1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu. Penyediaan dan pemerataan akses fasilitas pelayanan kesehatan serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan merupakan hal yang harus menjadi perhatian. Puskesmas sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang keberadaannya sangat penting, karena bersentuhan langsung dengan masyarakat. Puskesmas merupakan konsep dasar pelayanan kesehatan primer untuk masyarakat, sesuai dengan definisinya yakni unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas adalah penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Kabupaten Way Kanan merupakan kabupaten baru, pemekaran dari Kabupaten Lampung Utara yang terbentuk secara resmi pada tanggal 27 April 1999. Luas wilayah Kabupaten Way Kanan adalah 3.921,63 km2 atau 11,11% dari luas Propinsi Lampung, merupakan dataran rendah yang terdiri atas lahan pertanian dan perkebunan, serta dataran tinggi di sebelah barat yang meliputi pegunungan bukit barisan yang umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer atau sekunder (BPS Way Kanan, 2013). Kabupaten Way Kanan secara administratif terbagi menjadi 14 kecamatan dan 222 kampung dan kelurahan, dimana jarak antara ibukota kecamatan dengan pusat pemerintah kabupaten terdekat 1 km yaitu Kecamatan Blambangan Umpu dan terjauh 122 km yaitu Kecamatan Negeri Besar. Jumlah penduduk Way Kanan pada tahun 2012 adalah 415.078 jiwa (BPS Way Kanan, 2013). Penambahan jumlah penduduk dan pemekaran wilayah menuntut pemerintah daerah untuk
meningkatkan sarana pelayanan kesehatan dengan menambah jumlah sarana prasarana pelayanan dan tenaga kesehatan, serta mengembangkan fasilitas pelayanan yang telah ada. Sarana pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Way Kanan adalah sebuah rumah sakit umum tipe C yaitu RS Zainal Abidin Pagaralam yang berada di wilayah kecamatan Blambangan Umpu dan puskesmas yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten Way Kanan. Jumlah puskesmas di Kabupaten Way Kanan ada 19 unit yang terdiri dari dari puskesmas perawatan (rawat inap) 12 unit dan puskesmas non perawatan (rawat jalan) 7 unit. Sedangkan puskesmas pembantu berjumlah 68 unit. Berdasarkan kriteria daerahnya, puskesmas dengan kategori sangat terpencil berjumlah 3 unit, puskesmas terpencil 6 unit, dan 10 unit puskesmas kategori biasa (Dinkes Way Kanan, 2013). Puskesmas terpencil dan sangat terpencil merupakan puskesmas yang lokasinya jauh dari ibu kota kabupaten, berada di daerah perbatasan kabupaten dan jangkauan yang cukup sulit. Distribusi jumlah penduduk dan jumlah puskesmas per kecamatan dapat dilihat pada tabel 1: Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Puskesmas Per Kecamatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kecamatan Blambangan Umpu Kasui Banjit Baradatu Bahuga Pakuan Ratu Negeri Agung Way Tuba Rebang Tangkas Gunung Labuhan Negara Batin Negeri Besar Buay Bahuga Bumi Agung
Jumlah Penduduk 55.356 30.102 43.132 38.695 9.847 37.909 34.199 20.879 20.028 27.535 34.568 18.785 19.130 24.913
Jumlah Puskesmas 3 1 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 2 1
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan (2013)
Pemanfatan puskesmas ditandai dengan jumlah kunjungan masyarakat yang menggunakan fasilitas puskesmas. Jumlah kunjungan puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap terjadi peningkatan. Kunjungan rawat jalan pada tahun
2011 dari 136.836 meningkat menjadi 148.661 pada tahun 2012. Kunjungan rawat inap pada tahun 2011 1.949 meningkat menjadi 2.359 pada tahun 2012 (Dinkes Way Kanan, 2013). Tenaga yang bekerja di seluruh Puskesmas sebanyak 812 orang yang terdiri dari tenaga dengan status kepegawaian pegawai negeri sipil (PNS), pegawai tidak tetap (PTT), maupun pegawai honorer. Berdasarkan jenis ketenagaan, jumlah dokter umum 39 orang, dokter gigi 8 orang, perawat 215 orang, bidan 409 orang, perawat gigi 12 orang, tenaga kefarmasian 14 orang yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian, tenaga sanitarian 18 orang, tenaga sarjana kesehatan masyarakat 31 orang, dan lainnya adalah tenaga lain seperti analis kesehatan, pelaksana gizi, pekarya kesehatan serta tenaga dengan pendidikan umum (Dinkes Way Kanan, 2013). Secara umum penyebaran tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas
belum merata, sebagian besar masih
terkonsentrasi di pukesmas-puskesmas yang dekat dengan pusat pemerintahan. Keputusan Menteri Kesehatan RI, Nomor 128 tahun 2004 Tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat menyebutkan bahwa Puskesmas berfungsi: sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, yang mencakup pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Agar berbagai upaya pelayanan kesehatan di puskesmas terselenggara dengan optimal maka harus ditunjang
