BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Relokasi Bandara Selaparang di Kota Mataram ke Bandara Internasional Lombok (BIL) di Desa Tanak Awu Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengahadalah sebuah solusi atas tuntutan penerbangan Internasional. Relokasi tersebut merupakan suatu keharusan dikarenakan Selaparang1 berada di tengahtengah kota yang tidak memungkinkan lagi bagi perluasan bandara. Perluasan areal bandara tersebut sangat diperlukan dan penting bagi peningkatan taraf perekonomian di Kabupaten Lombok Tengah.Beroperasinya BIL pada tanggal 1 Oktober 2011 mendapat sambutan yang luar biasa dari segenap masyarakat Lombok. Beroperasinya bandara adalah momen yang ditunggu-tunggu sekian lama oleh masyarakat lingkar bandara2. Semula reaksi masyarakat lokal menyambut beroperasinya BILoleh beberapa pihak dianggap sebagai euforia sesaat saja. Euforia tersebut kemudian berbuntut panjang, pasalnya mereka tidak hanya sekedar melihat aktivitas sebuah bandara baru.Mereka justru beramai-ramai menggelar lapak dagangan yang tersebar di seluruh areal parkir bahkan sampai ke terminal bandara yang semestinya bersih dari Pedagang Kaki Lima (PKL). Masyarakat lokal khususnya masyarakat lingkar bandarayang sebelum pembangunan bandara bermata pencaharian sebagai petani menaruh harapan besar atas beroperasinya BIL. Hal ini dikarenakan mereka yang kehilangan lapangan pekerjaan setelah terkonversinya lahan sawah menjadi kawasan bandaraseakan tidak mempunyai pilihan lain selain berjualan di dalam bandara.
1
Selaparang adalah sebuah Bandar Udara yang berada di daerah Rembige Kecamatan Ampenan Kota Mataram. Diresmikan pada tahun 1957 dengan nama Pelabuhan Udara Rembige. Kemudian berubah nama menjadi Bandar Udara Selaparang pada tahun 1994. 2 Masyarakat lingkar bandara adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan bandara, yang terkena baik secara langsung maupun tidak langsung dampak keberadaan bandara.
1
Pandangan masyarakat lokal tersebut terhadap keberadaan BIL yakni sebagai tempat mencari penghidupan mengakibatkan bandara terkesan tidak tertib dan tidak rapi.Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan pandangan PT AP-I terhadap keberadaan BIL yakni ingin menyediakan fasilitas pelayanan jasa penerbangan yang nyaman, aman, tertib dan rapi sesuai dengan standar pelayanan jasa penerbangan bertaraf Internasional. Disamping itu permasalahan PKLdi bandara pada akhirnya akan menjadi penghambat kepentingan PT AP-I terutama dalam mewujudkan visi dan misi perusahaanyang ingin menjadi satu dari sepuluh perusahaan pengelola bandara terbaik di Asia. PT AP-I sebagai satu-satunya perusahaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan bandara menyadari bahwa aktivitas PKL akan mengancam kredibilitas BIL sebagai bandara bertaraf internasionalserta menciptakan imagenegatif, jika tidak dikelola dengan baik.Berbagai upaya telah dilakukan oleh PT AP-I untuk menertibkan PKLbaik melalui pendekatan komunikasi maupun pendekatan non komunikasi, hal ini berdasarkan pernyataan General Manager (GM) PT AP-I Cabang BIL. Permasalahan PKL di BIL telah menyita perhatian berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat. Sehingga sangat wajar jika perhatian perusahaan saat ini tertuju pada aktivitas PKL di bandara dan upaya-upaya penertibannya. Kompleksnya permasalahan PKL di BIL berhubungan dengan sejarah masa lalu berdirinya BIL itu sendiri. Mulai dari pembebasan lahan yang menuai kontroversi sampai menimbulkan konflik antara masyarakat eks pemilik lahan dengan pemerintah. Kemudian pada proses pembangunan juga diwarnai suasana pro dan kontra atas pembangunan bandara itu sendiri. Berdasarkan sejarah panjang keberadaan BIL tersebut menuntut pihak Angkasa Pura untuk lebih berhati-hati terkait berbagai upaya yang dilakukan agar jangan sampai menimbulkan konflik seperti yang terjadi pada masa lalu. Belajar dari pengalaman pahit tersebut maka PT AP-I lebih mengutamakan upaya-upaya persuasif dalam melakukan penertiban PKL di bandara dibandingkan dengan upaya-upaya koersif.
