas kertas. Sehingga diharapkan, pada tahap akhir desain/perancangan, wujud
5
(dimensi), mutu bahan serta mutu produk akhir jalan sudah terlihat lengkap dengan cara membangun serta cara pengendalian mutu/pemeliharaannya agar pada proses pelaksanaan/operasi di lapangan dalam rangka mewujudkan desain menjadi bentuk fisik tidak mengalami banyak kesulitan. Produk perencanaan/perancangan jalan yang baik membutuhkan data yang lengkap dan valid, namun pada kenyataannya penyimpanan data/pangkalan data dalam penyelenggaraan jalan kurang mendapat perhatian. Rekaman data yang lengkap tersebut merupakan instrumen pengkajian dalam rangka lebih menyempurnakan proses penanganan jalan secara menyeluruh. Namun pada prakteknya, proses investigasi penanganan jalan, khususnya Jalan Nasional, lebih banyak yang bersifat reaktif, produk perencanaan yang dihasilkan pun merupakan rencana jangka pendek yang solutif terhadap kepentingan-kepentingan individual bahkan politis, tanpa adanya suatu kebijakan umum atau sistem yang mengikat untuk jangka waktu lama, serta sistem kerja yang kurang inovatif dalam menyelesaikan masalah secara cepat. Kendala dan permasalahan yang disebabkan oleh konsultan perencana secara umum terletak pada sejauh mana tingkat akurasi perencanaan dan kepatuhan penerapan standar mutu di lapangan. Perubahan Detail Engineering Design (DED) di masa pelaksanaan konstruksi menyebabkan keterlambatan pelaksanaan konstruksi oleh kontraktor, sehingga pada akhirnya mempengaruhi mutu hasil pekerjaan konstruksi. Untuk menghindari adanya perubahan terhadap DED dan dokumen lain yang telah disusun dengan standar yang tinggi tersebut, maka baik pada tahap proses lelang maupun konstruksi, tindakan supervisi dari konsultan perencana terhadap kontraktor sangatlah diperlukan agar kepentingan pemilik pekerjaan tetap terstandar dengan baik (Ng dan Chow, 2004). Sehingga kedepannya, perubahan paradigma dalam penanganan jalan nasional dapat berbasis performance related standard atau sering disebut sebagai kontrak berbasis kinerja (performance based contract). Sejalan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai pihak yang berwenang dalam pembangunan infrastruktur jalan nasional, di tahun 2014 akan memberlakukan penerapan kontrak berbasis empat kota metropolitan yaitu
6
Medan, Jakarta, Semarang dan Makassar dengan panjang jalan kurang lebih 250 km dan jangka waktu pemeliharaan selama 10 tahun. Untuk Satuan Kerja Metropolitan Medan sendiri,
penerapan Kontrak Berbasis Kinerja akan
diberlakukan terhadap jalan nasional di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I dengan panjang total 54.410 km atau panjang total ekivalen 108.82 km. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I sebagai salah satu kota dari empat kota tujuan pelaksanaan kontrak berbasis kinerja, yaitu Kota Medan, dan sebagai pihak yang berwenang terhadap pembangunan jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, sampai pada tahun 2013 masih menggunakan sistem kontrak tradisional dalam melakukan pemeliharaan jalan. Pada jenis kontrak tradisional
tersebut,
pelaksanaan
tahap
perancangan/desain,
pelaksanaan
konstruksi dan juga pemeliharaan dilakukan secara terpisah demikian pula. Dalam pelaksanaan kontrak tradisonal tersebut penyedia jasa dibatasi dengan spesifikasi teknis yang ditentukan oleh pemilik pekerjaan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi, pun resiko-resiko yang berkaitan dengan mutu hasil pekerjaan ditanggung sepenuhnya oleh pihak pemilik/owner. Performance based contract (PBC) atau kontrak berbasis kinerja merupakan metode pelaksanaan pembangunan jalan yang dikerjakan oleh pihak ketiga dengan lebih berorientasi pada hasil pekerjaan, yang meliputi output, kualitas dan outcome yang mempengaruhi jaminan perolehan insentif dan disinsentif yang akan diterima oleh pihak konsultan maupun kontraktor (GAO, 2002). Konsultan perencana sebagai salah satu pihak ketiga penyedia jasa harus siap melakukan capaian budaya sadar mutu yang terintegrasi dalam penanganan konstruksi jalan, dimana salah satu cara adalah dengan mencermati kendala dan akar masalah penanganan jalan nasional secara komprehensif yang ditinjau dari pemikiran Konsultan Perencana, baik aspek teknis maupun non-teknis. Berkaitan dengan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai analisis kinerja konsultan perencana secara komprehensif berbasis integrasi terhadap aspek data, investigasi, desain, pembebasan lahan, program, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan, atau yang disebut dengan
7
