BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekurangan tenaga kesehatan di daerah terpencil dan pedesaan telah menjadi perhatian dunia. Banyak negara telah melaksanakan intervensi untuk mengatasi masalah ini, tapi sangat sedikit yang mengetahui tentang efektifitas intervensi tersebut dan keberlanjutannya dalam jangka panjang (Dolea et al., 2010). Salah satu upaya dalam pembangunan bidang kesehatan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui upaya kesehatan ibu dan anak yang bertujuan dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Kesehatan ibu, anak dan bayi merupakan pondasi dalam pembangunan bangsa. Tanpa ketiga indikator yang kuat tersebut, maka dapat dipastikan kehilangan generasi yang berkualitas dan unggul akan semakin besar. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah tenaga kesehatan menjadi agenda yang tidak bisa ditawar lagi. Terlebih ketiga aspek tersebut menjadi indikator capaian dalam pembangunan Millenium Development Goals (MDGs) Jumlah tenaga kesehatan yang bekerja adalah indikator kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan kesehatan rakyatnya, terutama di daerah rentan seperti daerah pedesaan dan terpencil. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan bila tidak diimbangi dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang memadai serta akses kesehatan yang mencukupi akan menimbulkan sebuah masalah kesehatan di masyarakat. Akses terhadap pelayanan yang berkualitas sangat penting untuk memperbaiki pelayanan kesehatan, seperti yang telah ditargetkan oleh MDGs, yakni pengurangan angka kematian ibu sebesar 75% pada tahun 2015, tergantung pada akses pelayanan keperawatan yang terampil pada saat menolong persalinan dan pelayanan selama kehamilan. Oleh sebab itu MDGs tidak dapat dicapai jika populasi yang rentan tidak memiliki akses ke tenaga yang terampil (Dussault & Franceschini, 2006).
1
2
Kekurangan tenaga kesehatan di negara-negara Asia dan Pasifik merupakan isu penting yang harus segera diatasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penguatan sistem kesehatan. Petugas kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam sistem kesehatan, namun sangat sering diabaikan. Petugas kesehatan enggan bekerja di daerah pedesaan atau terpencil karena sedikitnya dukungan atau pengawasan, kurangnya sumber daya kesehatan, kondisi kerja dan kehidupan yang buruk dan isolasi dari rekan-rekan professional (Henderson & Tulloch, 2008). Menurut Dieleman et al. (2003) di Viet Nam faktor utama yang mempengaruhi kinerja petugas kesehatan terutama yang bekerja di daerah terpencil adalah faktor keuangan dan non keuangan, seperti: insentif, apresiasi dari manajer, kolega dan masyarakat, hal utama yang mematahkan semangat adalah terkait dengan gaji rendah dan kondisi kerja yang sulit. Di beberapa negara di Afrika pun tak luput dari permasalahan ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan pekerja kesehatan bermigrasi keluar negara mereka, faktor tersebut seperti : ingin melanjutkan pendidikan dan pelatihan, lingkungan kerja yang kondusif, mencari sistem kesehatan yang lebih baik dan remunerasi yang lebih baik dan realistis (Stilwell et al., 2004). Menurut peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 7 tahun 2013 tentang pedoman pengangkatan dan penempatan dokter dan bidan sebagai pegawai tidak tetap, bahwa pemerintah bertanggungjawab memenuhi hak rakyat untuk sehat dengan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan secara merata diseluruh daerah dalam berbagai tingkat pelayanan kesehatan. Namun demikian penyediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan belum diikuti dengan penyediaan tenaga kesehatan yang memadai, sehingga sebagian masyarakat di daerah masih belum dapat mengakses pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai dengan kebutuhannya. Masalah maldistribusi tenaga kesehatan merupakan isu utama dalam upaya peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Pada umumnya tenaga kesehatan masih berkonsentrasi di wilayah perkotaan atau daerah yang masih secara ekonomi lebih makmur, infrastruktur yang mendukung, lebih banyak
3
kasus, dan dengan sumberdaya yang memadai. Kementerian kesehatan telah mengimplementasikan berbagai kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi permasalah seperti penempatan tenaga medis dan bidan PTT. Kabupaten Kutai Timur dengan luas wilayah 35.747,50 kmĀ² atau 17% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Timur masih sangat memerlukan banyak tenaga bidan untuk dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tersebar di 19 Puskesmas di wilayah Kabupaten Kutai Timur, dengan pembagian wilayah lima daerah biasa, lima daerah terpencil dan sembilan daerah sangat terpencil. Masalah ketersediaan tenaga kesehatan di daerah terpencil dan sangat terpencil merupakan masalah klasik yang sering timbul namun belum pernah ada penyelesaian yang konkrit atau nyata. Adanya kebijakan pemerintah, dalam hal ini Kementrian Kesehatan merekrut bidan PTT yang disebarkan di wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Kutai Timur tidak otomatis dapat mengatasi masalah yang ada. Permasalahan yang terjadi di Kabupaten Kutai Timur pada tahun 2011, dimana banyak diantara bidan PTT yang diangkat namun tidak berminat untuk ditempatkan, adapun data tersebut dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Data Bidan PTT yang bersedia ditempatkan SK yang Tahun dikeluarkan 2011 ( April, Juni, Oktober) 2012 (September) 2013 2014 (Desember) Jumlah Sumber: Dinkes Kab Kutai Timur
123 27 0 13 163
Berminat
Tidak Berminat
94 27 0 13 134
29 0 0 0 29
Dari jumlah bidan PTT yang berminat ditempatkan, ada yang tidak menjalankan tugas sampai masa bakti selesai dan ketika masa bakti selesai diantara bidan PTT ada yang mengajukan pindah tugas dari daerah terpencil ke daerah biasa atau daerah sangat terpencil ke daerah terpencil bahkan ada yang mengajukan keluar daerah. Data keaktifan bidan yang telah ditempatkan dapat dilihat pada Tabel 2.