2
Fakta bahwa jumlah PKL terus bertambah dari hari ke hari yang awalnyahanya terdaftar sebanyak 43 orang,kemudian membengkak menjadi 180 orang merupakan permasalahan yang dihadapi perusahaan dalam melaksanakan berbagai
program
kegiatan
mengenai
penertiban
PKL
yang
telah
direncanakan.Kenyataan membengkaknya jumlah PKL ditambah dengan masih adanya PKL yang tersebar di areal parkir menyebabkan upaya persuasi yang dilakukan perlu ditinjau ulang.Mengingat baik petugas maupun kelompok lokal yang direkrut perusahaan belum bisa mengendalikan jumlah PKL yang terus berdatangan. Sehingga PT AP-I terus mengevaluasi program yang dilakukan untuk menyusun strategi berikutnya. Berbagai upaya yang dilakukan PT AP-I berdasarkan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus oleh pihak manajemen atas berbagai dinamika penerimaan para PKL menyebabkan penelitian ini menarik untuk ditelitiyakni melihat bagaimana proses perubahan strategi yang digunakan serta perubahan sikap para PKL dari sikap yang tidak peduli menjadi lebih peduli dengan program perusahaan. Perubahan sikap para PKL tersebut dapat dilihat dari duapendekatan yang dilakukan yakni pendekatan komunikasi dan pendekatan non komunikasi. Dengan demikian penelitian ini penting untuk melihat perubahan sikap para PKL yang semula menolak sampai akhirnya menerima program relokasiPKL. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan berikut: ―Bagaimana strategi komunikasiPT Angkasa Pura-I (Persero) Cabang BIL dalam penertiban Pedagang Kaki Lima di Bandara Internasional Lombok?‖ C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk menganalisis strategi komunikasi yang telah dilakukan PT Angkasa Pura I (Persero) cabang BIL dalam penertiban Pedagang Kaki Lima di Bandara Internasional Lombok.
2.
Untuk mengetahui sejauh mana komunikasi persuasi mampu mengubah pendapat, sikap dan perilaku Pedagang Kaki Lima.
3
D. Manfaat Penelitian a. Secara Teoritis 1. Secara teoritis hasil penelitian ini dapat berguna bagi ilmu komunikasi, selain itu dapat menjadi acuan dan memperdalam teori-teori komunikasi organisasi. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitianpenelitian tentang komunikasi organisasi berikutnya khususnya yang berkaitan dengan lingkungan eksternalnya. b. Secara Praktis 1. Mampu memberikan dan menjelaskan secara praktis dan logis tentang bagaimana
organisasi
berkomunikasi
secara
strategis
dengan
lingkungan eksternalnya. 2. Mampu memberikan wawasan baru bagi masyarakat lokal tentang pentingnya sebuah reputasi terhadap kelangsungan hidup suatu perusahaan. 3. Sebagai suatu bentuk dukungan untuk PT Angkasa Pura I (Persero) cabang
Bandara
Internasional
Lombok
(BIL)
dalam
upaya
menciptakan bandara yang tertib dan rapi sesuai standar Bandara Internasional. E. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran berikut akan menjelaskan bagaimana perusahaan berkomunikasi dengan lingkungan eksternalnya. Strategi komunikasi PT AP-I cabang BILdalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan penertiban PKL bandara diilustrasikan dengan mengadaptasi Model Kontingensi Strategis Komunikasi Organisasi dari Garnett. 1. Komunikasi Organisasi Keberadaan sebuah perusahaan atau organisasi tidak akan pernah lepas dari lingkungan eksternalnya. Suatu organisasi dalam tumbuh dan berkembangnya akan mengalami evolusi secara terus menerus disertai dengan upayanya untuk memahami diri dan lingkungannya. Pada beberapa perusahaan menyerahkan segala
permasalahan
komunikasi
pada
humas
atau
praktisi
Public
4
Relations.Berbeda dengan kasus pada penelitian ini dimana General Manajer (GM) sebagai manajer puncak perusahaan memegang kendali dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan lingkungan eksternalnya.Jika pada umumnya kebanyakan perusahaan melakukan aktivitas-aktivitas komunikasi dengan cara yang sangat terdesentralisasi disini terlihat adanya sebuah fungsi yang terintegrasi di bawah komando manajer puncaknya. Meski dalam praktiknya menggunakan teori-teori komunikasi terbuka Public Relations (PR). Argenti menawarkan konsep baru dari perluasan fungsi dan peran PR dalam perusahaan yakni satu fungsi komunikasi yang terintegrasi secara total.Yang mana, pada banyak perusahaan biasanya menggunakan sistem komunikasiterdesentralisasi
pada
bidang-bidang
fungsional
yang
tidak
terintegrasi.Komunikasi korporat hendaknya berkaitan dengan keseluruhan visi dan strategi dari suatu perusahaan (Argenti, 2010: 17). Namun kenyataannya adalah banyak perusahaan tidak mempekerjakan staf ahli di bidang komunikasi untuk melaksanakan fungsi komunikasi korporat. Tim komunikasi korporat suatu perusahaan berperan dalam mendefinisikan misi korporat—landasan dan strategi menyeluruh sebuah perusahaan—dan mengomunikasikan misi tersebut kepada konstituensi internal dan eksternal (Argenti, 2010: 18). 2. Strategi Komunikasi Upaya PT AP-I (Persero) cabang BIL dalam penertiban PKL di bandara sesuai pernyataan General Manager (GM) Angkasa Pura bahwa sebelum menyusun suatu strategi terlebih dahulu Ia menganalisis situasi lingkungan eksternalnya untuk mengetahui latar belakang dan motivasi audiensnya. Sehingga kerangka pemikiran berikut, untuk membantu analisis strategi komunikasi yang dilakukan PT AP-I dalam penertiban PKL yakni dengan menggunakan teori Kontingensi Strategis Komunikasi Organisasi dari Garnett. Dalam teorinya Garnett mengungkapkan bahwa suatu komunikasi organisasi yang efektif dipengaruhi oleh faktor analisis situasi dan faktor mendesain strategi dengan tepat seperti terlihat pada Gambar 1.1 (Garnett, 1992: 35).
