BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan formal di Indonesia terdiri dari tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Karakteristik siswa pada pendidikan dasar khususnya di sekolah dasar berbeda dengan karakteristik siswa pada tingkatan-tingkatan selanjutnya. Hal ini menghendaki agar cara penyampaian konsep kepada siswa tidak disamaratakan dengan cara penyampaian konsep pada siswa tingkat selanjutnya sehingga sasaran atau tujuan mengenai kemampuan yang diharapkan dapat maksimal dicapai. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah atau bentuk lain yang sederajat. Dengan demikian, maka lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar adalah sekolah dasar (SD) atau bentuk lain sederajat. Berdasarkan data tabel jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) tahun 2009/2010, setidaknya terdapat 27.328.601 juta siswa di seluruh Indonesia siswa yang berada pada usia sekolah dasar. Mata pelajaran matematika pada tingkat sekolah dasar meliputi aspek bilangan, geometri dan bilangan, dan pengolahan data. Dari aspek-aspek tersebut, secara umum mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika ke dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
1
2
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Maulana, 2008: 35). Berdasarkan tujuan kurikulum di atas, pembelajaran matematika di sekolah dasar meliputi
kemampuan
pemahaman,
kemampuan
penalaran,
kemampuan
pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, dan kemampuan sikap menghargai kegunaan matematika. Kemampuan penalaran matematik merupakan salah satu yang disyaratkan untuk siswa sekolah dasar. Hal ini tercantum pada tujuan pembelajaran mata pelajaran matematika secara umum. Kemampuan penalaran matematik siswa mencakup pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika ke dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Kemampuan bernalar khususnya matematika di Indonesia masih rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Pranoto (2012) yang menilai bahwa kebijakan pendidikan di Indonesia rendah daya bernalar. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematik di Indonesia memerlukan perhatian yang serius dari guru dan pemerintah mengingat bahwa pada hakikatnya matematika merupakan ilmu yang didasarkan dari proses bernalar. Kemampuan penalaran yang akan diteliti adalah penalaran adaptif. Hal ini dikarenakan serupa dengan kemampuan dalam tujuan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) matematika. Kaitan dalam hal ini diperjelas oleh Prabowo (2010) yang mengatakan bahwa kemampuan penalaran adaptif sejalan dengan kemampuan penalaran dalam tujuan KTSP matematika dilihat dari indikatornya. Kemampuan penalaran adaptif merupakan kemampuan siswa untuk berpikir secara logis, merefleksikan, menjelaskan, dan menjastifikasi mengenai hubungan konsep dan situasi yang dihadapinya. Menurut Klipatrick, et al (Indriyani, 2011:
3
13), siswa dapat menunjukkan kemampuan penalaran adaptif ketika menemui tiga kondisi sebagai berikut. 1. Mempunyai pengetahuan dasar yang cukup. Dalam hal ini, siswa harus memiliki pengetahuan prasyarat yang cukup sebelum memasuki pengetahuan yang baru. 2. Tugas yang dapat dipahami dan dapat memotivasi siswa. 3. Konteks yang disajikan telah dikenal dan menyenangkan bagi siswa. Pengetahuan prasyarat materi kelipatan dan KPK dua bilangan yang harus dimiliki siswa adalah operasi perkalian karena untuk menemukan kelipatan dari suatu bilangan didapat dengan cara mengalikan bilangan itu sendiri dengan bilangan asli. Situasi yang diberikan disesuaikan dengan pengetahuan dasar siswa yang selanjutnya dapat diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang dilakukan di sekolah dasar mengenai materi kelipatan dan KPK dari dua bilangan memiliki karakteristik sebagai berikut: pembelajaran lebih menekankan pada siswa untuk menghafal materi yang telah dipelajari bersama guru, sulit dalam menemukan pola dan sifat suatu permasalahan, kebingungan dalam membuat generalisasi dan menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, serta tidak ada kegiatan berkelompok. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas maka guru dituntut agar memiliki kemampuan profesional yang memadai untuk dapat melaksanakan pembelajaran matematika yang lebih bermakna. Hal ini senada dengan pendapat Gestalt (Maulana, 2008: 71), “Pembelajaran harus ditekankan kepada pengertian dan penuh makna (meaningful learning, atau meaning theory)”. Pembelajaran bermakna merupakan cara mengajarkan materi pembelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Dalam belajar bermakna, aturan tidak dapat diberikan dalam bentuk jadi, tetapi siswa dengan bimbingan guru menemukan sendiri aturan melalui contoh-contoh secara induktif di sekolah dasar. Salah satu pendekatan pembelajaran dengan menemukan sendiri aturan melalui contoh-contoh adalah pendekatan induktif. Pendekatan adalah jalan atau cara yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu (Sagala, 2003: 68). Menurut Sagala (2003 :77), “Berpikir induktif merupakan suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari
4
khusus menuju ke yang umum”. Pendekatan induktif sangat berkaitan erat dengan proses penalaran induktif dimana untuk mencari suatu kebenaran didapat dari halhal yang bersifat khusus menuju ke yang umum. Jadi, berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan induktif adalah suatu cara berpikir yang ditempuh oleh guru dan siswa dimana ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang umum berdasarkan himpunan berbagai kasus atau contoh yang relevan dengan masalah yang terkait. Untuk menjembatani pola nalar siswa yang konkret, maka penting adanya suatu media pembelajaran. Menurut Santyasa (2007: 3), “Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Berdasarkan pengertian media di atas, penggunaan media pembelajaran di samping sebagai alat komunikasi tetapi juga untuk merangsang tiga ranah yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Media pembelajaran yang akan digunakan adalah media kotak berangka. Media kotak ber-angka merupakan media dua dimensi yang yang berisi angka pada setiap kotak mulai dari 1 sampai 100. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat tema “Pengaruh Pendekatan Induktif Melalui Media Kotak BerAngka Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Adaptif Pada Materi Kelipatan dan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) Dua Bilangan di Kelas IV”, (Penelitian Eksperimen Kelas IV SD Negeri 2 Cikeduk dan SD Negeri 2 Warugede Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon).
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat diuraikan suatu rumusan permasalahan penelitian sebagai berikut. 1. Apakah pendekatan induktif melalui media kotak ber-angka dapat meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan secara signifikan?
5
2. Apakah
penggunaan
media
kotak
ber-angka
dapat
meningkatkan
kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan secara signifikan? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran adaptif yang signifikan antara pembelajaran menggunakan pendekatan induktif melalui media kotak ber-angka dan pembelajaran media kotak ber-angka pada materi kelipatan dan KPK dari dua bilangan? 4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan pendekatan induktif melalui media kotak ber-angka untuk meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan?
C. Batasan Masalah Dalam penelitian ini dibatasi pada kelas IV sekolah dasar se-Kecamatan Depok Kabupaten Cirebon semester genap tahun ajaran 2012/2013 dan pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan. Pemilihan judul ini didasarkan pada hal-hal sebagai berikut. 1. Kelipatan dan KPK dua bilangan merupakan perluasan dari
konsep
perkalian bilangan asli. 2. Melatih proses penalaran adaptif siswa dalam mengajukan dugaan atau konjektur, kemampuan menarik kesimpulan, memeriksa kesahihan suatu argumen, dan menemukan pola dari suatu masalah matematika materi kelipatan dan KPK dua bilangan.
D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan pernyataan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan secara signifikan menggunakan pendekatan induktif melalui media kotak ber-angka.
6
2. Mengetahui peningkatan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan secara signifikan menggunakan media kotak ber-angka. 3. Mengetahui perbedaan kemampuan penalaran adaptif yang signifikan antara pembelajaran menggunakan pendekatan induktif melalui media kotak berangka dan pembelajaran media kotak ber-angka pada materi kelipatan dan KPK dari dua bilangan. 4. Mengetahui respon siswa terhadap penggunaan pendekatan induktif melalui media kotak ber-angka untuk meningkatkan kemampuan penalaran adaptif siswa kelas IV pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan.
E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini terdiri dari siswa, guru, sekolah, peneliti dan pihakpihak lainnya. Berikut uraian dari manfaat penelitian ini bagi yang telah disebutkan di atas. 1. Bagi siswa a. Dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa mengenai kelipatan dan KPK dua bilangan khususnya dan keseluruhan bidang lainnya yang masih berhubungan dengan matematika pada umumnya. b. Dapat memberikan suasana yang baru bagi siswa. 2. Bagi guru a. Dapat menimbang secara matang kemmpuan lain yang disyaratkan kurikulum. b. Memberi dorongan untuk selalu berinovasi dan bervariasi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. 3. Bagi sekolah a. Meningkatkan mutu pendidikan, khususnya pada mata pelajaran matematika. b. Memberikan kontribusi bagi penentu kebijakan, khususnya untuk peningkatakan kualitan pendidikan. c. Dapat digunakan sebagai inventaris bacaan sekolah.
7
4. Bagi peneliti dan peneliti lainnya a. Sebagai bahan referensi dalam penelitian selanjutnya. b. Sebagai bahan acuan untuk meningkatkan proses pembelajaran khususnya pada materi kelipatan dan KPK dua bilangan.
F. Definisi Operasional 1. Pendekatan Induktif Pendekatan induktif adalah suatu cara berpikir yang ditempuh oleh guru dan siswa dimana ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang umum berdasarkan himpunan berbagai kasus atau contoh yang relevan dengan masalah yang terkait. 2. Media kotak ber-angka Media kotak ber-angka adalah media dua dimensi yang yang berisi angka pada setiap kotak mulai dari 1 sampai 100. 3. Kelipatan suatu bilangan Kelipatan suatu bilangan adalah bilangan yang diperoleh dari menambahkan bilangan itu sendiri atau dengan cara mengalikan bilangan tersebut dengan bilangan asli. 4. Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dua bilangan Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dua bilangan adalah kelipatan persekutuan dua bilangan tersebut yang nilainya paling kecil. 5. Pembelajaran konvensional Pembelajaran konvensional diartikan dengan siswa belajar klasikal menggunakan kotak ber-angka secara individu, tidak terjadi kegiatan berkelompok. 6. Kemampuan penalaran adaptif Suatu kemampuan berpikir logis, reflektif, eksplanatif, dan jastifikatif. Kemampuan berpikir logis dan reflektif ditunjukkan dengan siswa mampu mengajukan dugaan atau konjektur dan mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Kemampuan eksplanatif ditunjukkan dengan siswa mampu menemukan pola dari suatu masalah matematis. Kemampuan
8
jastifikatif ditunjukkan dengan siswa mampu mampu memeriksa kesahihan suatu argumen. Berdasarkan pendapat Klipatrick, et al (Indriyani, 2011: 13), aspek kemampuan penalaran adaptif yang diukur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Kemampuan dalam mengajukan dugaan atau konjektur Kemampuan mengajukan dugaan dalam penelitian ini adalah siswa mampu mengajukan konjektur atau dugaan pada saat meneliti pola pada materi kelipatan suatu bilangan dan KPK dua bilangan. b. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan ditunjukkan dengan cara siswa berusaha menarik kesimpulan dari contoh-contoh materi kelipatan suatu bilangan dan KPK dua bilangan. c. Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen Kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen ditunjukkan siswa dengan cara menyajikan bukti kebenaran suatu pernyataan dengan berpedoman pada hasil atau sifat-sifat matematik yang diketahui dan mengembangkan suatu argumen untuk membuktikan atau menyangkal suatu pernyataan. d. Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika Konsep dari kemampuan menemukan pola adalah siswa dapat menemukan suatu pola yang diperluas, contohnya adalah siswa menduga urutan ke-n (n adalah bilangan asli) adalah suatu kelipatan dari suatu bilangan.