4 Tabel 2. Data Keaktifan bidan PTT yang sudah ditempatkan Tahun
2011 ( April, Juni, Oktober) 2012 (September)
Bidan yang sudah ditempatkan
Aktif bertugas
Tidak aktif bertugas
Tdk Perpanjangan
Mutasi Kriteria
94
68
26
6
5
27
25
2
0
0
2013 2014 (Desember)
0
0
0
0
0
13
13
0
0
0
Jumlah
134
106
28
6
5
Sumber: Dinkes Kab Kutai Timur
Keterangan Mutasi dari daerah terpencil ke daerah biasa dan keluar Kabupaten Masih dalam masa bakti Tidak ada pengangkatan Baru dua bulan masa bakti
Sampai tahun 2013 masih ada duapuluh lima desa di daerah terpencil dan sangat terpencil yang belum memiliki bidan desa dan sampai tahun 2014 masih tersisa limabelas desa. Tidak retensinya tenaga bidan PTT dan kurangnya minat bidan bekerja di desa akan menjadi masalah dimana ketersediaan tenaga bidan di daerah terpencil dan sangat terpencil akan semakin berkurang sementara kebutuhan akan pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak semakin meningkat. Maka peneliti tertarik untuk mengetahui penyebab retensi bidan PTT di daerah terpencil dan sangat terpencil serta mengapa sebagian bidan PTT tidak retensi di daerah tersebut. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah mengapa bidan PTT tidak bersedia untuk retensi di Puskesmas terpencil dan sangat terpencil Kabupaten Kutai Timur? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor yang berperan pada retensi tenaga bidan PTT yang bertugas di puskesmas terpencil dan sangat terpencil Kabupaten Kutai Timur.
5
2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk: a. Mendapatkan gambaran kebijakan pemerintah terhadap perekrutan dan penempatan bidan PTT b. Mengeksplorasi faktor yang berperan pada retensi tenaga bidan PTT c. Mengidentifikasi faktor yang paling berperan pada retensi tenaga bidan PTT D. Manfaat Penelitian. 1. Manfaat bagi Pemerintah Daerah. Diharapkan penelitian dapat memberi informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Lintas Masyarakat dalam membuat suatu kebijakan untuk meningkatkan retensi tenaga kesehatan bidan PTT di daerah. 2. Manfaat bagi Puskesmas. Sebagai bahan informasi bagi puskesmas untuk dapat meningkatkan strategi retensi bidan PTT di wilayah kerja puskesmas dalam meningkatkan ketersediaan tenaga bidan dalam melayani Kesehatan Ibu dan Anak. 3. Manfaat bagi Peneliti Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti untuk menambah wawasan peneliti mengenai Sumber Daya Manusia Kesehatan, serta bagi peneliti lain sebagai bahan masukan untuk mengadakan penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian. Sesuai dengan pengetahuan peneliti, sejauh ini belum menemukan penelitian tentang retensi bidan PTT di daerah terpencil dan sangat terpencil. Namun ada beberapa penelitian terkait yang pernah dilakukan, antara lain: 1. Herman, (2012) meneliti tentang Pengaruh insentif terhadap retensi tenaga kesehatan di Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) provinsi Papua tahun 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh insentif terhadap retensi tenaga kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa insentif bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi retensi
6
tenaga kesehatan khususnya di DTPK. Persamaan dari penelitian ini adalah menggunakan penelitian kualitatif dengan desain studi kasus, perbedaan dari penelitian ini adalah variabel dependen penelitian terdahulu adalah tenaga kesehatan di daerah DTPK sedangkan pada penelitian ini adalah bidan PTT di daerah terpencil dan sangat terpencil. 2. Solikin
(2004),
meneliti
tentang
Faktor-faktor
yang
Mempengaruhi
Rendahnya Minat Bidan bekerja di Desa Terpencil. Tujuan dari penelitian ini adalah berupaya menjelaskan tidak tersedianya bidan di desa terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi minat bidan bekerja di desa terpencil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat bidan bekerja di daerah terpencil tidak dipengaruhi oleh pengelolaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Bungo, melainkan oleh kompensasi yang diberikan. Terbatasnya sarana dan fasilitas serta sulitnya pengembangan karir pasca PTT. Persamaan dari penelitian ini adalah pada subyek penelitian yakni bidan yang bertugas di daerah terpencil, perbedaan dari penelitian ini adalah pada variabel independen dan lokasi penelitian. 3. El-Jardali et al., (2013) meneliti tentang Study Nasional tentang retensi perawat pada fasilitas kesehatan di daerah yang kurang terlayani di Libanon. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik dan faktor yang terkait dengan retensi perawat yang bekerja di daerah pedesaan dan daerah yang kurang terlayani di Libanon, terutama di Rumah Sakit. Persamaan penelitian ini adalah pada tujuan penelitian yakni mengidentifikasi faktorfaktor yang berhubungan dengan retensi perawat. Perbedaannya adalah pada metode
penelitian
terdahulu
menggunakan
metode
kuantitatif
non-
experimental dengan desain cross sectional, sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus dengan metode eksplorasi.