akronim “SIDLACOM” (survey, investigation, design, land acquition, action program, construction, operation, maintenance), dalam penyelenggaraan jalan nasional menuju pelaksanaan kontrak berbasis kinerja di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I. B. Perumusan Masalah Adanya mal praktek pada tahapan penyelenggaraan jalan, mulai dari tahap perencanaan dan pelaksanaan akan sangat berpengaruh terhadap umur konstruksi perkerasan sehingga jalan menjadi lebih cepat rusak. Kesalahan perencanaan yang ditambah dengan pemilihan mutu material yang kurang tepat serta kesalahan desain struktur perkerasan (Mulyono, 2007) menjadi salah satu penyebab terjadinya kegagalan mutu perkerasan jalan. Kesalahan perencanaan dan kesalahan terhadap desain struktur menjadi tanggung jawab penuh dari konsultan perencana bidang jalan karena dalam proses pelaksanaannya kurang dilakukan secara komprehensif berbasis integrasi SIDLACOM. Oleh karena itu, penilaian terhadap kinerja konsultan perencana, khususnya di BBPJN-I, perlu dilakukan agar pelaksanaan kontrak berbasis kinerja dilaksanakan sesuai dengan syarat spesifik yang ingin dicapai. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian terhadap identifikasi kinerja konsultan perencana dalam pembangunan jalan nasional menuju pelaksanaan kontrak berbasis kinerja di BBPJN-I antara lain sebagai berikut: (1) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek survey (pengolahan data dan informasi) (2) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan
akar
masalah
terkait
aspek
investigation
(investigasi
permasalahan lapangan)? (3) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek design (perencanaan teknis jalan)?
8
(4) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek land acquition (upaya pengadaan lahan jalan)? (5) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek action program (pemrograman, perencanaan, dan pendanaan)? (6) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek construstion (pelaksanaan penanganan jalan)? (7) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek operation (pengoperasian pelayanan jalan)? (8) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek maintenance (pemeliharaan konstruksi jalan)? (9) Bagaimana kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek kompetensi sumber daya manusia (SDM). (10) Bagaimana prioritas penanganan dan solusi penanganan akar masalah yang berbasis SIDLACOM berdasarkan hasil analisis identifikasi kinerja Konsultan Perencana di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I? C. Tujuan Penelitian Penelitian terhadap identifikasi kinerja konsultan perencana dalam pembangunan jalan nasional menuju pelaksanaan kontrak berbasis kinerja di wilayah kerja BBPJN-I, antara lain bertujuan untuk: (1) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek survey (pemahaman data dan informasi).
9
(2) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan
akar
masalah
terkait
aspek
investigation
(investigasi
permasalahan lapangan). (3) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek design (perencanaan teknis jalan). (4) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek land acquition (pengadaan lahan jalan). (5) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek action program (penyusunan program aksi). (6) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek construction (pelaksanaan kosntruksi jalan). (7) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek operation (pengoperasian pelayanan jalan). (8) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek maintenance (pemeliharaan konstruksi jalan). (9) Mengetahui kinerja konsultan perencana dilihat dari pemahaman terhadap penanganan akar masalah terkait aspek kompetensi sumber daya manusia (SDM). (10) Mengetahui prioritas penanganan dan solusi penanganan akar masalah yang berbasis SIDLACOM berdasarkan hasil analisis identifikasi kinerja Konsultan Perencana di wilayah kerja Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I.
10
D. Manfaat Penelitian Manfaat teoritis yang diperoleh dari hasil penelitian tentang identifikasi pemahaman permasalahan tugas dan fungsi konsultan perencana pada penyelenggaraan jalan nasional di wilayah kerja BBPJN I antara lain: (1) Memahami dan mengembangkan metode analisis pemetaan akar masalah konsultan perencana berbasis integrasi SIDLACOM. (2) Memahami dan mengembangkan analisis terhadap perumusan prioritas penanganan akar masalah. (3) Memahami dan mengembangkan teori Importance-Performance Analysis dalam proses pengambilan keputusan prioritas penanganan akar masalah terkait aspek SIDLACOM. Manfaat praktis yang diperoleh dari hasil penelitian tentang analisis penilaian kinerja konsultan perencana dalam pembangunan jalan nasional menuju pelaksanaan kontrak berbasis kinerja di wilayah kerja BBPJN-I antara lain: (1) Memberikan masukan kepada pihak Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya bagi Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I dalam membaca peta akar masalah dari sisi konsultan perencana dan solusi penanganannya. (2) Memberikan masukan bagi penyelenggara jalan nasional dalam melakukan penilaian terhadap kinerja konsultan perencana.
