1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecemasan merupakan salah satu masalah psikologi yang banyak dialami oleh seorang pasien di rumah sakit. Kecemasan adalah pengalaman umum manusia dan merupakan emosi dasar manusia yang dapat
didefinisikan
sebagai
kegelisahan,
ketidaknyamanan,
ketidakpastian, atau ketakutan dari suatu bahaya (Varcarolis & Halter, 2010). Perasaan cemas biasanya dapat ditandai dengan berubahnya suasana hati, insomnia, perasaan menjadi lebih peka, berubahnya perilaku serta adanya perubahan tanda-tanda fisik lainnya seperti denyut jantung, pernapasan, hingga gangguan pencernaan seperti yang tertuang dalam kuesioner kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale/HARS (Hamilton, 1959). Berdasarkan data statistik badan kesehatan dunia (WHO), menyatakan bahwa ada peningkatan kecemasan sebesar 2,5% per tahun dengan perbandingan 2,43% pada wanita dan 0,07% pada lakilaki. Pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan salah satu kelompok yang rawan mengalami kecemasan. Kecemasan yang dialami pasien yang dirawat di rumah sakit dapat disebabkan oleh berbagai macam hal mulai dari ketakutan akan penyakit yang diderita hingga kecemasan dalam masalah biaya rumah sakit. Kecemasan pasien di rumah sakit umumnya ditemukan pada pasien dengan penyakit kronis, salah satunya pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisa (Feroze et al, 2012) yang terbukti berkaitan dengan tingkat mortalitas pada pasien hemodialisa (Bossola et al, 2010). Bossola menyatakan bahwa gejala kecemasan berkorelasi terhadap beberapa faktor demografis, klinis dan juga nilai
2
laboratorium pada pasien hemodialisa. Begitupula pengaruh kecemasan pada penyakit kronis lain, terdapat hubungan yang bermakna antara kecemasan dengan kejadian hipertensi pada orang-orang lanjut usia (Sidabutar, 2007). Pada pasien gagal jantung, tingkat kecemasan juga umum terjadi (Konstam et al, 2005) baik dari kecemasan tingkat ringan, sedang, hingga tingkat berat (De Jong et al, 2011). Darmo (1995) dalam penelitiannya menyatakan bahwa frekuensi kecemasan pada penderita gagal jantung cukup tinggi yaitu sebesar 74%. Sedangkan Yohannes et al (2010) dalam sebuah review study mengemukakan bahwa kecemasan merupakan hal yang umum terjadi pada pasien gagal jantung, prevalensi kecemasan pada pasien gagal jantung sekitar 11-45% dari beberapa penelitian yang diikutsertakan dalam studi tersebut. Hal yang serupa juga terjadi pada pasien penyakit jantung koroner yang juga memiliki prevalensi yang tinggi pada kecemasannya (Bankier et al, 2009). Kecemasan pada penyakit jantung yang tidak teratasi ini dapat memberikan akibat buruk pada pasien seperti penurunan kualitas hidup pasien (Yohannes et al, 2010), peningkatan iskemik dan kejadian masuk rumah sakit berulang (Konstam et al, 2005) yang pada akhirnya akan meningkatkan mortalitas (Roest et al, 2010; Yohannes et al, 2010). Penyakit jantung merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro. Kejadian gagal jantung ini cenderung
mengalami peningkatan tiap tahunnya. Gagal jantung
menempati urutan tujuh yaitu 3,23% dari 14.232 pasien pada tahun 2012 atau
sekitar
459
pasien
dalam setahun.