5
Dalam menyusun strategi komunikasi perlu memperhatikan komponen komunikasi
yang
menjadi
kajian
penting
untuk
membingkai
serta
menginterpretasikan dan mendukung berbagai program aksi. Adapun strategi komunikasi yang mendukung program aksi seperti dikutip dalam Cutlip dkk (2006:389) dibagi menjadi tiga yakni:pertama memberikan informasi kepada publik internal dan eksternal tentang tindakan tersebut. Berikutnya membujuk publik untuk mendukung dan menerima tindakan tersebut;dan yang terakhir memberikan petunjuk kepada publik cara menterjemahkan rencana ke dalam aksi. Sejalan dengan hal tersebut, Garnett mengungkapkan pentingnya berkomunikasi strategis yakni: pertamamengintegrasikan pengetahuan tentang perilaku manusia; teknologi komunikasi; politik manajerial dan organisasi; keterampilan komunikasi; serta ilmu sosial dan perilaku secara sistematis.Seiring dengan pengetahuan tentang manajemen publik dan subyek teknis yang dikomunikasikan.Kedua
komunikasi
perlu
mempertimbangkan
faktor
administratif, politik, ekonomi, dan personal.Berikutnya menganalisa tujuan komunikasi, audiens, pengirim, dan situasi manajemen. Yang terakhir menciptakan strategi yang tepat untuk keseluruhan situasi komunikasi. Strategi komunikasi dalam tulisan ini adalah berbagai upaya yang dilakukan PT AP-I untuk mencapai tujuan organisasi melalui cara-cara persuasi dan mediasi. Upaya tersebut dilakukan dengan mengoptimalkan komponenkomponen komunikasiseperti telah dijelaskan di atas. Strategi yang dibuat oleh sebuah perusahaan tidak akan lepas dari faktor-faktor situasional perusahaan itu sendiri. Garnett menggambarkannya dalam sebuah model kontingensi strategis untuk
komunikasi
pentingnya
keahlian
organisasi.Model manajerial,
Kontingensi
pengambilan
Strategi
keputusan,
menerangkan motivasi
dan
pengorganisasian dalam komunikasi strategi seperti pada gambar berikut.
6
Gambar 1.1 Model Kontingensi Strategi untuk Komunikasi Organsisasi Faktor-Faktor situasional
Faktor Mendesain Strategi
Tujuan Komunikasi - Menginformasikan - Mempengaruhi Sikap - Merubah kebiasaan/perilaku
Audiens -
Posisi Latar belakang Peranan Kepentingan Pengetahuan Kebutuhan Dampak Situasi Manajemen -
Strategi Organisasi SOP Perusahaan Iklim Organisasi Tipe Kepemimpinan Misi dan Budaya Komunikasi Organisasi
Pemilihan Media -
Surat Catatan Laporan Cable Release Pertemuan Briefing Telepon Bahasa tubuh
Hasil Komunikasi dan Manajemen: Program dan Kebijakan
Pesan -
Isi Pesan Pengorganisasian Penekanan Analisis Tipe pesan Rentang waktu dalam penyampaian pesan
Pengirim Pesan - Posisi - Kemampuan Menyampaikan informasi - Memiliki Kredibilitas - Memiliki daya tarik - Mampu mempengaruhi audience - Latar belakang - Pilihan pesan
Sumber: Diadaptasi dari A Strategic Contingency Model for Government Communication(Garnett, 1992:36)
Lebih lanjut Garnett menguraikan tentang bagaimana konsep strategis tersebut serta pendekatan yang digunakanmeliputi pengintegrasian informasi secara sistematis informasi-informasi dari bermacam-macam kasus, departemen, organisasi; lebih dari aspek teknik manajemen dan berfikir situasional—dengan mempertimbangkan faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, hukum, dan faktorfaktor personal; serta merencanakan strategi yang tepat untuk kekuatan, kelemahan dan persaingan organisasi(Garnett, 1992:38). 7
Berikutnya Garnett menerangkan empat faktor untuk menganalisis situasi yakni:tujuan komunikasi; penerima pesan; manajemen situasi; pengirim pesan yang mempengaruhi dua desain strategiyakni menentukan saluran/medium dan keahlian menyusun pesan. Faktor-faktor situasional tersebut saling mempengaruhi dan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan akhir komunikasi yang efektif. Maka dalam menyusunkomunikasi strategis perlu memperhatikan
komponen-komponen
berikut:
pertama—
