BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data Statistik dan Tren Organik 2015 yang diterbitkan Lembaga Riset Pertanian Organik atau FiBL (Forschungsinstitute for Biologischen Landbau) dan Federasi Internasional Gerakan Pertanian Organik atau IFOAM (International Federation of Organic Agricultural Movement) dalam pameran produk organik terbesar di dunia, disebutkan pasar organik global terbesar yaitu Amerika Serikat diikuti Jerman dan Perancis tahun 2013 mengalami peningkatan hingga mencapai USD 72 miliar. Ditambah pada akhir tahun 2014 luas lahan di dunia yang telah disertifikasi organik adalah 43,7 juta hektar atau naik 6 juta hektar dari tahun sebelumnya. Australia menjadi negara yang keseluruhan wilayahnya merupakan lahan organik terbesar di dunia yaitu seluas 17,2 juta hektar, diikuti Argentina 3,2 juta hektar dan Amerika Serikat 2,2 juta hektar. Indonesia termasuk salah satu negara yang masuk dalam sepuluh negara dengan pertambahan lahan organik tertinggi di dunia pada tahun 2016. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi negara penghasil produk organik di dunia.
Gambar 1. Grafik 10 Negara dengan Pertambahan Lahan Organik Tertinggi Sumber : Survey FiBL 2016
1
2
Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan bahwa hasil produksi rata-rata sawah di Indonesia (organik dan konvensional) adalah 4,4 ton per hektar di tahun 2000, kemudian cenderung meningkat dari tahun ke tahun, dan mencapai 5,15 ton per hektar di tahun 2013 . Kajian terhadap petani padi organik di lima kabupaten di Jawa Barat diantaranya Bandung, Bandung Barat, Tasikmalaya, Indramayu dan Sumedang menunjukkan produktivitas sawah mampu mencapai hasil antara 7 sampai 10 ton per hektar, bahkan hingga 12 ton per hektar dalam satu musim tanam di tahun 2014. Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya yang membandingkan tingkat produktivitas antara sawah konvensional dan sawah organis sejak tahun 2005 juga menunjukkan data yang senada bahwa produktivitas sawah konvensional tidak pernah lebih tinggi dibandingkan sawah organik (Nugraheni, 2015). Hingga saat ini, Indonesia aktif mendorong pengembangan pertanian organik serta meningkatkan daya saing produk organik dengan merevisi SNI (Standar Nasional Indonesia) 6729:2010 tentang Sistem Pangan Organik menjadi SNI 6729:2013 tentang Sistem Pertanian Organik yang selanjutnya ditetapkan menjadi Peraturan Menteri Pertanian nomor 64 tahun 2013 tentang Sistem Pertanian Organik. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan pertanian organik tertuang dalam standar dan regulasi serta berbagai pedoman yang disusun dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk organik Indonesia. Peran pemerintah dalam Penyusunan Standar Organik Tingkat ASEAN diwakili oleh Ditjen PPHP (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian) melalui Direktorat Mutu dan Standardisasi diwujudkan melalui keikutsertaan pada perumusan ASOA (ASEAN Standard on Organik Agriculture) yang disusun melalui workshop dan sidang STF-ASOA (Special Task Force on the ASEAN Standard for Organik Agriculture) yang telah menyepakati dan mengusulkan dokumen final draft ASOA untuk dibahas pada jenjang yang lebih tinggi. Hal ini membuktikan Indonesia terus berperan aktif dalam mendorong pengembangan pertanian organik agar produk organik di Indonesia juga mampu memenuhi standar yang mutakhir sehingga mampu meningkatkan penerimaan di pasar dunia.
