6
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian terpenting yang tidak dapat terpisahkan dengan keberlangsungan perjuangan suatu Negara. Oleh karena pentingnya peran anak ini, di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 telah diamanatkan kepada bangsa Indonesia yang termuat dalam salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjamin setiap anak ataskelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.1 Masa anak-anak merupakan masa yang krusial bagi perkembangan manusia, karena dalam tahap ini pembentukan karakter seseorang sangat ditentukan. Anak-anak dapat dikatakan sebagi tonggak kemajuan sebuah bangsa, karena masa depan bangsa tergantung pada masa depan anak-anak bangsa itu sendiri sebagai generasi penerus. Namun, akhir-akhir ini di Indonesia marak sekali kasus tindak pidana yang melibatkan anak-anak. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak seringkali menghiasi media massa, mulai dari kekerasan, pencurian, sampai dengan pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak. Tujuan dilakukannya perlindungan anak adalah untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kodrat dan martabat manusia, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum terhadap anak penting untuk dilakukan terutama terhadap anak yang tersangkut masalah
1
Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen.
7
pidana, baik ketika menjadi korban maupun pelaku. Perlindungan hukum anak sangat penting dilakukan mengingat anak-anak sedang berada didalam usia pembentukan jati diri dan karakter. Apabila seorang anak terjerat masalah hukum dan kemudian tidak ada perlindungan hukum baginya maka anak tersebut secara perilaku dan psikologi akan tumbuh berbeda dari anak-anak lainnya. Anak merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan setiap anak yang terlahir harus mendapatkan hak haknya tanpa anak tersebut meminta. Hal ini sesuai dengan ketentuan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, kemudian juga dituangkan dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang kesemuanya mengemukakan prinsip-prinsip umum perlindungan anak, yaitu non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, dan menghargai partisipasi anak.2 Undang-undang
tentang
sistem
peradilan
anak
sangat
penting
keberadaannya karena undang-undang ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi anak. Proses peradilan terhadap anak memang harus didesain sedemikian rupa agar anak terlindungi baik secara hukum maupun secara psikologis. Menurut Sudarto, aktivitas pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya terhadap anak haruslah mengutamakan kepentingan anak atau melihat kriterium apa yang paling baik
2
http://wachjoe.wordpress.com/2013/04/17/analisis-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistemperadilan-pidana-anak/, diakses pada tanggal 30 Agustus 2014, pukul 20.02 WIB.
8
untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan tanpa mengurangi perhatian kepada kepentingan masyarakat3. Dampak industrialisasi terhadap perlindungan anak dari aspek hukum pidana adalah munculnya anak yang menjadi korban kejahatan seksual yang dilakukan oleh pengidap pedofilia. Berdasarkan laporan yang masuk ke Komisi Nasional Perlindungan Anak setiap hari, 60 persen merupakan kejahatan seksual terhadap anak.4 Hal ini tentu menjadi ancaman bagi dunia anak. Perilaku pedolifia tidak selalu ditujukan pada sesama jenis (umumnya oleh pria dewasa terhadap anak laki), tapi bisa juga dilakukan terhadap lawan jenis. Anak
sering
menjadi
korban
pedofilia
karena
mereka
secara
sosial kedudukannya lemah, mudah diperdaya (ditipu), mudah dipaksa dan takut untuk
melapor
kepada
orangtuanya
kendati
telah
berkali-kali
menjadi korban. Disamping itu, anak telantar yang banyak berkeliaran di tempat umum atau daerah kumuh, terutama di masyarakat industri, juga tidak sedikit yang menjadi korban perilaku pedofilia.5 Contohnya adalah kasus yang menyorot salah satu sekolah internasional di Jakarta. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya di Jakarta Internasional School ini menjadi sorotan publik akan maraknya pedofilia yang terjadi di Indonesia. Sampai saat ini kasus tersebut masih diproses di pengadilan dan memunculkan pertanyaan mengenai sistem penegakkan hukum yang diterapkan dalam kasus yang berkaitan dengan anak, dimana sangat dibutuhkan pemulihan keadaan terutama keadaan mental anak yang masih rentan. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.6 Terkait kasus yang telah disebutkan di atas, di dalam Pasal 9 ayat (1a) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 3
Sudarto,1980, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 36. www.kpai.go.id, diakses pada tanggal 18 September 2014, pada pukul 11.13 WIB. 5
[email protected], diakses pada tanggal 18 September 2014, pukul 14.00 WIB. 6 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 4
9
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga telah disebutkan bahwa: “Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Anak
yang
menjadi
korban
pedofilia
perlu
disosialisasikan
di
pusat pemulihan, baik yang diselenggarakan instansi pemerintah, swasta, LSM, atau
lembaga
pemerhati
hak
anak
korban
kejahatan
seksual.
Segala kebutuhan fisik dan sosial anak korban kejahatan seksual selama masa pemulihan sedapat mungkin dipenuhi dengan baik. Banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang di dalamnya juga terdapat kasus pedofilia di Indonesia, tercatat sebanyak 817 kasus pada Laporan Akhir Tahun 2013 Komisi Nasional Perlindungan Anak menunjukan anak-anak rentan menjadi korban. Lemahnya kendali sosial masyarakat dituding menjadi penyebab maraknya kasus pedofilia. Untuk itu sangat dibutuhkan peran penting instansi dan lembaga terkait dengan melibatkan peran masyarakat untuk bereaksi cepat dalam perlindungan anak. Selain itu, perlu juga adanya pengetahuan yang diberikan kepada anak terkait masalah ini. Harapan tertinggi ditempatkan pada sistem peradilan pidana dengan pendampingan dari lembagalembaga seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi Nasional Perlindungan Anak (KOMNAS PA) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), karena pada umumnya korban dan keluarganya tidak mengetahui dengan jelas prosedur apa yang harus ditempuh, data apa saja yang perlu disiapkan/dilengkapi, hak-hak apa saja yang dimiliki oleh korban, bagaimana menangani trauma yang dialami korban serta pemulihannya dan sebagainya. Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional kedepan. Oleh karena itu diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan
10
sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang membahayakan atau merusak masa depan anak. Semangat penerapan restorative justice dalam perkara yang melibatkan anak, termasuk anak korban, sudah ada jauh sebelum disahkannya UndangUndang Sistem Peradilan Anak yang mengedepankan diversi sebagai bentuk dari restorative justice dalam menyelesaikan perkara pidana yang berkaitan dengan anak. Oleh karena itu, dengan diberalakukannya Undang-Undang ini diharapkan motivasi pengembalian keadaan ke keadaan semula dapat diterapkan dalam kasus yang berkaitan dengan anak, jadi bukan penerapan sistem balas dendam yang dibutuhkan dalam menyelesaikan perkara dimaksud.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia? 2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pemberian perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia?
C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan peneliti mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Objektif a. Mengetahui dan mengkaji bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai pedofilia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak b. Mengetahui serta mengkaji pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak tersebut serta hambatan-hambatan yang terjadi di dalam pelaksanaannya.
11
2. Tujuan Subjektif a. Memperoleh data dan informasi yang lengkap dan akurat terkait pengelolaan perlindungan hukum terhadap anak. b. Memberi gambaran dan sumbangan pemikiran bagi ilmu hukum khususnya hukum pidana.
D. Keaslian Penulisan Hukum Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum UGM dan internet terdapat beberapa penelitian yang mirip, namun adanya perbedaan dengan penulisan hukum ini. Adapun penelitian atau skripsi yang telah mengangkat tema mengenai perlindungan hukum terhadap anak adalah sebagai berikut: 1. Skripsi yang ditulis oleh Wahyu Putri Kartikasari tahun 2013 dengan judul ‘Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Kabupaten Magelang‟. Dalam skripsi ini, Wahyu Putri Kartikasari menjawab 2 pertanyaan, yaitu:bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak yang merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Magelang dan hambatan apa saja yang timbul dlam upaya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga di Kabupaten Magelang. 2. Skripsi yang ditulis oleh Abdul Faizin dari Sekolah Tinggi Agama Islam Neger Salatiga pada tahun 2010 dengan judul „Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Kekerasan Seksual (Studi Kasus di Polres Salatiga Tahun 2004-2006)‟. Dalam skripsi ini, Abdul Faizin menjawab 2 pertanyaan, yaitu: Bagaimanakah bentuk-bentuk dan faktor-faktor kekerasan seksual terhadap anak di Polres Salatiga dan Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada korban kekerasan seksual di Polres Salatiga, serta Apakah perlindungan hukum yang diberikan kepada korban kekerasan seksual di
12
Polres Salatiga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dari kedua skripsi yang telah disebutkan di atas, penelitian ini berbeda karena aspek yang dibahas pada penelitian ini merupakan aspek perlindungan hukum yang berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 terhadap anak sebagai korban pedofilia.
E. Manfaat Penulisan Hukum 1.
Bagi Peneliti, yaitu: a.
Menambah
wawasan,
pengalaman
dan
pengetahuan
serta
memberikan bekal berharga berupa kemampuan meneliti dalam bidang ilmu hukum. b.
Sebagai salah satu sarana untuk mengumpulkan data dan informasi bagi peneliti untuk melengkapi penelitian yang dilakukan; dan
c.
Sebagai sarana untuk mempertajam daya analisis peneliti dalam menganalisis data secara ilmiah dan membantu peneliti dalam mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama kuliah.
2.
Bagi Ilmu Pengetahuan a. Untuk menambah perbendaharaan penelitian dan dapat digunakan sebagai bahan pembanding bagi penelitian yang sejenis.
3.
Bagi Masyarakat/Pembangunan a. Memberikan wawasan dan pemahaman tentang perlindungan hukum, terutama pada anak sebagai korban dari pedofilia. b. Hasil dari penelitian yang diwujudkan dalam penelitian ini dapat bermaanfaat dan bisa memberikan masukan bagi para pihak terkait dengan persoalan-persoalan yang menjadi objek penelitian.
13
F.
Sistematika Penulisan Penelitian ini akan dibagi ke dalam 5 (lima) bab yang setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini yang akan menjelaskan secara garis besar mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab kedua ini yang akan menjelaskan kerangka teori mengenai penulisan hukum terkait yang terdiri dari: Berlakunya UndangUndang Pidana Menurut Waktu (Pasal 1 ayat (2) KUHP), Perlindungan Anak, Pengertian Umum tentang Kekerasan sertaTindak Pidana Kekerasan Seksual Pedofilia. BAB III: METODE PENELITIAN Dalam bab metode penelitian ini akan menjelaskan tentang jenis dan sumber data, baik dengan penelitian kepustakaan (library research) maupun penelitian lapangan (field research), sifat penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data. BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan berisi hasil dari penelitian yang dilakukan serta pembahasannya yang merupakan bagian pokok dari keseluruhan penulisan skripsi yang membahas, menguraikan, dan menganalisa rumusan permasalahan penelitian yang meliputi: bagaimana bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan apa saja kendala yang dihadapi dalam pemberian perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban pedofilia.
14
BAB V: PENUTUP Dalam bab ini terbagi dala dua bagian, yaitu kesimpulan dan saran.