manajemen yang baik. Manajemen
puskesmas merupakan rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematis untuk menghasilkan keluaran puskesmas yang efektif dan efisien. Rangkaian kegiatan sistematis yang dilaksanakan puskesmas membentuk fungsi-fungsi manajemen yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban. Kepala puskesmas dituntut untuk melaksanakan fungsi-fungsi tersebut secara
terorganisasi,
berurutan
dan
berkesinambungan.
Melalui
fungsi
perencanaan puskesmas ditetapkan kegiatan yang akan dilaksanakan, pelaksana serta
sumberdaya
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan.
Pemanfaatan
sumberdaya secara efektif dan efisien tersebut secara terintegrasi membentuk
fungsi pengorganisasian. Rencana yang terorganisir tersebut kemudian di laksanakan sebagai bentuk fungsi aktuasi. Kepemimpinan yang efektif, pengembangan motivasi, komunikasi, dan pengarahan sangat membantu suksesnya pelaksanaan fungsi aktuasi. Peran kepala puskesmas juga sangat besar dalam fungsi pengawasan dan pengendalian serta fungsi penilaian untuk memastikan bahwa pelaksanaan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan yang direncanakan. Undang-undang dasar 1945 telah mengamanatkan bahwa negara wajib melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Puskesmas sebagai salah satu penyelenggara pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam bidang kesehatan kinerjanya masih belum seperti yang diharapkan. Hal ini dapat dilihat antara lain dari masih adanya keluhan dari masyarakat baik melalui surat pembaca maupun media pengaduan lainnya, seperti menyangkut prosedur dan mekanisme pelayanan yang berbelit-belit tidak transparan, kurang informatif kurang akomodatif, kurang konsisten, dan terbatasnya fasilitas serta sarana prasana pelayanan (Ratminto dan Winarsih, 2013). Rendahnya kinerja penyelenggara pelayanan publik ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kompetensi manajerial para manajer. Hal ini senada dengan yang disampaikan McEwan et al., 2001 bahwa inisiatif dalam penyelesaian masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang seringkali gagal bukan karena kurangnya teknologi dan ilmu pengetahuan akan tetapi karena kurangnya kompetensi manajerialnya. Kurangnya kompetensi manajerial ini semakin terlihat pada tahun-tahun terakhir oleh adanya desentralisasi pelayanan kesehatan. Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) Tahun 2009 disebutkan, bahwa manajemen merupakan salah satu isu strategis yang harus mendapatkan perhatian. Tujuannya adalah untuk mewujudkan kebijakan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan, berbasis bukti dan operasional, terselenggaranya fungsi-fungsi administrasi kesehatan yang berhasilguna, berdayaguna dan akuntabel. Maka
peningkatan kompetensi manajerial pimpinan diseluruh jajaran kesehatan, termasuk kepala puskesmas menjadi suatu keharusan. Berbagai pelatihan manajemen dan kepemimpinan yang diadakan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi manajerial sehingga sebagai pemimpin diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan kesehatan yang terus bermunculan. Apalagi sebagian besar kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan sebelum memegang jabatan struktural sebagai kepala puskesmas adalah tenaga kesehatan fungsional dengan profesi yang bervariasi. Sehingga kompetensi manajerialnyapun sangat bervariasi. Menurut Fayol dalam Sulaeman (2011), kemampuan manajerial atau keterampilan manajerial dapat dilatih, dipelajari dan diajarkan, meskipun tidak semudah seperti meningkatkan kemampuan teknis. Pendidikan dan pelatihan dalam pemerintahan merupakan proses penyelenggaraan belajar mengajar guna meningkatkan kompetensi bagi calon pegawai negeri sipil dan pegawai negeri sipil (Hardiyansyah, 2012). Akan tetapi pelaksanaan pelatihan dan pengembangan bagi pegawai yang selama ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan masih bersifat top down, belum memperhatikan kebutuhan individu. Seharusnya sebelum terselenggaranya suatu pelatihan, terlebih dahulu dilakukan analisis kebutuhan pelatihan agar pelatihan yang akan dilaksanakan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh peserta pelatihan. Proses pelatihan harus diawali dengan assessment (penilaian) keterampilan, dan pengetahuan yang diperlukan agar sejalan dengan perkembangan
organisasi (Omar, 2009), juga agar pelatihan yang akan
dilaksanakan efektif dan efisien (Miler dan Osinski, 2002). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana kemampuan manajerial kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan dan bagaimana kebutuhan pelatihan kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Untuk mengetahui kebutuhan pelatihan kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan . Tujuan khusus: 1.
Untuk mengetahui kemampuan manajerial kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan dalam melaksanakan fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.
2.
Untuk mengidentifikasi faktor pendidikan dan pelatihan kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan.
3.
Untuk mengidentifikasi faktor masa kerja kepala puskesmas di Kabupaten Way Kanan.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian analisis kebutuhan pelatihan ini diharapkan bermanfaat bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan yang terkait dengan pengembangan sdm, dan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan perencanaan program pelatihan.
E. Keaslian Penelitian Ada beberapa penelitian serupa yaitu tentang analisis kebutuhan pelatihan. Persamaan dan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini sebagai berikut: 1.
Diah Primadhita Sitaresmi (2012), dengan judul penelitian Analisis Kebutuhan Pelatihan SDM Tingkat Manajemen di Direktorat Umum, SDM, dan Pendidikan RSUP Fatmawati, jenis penelitian eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SDM pada tingkat manajer di Direktorat USP RSUP Fatmawati masih terdapat kesenjangan antara kompetensi yang diharapkan berdasarkan latar belakang pendidikan dan keadaan sesungguhnya. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian ini adalah tujuan penelitian untuk mengetahui kebutuhan pelatihan dan penelitian menggunakan metode kualitatif. Perbedaan: Subyek penelitian tersebut adalah sdm tingkat manajemen yaitu direktorat umum, sdm, dan pendidikan. Lokasi penelitian di RSUP Fatmawati, Jakarta. 2.
Sunarya
(2007),
dengan
judul
penelitian
Analisis
Kebutuhan
Pengembangan Sumber Daya Tenaga Perawat di RSUD Dr. Slamet Kabupaten Garut, jenis penelitian studi kasus dengan rancangan tunggal terpancang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa training needs assessment yang dilakukan lebih fokus pada metode, untuk jenis, cara, bentuk pelatihan relatif sama, dan rumah sakit belum mempunyai perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan serta pelatihan yang dilaksanakan tidak didahului dengan perencanaan. Persamaan: tujuan pelatihan adalah untuk mendeskripsikan kebutuhan pelatihan dan jenis penelitian merupakan penelitian kualitatif. Perbedaan: subyek dan lokasi penelitian, dimana subyek penelitian tersebut adalah perawat yang bekerja di RSUD Garut Propinsi Jawa Tengah. 3.
Supardi (2007), dengan judul penelitian Kemampuan Manajerial Kepala Puskesmas Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan di Puskesmas Kota Mataram. Metode penelitian kualitatif yang didukung kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan manajerial kepala puskesmas relevan dengan pelatihan yang pernah diikuti. Persamaan: unit analisis penelitian adalah kepala puskesmas. Perbedaan:
tujuan penelitian tersebut adalah untuk
mengetahui kemampuan manajerial kepala puskesmas dan relevansi karakteristik individu terhadap kemampuan manajerial kepala puskesmas. Lokasi penelitian adalah Kota Mataram, Propinsi Nusa Tenggara Barat.