BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak tahun 1968 jumlah kasusnya cenderung meningkat dan penyebarannya bertambah luas. Keadaan ini erat kaitannya dengan peningkatan morbilitas penduduk sejalan dengan semakin lancarnya hubungan transportasi serta tersebar luasnya virus dengue dan nyamuk penularnya di berbagai wilayah Indonesia.1 Penyakit demam berdarah (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.2 Program pengendalian penyakit dengue dibeberapa wilayah umumnya tidak terlalu berhasil, terutama karena program tersebut hampir bergantung sepenuhnya pada pengasapan insektisida untuk mengendalikan populasi nyamuk dewasa. Mengingat vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia, maka cara yang dapat dilakukan sampai saat ini ialah memberantas nyamuk penularnya (vektor) dengan pembersihan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN-DBD). Pemberantasan vektor dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa maupun jentiknya. Namun demikian, hingga saat ini upaya pemberantasan DBD belum berhasil di Indonesia, sehingga penyakit ini masih sering terjadi dan menimbulkan KLB di berbagai daerah.3 Selama 40 tahun terakhir, zat kimia telah banyak digunakan untuk mengendalikan populasi nyamuk dan serangga lain sehingga tidak menyebarkan penyakit yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat akibatnya Aedes aegypti dan vektor dengue lainnya dibeberapa negara telah membentuk kekebalan terhadap insektisida yang biasa dipakai, seperti temefos, malation, fention, permetrin, propoksur dan fenithrotion. Oleh karena itu ada anjuran untuk mengumpulkan data dasar tentang kerentanan insektisida sebelum kegiatan pengendalian dengan
insektisida dimulai dan untuk melakukan pemantauan terhadap tingkat kerentanan tersebut secara berjangka. Agar program pengendalian vektor DBD dapat membawa hasil yang memuaskan, penting kiranya untuk berfokus pada penurunan sumber larva.3 Cara yang tepat guna dalam pemberantasan penyakit DBD adalah melaksanakan pembersihan sarang nyamuk (PSN) yaitu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan 3M yaitu : 1) menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit ke tempat penampungan air bersih (TPA), 2) menutup rapat-rapat tempat penampungan air bersih (TPA) dan 3) mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang bekas lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi sarang nyamuk Aedes aegypti.4 Berbagai macam kegiatan selain 3M dilakukan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah dengue, diantaranya yang telah dilakukan dan memberikan hasil yang menjanjikan (promosing) adalah pengendalian dengan menggunakan 1% Abate/Temefos berbentuk granula pasir (sand granules) untuk stadium larva dan 4% malation dalam bentuk asap (fog) untuk stadium dewasa. Selama jentik yang ada di tempat-tempat perindukan tidak diberantas setiap hari, maka akan muncul nyamuk-nyamuk baru yang menetas dan penularan penyakit akan terulang kembali.4 Cara lain yang digunakan adalah autocidal ovitrap. Autocidal ovitrap adalah perangkap telur nyamuk yang berupa tabung gelas kecil bermulut lebar yang dicat hitam di bagian luarnya. Tabung gelas tersebut dilengkapi dengan tongkat kayu yang dijepit vertikal dibagian kasar-nya menghadap ke arah dalam. Tabung separuh diisi air dan ditempatkan dilokasi yang diduga menjadi habitat nyamuk, biasanya di dalam atau di sekitar lingkungan rumah. Ovitrap standar berupa tabung gelas plastik (350 mililiter) dengan ukuran tinggi 91 milimeter dan diameter 75 milimeter dicat hitam bagian luarnya, diisi air dan diberi lapisan kertas, bilah kayu, atau bambu sebagai tempat bertelur. Untuk menarik penciuman nyamuk digunakan air rendaman jerami. Perangkap telur nyamuk merupakan peralatan yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan nyamuk Ae. aegypti dan Ae. albopictus jika kepadatan populasi nyamuk rendah dan survei larva menunjukan hasil yang tidak produktif, seperti dalam kondisi
yang normal. Sebuah perangkap nyamuk yang dilengkapi dengan rendaman/infusi jerami telah terbukti sebagai metode surveilans Ae. aegypti yang sangat reproduktif dan efisien di perkotaan dan juga telah terbukti berguna untuk mengevaluasi program-program pengendalian, misalnya dampak lingkup penyemprotan insektisida terhadap populasi nyamuk betina dewasa.4 Karen A Polson di Cambodia juga menyebutkan adanya perbedaan jumlah telur pada ovitrap menggunakan 10% air rendaman jerami dengan ovitrap yang menggunakan air biasa. Ovitrap dengan penambahan air rendaman jerami 10% terbukti dapat menghasilkan telur yang terperangkap 8 kali lebih banyak dibanding versi aslinya. Jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak pada 10% air rendaman jerami daripada menggunakan air biasa. Penelitian mengenai ovitrap berisi air rendaman jerami sebagai daya tarik nyamuk Aedes aegypti untuk meletakkan telur pada ovitrap tersebut pernah dilakukan oleh Santos, yaitu dengan menambah variasi konsentrasi air rendaman jerami, dikombinasikan dengan Bacillus thuringiensis var israelensis (Bti), disimpulkan bahwa air rendaman jerami 10% mendapat lebih banyak telur daripada penambahan Bti, serta konsentrasi air rendaman jerami 30% yang ditambah Bti mendapatkan telur paling banyak.5,6 Joko Santoso melakukan penelitian tentang ovitrap yaitu Autocidal ovitrap dengan diberi penutup kain kasa nilon dengan berbagai warna. Hasilnya ada pengaruh warna kasa penutup autocidal ovitrap terhadap jumlah jentik nyamuk Ae. Aegypti yang terperangkap.7 Yeyen Hendayani melakukan penelitian tentang ovitrap yaitu dengan air rendaman jerami 10%, 30%, 50%, 70% dan 90%. Hasilnya menunjukkan ada hubungan bermakna air rendaman jerami pada ovitrap terhadap jumlah telur Aedes spp yang terperangkap, sedangkan pada letak penempatan di dalam dan di luar rumah tidak ada hubungan yang bermakna.8 Selain itu Sayono melakukan penelitian tentang autocidal ovitrap (lethal ovitrap/LO) dengan air bersih, air rendaman jerami dan air rendaman udang. Hasilnya menunjukan bahwa penggunaan lethal ovitrap dapat menurunkan indeks ovitrap.9
B. Rumusan Masalah
”Adakah pengaruh penggunaan autocidal ovitrap terhadap penurunan indeks HI (House Indeks), CI (Container Indeks), BI (Breteu Indeks) Aedes sebagai vektor Demam Berdarah Dengue”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Menganalisa pengaruh penggunaan autocidal ovitrap terhadap penurunan indeks HI (House Indeks), CI (Container Indeks), BI (Breteu Indeks) Aedes sebagai vektor Demam Berdarah Dengue”.
