BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Krisis finansial global tahun 2008, yang diawali oleh krisis finansial di Amerika Serikat dan menyebar melalui sistem finansial global telah mencederai perekonomian negara-negara Barat selama setengah dekade terakhir dan mencatatkan sejarah tersendiri dalam catatan sejarah tua Kapitalisme di dunia Barat. Melihat proses dan dampak krisis yang begitu luar biasa cepat dan besar, krisis finansial di Amerika Serikat ini harus dilihat sebagai krisis struktural dari sebuah bentuk kapitalisme yang dianut oleh Amerika Serikat, yaitu kapitalisme neoliberal. Hal ini semakin diperjelas jika melihat upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Amerika serikat mulai dari merespon ledakan buble ekonomi sampai pemulihan ekonomi justru melanggar prinsip dasar ideologi ekonomi mereka yang mengharamkan intervensi dalam segala bentuk terhadap pasar. Nyatanya justru langkah-langkah intervensi kontroversial tersebut direspon positif dalam mengerem laju krisis sampai akhirnya perkonomian AS semakin pulih dan terus menguat sampai saat ini. Dari sejumlah langkah yang dilakukan pemerintah AS dalam merespon krisis finansial, mungkin kebijakan bailout atau pengucuran dana talangan merupakan yang paling kontroversial. Dana sejumlah $700 milyar untuk program yang dinamakan Troubled Asset Relief Program (TARP) disahkan pada 3 Oktober 2008, hanya sekitar seminggu dari waktu diajukannya proposal kepada kongres. Namun, jumlah ini kemudian dikurangi menjadi $475 milyar melalui Dodd–Frank Wall Street Reform and Consumer Protection Act. Program ini berupa pembelian aset-aset dan ekuitas dari institusi finansial untuk menguatkan sektor finansialnya. Justifikasi dari dikeluarkannya kebijakan ini sesegera mungkin adalah entitasentitas bisnis yang akan diberikan suntikan dana tersebut dianggap terlalu besar
untuk mengalami kegagalan (too big too fail) dan akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan, sehingga akan menimbulkan kemandekan ekonomi yang fatal. Diambilnya kebijakan ini dianggap sebagai intervensi berlebihan oleh pemerintah terhadap mekanisme pasar. Pertanyaan yang muncul adalah mengapa pemerintah melakukan intervensi dengan memberikan bantuan kepada entitasentitas bisnis alih-alih “membiarkan pasar bekerja”. Menurut ideologi neoliberal, langkah yang harusnya diambil pemerintah adalah membiarkan institusi-institusi yang mengalami krisis akibat kesalahan manajemen dan keputusan bisnis yang salah untuk bangkrut atau diserap oleh institusi lain yang lebih kuat. Menurut alternatif berorientasi pasar yang ketat ini, di Amerika Serikat, perusahaan bangkrut akan tunduk pada "Bab 7 Kebangkrutan" dan dilikuidasi. Pemerintah justru memberikan bailout kepada institusi seperti Bear Stearns dan AIG tetapi membiarkan Lehman Brothers bangkrut. Lebih kontroversial lagi adalah dana tersebut diambil dari APBN, yaitu dengan kata lain merupakan uang warga negara pembayar pajak di AS. Jika melihat linimasa terjadinya krisis, maka periode penting dalam penanganan krisis terjadi mulai tahun 2008 di mana krisis finansial memuncak dan mulai membuat efek domino yang ditandai dengan kolapsnya raksasa finansial seperti Lehman Brothers. Tahun tersebut juga merupakan masa diadakannya pemilu dan peralihan kepemimpinan di AS dari George W. menuju ke masa kepemimpinan Barack Obama. Periode pemilu dan pergantian kepemimpinan ini tentunya menjadikan isu krisis menjadi komoditas politik dan tempat di mana kondisi ekonomi dan kepentingan politik saling berinteraksi.