menetapkantujuankomunikasi—sebelum melakukan komunikasi terlebih dahulu harus menetapkan tujuan dilakukannya komunikasi yakni untuk mengedukasi masyarakat lokal untuk tertib. Kedua—audiens—PT AP-I (Persero) Cabang BIL memandang audiens sebagai salah satu unsur penting terhadap berhasil tidaknya program penertiban yang dilakukan. Untuk menjalin komunikasi yang efektif maka perusahaan berusaha mencari tahu bagaimana latar belakang audiens-nya, siapa saja yang mempunyai peran dalam kelompoknya,serta kepentingannya terhadap perusahaan. Mengingat komunitas PKL berasal dari masyarakat lokal yang masih awam tentang perusahaan.Maka pengkomunikasian program-program perusahaan sangat diperlukan. Tujuannya yakni: (a) untuk menginformasikan segala hal yang berkenaan dengan kepentingan perusahaan, termasuk mengenai aturan dan bisnis angkasa pura;(b) informasi yang diberikan mampu mengubah perilaku masyarakat lokal dan komunitas PKL;dan (c) untuk mempengaruhi kebiasaan dalam masyarakat lokal khususnya PKL. Ketiga—situasimanajemen—suatu komunikasi yang efektif dipengaruhi juga oleh situasi manajemen yang berdampak pada bagaimana pesan dikirim, diterima, dan diinterpretasikan. Adapun faktor situasi manajemen seperti:aturan dan tata tertib bandara; tipe kepemimpinan; misi dan budaya; serta komunikasi organisasi. Dengan demikian segala kebijakan yang diambil terkait penertiban PKL
selalu
disesuaikan
dengan
faktor
situasional
tersebut.Keempat—
komunikator—kredibilitas pengirim pesan sangat berpengaruh pada berhasil
8
tidaknya strategi komunikasi yang dilakukan. Selain itu dipengaruhi juga oleh status, realibilitas, dan keahlian sumber atau pengirim pesan. Adapun tujuan komunikator adalahagar pesan dapat diterima dan mempengaruhi audien.Untuk maksud tersebut maka pengirim pesan berasal dari unsur internal dan eksternal perusahaan. Misalnyaperusahaan menggandeng kepala desa dan Tim Tiga Belas, sebagai mediator dalam menyampaikan informasi kepada para PKL. Kelima—media/saluran—dalam suatu komunikasi strategis pemilihan media atau saluran menjadi keputusan yang penting.Pemilihan media hendaknya disesuaikan
dengan
penerima
pesan
dan
jangkauan
dari
penerima.
Misalnyapenerima pesan merupakan masyarakat agraris tradisional yang masih bisa dijangkau dengan menggunakan komunikasi secara langsung sehingga tidak membutuhkan saluran komunikasi massa seperti media cetak dan elektronik. Media yang digunakan berupa; surat, catatan-catatan, pertemuan, briefing, telepon, dan bahasa tubuh.Keenam—pesan—karakteristikpesan mempengaruhi proses komunikasi, seperti isi pesan lebih banyak mengandung unsur persuasi seperti membujuk dan merayu. Penekanan pesan diusahakan sebisa mungkin memperlihatkan kepedulian perusahaan seperti masih memberikan kesempatan PKL untuk berjualan. Rentang waktu penyampaian pesan diupayakan secepat mungkin,agar pesan yang disampaikan tidak menjadi basi. Kesalahan dalam pengemasan pesan menyebabkan masalah dalam berkomunikasi. Analisis Garnett senada dengan Grunig melalui Teori Situasional Publik yang menjelaskan bahwa pesan harus disusun dan disesuaikan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh publik yang berbeda-beda. Efektif tidaknya pesan yang dikirim tergantung seberapa pasif dan aktifkah perilaku komunikasi mereka serta isu yang penting bagi mereka. Penjelasan Grunig juga diperkuat oleh Dewey yang mengatakan publik muncul dari isu dan situasi tertentu bukan dari situasi yang saling bersinggungan (Cutlipdkk, 2009:243).
9
F. Model Penelitian Berdasarkan kerangka penelitian di atas, maka model penelitian berikut mengambarkan strategi komunikasi yang dilakukan oleh PT AP-I (Persero) Cabang BILmerupakan hasil interaksi yang dilakukan dengan berbagai stakeholder perusahaan dengan mempertimbangkan aspek-aspek lokal untuk menyelesaikan
kasus
penertiban
PKL melalui
solusi
yang sama-sama
menguntungkan sepertiterlihat pada model penelitian berikut. Gambar 1.2 Model Penelitian komunikasi
Pemerintah Daerah
komunikasi
Proses pemahaman dan pemaknaan
Strategi I. KomunikasiP II. T.AP-I III.
Relokasi PKL sebagai winwin solution
Sasaran Komunikasi (PKL)
IV. Proses pemahaman dan pemaknaan
komunikasi
KSU BIL Lokal Transport
komunikasi
Model penelitian di atassebagai pedoman berfikir dalam penelitian dan pembahasan bab-bab berikutnya. Gambar di atas menunjukkan alur komunikasi PT AP-I yang memperlihatkan pentingnya pengidentifikasian stakeholder agar pesan yang disampaikan tidak salah sasaran. Sejalan dengan Garnett, Mitchell (1997:853) mengungkapkan bahwa pengidentifikasian terhadap stakeholder digunakan sebagai pedoman dalam membuat strategi komunikasi.Mulai dari penentuan tujuan komunikasi, khalayak penerima informasi (audience), sampai pada pengirim informasi (sender).Hasil akhir komunikasi yang diharapkan pada gambar di atas adalah tercapainya kesepakatan antara pihak perusahaan dengan PKL atas dasar sama-sama untung, yakni pihak perusahaan menyiapkan ruang bagi PKL untuk berjualantanpa mengurangi esensi bandara yang harus terkondisi tertib dan rapi.
