1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Hipertensi merupakan peningkatan dari tekanan darah systolik diatas standar. Hipertensi termasuk penyakit dengan angka kejadian (angka prevalensi) yang cukup tinggi dan dikaitkan dengan kematian dari hampir 14 ribu pria di Amerika setiap tahunnya. Hipertensi ikut berperan dalam kematian ribuan orang karena penyakit lainnya yang berbahanya seperti: stroke, serangan
jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal
(Dalimartha, 2008).
Penyakit hipertensi menimbulkan angka morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Menurut World Health Organization (WHO) penyakit hipertensi dapat dialami oleh siapa saja, terutama penduduk yang berusia mulai lanjut usia, karena itu penyakit ini merupakan kelainan yang mempunyai angka cukup tinggi didunia, yaitu berkisar antara 10-20% dari seluruh penduduk yang berusia diatas 20 tahun (Bangun, 2007).
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, diperkirakan 20% atau satu diantara 5 (lima) orang penduduknya menderita hipertensi. keadaan ini mencerminkan bahwa penyakit hipertensi di negara-negara maju menjadi masalah kesehatan paling dominan dan memerlukan penanganan serius. Di Indonesia data yang diperoleh dari hasil penelitian metodologis yang dilakukan oleh para ahli, diperkirakan bahwa penduduk yang berusia 20 tahun dan terserang penyakit hipertensi adalah 1,8-2,86%. Namun sebagian besar penelitian menyatakan 8,6-10%. Persentase pasien di perkotaan lebih besar dibandingkan dengan jumlah pasien di pedesaan (Dalimartha, 2008).
Di Indonesia, sesuai dengan survey yang dilakukan dalam masyarakat selama ini yang telah dikumpulkan angka-angkanya, prevalensi hipertensi berkisar 6 – 15 % dari seluruh penduduk di Indonesia. Sedangkan data dari Depertemen Kesehatan Sumatra Utara
1
2
Tahun 2009 didapatkan 11% penduduk di Medan menderita hipertensi dari angka tersebut 60% pasien hipertensi terkena stroke (Pinzon, 2009).
Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15% tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa
Tengah 1,8%, Lembah Balim Pegunungan Jaya
Wijaya, Irian Jaya 0,6%, dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata di sini, tiga angka yang dilaporkan, Sumatera Barat menunjukkan angka yang tinggi. Oleh sebab itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang relatif sangat rendah (Armylawati, 2007).
Survey yang dilaksanakan Indriyani (2009), menemukan prevalensi hipertensi tanpa atau dengan tanda penyakit hipertensi sebesar 33,3%. Dari kasus-kasus tadi, ternyata 68,4% termasuk hipertensi ringan (diastolik 95-104 mmHg), 28,1% hipertensi sedang (diastolik 105-129 mmHG) dan hanya 3,5% dengan hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130 mmHg). Penyakit hipertensi yang dapat diketahui dengan pengukuran sphygmomanometer diklasifikasikan oleh WHO dengan batasan usia diantara 40-60 tahun dikatakan normal yakni jika sistolik < 140 dan diastolik < 90mmHg, perbatasan antara normal dan hipertensi yakni jika sistolik 141-149 dan diastolik 91-94 mmHg, dan tinggi atau hipertensi, yakni jika sistolik > 160 mmHg dan diastoliknya > 95 mmHg. Penyebab hipertensi belum diketahui dengan pasti, namun sangat berkaitan erat dengan perilaku pasien, terutama pengetahuan tentang penyakit hipertensi itu sendiri, kepatuhan untuk mentaati peraturan yang diterapkan oleh program kesehahatan dan melaksanakan tindakan untuk mencegah hipertensi kambuh kembali dan menghindari komplikasi : pusing, sakit kepala, tengkuk terasa berat adalah gejala umum yang didapati pada setiap pasien hipertensi, maka perlu dilakukan pengontrolan tekanan darah (Dalimartha, 2008).
Hasil
penelitian dilakukan oleh
Pinzon (2009), tentang faktor-faktor
yang
mempengaruhi peningkatan tekanan darah adalah pola hidup yang tidak teratur (66%), pola makan yang salah (21%) dan ketidakpatuhan pada pengobatan (13%). Akibat dari penyakit hipertensi sangat bervariasi dari mulai penyakit yang menyertai seperti
3
diabetes melitus, kadar lemak yang tinggi, juga dapat terjadi komplikasi yang tidak dapat dihindari seperti gagal ginjal, gagal jantung, dan stroke.