B. Rumusan Masalah Dari latar
belakang
yang
sudah dipaparkan sebelumnya,
maka
permasalahan utama yang akan diangkat dalam skripsi ini dapat dirumuskan
melalui pertanyaan: Mengapa pemerintah AS mengambil kebijakan bailout sebagai langkah untuk mengatasi krisis finansial tahun 2008?
C. Kerangka Konseptual Too Big Too Fail Jika“too big too fail” diartikan secara harfiah dalam Bahasa Indonesia artinya adalah terlalu besar untuk gagal dan merupakan suatu istilah di bidang ekonomi dan keuangan yang merujuk pada beberapa institusi atau entitas bisnis. Dalam Cambrige Dictionaries Online, too big to fail diartikan sebagai istilah untuk menggambarkan sebuah bank yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara, karena itu pemerintah akan memberikan uang rakyat untuk mencegahnya gagal (bangkrut).1 Sedangkan dalam Investopedia, too big to fail dijelaskan sebagai sebuah gagasan bahwa suatu bisnis telah menjadi begitu besar dan begitu mengakar dalam perekonomian, sehingga pemerintah akan memberikan bantuan untuk mencegah kegagalannya (kebangkrutannya). "Terlalu besar untuk gagal" menggambarkan keyakinan bahwa jika sebuah perusahaan besar gagal, maka akan memiliki efek gelombang bencana terhadap seluruh perekonomian.2 Perusahaan-perusahaan besar umumnya melakukan bisnis dengan perusahaan lain untuk urusan suplai dan jasa. Jika sebuah perusahaan besar gagal, perusahaan-perusahaan yang mengandalkan perusahaan tersebut untuk bagian-bagian dari pendapatan mereka mungkin terbawa jatuh juga, belum lagi sejumlah lapangan pekerjaan yang akan hilang sebagai akibatnya. Oleh karena itu, jika biaya bailout kurang dari biaya kegagalan ekonomi yang akan
1 Cambrige Dictionaries Online, Too Big To Fail (daring),
, diakses 17 November 2014. 2 Investopedia, Too Big To Fail (daring), , diakses 17 November 2014.
timbul, pemerintah dapat memutuskan bahwa bailout adalah solusi yang paling hemat biaya. Doktrin too big to fail, kadang-kadang disebut TBTF, dapat kita telisik kembali setidaknya sampai masa Lois Brandeis, ketika pada tahun 1914, Treasury mengambil langkah untuk memberikan bantuan keuangan ke New York City. Pada 1980-an, ketika pemerintah menyelamatkan Continental Illinois Bank, Stewart B. McKinney, seorang anggota kongres Connecticut, menyatakan bahwa pemerintah telah menciptakan kelas baru dari bank, yaitu too big to fail. Ungkapan tersebut terus kembali digunakan dan menjadi baku. 3
Teori Ekonomi Politik Keynesian dan Konsep Siklus Bisnis Politik Teori ekonomi politik Keynesian didasarkan pada gagasan John Meynard Keynes, dicirikan dengan kepercayaan pada pemerintah yang aktif dan kewaspadaan terhadap akibat dari pasar.4 Samuelson dan Nordhaus menggambarkan ekonom Keynesian melihat ekonomi sebagai seseorang yang memiliki bipolar disorder, dimana pada suatu ketika bisa terbawa dalam antusiasme kebahagiaan yang begitu tinggi, namun seketika terjatuh dalam jurang kesedihan dan keputusasaan yang mendalam. Dalam kondisi seperti itu diperlukan peran pemerintah dalam mempengaruhi aktivitas ekonomi melalui langkah-langkah fiskal maupun moneter untuk mempengaruhi permintaan agregat. Ketika perekonomian mulai menunjukkan angka inflasi yang meningkat maka pemerintah akan mengambil langkah untuk mengurangi
3
E. Dash, ‘If It’s Too Big to Fail, Is It Too Big to Exist?,’ The New York Times (daring), 20 June 2009, , diakses 17 November 2014. 4 M. Bishop, Economics: an A-ZGuide, 2010, edisi Bahasa Indonesia Ekonomi: Panduan Lengkap dari A sampai Z, diterjemahkan oleh Fredy Mutiara, Pustaka Baca, Yogyakarta, 2010, p. 72-76.