10
G. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka pemikiran dan model penelitian di atas, maka konsep penelitian ini mengacu pada teori kontingensi strategi dari Garnett dan pendapat beberapa ahli mengenai perlunya rencana aksi yang mendukung strategi komunikasi kemudian dijadikan pedoman dalam membuat kerangka konsep berikut. Gambar 1.3 Model Strategi Komunikasi yang Terintegrasi PT Angkasa Pura I Cabang BIL
Faktor Mendesain Strategi
Faktor-Faktor situasional Tujuan Komunikasi - Mempengaruhi Sikap - Merubah kebiasaan/perilaku
Audiens -
Posisi Latar belakang Peranan Kepentingan Pengetahuan Kebutuhan Dampak Situasi Manajemen -
Strategi Organisasi SOP Perusahaan Iklim Organisasi Tipe Kepemimpinan Misi dan Budaya Komunikasi Organisasi
Faktor-Faktor lain yang mempengaruhi strategi komunikasi
Pemilihan Media -
Surat Catatan Laporan Cable Release Pertemuan Briefing Telepon Bahasa tubuh
-
Lokasi dan Luas lahan perusahaan Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat lokal Adat istiadat dan tradisi masyarakat lokal Dukungan Pemerintah dan stakeholder lainnya
Pesan -
Isi Pesan Pengorganisasian Penekanan Analisis Tipe pesan Rentang waktu dalam penyampaian pesan
Hasil Komunikasi dan Manajemen: Program dan Kebijakan
Pengirim Pesan - Posisi - Kemampuan Menyampaikan informasi - Memiliki Kredibilitas - Memiliki daya tarik - Mampu mempengaruhi audience - Latar belakang - Pilihan pesan
Sumber: Diadaptasi dan dikembangkan dari Model Kontingensi Strategis Komunikasi Organisasi seperti dikutip dalam Garnett (1992:36)
11
Modeldi atas untuk menggambarkan bagaimana PT AP-I (Persero) Kantor Cabang BIL berkomunikasi dengan para komunitas PKL dalam upaya penertiban PKL.Komunikasi yang dilakukan dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan fisik non fisik perusahaan baik yang berasal dari dalam maupun luar perusahaan. Strategi komunikasi yang dibuat bertujuan menginformasikan, mempengaruhi pendapat dan mengubah perilaku masyarakat lokal yang tidak sesuai dengan bisnis dan aturan Angkasa Pura. H. Metodologi Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualitatifdeskriptif. Sifat deskriptif diarahkan untuk memberikan gambaran secara cermat dan tepat dari setiap individuindividu, keadaan, gejala atau frekuensi,serta adanya hubungan antara gejala dengan faktor-faktor lain dalam masyarakat. Penelitian kualitatif berakar pada latar belakang alamiah yang bersifat subyektif dengan mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, melakukan analisis data secara induktif dari khusus ke umum dengan mengarah pada usaha menemukan teori dasar (Moleong, 1998:3). Penggunaan metode kualitatifdeskriptif agar peneliti memperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai fenomena yang ditelitiuntuk menjelaskan fenomena yang sedalam-dalamnya (Mulyana, 2007:5). 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus (field observation) yang merujuk pada studi kasus intrinsik (intrinsic case study). Studi kasus menurut Robert Stake seperti dikutip dalam Denzim & Lincoln (1994: 236-238) adalah bentuk penelitian (inquiry) atau study tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan (particularity) dapat dilakukan melalui pendekatan kualitatif maupun kuantitatif dengan sasaran perorangan maupun kelompok masyarakat luas. Definisi yang paling sering dijumpai tentang studi kasus yakni yang diungkapkan oleh Schramm sebagaimana dikutip dalam Yin (2006: 17) adalah sebagai berikut: ―Esensi studi kasus yakni kecenderungan utama dari semua studi
12
kasus adalah mencoba menjelaskan keputusan-keputusan tentang mengapa studi tersebut dipilih, bagaimana mengimplementasikannya, dan apa hasilnya‖.Lebih jauh Yin (2006:18) mendefinisikan studi kasus secara lebih teknis:―sebagai suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata bilamana: batas-batas antara fenomena dan konteks tidakterlihat dengan tegas; serta multi sumber bukti dimanfaatkan.‖ Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang menelaah satu kasus secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif.Oleh karena itu tujuan dan fokus utama dari penelitian studi kasus adalah pada kasus yang menjadi obyek penelitian. Untuk itu segala hal yang berkaitan dengan kasus dan yang mempengaruhinya harus diteliti. Studi kasus dipilih karena penelitian ini diharapkan akan fokus pada persoalan dan mampu menggali masalah secara lebih mendalam. Pemilihan studi kasus adalah untuk mengatahui ‗bagaimana‘PT AP-I (Persero) Cabang BIL berinteraksi dengan lingkungannya terutama pada kasus penertiban PKL bandara. Selanjutnya untuk mengetahui ‗mengapa‘PT AP-I (Persero) Cabang BILlebih memilih menggunakan komunikasi persuasif dalam menyelesaikan