Berdasarkan
penelitian
pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro, ditemukan bahwa 6 dari 10 pasien penyakit jantung mengalami kecemasan atau sekitar 60% pasien mengalami kecemasan selama dirawat di rumah sakit. Berdasarkan National Institute of Mental Health (2008), kecemasan merupakan salah satu bentuk gejala dari depresi. Sebagaimana diketahui
3
bahwa depresi dan kecemasan sering kali timbul secara bersamaan dan merupakan gangguan mental yang paling sering terjadi pada masyarakat umum. Bank Dunia pada tahun 1993 memperkirakan bahwa masalah kesehatan mental menyebabkan 8% penyakit global yang berat, lebih besar daripada yang disebabkan oleh oleh tubercolosis, kanker, ataupun penyakit jantung (Craig & Boardman, 2009). Kitagawa et al (2011) melakukan penelitian mengenai hubungan depresi dengan lama rawat inap pada pasien bedah torak. Penelitian tersebut menunjukkan adanya korelasi antara kejadian depresi terhadap lama rawat inap pasien di rumah sakit, yaitu pasien dengan tingkat depresi yang lebih tinggi memiliki lama rawat inap yang lebih lama. Penelitian lain mengenai depresi dan kecemasan dilakukan oleh Mattar et al (2012) pada pasien anorexia nervosa berkaitan dengan status gizi pasien. Penelitian ini menyatakan bahwa gejala depresi dan kecemasan paling tidak sebagian akan menurun dengan rehabilitasi gizi. Sebelumnya, dalam suatu studi literatur, Mattar mengatakan bahwa gejala depresi dan kecemasan merupakan sekuel dari kejadian malnutrisi pada pasien anorexia nervosa. Dari beberapa literatur yang diteliti hanya ada satu penelitian mengenai kecemasan dan hubungannya dengan status gizi. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa adanya korelasi positif antara gejala kecemasan dengan pemulihan gizi (Mattar et al, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih minimnya penelitian mengenai kecemasan dengan kondisi pasien di rumah sakit secara umum. Status gizi menjadi salah satu faktor penting dalam menunjang kesehatan seseorang. Malnutrisi berhubungan dengan peningkatan kesakitan, komplikasi, lama rawat inap, terapi medis, dan biaya perawatan rumah sakit. Sejak diketahuinya dampak serius yang ditimbulkan malnutrisi, peningkatan kewaspadaan dengan penilaian status gizi pasien sangat diperlukan (Handini, 2010). Oleh karena itu, penilaian status gizi pada pasien saat masuk rumah sakit menjadi salah satu hal yang mulai
4
rutin
dilakukan.
Hal
itu
dilakukan
untuk
sebagai
acuan
dalam
penatalaksanaan gizi pasien di rumah sakit. Kaitan penting antara status gizi dan kesehatan, serta peran kritis gizi dalam penyembuhan pasien sudah sangat banyak didokumentasikan. Namun kejadian malnutrisi di rumah sakit masih sering saja terjadi (Gibson, 1990). Kejadian malnutrisi baik sejak pasien masuk rumah sakit maupun
setelah
pasien
dirawat
menjadi
salah
satu
hal
yang
mempengaruhi kesembuhan pasien dan tentu saja lama rawat pasien di rumah sakit. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa status gizi berkaitan dengan lama rawat pasien rawat inap, penurunan kualitas hidup, dan peningkatan angka kesakitan dan kematian (Kyle & Coss-Bu, 2010). Pasien dengan status gizi yang kurang memiliki risiko lama rawat yang relatif lebih lama dibandingkan dengan pasien dengan status gizi baik (Almeida et al, 2012). Selain itu Caccialanza et al (2012) lebih dalam menyebutkan bahwa pasien dengan risiko gizi tinggi pada saat masuk rumah sakit cenderung memiliki lama rawat yang lebih daripada pasien dengan risiko gizi rendah. Beberapa penelitian telah menyebutkan adanya kaitan parameter gizi dengan lama rawat inap, namun belum banyak yang meneliti bagaimana kecemasan dan status gizi dalam mempengaruhi lama rawat pasien di rumah sakit. Hal ini tentu menjadi tema menarik untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh status kecemasan saat masuk terhadap lama rawat inap pasien jantung di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro?
5
2. Apakah terdapat pengaruh status gizi saat masuk terhadap lama rawat inap pasien jantung di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh status kecemasan dan status gizi saat masuk terhadap lama rawat pada pasien jantung di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro. 2. Tujuan Khusus Mengetahui pengaruh status kecemasan saat masuk terhadap lama rawat pada pasien jantung di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro Mengetahui pengaruh status gizi saat masuk terhadap lama rawat pada pasien jantung di RSUD Jenderal Ahmad Yani Metro
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pengembangan Ilmu Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi penting bagi tenaga kesehatan mengenai faktor yang mempengaruhi lama rawat pada pasien jantung rawat inap. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai pentingnya mengatasi kecemasan dan mempertahankan status gizi selama pasien dirawat di rumah sakit.
6
3. Bagi Instansi Gizi Memberikan informasi tentang kecemasan dan status gizi pasien saat masuk rumah sakit yang berpengaruh terhadap lama rawat inap sehingga berguna dalam peningkatan pelayanan terutama pelayanan gizi di rumah sakit. 4. Bagi Penulis Penelitian ini akan menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu gizi dan kesehatan serta diharapkan dapat dijadikan informasi dalam penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian terkait yang telah dilakukan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Bankier et al (2009) berjudul Association Between Anxiety and C-Reactive Protein Levels in Stable Coronary Heart Disease Patients. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian kecemasan pada pasien penyakit jantung koroner dengan biomarker inflamasi untuk risiko penyakit jantung koroner. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan sebagai variabel bebas. Sedangkan variabel terikat adalah biomarker dalam penyakit jantung koroner yaitu C-Reactive Protein (CRP), troponin T, dan aminoterminal pro-B-type brain natriuretic peptide. Instrumen yang digunakan adalah Structured Clinical Interview for DSM-IV, sedangkan pada penelitian ini menggunakan instrumen Hospital Anxiety and Depression Scale untuk mengukur kecemasan. Pada penelitian ini, digunakan variabel bebas yang sama yaitu tingkat kecemasan, namun tidak melibatkan biomarker penyakit sebagai variabel terikat dan juga menitikberatkan pada tingkat kecemasan dan variabel status gizi sebagai prediktor lama rawat inap pada pasien penyakit jantung.