Sampai saat ini, usaha-usaha baik mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya, karena adanya faktor-faktor penghambat seperti kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, tanda dan gejala, sebab akibat, komplikasi) dan juga perawatannya. Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi. Jumlah pasien hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa atau setara dengan 26,4% populasi orang dewasa. Angka prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan riskesdas (riset kesehatan dasar) 2013 mencapai 30% dari populasi. Dari jumlah itu, 60% pasien hipertensi berakhir pada stroke.
Banyaknya pasien Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6-15% pada orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai pasien hipertensi sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya. Data badan kesehatan dunia/WHO memperlihatkan bahwa hipertensi bertanggung jawab atas 62% kejadian stroke, dan 49% kejadian penyakit jantung iskemik. Tidak terkendalinya tekanan darah secara baik pada seorang pasien hipertensi juga merupakan masalah yang sangat besar (Armylawati, 2009).
Saat ini angka kematian karena hipertensi sangat tinggi. Jumlah pasien hipertensi di seluruh dunia diperkirakan 972 juta jiwa atau setara dengan 26,4% populasi orang dewasa. Angka prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan RisKesDas (riset kesehatan dasar) 2007, mencapai 30% dari populasi. Dari jumlah itu, 60% pasien hipertensi berakhir pada stroke. Pada 2008, RSUP Dr Sardjito merawat sedikitnya 724 kasus penyakit stroke. Jumlah tersebut meningkat tajam sejak 2004 lalu yang hanya 300 kasus. Di DIY saat ini potensi penyakit stroke mencapai 12% untuk lansia (Junaidi, 2006).
4
Stroke dapat menyerang siapa saja, terutama pasien penyakit-penyakit kronik seperti, hipertensi, diabetes dan juga jantung. Karenanya bagi pasien penyakit-penyakit kronik tersebut harus selalu waspadai akan datangnya serangan stroke. Penyakit-penyakit kronik tersebut dapat di atasi dengan cara mengurangi rokok, minuman yang berakohol, makanan yang mengandung banyak garam, olahraga yang teratur, jangan melakukan aktifitas fisik dan otak yang berlebihan, menghindari stress, depresi serta harus dapat mengontrol emosi, menerapkan pola dan gaya hidup yang teratur dan selaras dengan ajaran agama, serta rutin berkonsultasi dengan dokter (Pinzon, 2009).
Gejala stroke tidak selalu muncul pada kondisi yang berat, serangan stroke yang ringan bisa ditangani dengan tepat dan cepat, biasanya dapat di atasi dan kondisi pasien dapat pulih kembali sepenuhnya bahkan segala aktifitas dan produktifitas dapat berlangsung seperti semula. Dengan demikian perawatan terhadap pasien stroke harus dimulai sedini mungkin. Keterlambatan akan menimbulkan hal-hal yang kurang baik dan tidak di inginkan. Jenis stroke sendiri ada dua macam, stroke iskemik dan stroke hemoragik. Gejala stroke iskemik dapat berupa lumpuh sebelah, mati sebelah, kesulitan berbahasa dan gangguan penglihatan, vertigo, penglihatan rangkap, kelumpuhan total, mati rasa, gagap, dan afasia. Stroke hemoragik dapat menyebabkan pasien lebih tampak parah sekitarnya. Kondisi pasien cepat memburuk dari pada stroke iskemik, di srtai dengan sakit kepala yang berat kesadaran yang terganggu, mual dan muntah. Pada pasien stroke kelumpuhan pada anggota gerak badan dapat mencapai sekitar 50-80 %, sendangkan gangguan system rasa terjadi sekitar 25 % yang berupa kesemutan, baal, nyeri pada sisi maupun pada seluruh tubuh. Kondisi demikian harus benar-benar dipahami oleh masyarakt dalam melakukan perilaku pencegahan stroke (Ginanjar, 2009).
5
Usaha pencegahan serangan stroke adalah menyingkirkan faktor resiko (konsumsi alcohol, rokok, dan lain-lain), terutama bagi mereka yang memiliki tekanan darah tinggi, penyaikt jantung trasien iskemik (gangguan pasokan darah sesaat), diabetes meletus, kolesterol darah tinggi dan kebiasaan riwayat keluarga atau keturunan, usia, jenis kelamin (pria beresiko) dan rasa. Hal ini masalah usaha pencegahan lebih di utamakan dari pada pengobatan dengan menjahui factor resiko sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan stroke ( Gunawan, 2007).
Penanganan stroke harus ditangani dengan tuntas meskipun memerlukan biaya yang besar. Bila pasien stroke ditangani dengan segera yaitu dalam waktu 60 menit setelah terkena stroke (the golden moment) peluang untuk sembuh tanpa cacat cukup besar. Dengan pengetahuan yang baik tentang pencegahan stroke, orang dapat menyadari risiko yang akan di alaminya. Resiko yang akan di alaminya dan dengan penuh kesadaran mau mempernbaiki kebiasaan yang mengundang munculnya stroke in I (terutama bagi yang beresiko tinggi). ( Ismail, 2010).
Menurut hasil penelitian Musthofa (2013) tentang Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Penderita Hipertensi Dalam Pencegahan Stroke Di Puskesmas Ponorogo Utara Kabupaten Ponorogo tahun 2013. Dari hasil penelitian terhadap 50 responden menunjukkan bahwa sebanyak 29 responden (58%) mempunyai pengetahuan baik, sebanyak 21 responden (42%) mempunyai pengetahuan buruk. Sedangkan 26 responden (52%) mempunyai perilaku positif dan sebanyak 24 responden (48%) perilaku negatif. Berdasarkan uji Chi Square χ2 hitung < χ2 tabel atau 1,41 < 3,841, maka Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku penderita hipertensi dalam pencegahan stroke.
Berdasarkan hasil penelitian Syahrul Aminuddin Hamid (2013) tentang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Tentang Pencegahan Hipertensi Dengan Kejadian Hipertensi Tahun 2013. Hasil penelitian menunjukan dengan uji Chi square adanya hubungan antara pengetahuan keluarga tentang pencegahan hipertensi dengan kejadian hipertensi dengan hasil p value 0,011 (>0,05). Sedangkan sikap menunjukkan adanya
6
hubungan antara sikap keluarga tentang pencegahan hipertensi dengan kejadian hipertensi dengan hasil p value 0,014 (>0,05). Untuk itu diharapkan keluarga selalu memberikan dukungan dan perhatian dalam hal pencegahan hipertensi sehingga akan meningkatkan derajat kesehatan penderita hipertensi.
Berdasarkan hasil penelitian I Ketut Gama (2012) tentang kepatuhan kontrol penderita hipertensi dengan kejadian stroke. Hasil penelitian menunjukkan 29 orang (53,7%) patuh, 16 orang (29,6%) kurang patuh, 9 orang (16,7%) tidak patuh, sedangkan 45 orang (83,3%) tidak Stroke, 9 orang (16,7%) Stroke. Setelah dilakukan uji statistik diperoleh nilai p value adalah 0,000, dimana nilai tersebut lebih kecil dari nilai α = 1% (0,01) maka Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara kepatuhan kontrol penderita hipertensi dengan kejadian stroke.
Dari data yang diperoleh peneliti saat melakukan survey awal di Puskesmas Bah Jambi, di dapatkan data dari Oktober 2013 sampai Maret 2014 diketahui sebanyak 468 orang dengan rata-rata perbulan sebanyak 30 orang yang menderita hipertensi dan data kejadian stroke di puskesmas Bah Jambi pada tahun 2013 sebanyak 174 orang. Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan penulis dengan wawancara kepada 3 orang pasien hipertensi, 2 orang mengatakan bahwa mereka belum mengetahui tanda dan gejala jika seseorang akan mengalami stroke, sehingga mereka belum memahami bagaimana cara atau upaya dalam pencegahan stroke dan 1 orang sudah memahami cara pencegahan stroke. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan pada pasien hipertensi dan upaya pencegahan terjadinya stroke di Puskesbun Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2014.
B. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah apakah ada hubungan pengetahuan pada pasien hipertensi dan upaya pencegahan terjadinya stroke di Puskesbun Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2014?
7
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pada pasien hipertensi dan upaya pencegahan terjadinya stroke di Puskesbun Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2014.
2. Tujuan khusus a. Mengetahui
pengetahuan pada pasien hipertensi di Puskesbun Bah Jambi
Kecamatan Jawa Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2014. b. Mengetahui upaya pencegahan terjadinya stroke di Puskesbun Bah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat Puskesmas Agar melaksanakan penyuluhan yang berkaitan dengan upaya pencegahan stroke di Puskesmas dengan hasil yang diperoleh diharapkan pihak Puskesmas dapat memberikan pelayanan yang bermutu terhadap pasien hipertensi agar tidak terjadi stroke.
2. Bagi Penderita Hipertensi Sebagai sumber pengetahuan bagi pasien tentang upaya pencegahan terjadinya stroke bagi orang yang mengalami hipertensi dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, seperti mengurangi konsumsi garam saat makan, olah raga teratur. Agar pasien yang mengalami hipertensi terhindar dari serangan stroke.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya dalam upaya pencegahan stroke serta menambah wawasan dan ilmu dibidang keperawatan tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada pasien hipertensi.