berbagai
permasalahan
yang
timbul
dengan
lingkungan
eksternalnya khususnya para PKL. Kasus penertiban PKL dapat dianalisis dengan lebih baik sehingga didapat kesimpulan yang lebih baik. Adapun alasan pemilihan kasus yakni karena penertiban PKL di bandara merupakan fenomena yang jarang terjadi, dan
mengenai upaya yang dilakukan
dengan mengutamakan aspek-aspek lokal menjadikan kasus ini khas dan berbeda. PT AP-I (Persero)Cabang BIL berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya, menyerap informasi dari konstituen untuk menyusun strategi komunikasi dan rencana aksi. Penelitian ini menarik karena adanya dinamika penerimaan publik dari menolak relokasi menjadi menerima relokasi. Dalam penelitian ini peneliti berusaha menemukan semua variabel penting dan berusaha menghindari bias yang ditemui di dalam pengumpulan data. Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian studi kasus menurut Yin (2006: 103) adalah dokumen, rekaman arsip, wawancara, observasi langsung,
13
observasi partisipan, dan perangkat fisik. Untuk menghindari bias dalam penelitian studi kasus peneliti berusaha tetap fokus pada penelitian yang direncanakan yakni maraknya PKL dan upaya penertibannya. Adapun kajian studi kasus dalam penelitian ini adalah bagaimana strategi komunikasi yang dilakukan PT AP-I dalam upaya menertibkan PKL di bandara. Untuk meneliti lebih jauh mengenai strategi komunikasi PT AP-I (Persero) Cabang BIL penulis menggunakan Model Kontingensi Strategis Komunikasi Organisasi dari Garnett. Teori ini digunakan untuk menganalisa strategi yang digunakan perusahaan, melihat bagaimana reaksi para PKL terhadap strategi yang dijalankan lalu bagaimana pula perusahaan menanggapi respon negatif dari para PKL tersebut yang kemudian dijadikan peluang dalam menyusun strategi berikutnya. Adapun replika desain studi kasus rencana penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.4di bawah ini. Gambar 1.4 Desain Studi Kasus Tunggal Desain
Kembangkan Teori
*Hubungkan panel ke teori
Pengumpulan Tunggal
Pemilihan Kasus
* Tentukan proses secara operasional * Tentukan hasil proses (tidak hanya dampak akhir) * Gunakan teknik pengumpulan data formal
Studi Kasus Tunggal
dan
Analisis
Data
Kasus
Tulis Laporan Kasus
- Penjodohan Pola - Implikasi Kebijakan
Sumber: Diadaptasi dari Yin, Bateman & Moore (2006)
Pada gambardi atasmenunjukkan bahwa langkah awal dalam mendesain penelitian perpijak pada pengembangan teori yang menunjukkan bahwa pemilihan kasus dan definisi ukuran yang spesifik merupakan langkah penting.Dalam desain dan proses pemilihan data sampai pada penulisan laporan kasus dan melakukan analisa terhadap kasus yang diteliti dilakukan dengan melakukan penjodohan pola dan implikasi kebijakan.
14
Penetapan kualitas desain studi kasus dapat dilakukan melalui empat teknik seperti dijelaskan Kidder seperti dikutip dalamYin (2006: 38) antara lain: pertama—validitaskonstruk yakni menetapkan ukuran operasional yang benar untuk konsep-konsep yang akan diteliti.Kedua—validitasinternal (hanya untuk peneliti eksplanatoris dan klausal tidak untuk peneliti deskriptif maupun eksploratoris) yakni dengan menetapkan hubungan klausal dimana kondisikondisi
tertentu
diperlihatkan
guna
mengarahkan
kondisi-kondisi
yang
lainsebagaimana dibedakan dari hubungan semu.Ketiga—validitaseksternal yakni menetapkan ranah dimana temuan suatu penelitian dapat divisualisasikan. Yang terakhirrealibilitas yakni menunjukkan bahwa pelaksanaan suatu penelitian— seperti prosedur pengumpulan data—dapat diinterpretasikan dengan hasil yang sama. 2. Lokasi Penelitian dan Durasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bagian Sekretariat PT AP-I (Persero) Cabang BIL untuk menggali informasi langsung dari pimpinan selaku pengambil kebijakan.Sedangkan untuk melihat perubahan sikap para PKL dari yang tidak setuju atas program Angkasa Pura dilakukan observasi langsung ke lokasi PKL di BIL.Penelitian ini bermula sejak maraknya fenomena PKL di bandara yakni pada Oktober 2011 dan berakhir sampai adanya kesediaan PKL untuk direlokasi pada Bulan Mei Tahun 2014. 3. Fokus Penelitian Untuk menghindari bias dalam tulisan ini maka tulisan ini hanya akan fokus pada fenomena PKL dan berbagai upaya penertibannya, yaknibagaimana strategi komunikasi yang ditempuhPTAP-I (Persero) Cabang BIL dalam penertiban PKL di Bandara Internasional Lombok.