7
Penelitian lain dilakukan oleh Wang et al (2012) dalam The Prevalence and Predictors of Anxiety and Depression in Adolescents with Heart
Disease
yang
mengemukakan
bahwa
kejadian
kecemasan
merupakan hal yang relatif umum terjadi pada pasien penyakit jantung usia remaja. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi prevalensi kecemasan pada remaja ini melibatkan 119 remaja berusia 12-20 tahun. Instrumen yang digunakan adalah Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) untuk menilai kecemasan dan depresi. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada subyek penelitian serta adanya variabel lain sebagai prediktor kejadian kecemasan pada pasien. Penelitian ini memiliki persamaan yaitu sama-sama melihat bagaimana tingkat kecemasan pada pasien penyakit jantung, instrumen yang digunakan serta pada desain penelitiannya. Marwiati (2005) dalam Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Strategi Koping pada Keluarga dengan Anggota Keluarga yang Dirawat dengan Penyakit Jantung di RSUD Ambarawa 2005 melakukan studi mengenai kecemasan dengan strategi koping. Penelitian ini dilakukan pada anggota keluarga pasien penyakit jantung sehingga terlihat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yang melibatkan pasien penyakit jantung itu sendiri sebagai subyek penelitian. Variabel yang digunakan yaitu tingkat kecemasan sebagai variabel bebas dan strategi koping sebagai variabel terikat. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kecemasan adalah Zung Self Rating Anxiety Scale (ZRAS). Pada penelitian ini juga tidak melibatkan variabel status gizi dan lama rawat dalam penelitiannya sebagaimana dengan penelitian yang akan dilakukan. Sedangkan penelitian lain mengenai status gizi kaitannya dengan lama rawat inap pada pasien bedah dilakukan oleh Almeida, et al (2012) dengan judul Length of Stay in Surgical Patients : Nutritional Predictive Parameters Revisited. Penelitian ini menilai beberapa parameter gizi seperti risiko gizi, status gizi, kehilangan berat badan, lingkar lengan
8
tengah, serta massa otot lingkar lengan tengah. Beberapa variabel ini kemudian dikaitkan dengan lama rawat inap pasien di rumah sakit. Hasilnya menyebutkan bahwa pasien dengan risiko gizi dan status gizi kurang mengalami kemungkinan rawat inap yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang memiliki risiko gizi dan status gizi yang baik. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu dalam hal variabel penelitian yaitu metode pengukuran variabel status gizi yang menggunakan Index Massa Tubuh (IMT). Selain mengukur variabel status gizi,penelitian ini juga mengukur parameter tingkat kecemasan pasien saat masuk rumah sakit, yang kemudian akan dikaitkan dengan lama rawat inap pasien. Persamaannya adalah pada metode penelitian yang menggunakan desain kohort prospetif. Sejalan dengan penelitian Almeida, et al (2012), Caccialanza, et al (2010) juga melakukan penelitian serupa mengenai Nutritional Parametes Associated with Prolonged Hospital Stay Among Ambulatory Adult Patients. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi parameter nutrisi yang berkaitan dengan lama rawat inap pasien, yaitu masalah malnutrisi pada pasien dewasa yang masih dapat berjalan dengan lama rawat inap. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel risiko gizi pasien dan penurunan berat badan selama dirawat, kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan lama rawat inap pasien tersebut. Penilaian risiko gizi diambil dengan menggunakan Nutritional Risk Screening-2002 (NRS-2002) & Malnutrition Universal Screening Tools (MUST) sedangkan status gizi dinilai dengan Subjective Global Assessment (SGA). Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa pasien yang pada saat masuk rumah sakit mengalami risiko gizi yang tinggi berhubungan kuat dengan lama rawat inap. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada variabel penelitian yang mengukur status gizi dan tingkat kecemasan pasien. Kesamaan penelitian ini adalah pada desain penelitian dan juga mengaitkan variabel yang ada dengan lama rawat inap pasien di rumah sakit.