E. Batasan Penelitian Batasan-batasan penelitian yang digunakan pada pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut: (1) Obyek penelitian adalah konsultan perencana yang sedang dan atau pernah menjalin kerja sama dengan pihak BBPJN-I dalam menangani proyek jalan nasional yang menjadi kewenangan BBPJN-I di tahun anggaran 2012 – 2014. (2) Pelaksanaan survey dilakukan di wilayah kerja BBPJN-I yang terdiri dari Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.
11
(3) Waktu pelaksanaan survey dianggap tidak memberikan pengaruh secara teknis terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini.
F. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan dianggap relevan dengan fokus penelitian terhadap penilaian kinerja konsultan perencana antara lain adalah: (1) Penelitian yang dilakukan oleh Diputra (2009) berjudul “Sistem Penilaian Kinerja Konsultan Perencana dalam Menangani Proyek Perencanaan Bangunan Gedung”. Penelitian ini dilakukan terhadap kinerja konsultan perencana yang menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process), dengan membandingkan tingkat kepentingan antar kriteria melalui matrik perbandingan berpasangan, menghitung nilai eigen vector (bobot kriteria) dan rasio konsistensi. Penelitian tersebut kemudian menghasilkan kesimpulan bahwa kriteria terpenting dalam penilaian terhadap konsultan perencana adalah kualitas dokumen perencanaan, aspek kesesuaian dengan TOR, aspek waktu perencanaan dan aspek biaya perencanaan. (2) Penelitian yang dilakukan oleh Kaming dan Riano (2013) berjudul “Faktor Penentu Kinerja Efektif Bagi Konsultan Manajemen Proyek” mengasumsikan bahwa faktor penentu efektivitas kinerja suatu konsultan berasal dari pihak konsultan itu sendiri, klien atau pengguna jasa, dan lingkungan. Penelitian ini menitikberatkan pada analisis terhadap faktor penentu kinerja efektif bagi individu yang bekerja sebagai konsultan serta menganalisis peran yang paling penting dari seorang konsultan dan kriteria utama yang dapat digunakan dalam menilai kinerja seorang konsultan. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Kalimantan Tengah dan dari hasil analisis faktor disimpulkan bahwa terdapat 6 faktor yang paling penting dalam menentukan kinerja seorang konsultan, yaitu: (1) kompetensi konsultan; (2) kapabilitas konsultan; (3) pengalaman konsultan dan dukungan klien; (4) kolaborasi dan perencanaan yang tepat; (5) karakteristik klien; (6) kecukupan sumberdaya konsultan.
12
(3) Penelitian yang berjudul “Framework for Evaluating the Performance of Engineering Consultants” yang dilakukan oleh Ng dan Chow (2004) bertujuan
untuk
meningkatkan
transparansi
dan
ketelitian
terhadap
penilaian/evaluasi kinerja konsultan. Identifikasi terhadap kriteria yang digunakan dalam proses evaluasi dilakukan dengan empirical survey. Penelitian ini menggunakan analisis multikriteria model diperoleh kesimpulan bahwa evaluasi terhadap kinerja konsultan dapat dilihat dari aspek achievement of objectives and targets; kualitas dokumen lelang; kesesuaian dengan permintaan klien; compliance to legislative requirements; dan identifikasi terhadap persyaratan klien dan tujuan dari proyek itu sendiri. Hasil dari penilaian terhadap kinerja konsultan tersebut dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk dalam melakukan monitoring dan pengawasan, pemberian insentif-disinsentif, technical assesment, dan evaluasi dalam proses lelang. Perbedaan yang mendasar dari penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ng dan Chow (2004), Diputra (2009), dan Kaming dan Riano (2013) terletak pada alur pikir yang digunakan dan proses pengolahan data yang dilakukan. Alur pikir yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan terhadap aspek-aspek yang terintegrasi berbasis SIDLACOM (Survey, Investigation, Design, Land Acquisition, Action Program, Construction, Operation, Maintenance). Pendekatan berbasis SIDLACOM dileburkan dalam proses pengambilan data sampai pada prediksi terhadap pemeliharaan jalan. Ng dan Chow (2004) menggunakan metode analisis multikriteria, Diputra (2009) menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dan yang terakhir, Kaming dan Riano (2013) menggunakan metode analisis faktor, sedangkan pada penilitian ini digunakan metode Importance Performance Analysis (IPA) terhadap kriteria-kriteria yang lebih komprehensif berbasis aspek-aspek pemahaman konsultan perencana terhadap SIDLACOM yang akan menjabarkan tentang tingkat kepentingan suatu akar masalah dan tingkat penanganan yang dilakukan terhadap akar masalah tersebut. Lokasi
13
penelitian dilakukan di wilayah kerja BBPJN-I dengan konsultan perencana sebagai obyek penelitian dan responden penelitian melalui teknik diskusi dan wawancara.