15
4. Sumber Data Sumber data menurut cara memperolehnya dibagi menjadi dua yakni data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya diamati dan dicatat untuk pertama kalinya.Data primer ini merupakan data utama yang berkaitan dengan masalah pokok penelitian.Peneliti memperoleh data primer yang berkaitan dengan kebijakan dan program aksi perusahaan.Kemudian untuk mengetahui strategi komunikasi yang ditempuh PT AP-I (persero) kantor cabang BIL dalam menyelesaikan kasus penertiban PKL di dalam areal bandara. Pertanyaan ‗bagaimana‘ dan ‗mengapa‘ digunakan peneliti untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dari nara sumber penelitian ini. Data primer ini diperoleh melalui wawancara mendalam dan wawancara kelompok. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang didapat dari buku, jurnal serta materi tertulis yang relevan dengan tujuan penelitian.Data sekunder yang digunakan peneliti adalah melalui studi dokumentasi, baik berupa dokumen internal maupunarsip tertulis lainnya.Dokumen internal perusahaan seperti laporan, memo internal, transkip pertemuan dan lain-lain. Data sekunder peneliti gunakan sebagai bukti untuk mendukung pernyataan dan keterangan yang diperoleh melalui wawancara.
16
5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Wawancara Mendalam (intensive/depth interview) Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan menggunakan interview guide (panduan wawancara). Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap dan mendalam. Wawancara mendalam dilakukan kepada: 1. Bapak Pudjiono selaku GM PT AP-I (Persero) Cabang BIL dengan maksud untuk menggali informasi mengenai
bagaimana strategi
komunikasi yang dilakukan. 2. Bapak Sudjud Muljadi sebagaiketua Tim Penertiban PKL dengan maksud untuk menggali informasi tentang bagaimana upaya yang telah dilakukan selama ini. 3. Bapak Lalu Nudiana, Kepala Desa Tanak Awu sebagai wakil dari empat desa yang terkena dampak langsung adanya BIL sekaligus sebagai mediator antara perusahaan dengan komunitas PKL untuk melihat sejauh mana perannya dalam penertiban PKL di bandara. 4. Bapak Lalu Ruslan,koordinator Tim Tiga Belas selaku mediator untuk mengatahui sejauh mana peran dan efektivitas upayanya dalam penertiban PKL di bandara. 5. Bapak Lalu Syukri, Ketua KSU (Koperasi Serba Usaha) BIL Lokal Transport untuk mengetahui dan menggali lebih jauh mengapa proses penertiban terkesan lamban.
17
b. Wawancara Kelompok (group interview) Salah satu metode wawancara yang dipercaya dapat memperluas pandangan mengenai situasi tertentu adalah dengan melakukan wawancara dengan sekelompok orang. Patton seperti dikutip dalam Flick (2009:195) mendefinisikan: Wawancara kelompok sebagai wawancara yang dilakukan dengan sekelompok kecil orang-orang dalam topik yang spesifik yang terdiri dari enam sampai delapan orang partisipan dalam waktu satu setengah sampai dua jam. Wawancara kelompok dilakukan untuk merekam bagaimana tingkat penerimaan komunitas PKL atas kebijakan PT AP-I (Persero) Cabang BIL.Kemudian untuk mengetahui mengapa mereka bersikukuh untuk tetap berjualan di bandara. Wawancara kelompok dilakukan di lokasi PKL kepada beberapa PKL yang dipilih dengan metode random. c. Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang biasa digunakan dalam
riset
kualitatif.Observasi
difokuskan
untuk
mendeskripsikan
dan
menjelaskan fenomena penelitian.Fenomena ini mencakup interaksi (perilaku) dan percakapan yang terjadi diantara subyek yang diteliti, sehingga keunggulan metode ini adalah data yang dikumpulkan dalam dua bentuk yakni interaksi dan percakapan.Dalam penelitian ini peneliti melakukan observasi langsung ke Sekretariat
PT
AP-I.Observasi
juga
dilakukan
dilokasi
tempat
PKL
beraktivitastujuannya adalah untuk melengkapi data yang diperoleh sebelum melakukan wawancara. d. Dokumentasi Adapun sumber dokumentasi ini yakni: (1) berupa tulisan dan foto-foto yang penulis dapatkan dari Sekretariat PT AP-I (Persero) Cabang Bandara Internasional Lombok(BIL) dan sumber lainnya; (2) bahan tertulis baik berupa, 18
surat, memo, pengumuman resmi, Surat Keputusan, risalah pertemuan, surat pernyataan, danagenda; (3) berita yang disiarkan melalui media massa Lokal maupun Nasional,misalkan berita-berita yang memuat tentang bandara dengan PKL-nya; dan (4) foto-foto visual yang didapat secara langsung di lapangan maupun dari sumber-sumber lain. 6. Teknik Penentuan Informan Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu pemilihan sample (informan) berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai hubungan dengan penelitian ini. Tipe dari purposive sampling yang digunakan dalam menentukan informan penelitian ini adalah snowball sampling. Tahapan penentuan sampel bola salju yakni: (i) menentukan satu/ beberapa orang responden untuk diwawancarai di titik awal penarikan sampel; (ii) responden selanjutnya ditetapkan berdasarkan pengetahuan/informasi yang diperoleh dari responden awal; (iii) demikian seterusnya sampai peneliti memutuskan jumlah responden sudah mencukupi (Bulaeng, 2004: 155). Pemilihan ini berhenti ketika data telah menjadi jenuh yang berarti tidak menemukan lagi aspek baru dari fenomena yang diteliti. Informan awal dari penelitian ini adalah Bapak Sudjud Muljadi selaku ketua Tim Penertiban PKL di bandara. 7. Teknik Analisa Data Tahap
analisis
dengan
menggunakan
pendekatan
studi
kasus
membutuhkan ketangguhan berfikir dari peneliti sendiri, penyajian bukti yang cukup, serta pertimbangan yang seksama tentang interpretasi alternatif(Yin, 2006: 134). Analisa data digunakan untuk menjawab dan menjelaskan fenomena dan permasalahan yang sedang diteliti. Tujuan analisis data adalah untuk menyajikan data dalam bentuk yang lebih sederhana agar mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, wawancara kelompok dan dokumentasi diolah, disederhanakan, disajikan dan diberi makna. Maksudnya agar data yang diperoleh menjadi sebuah laporan yang utuh, menarik, dan penuh makna, serta bersifat runtut dan logis. Sehingga keinginan penulis untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang ditempuh PT AP-I (Persero) Cabang BIL dapat dideskripsikan dengan baik dan jelas.
