BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada saat ini telah menjadi masalah kesehatan dan berhubungan dengan terjadinya peningkatan penyakit tidak menular (Bener, 2006). Prevalensi obesitas meningkat baik di negara maju maupun negara berkembang (Weisell, 2002). Obesitas telah menjadi epidemik dengan memberikan kontribusi sebesar 35% terhadap angka kesakitan dan 15-20% terhadap kematian. Obesitas tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi menyebabkan masalah kesehatan yang serius yang dapat memacu kelainan kardiovaskuler dan metabolik (Grundy et al., 2004). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 2008, sekitar 1,4 milyar orang dewasa usia 20 tahun ke atas mengalami overweight, dengan prevalensi
sebesar 10% pada pria dan 14% pada wanita. Angka ini
mengalami peningkatan 2 kali lipat bila dibandingkan dengan tahun 1980 (5% pada pria dan 8% pada wanita). Prevalensi tertinggi masih terjadi di negara maju, seperti di Amerika maupun Eropa yang mengalami overweight 62% dan 26% obesitas. Di Asia Tenggara, angka overweight mencapai 14% dan 3% obesitas (WHO, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Asia Pasific Cohort Study Collaboration (2007), menunjukkan peningkatan pandemik kelebihan berat badan sebesar 20% hingga 40% dari tahun ke tahun. Obesitas tidak hanya ditemukan pada usia dewasa, tetapi juga pada anakanak dan remaja. Obesitas pada usia anak-anak dan remaja akan meningkatkan risiko obesitas pada usia dewasa. Prevalensi obesitas di dunia pada anak-anak usia 6-11 tahun mengalami peningkatan dari 7% menjadi 19% dan 5% menjadi 17% pada usia 12-19 tahun selama masa periode dari tahun 1980-2004 (Ogden et al., 2006). Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan
prevalensi gizi lebih di
Indonesia pada kelompok anak usia 6-12 tahun sebesar 9,2%, kelompok usia 1315 tahun sebesar 2,5% dan kelompok usia 16-18 tahun sebesar 1,4% (Kemenkes RI, 2010). Pada negara-negara yang sedang berkembang, faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi obesitas adalah adanya perubahan gaya hidup dan pola 1
makan. Pola makan terutama di kota besar, bergeser dari pola makan tradisional ke pola makan barat (terutama dalam bentuk fast food), yaitu jenis makanan yang mengandung tinggi energi, tinggi kolesterol, tinggi natrium namun rendah serat. Hal ini ditunjang dengan tersedianya tempat-tempat makan yang menyediakan makanan jenis fast food, kemudahan dalam hal mendapatkan serta harga yang murah, sehingga menjadi alasan makanan jenis fast food ini menjadi pilihan untuk dikonsumsi (Janssen et al., 2004). Peningkatan pola hidup sedentary, seperti menonton televisi, bermain komputer mengakibatkan dapat terjadinya penurunan aktivitas fisik (Nicklas et al., 2004). Hal ini juga seperti yang dijelaskan oleh Hadi (2004), yang menyatakan bahwa konsumsi makanan tinggi kalori dan lemak serta pola hidup kurang gerak (sedentary lifesytles) berkaitan erat dengan peningkatan prevalensi obesitas. Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode perkembangan berikutnya. Pada masa remaja ini pula terjadi perubahan sikap dan perilaku dalam memilih makanan dan minuman, yang turut di pengaruhi oleh teman sebaya dan lingkungan. Perilaku makan bagi sebagian besar remaja menjadi bagian gaya hidup, sehingga kadang pada remaja sering terjadi perilaku makan yang tidak seimbang, diantaranya melewatkan sarapan pagi, konsumsi fast food dan soft drink (French et al., 2001). Hasil penelitian di Amerika menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi fast food dan makan di luar rumah dengan peningkatan berat badan dan ukuran lingkar pinggang (Duffey et al., 2009). Penelitian lain menjelaskan bahwa anak-anak SD di Kota Denpasar yang mengonsumsi fast food ≥ 75% dari total asupan kalori berisiko mengalami obesitas 6.5 kali dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi fast food < 75% dari total asupan kalori (Padmiari dan Hadi, 2004). Peningkatan berat badan terkait konsumsi fast food diperbesar dengan adanya gaya hidup yang tidak aktif (Jacobs, 2006). Hasil systematic review dan meta analisis dari studi yang meneliti hubungan antara konsumsi soft drink terhadap aspek kesehatan menjelaskan adanya hubungan antara konsumsi soft drink dengan peningkatan asupan energi dan peningkatan berat badan (Vartanian et al., 2007).
Remaja dan dewasa
mengonsumsi soft drink lebih tinggi dibandingkan dengan golongan umur
2
lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al. (2009) menunjukkan bahwa pada tahun 1999-2004
(63%) orang dewasa
mengonsumsi soft drink dan memperoleh sumbangan energi dari minuman tersebut 293 kcal tiap harinya. Data NHANES III menunjukkan kontribusi soft drink lebih besar pada anak dan remaja yang mengalami obesitas (Troinano et al., 2000). Pergeseran pola makan yang komposisinya mengandung tinggi kalori, lemak, karbohidrat, kolesterol serta natrium, namun rendah serat seperti fast food dan soft drink menimbulkan ketidakseimbangan asupan gizi dan merupakan salah satu faktor risiko terhadap munculnya obesitas pada remaja. Obesitas pada remaja berisiko menjadi obesitas pada saat usia dewasa dan berpotensi dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler dan metabolik. Kota Pontianak merupakan ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang letaknya cukup strategis baik dalam lingkup regional maupun internasional yang akan dikembangkan sebagai kota internasional dengan konsep Water Front City (WFC).
Sebagian
besar
perekonomian
Kota
Pontianak
bertumpu
pada industri, pertanian, dan perdagangan. Perdagangan merupakan salah satu usaha yang berkembang pesat di Kota Pontianak (BPS, Kota Pontianak, 2011). Perdagangan modern yang berkembang ditandai dengan berdirinya pusat perbelanjaan modern seperti mall yang ada di berbagai sudut kota. Perkembangan berdirinya mall diikuti dengan keberadaan restoran-restoran yang menyajikan makanan jenis fast food dan soft drink. Perkembangan industri makanan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perubahan pola makan masyarakat. Hasil survei awal pada 150 orang remaja SMA menunjukkan bahwa sebanyak 90 (60%) remaja sering mengunjungi restoran fast food pada setiap akhir pekan dan 66 (44%) memilih sering mengonsumsi soft drink.
Berdasarkan uraian di atas,
peneliti tertarik untuk mengetahui besaran prevalensi obesitas serta menganalisa risiko konsumsi fast food dan soft drink terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yaitu :
3
1.
Berapakah prevalensi obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak?
2.
Apakah asupan energi fast food merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak?
3.
Apakah asupan energi soft drink merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak?
4.
Apakah frekuensi konsumsi fast food merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak?
5.
Apakah frekuensi konsumsi soft drink merupakan faktor risiko terjadinya obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi obesitas dan menganalisis risiko konsumsi fast food dan soft drink terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak.
2. Tujuan khusus: a. Mengetahui prevalensi obesitas pada remaja SMA di Kota Pontianak. b. Mengetahui faktor risiko asupan energi fast food terhadap kejadian obesitas remaja SMA di Kota Pontianak. c. Mengetahui faktor risiko asupan energi soft drink terhadap kejadian obesitas remaja SMA di Kota Pontianak. d. Mengetahui faktor risiko frekuensi konsumsi fast food terhadap kejadian obesitas remaja SMA di Kota Pontianak. e. Mengetahui faktor risiko frekuensi konsumsi soft drink terhadap kejadian obesitas remaja SMA di Kota Pontianak. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Dinas Kesehatan Kota Pontianak Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang prevalensi obesitas pada remaja SMA di Kota
Pontianak dan sebagai bahan rencana pelaksanaan tindakan kesehatan
masyarakat dan intervensi pencegahan untuk mengurangi obesitas. 2. Institusi pihak sekolah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk pengembangan keilmuan khususnya tentang gizi dan kesehatan di sekolah dalam usaha pengajaran bagi peserta didik.
4
3.
Bagi subjek penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan peserta didik tentang hubungan konsumsi fast food dan soft drink dengan kejadian obesitas.
4.
Bagi peneliti Memberikan pengetahuan, pengalaman penelitian di lapangan dan sebagai bahan referensi untuk penelitian lanjutan lainnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Francis et al. (2009) melakukan penelitian berjudul Fast food and sweetened beverge consumption: association with overweight and high waist circumference in adolescents. Subjek penelitian adalah remaja usia 15-19 tahun di Jamaika. Disain penelitian tersebut adalah cross sectional. Hasil penelitian menjelaskan prevalensi remaja Jamaika berusia 15-19 tahun mengalami overweight sebesar 15.2%, obesitas 5.8% dan peningkatan lingkar pinggang 9.6%. Penelitian tersebut juga menunjukkan remaja yang mengonsumsi fast food lebih dari 3 kali per minggu mempunyai risiko 1.84 kali menjadi overweight dan remaja yang mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 botol per hari
mempunyai risiko untuk mengalami overweight sebesar 1.52 kali. Remaja yang
mengonsumsi buah kurang dari 1 kali per minggu mempunyai hubungan yang kuat untuk mengalami peningkatan besar lingkar pinggang. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas yang diteliti yaitu, fast food dan soft drink. Perbedaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian (kasus kontrol) dan variabel luar yang diteliti (aktivitas fisik dan besar uang saku). 2. Bowman et al. (2004) melakukan penelitian berjudul
Effect of fast food consumption energy
intake and diet quality among children in national household survey. Subjek penelitian adalah anak dan remaja berusia 4-19 tahun di Amerika. Disain penelitian cross sectional dan case control. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan asupan energi dari asupan fast food untuk masing-masing kelompok umur yang mengonsumsi fast food dibandingkan dengan yang tidak mengonsumsi fast food. Fast food memberikan konstribusi kenaikan asupan energi sebesar 3.6% pada anak usia 4-8 tahun, 6.4 % pada usia 9-13 tahun dan 16.8% pada usia 1419 tahun. Asupan fast food juga berkorelasi terhadap peningkatan konsumsi lemak total dan karbohidrat. Persamaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian yang digunakan (kasus kontrol) dan variabel bebas yang diteliti yaitu fast food. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel tak terikat
5
(obesitas) dan variabel luar yang diteliti (besar uang saku). 3. Collison et al. (2010) melakukan penelitian berjudul Sugar-sweetened carbonated beverage onsumption correlates with BMI, waist circumference, and poor dietary choices in school children. Subjek penelitian adalah remaja usia 10-19 tahun di Arab Saudi. Disain penelitian yang digunakan cross sectional. Hasil penelitian menjelaskan prevalensi remaja yang mengalami obesitas (15.5%) dan peningkatan lingkar pinggang (21.2%). Minuman jenis sugar sweet beverages (SSBs) termasuk jenis soft drink berkorelasi dengan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) dan peningkatan lingkar pinggang. Hasil penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa asupan minum-minuman yang manis juga menurunkan kebiasaan makan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat yang diteliti, yaitu obesitas dan variabel tak terikat (soft drink). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada disain penelitian (kasus kontrol) dan variabel luar yang diteliti (aktivitas fisik dan besar uang saku). 4. Mahdiah et al. (2004) melakukan penelitian yang berjudul Prevalensi obesitas dan hubungan konsumsi fast food dengan kejadian obesitas pada remaja SLTP Kota dan Desa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Subjek penelitian adalah remaja umur 10-15 tahun di Yogyakarta. Disain penelitian cross sectional dan case control. Hasilnya menunjukkan obesitas pada remaja di kota sebesar 7.9%, sedangkan di desa sebesar 2%. Terdapat perbedaan yang signifikan pada variasi, kuantitas dan frekuensi konsumsi fast food tiap bulan dan asupan energi dari fast food antara remaja obesitas dan tidak obesitas. Persamaan dengan penelitian ini adalah disain penelitian (case control), variabel bebas (fast food), variabel terikat (obesitas). Perbedaan dengan penelitian ini adalah umur subjek (15-18 tahun) dan variabel bebas (soft drink).
6