permintaan agregat dan meningkatkannya jika terjadi resesi. 5 Perbedaan mendasar ini tentunya memberikan konsekuensi dalam ekonomi politik suatu negara, yaitu mendefinisikan peran dari negara dalam hubungannya dengan perekonomian. Hubungan antara negara dan perekonomian dalam konteks kebijakan stabilisasi akan memiliki konsekuensi politik selain stabilitas ekonomi yang dituju. Kebijakan stabilisasi dapat menghasilkan stabilitas ekonomi, tetapi disisi lain dapat berimplikasi dan menghasilkan masalah politik dan ekonominya sendiri. Kebijakan stabilisasi bisa membawa konsekuensi politik yang besar dan bisa mendorong terbentuknya agenda politik.6 Hubungan dan implikasi tersebut dapat dijelaskan melalui konsep siklus bisnis politik. Konsep siklus bisnis politik adalah sebuah gagasan yang menjelaskan bagaimana pembuat kebijakan membuat suatu kebijakan untuk mengelola siklus bisnis selaras dengan siklus politik, sehingga berdampak positif terhadap kepentingan politiknya. Dalam literatur yang menjelaskan tentang siklus bisnis politik dijelaskan bahwa kondisi ekonomi dalam suatu masyarakat memberikan pengaruh yang besar terhadap proses pemilu. Ketika pejabat-pejabat penyelenggara negara dianggap memiliki tanggung jawab dalam kondisi ekonomi negara, maka tingkat elektabilitas mereka dalam pemilu akan ditentukan oleh apakah perekonomian sekarang mengalami resesi yang menyebabkan mereka disalahkan atas kondisi tersebut ataukah perekonomian sedang mengalami pertumbuhan sehingga menuai pujian. Oleh karena itu dengan mengelola siklus ekonomi sedemikian rupa, sehingga fase tertentu (yang positif) akan terjadi pada masa-masa tak lama sebelum pemilu dilaksanakan adalah cara untuk meningkatkan elektabilitas para pejabat negara. Maka di sini pertimbangan-pertimbangan politik lebih berat bobotnya 5 P. A. Samuelson & W. D. Nordhaus, Economics, 17th edn, McGraw-Hill, New York, 2001, pp. 714-715. 6
J. A. Caporaso & D. P. Levine, Theories of Political Economy, 1992, edisi Bahasa Indonesia Teori-Teori ekonomi Politik, diterjemahkan oleh Suraji, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2008, p. 293.