19
Menurut Miles dan Huberman seperti dikutip dalam Ardianto (2010:223) ada empat jenis kegiatan dalam analisis data sebagai berikut: (1) Reduksiyakni kegiatan yang meliputi penyeleksian hasil wawancara baik wawancara mendalam maupun wawancara kelompok kemudian hasil wawancara yang berupa transkrip diseleksi dengan memilah-milah, mana yang harus dibuang dan mana dipakai. Data yang dipilih yakni: pertama hal-hal yang berkaitan dengan upaya penertiban PKL oleh PT Angkasa Pura I (Persero) Cabang BIL; kedua hal-hal yang berkaitan dengan reaksi dan perilaku masyarakat lokal atas keberadaan bandara; ketiga halhal yang berkaitan dengan penerimaan dan penolakan para PKL atas upaya penertiban yang dilakukan. (2) Model data (data display)yakni kegiatan ini meliputi pengumpulan informasi-informasi yang didapat, mendeskripsikan data-data yang berbentuk angka dan membuat kesimpulan atas informasi-informasi yang dikumpulkan. Data-data dari wawancara mendalam dipadukan dengan wawancara kelompok, kemudian dilakukan pengecekan balik melalui observasi lapangan yang menjadi uraian-uraian dalam bentuk teks naratif. Selain itu sajian data bisa juga berupa berbagai jenis foto atau Gambar, skema, dan lain sebagainya. (3) Proses analisis yaknimelakukan analisis terhadap data-data tentang strategi komunikasi yang ditempuh PT AP-I (Persero) Cabang BILdalam menyelesaikan kasus penertiban PKL berdasarkan konsep dan kerangka teori yang peneliti gunakan dalam menyajikan tulisan ini. Dengan demikian dapat diketahui dari dua pendekatan yang digunakan tersebut pendekatan mana yang lebih efektif. Penarikan kesimpulan merupakan kegiatan terakhir sebagai kesimpulan dari keseluruhan proses yakni dari awal pengumpulan data sampai mendapatkan data-data yang siap diolah. Pada tahap ini peneliti memutuskan apa makna upaya yang dilakukan oleh PTAP-I dalam menertibkan PKL. Langkah selanjutnya mencatat keteraturan, pola-pola, menjelaskan konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi-proposisi dari keseluruhan data yang diperoleh. Yang terakhir dari seluruh proses ini adalah penarikan kesimpulan akhir yang sesuai dengan pertanyaan penelitian.
20
8. Pengecekan Keabsahan Temuan Metode triangulasi digunakan untuk menyelidiki validasi data dan mengetahui validitas tafsiran peneliti terhadap datakarena itu triangulasi bersifat reflektif. Denzim membedakan metode triangulasi menjadi empat macam yakni: penggunaan sumber, metode, penyidikan, dan teori. Namun dalam penelitian ini, hanya menggunakan teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber. Metode triangulasi dengan sumber artinya membandingkan dan mengecek kembali tingkat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Cara pengecekannya adalah sebagai berikut: pertama—membandingkandata hasil pengamatan langsung dengan data hasil wawancara; kedua—membandingkanyang dikatakan sumber di depan forum dan yang dikatakan secara pribadi; ketiga— membandingkankeadaan dan perspektif Tim Penertiban PKL dengan berbagai pendapat konstituen yang lain;yang terakhir dengan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan. 9. Limitasi Penelitian Guna membatasi ruang lingkup penelitian maka penelitian ini hanya akan meneliti sampai pada penerimaan para PKL untuk ditertibkan yang ditandai dengan adanya kesediaan dari pihak PKL maupun perusahaan untuk melakukan relokasi dan menyediakan tempat relokasi. Mengingat waktu penelitian yang tidak bisa merekam keseluruhan kasus sampai tuntas yakni sampai dengan PKL sudah ditempatkan di tempat relokasi yang telah selesai dibangun.Salah satu tujuan penelitian ini untuk melihat strategi komunikasi yang dilakukan perusahaan dengan publik eksternalnya,serta menjawab pertanyaan penelitian yakni bagaimana strategi yang dilakukan PT AP-I dalam upaya penertiban PKL di bandara. Sehingga data yang peneliti kumpulkan hanya sampai pada bagaimana upaya-upaya yang dilakukan PT AP-I dalam menertibkan PKL sudah dapat menjawab pertanyaan penelitian ini.
21