2. Tujuan khusus a. Menganalisa pengaruh penggunaan Autocidal ovitrap terhadap penurunan indeks rumah (House Indeks). b. Menganalisa pengaruh penggunaan Autocidal ovitrap terhadap penurunan indeks kontainer (Container Indeks). c. Menganalisa pengaruh penggunaan Autocidal ovitrap terhadap penurunan Breteu Indeks
D. Manfaat penelitian 1. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini dapat menjadi alat alternatif atau cara yang sederhana, mudah dan murah untuk digunakan dalam pengendalian Aedes aegypti. 2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi tentang metoda dan alat pemberantasan nyamuk Aedes aegypti, yang dapat direkomendasikan untuk diterapkan oleh masyarakat. 3. Bagi Institusi Pendidikan dan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bukti-bukti awal guna mengembangkan penelitian yang lebih mendalam dan intensif tentang pemanfaatan ovitrap sebagai alat pengendalian nyamuk Aedes aegypti.
E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat, khususnya dalam bidang pengendalian vektor penyakit menular yang disebabkan oleh vektor (serangga).
F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1.
2.
Peneliti (th) Karen A Polson (2002)
Santos (2003)
3.
Joko Santoso (2006)
4.
Yeyen Hendayani (2007)
Judul Penggunaan ovitrap dengan air rendaman jerami sebagai alat surveilans
Peningkatan efektifitas ovitrap dengan air rendaman jerami untuk kegiatan monitoring populasi Ae. aegypti Pengaruh Warna Kasa Penutup Autocidal Ovitrap Terhadap Jumlah Jentik Nyamuk Yang Terperangkap
Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Rendaman Jerami Pada Ovitrap Terhadap Jumlah telur Aedes spp Yang Terperangkap
Desain Variabel studi Bebas dan terikat Eksperimen - Jenis atraktan - Letak ovitrap lapangan
- Jenis atraktan ovitrap - penambahan Bacillus thuringiensi - jumlah telur Eksperimen - Warna kasa penutup autocidal ovitrap: putih, merah muda, biru muda, hitam - Jumlah jentik nyamuk Aedes aegypti Eksperimen - Berbagai Kuasi konsentrasi air rendaman jerami pada ovitrap - Jumlah telur nyamuk Aedes spp yang terperangkap pada ovitrap Eksperimen lapangan
Hasil Ovitrap berisi Hay infusion 10% meningkatkan jumlah telur terperangkap 8 kali lipat daripada air biasa
Ovitrap berisi infusion 10% menjerat telur lebih banyak, infusion 30% + Bti dapat menjerat telur terbanyak Ada pengaruh warna kasa penutup autocidal ovitrap terhadap jumlah jentik nyamuk Ae. aegypti yang terperangkap
Ada pengaruh yang bermakna konsentrasi air rendaman jerami pada ovitrap terhadap jumlah telur nyamuk Aedes spp yang terperangkap baik didalam maupun diluar rumah
5.
Sayono (2008)
Pengaruh Modifikasi Ovitrap Terhadap Jumlah Nyamuk Aedes Yang Terperangkap
Eksperimen - Jenis attraktan - Waktu penggunaan - Jumlah nyamuk yang terperangkap
Penggunaan lethal ovitrap (LO) dapat menurunkan indeks ovitrap
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian-penelitian tersebut menggunakan rendaman jerami dengan berbagai konsentrasi air jerami dan ada yang dikombinasikan dengan Bacillus thuringiensis var israelensis (Bti), menggunakan penutup kain kasa dengan warna yang berbeda, dengan bermacam atraktan (air bersih, air rendaman jerami, air rendaman udang). Sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah ovitrap dengan rendaman jerami 10% dibedakan berdasarkan penurunan HI (House indek), CI (Container indeks), BI (Breteu Indeks).