daripada pertimbangan-pertimbangan ekonomi dan juga menjelaskan bahwa instabilitas ekonomi yang terjadi bukannya mendorong pejabat-pejabat negara untuk mengelolanya dengan kompeten dan profesional melainkan akan menghasilkan apa yang disebut siklus bisnis politik.7 D. Argumen Utama Ada dua hal yang dapat menjelaskan mengapa pemerintah AS mengambil kebijakan bailout sebagai langkah untuk mengatasi krisis finansial tahun 2008. Pertama, adanya entitas-entitas bisnis yang disebut sebagai too big too fail. Terkait dengan krisis finansial yang terjadi, kurangnya regulasi terhadap pasar dan transaksi finansial menyebabkan munculnya entitas-entitas yang tergolong too big too fail. Entitas-entitas tersebut memiliki aset dan skala bisnis yang sangat besar, sehingga kejatuhan mereka akan menimbukan efek domino yang masif pada perekonomian secara umum dan hilangnya jutaan lapangan pekerjaan. Pentingnya keselamatan dari entitas-entitas bisnis tersebut juga tidak hanya merupakan kepentingan seiisi negara Amerika Serikat saja karena dengan sudah semakin globalnya sistem finansial, banyak dana-dana dari negara lain yang dipertaruhkan. Sehingga tekanan dari negara lain turut mempengaruhi pemerintah AS untuk melakukan kebijakan yang dapat menyelamatkan entitas-entitas bisnis tersebut. Kedua, pada tahun tersebut akan diadakan pemilu dan pemilihan presiden. Terjadinya krisis di Wall Street dan efek berikutnya dengan mulai terguncangnya perekonomian secara umum, hanya berselang beberapa bulan menjelang pemilu di AS. Kondisi ini menimbulkan apa yang disebut sebagai siklus bisnis politik. Kepentingan politik yang terkait dengan pemilu mendorong adanya agenda politik dalam penetapan kebijakan ekonomi, dalam hal ini terkait keluarnya kebijakan bailout. Hal tersebut mengakibatkan proses legislasi untuk disahkannya danabailout sebesar 700 milyar dolar menjadi sangat cepat karena kondisi perekonomian saat itu yang sangat rapuh dan butuh penanganan segera untuk 7
Caporaso, pp. 294-295
menyelamatkan beberapa intitusi bisnis. Siklus pemilu (termasuk masa kampanye) menciptakan agenda politik tersendiri bagi anggota parlemen untuk mengucurkan dana Federal ke perusahaan-perusahaan tertentu sebagai imbal balik dari kontribusi mereka di pemilu
E. Metode Penelitian Metode penelitian yang Penulis gunakan adalah studi kepustakaan atau studi literatur. Metode ini digunkan untuk mendapatkan data sekunder terkait variable-variabel yang akanditeliti. Sumber-sumber yang digunakan untuk memperoleh data tersebut, yaitu buku, jurnal, karya tulis ilmiah, artikel, media berita, dan sumber-sumber tertulis lain baik cetak maupun elektronik yang kredibel dan terpercaya. Tulisan kemudian dibuat dalam struktur deskriptif-eksplanatif yang dimulai dari kronologi terjadinya krisis finansial di AS yang mencapai puncaknya tahun 2008 hingga penjelasan mengenai kebijakan bailout yang dikeluarkan pemerintah AS dari sudut pandang politik ekonomi. Data yang dikumpulkan digunakan untuk mengkaji dan menganalis sisi ekonomi politik dari kebijakan bailout yang dilakukan pemerintah AS.
F. Sistematika Penulisan Skripsi berjudul “Analisis Ekonomi Politik Kebijakan Bailout Pemerintah AS dalam Mengatasi Krisis Finansial Tahun 2008” akan dibagi menjadi empat bab. Bab pertama, mengenai pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kerangka konseptual, hipotesis, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua, menjelaskan bagaimana kronologi terjadinya krisis dan bagaimana mekanisme krisis bisa terjadi dan berdampak masif terhadap stabilitas
ekonomi AS. Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana krisis finansial bisa terjadi sampai pengaruhnya terhadap perekonomian AS secara keseluruhan. Bab ketiga, menjelaskan mengenai kebijakan bailout yang dikeluarkan pemerintah AS untuk merespon krisis finansial. Bagian ini akan menganalisis mengenai kebijakan bailout seperti apa yang dikeluarkan pemerintah serta mencoba menjelaskan bagaimana kebijakan bailout menjadi krusial untuk dilakukan atas dasar pertimbangan ekonomi. Dalam bab ini juga akan dijelaskan bagaimana kepentingan ekonomi dan politik yang saling bersinggungan dan menyebabkan siklus bisnis politik terkait dengan pemilu yang dilaksanakan hanya berselang satu bulan setelah kebijakan bailout diresmikan. Bab keempat, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Pada bab terakhir ini akan diuraikan secara singkat jawaban dari rumusan masalah yang sudah dibahas dalam bab-bab sebelumnya, termasuk usulan serta manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini.