BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan organisasi dengan kompleksitas yang sangat tinggi.Sering kali rumah sakit diistilahkan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat teknologi, padat ilmu pengetahuan dan padat regulasi (Salimah, 2009).Kondisi yang demikian membuat rumah sakit membutuhkan sistem manajemen dan pelayanan yang baik untuk bisa berkembang menjadi institusi yang memiliki daya saing dan kepekaan terhadap kebutuhan pasien sebagai konsumen terbesar di rumah sakit. Buruknya manajemen dan pelayanan jasa kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada pasien sudah sejak lama disadari mengakibatkan banyak kerugian baik bagi rumah sakit maupun bagi pasien.Survey membuktikan bahwa tidak setiap konsumen yang kecewa dengan pelayanan perusahaan dengan senang hati menyampaikan keluhannya.Artinya, meski pasien tidak menyampaikan keluhannya bukan berarti secara otomatis dianggap puas dengan pelayanan di rumah sakit.Temuan yang didapatkan Technical Assistance Research Program (TARP) di Washington, D.C. mendapati kenyataan bahwa 96% konsumen yang tidak puas justru secara diam-diam beralih ke jasa pesaing.Itu artinya, diamnya pasien merupakan sinyal buruk bagi rumah sakit.Karena 4% yang menyampaikan keluhan biasanya adalah mereka yang benar-benar setia atau membutuhkan jasa rumah sakit. Indikasi ini bermakna, setiap satu pasien yang tidak puas pada dasarnya mewakili 25 pasien lain yangkecewa. Bila setiap hari ada 100 pasien yang mengeluh, berarti terdapat 2.500 pasien yang kecewa (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).
1
2
Menurut Kotler kepuasan pasien adalah perasaan senang dan kecewa pasien sebagai hasil perbandingan antara prestasi yang dirasakan dengan harapan. Pasien akan puas apabila layanan yang didapatkannya sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pasien. Sedangkan ketidakpuasan akan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan pasien (Wanti, 2011) Salah satu bentuk pelayanan yang paling mempengaruhi tingkat kepuasan pasien di rumah sakit adalah pelayanan keperawatan. Penelitian Otani (2009) dari tahun 2005 hingga tahun 2007 di lima rumah sakit di daerah metropolitan St. Louis Midmissouri dan bagian selatan Illinois Amerika Serikat menunjukkan kenyataan tersebut. Ada enam unsur pelayanan yang dinilai dalam penelitian tersebut; proses registrasi, pelayanan keperawatan, pelayanan dokter, pelayananstaf, pelayanan makanan, dan pelayanan ruangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh staf dan perawat adalah faktor yang paling mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dibandingkan faktor lainnya (Otani, 2009). Hal tersebut dapat dimaklumi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam dimulai dari awal masuk hingga kepulangan pasien. Sepanjang pasien dirawat di ruangan, pasien akan terus berinteraksi dengan perawat. Perawatlah yang selalu standby membantu pasien ketika pasien membutuhkan pertolongan.Perawat juga yang membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan membantu dalam pemulihan dan penyembuhan pasien. Sehingga hubungan dan interaksi antara perawatpasien akan sangat menentukan tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan di rumah sakit (Otani, 2009). Shirley (2012) mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama
pada pelayanan barang dan jasa meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasiendengan cepat, reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien dengan tepat, assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada pasien sehingga dipercaya,
3
emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pasien dan tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik
yang dapat langsung dirasakan oleh pasien. Dalam
pelayanan rumah sakit adalah kebersihan ruangan pengobatan dan toilet. Penelitian yang dilakukan Afrianti (2011) di Ruang Rawat Inap Bangsal Bedah RSUP Dr. M. Djamil tahun 2011 terlihat bahwa 60% pelayanan keperawatan tidak bermutu dan sebanyak 55% pasien menyatakan tidak puas terhadap pelayanan keperawatan. Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara mutu pelayanan keperawatan dengan tingkat kepuasan dengan nilai p 0,000.
Penelitian Kamaruzzaman (2008) yang meneliti tentang pengaruh pelayanan asuhan keperawatan terhadap kepuasan pasien menunjukkan bahwa dari 53 responden yang diwawancarai 60, 4% merasa puas dengan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat dan 36,9 % responden kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh perawat, sedangkan menurut Soliknah (2008) yang meneliti tentang hubungan kepuasan pasien dengan minat pasien dalam pemanfaatan ulang pelayanan pengobatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif bermakna antara kepuasan pasien dengan minat pemanfaatan ulang pelayanan pengobatan dengan lima dimensi kualitas pelayanan tertinggi (84,5%) merasa puas dengan pelayanan dibagian administrasi, pasien merasa puas terhadap pelayanan perawat 82,5% terendah adalah kepuasan terhadap kebersihan kerapian dan kenyamanan ruangan sebesar 67%. Rumah sakit umum Sari Mutiara lantai III, merupakan ruang rawat inap yang ratarata pasiennya memakai jaminan BPJS. Jumlah kunjungan pasien yang memakai BPJS dari bulan Januari-April 2014 sebanyak 1338 orang dengan rata-rata perbulannya sebanyak 268 orang. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti di lantai III RSU Sari Mutiara Medan 5 orang pasien mengatakan pelayanan belum puas karena pada saat mereka membutuhkan bantuan perawat, keluarga pasien memanggil perawat dan perawat tersebut kurang menghiraukannya dan perawat
4
juga belum melakukan pelayanan dengan baik sesuai yang diharapkan dikarenakan perawat belum menggunakan komunikasi teraupetikterhadap pasien, ada juga pasien mengeluh bahwa perawat yang kurang ramah kepada pasien Selain itu perawat juga kurang melayani pasien dengan baik. Berdasarkan uraian fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien yang memakai kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu “Apakah ada hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien yang memakai kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014”. C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Mengetahui hubungan mutu pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien yang memakai kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial(BPJS)di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan tahun 2014”.
2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui pelayanan keperawatan di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.
b.
Mengetahui kepuasan pasien di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.
5
D. Manfaat Penelitian 1 Bagi Pasien Sebagai bahan masukan agar pasien lebih teliti untuk memperhatikan haknya sebagai pasien sehingga pelayanan yang didapat dari perawat dapat dikonfirmasikan kepada pihak rumah sakit apabila merasakan puas atau tidak. 2. Bagi RSU Sari Mutiara Medan Dengan diketahuinya hubunganpelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien yang memakai kartu BPJS di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan, maka Kepala Keperawatan maupun Direktur Rumah Sakit dapat melakukan interve nsi ataupun kebijakan-kebijakan manajemen untuk peningkatan mutu pelayanan keperawatan demi peningkatan derajat kesehatan pasien yang optimal. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Sebagai informasi tambahan maupun data awal untuk mengembangkan penelitian selanjutnya yang berkaitan hubungan pelayanan keperawatan dengan kepuasan pasien.