3
Pada tahun 2015 Tujuan Pembangunan Milenia atau MDGs (Millenium Development Goals) yang menjadi kerangka pembangunan global telah berakhir dan digantikan dengan perumusan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals). Tujuan-tujuan tersebut meliputi beragam sektor, diantaranya adalah mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan. Pertanian dan pemanfaatan bentang alam lain menjadi komponen penting dalam mencapai banyak tujuan potensial, termasuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan. Untuk mencapai tujuan potensial tersebut, salah satu yang diprioritaskan adalah membangun kemitraan yang nyata bagi pembangunanantara aktor-aktor kunci, seperti swasta dan LSM transnasional, serta inovasi kerjasama lain yang jarang diwujudkan. Dalam UU No. 9 Tahun 2008, konsep kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sehingga kemitraan merupakan upaya yang melibatkan berbagai sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah maupun bukan pemerintah, untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan bersama berdasarkan kesepakatan prinsip dan peran masing-masing. Salah satu contoh prinsip kemitraan untuk mencapai suatu tujuan bersama di bidang pertanian organik dilakukan oleh Appoli (Aliansi Petani Padi Organik Boyolali). Appoli adalah wadah kelompok-kelompok tani binaan di wilayah Kabupaten Boyolali yang menjalin kemitraan dengan beberapa pihak sebagai mitra dalam rangka mencapai tujuan bersama. Pada tahun 2005 ketika hampir sebagian besar petani di seluruh Indonesia menggunakan pupuk kimia dalam sistem pertaniannya, beberapa kelompok tani di Kabupaten Boyolali justru memulai beralih ke sistem pertanian organik. Munculnya Appoli merupakan langkah yang dinilai tepat bagi kelompok kelompok tani yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik di wilayah Kabupaten Boyolali khususnya. Pada proses perjalanannya, Appoli menjalin kemitraan dengan beberapa lembaga antara lain LSKBB (Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat)
4
yang sejak awal merupakan konsultan pendamping Appoli, lembaga sosial Veco Indonesia atau VredesEilanden Country Office yang berpusat di Belgia serta beberapa lembaga lokal lainnya. Faktanya setelah berusaha beberapa tahun sejak berdirinya melalui langkah kemitraan, pada akhirnya petani padi anggota Appoli mendapatkan sertifikat organik. Keberadaan Sertifikat organik untuk Appoli dikeluarkan oleh IMO (Institute of Marketecology), yakni lembaga sertifikasi yang berkantor di Swiss. Sertifikasi tersebut diperoleh pada Desember 2012. Proses untuk mendapatkan sertifikat organik telah dilakukan Appoli sejak tahun sebelumnya. Proses mendapatkan sertifikat produk organik membutuhkan waktu yang cukup lama
karena proses adaptasi petani terhadap proses-proses dalam
sertifikasi. Berdasarkan hasil inspeksi terdapat beberapa kekurangan baik minor ataupun mayor. Kekurangan minor ini, misalnnya, kurang sempurnanya proses penyiapan dokumen petani. Kekurangan mayor, contohnya kondisi kondisi teknis lapangan yang belum terbentuk dengan baik selama proses sertifikasi. Kendalakendala tersebut
menjadi fokus perhatian bagi lembaga mitra Appoli untuk
diselesaikan. Dalam proses kemitraan inilah petani anggota Appoli melakukan serangkaian proses pendidikan dan pelatihan yang dalam lingkup pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai sebuah sistem pemberdayaan melalui kegiatankegiatan yang dilakukan bersama dengan pihak mitra.
B. Rumusan Masalah Kemitraan yang terjadi antara Appoli (Aliansi Petani Padi Organik Boyolali) dengan pihak mitra dari LSKBB, Veco dan instansi lainnya memunculkan sebuah tahapan ditinjau dari konteks sistem pemberdayaan petani padi organik melalui kemitraan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi kelompok tani sebagai input (raw material), proses yang mengiringi hingga keberhasilan gabungan kelompok tani tersebut dalam berhimpun dalam organisasi Appoli, capaian-capaian yang dilalui hingga output yang dihasilkan maupun harapan yang diinginkan.
5
Penelitian yang dilakukan ditujukan untuk menggambarkan kegiatankegiatan yang dilakukan Appoli dalam kemitraannya. Proses pemberdayaan yang terjadi di dalamnya dianalisis melalui pendekatan-pendekatan dalam sudut pandang pengembangan masyarakat. Selain itu kajian juga dilakukan untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh Appoli dalam rangka mengurangi keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam rangka mewujudkan tujuan kelompok. Pola kemitraan yang diterapkan Appoli dengan mitra Appoli merupakan hal yang menarik untuk dikaji mengingat upaya pemberdayaan yang dilakukan melibatkan lembaga-lembaga yang sejak awal proses pembentukan merupakan lembaga fasilitator, konsultan dan donatur kemudian menjadi mitra dalam posisi yang setara. Dalam hal ini proses-proses transformasi Appoli dari perhimpunan kelompok tani hingga menjadi Appoli dan kemitraannya dengan beberapa lembaga menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah proses pembentukan dan kegiatan yang dilakukan Appoli?
2.
Bagaimanakah tahapan sistem pemberdayaan petani padi organik Boyolali melalui kemitraan ditinjau dari sudut pandang konsep pemberdayaan masyarakat?
3.
Bagaimanakah pola kemitraan yang diterapkan Appoli ditinjau dari konsep pola kemitraan yang berkembang di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian Sesuai rumusan masalah dan sebagai langkah supaya penelitian menjadi lebih terarah dan jelas, maka penelitian ini memfokuskan kajian dengan tujuan sebagai berikut : 1.
Menganalisis proses pembentukan dan kegiatan yang dilakukan Appoli.
2.
Menganalisis tahapan sistem pemberdayaan petani padi organik Boyolali melalui kemitraan ditinjau dari sudut pandang konsep pemberdayaan masyarakat.
3.
Merumuskan pola kemitraan yang diterapkan Appoli.
6
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan berguna dan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Masukan dan kontribusi akademis dalam mengembangkan pembangunan pertanian organik, khususnya padi organik. 2. Memberikan kontribusi praktis dan sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan, dalam hal ini aparat pemerintahan pusat dan daerah terkait dukungan terhadap upaya yang dilakukan oleh himpunan petanipetani organik yang melakukan perubahan menuju kesadaran yang lebih baik. 3. Memberikan informasi dan pertimbangan bagi peneliti lain pada penelitian lebih lanjut dalam konteks pemberdayaan masyarakat. 4. Syarat menyelesaikan Magister Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
7