BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi serta keinginan masyarakat yang begitu tinggi untuk mendapatkan informasi maupun hiburan terbaru membuat media semakin berkembang. Salah satu media yang bisa memfasilitasi adalah media radio. Banyaknya minat mendengarkan media radio untuk mendapatkan informasi maupun hiburan inilah yang mendorong hadirnya beberapa stasiun radio. Hal ini juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang telah membuat radio tumbuh dan berkembang menjadi sebuah industri yang cukup pesat. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan radio semakin kompetitif di beberapa kota-kota besar di Indonesia, karena semakin banyak stasiun radio baru yang bermunculan, baik dari radio kampus yang berbasis mahasiswa maupun radio swasta yang bersifat komersial. Sejarah radio mahasiswa atau kampus lahir sebagai subsistem lembaga perguruan tinggi yang membantu mahasiswa untuk menjadi aktivis media yang profesional. Radio mahasiswa berpotensi besar dikelola menjadi radio yang mendorong demokratisasi yang merupakan tempat mahasiswa bersikap kritis. Kepentingan siarannya lebih mengacu pada pemenuhan aspirasi publik mahasiswa yang heterogen, bukan untuk kepentingan komersial. Radio mahasiswa juga ikut membentuk model komunikasi yang terbuka dan demoktratis di kota-kota pendidikan siaran mahasiswa dan akademisi kampus yang mengusung suara-suara kritis dan konstruktif terhadap pembangunan. Kelahiran radio mahasiswa secara nasional diawali pada aktivis angkatan 66 di Jakarta dengan pendirian radio KAMI pada tahun 1960-an. Pada masa itu radioradio berbasis kampus dan sebagian besar dikelola oleh mahasiswa ini mulai banyak didirikan di universitas-universitas, terutama di Yogyakarta. Adanya pendirian radio mahasiswa di UGM (Swaragama), UNISI FM di UII Yogyakarta
1
dan PTPN di Surakarta.1 Salah satu alasan yang mendorong mereka untuk mendirikan radio kampus dalam sebuah universitas adalah mudahnya mereka mendapatkan izin untuk mendirikan radio kampus tersebut. Perizinan yang hanya dilakukan di dalam kampus itu sendiri. Adanya kemudahan untuk mendapatkan izin ini membuktikan adanya kebebasan berpendapat dalam hidup bernegara sangat besar, maka harapan agar tumbuhnya sifat demokrasi akan mampu terpenuhi. Terlebih lagi semenjak reformasi tahun 1998, semakin maraknya kemunculan radio kampus sebagai bentuk dari reformasi media. Setelah orde baru runtuh, terjadi perubahan yang menarik dan signifikan dalam media sampai mencapai puncak disaat terjadi perdebatan tentang perlunya revisi UndangUndang Penyiaran No.24 tahun 1997. Setelah reformasi dan adanya perubahan dalam Undang-Undang Penyiaran yang menjadi Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002, media radio sebagai ruang publik mulai digunakan mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya. Radio kampus yang dijalankan oleh mahasiswa dan bersifat nirlaba ini dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 digolongkan sebagai radio komunitas. Para praktisi radio menyambut gembira dan menaruh harapan pada radio komunitas yang berdiri dalam sebuah universitas yang dijalankan oleh para mahasiswa ini. Radio komunitas dalam sebuah universitas ini sebagian besar dikelola oleh para mahasiswa dan diharapkan akan mengukuhkan frekuensi sebagai ruang publik yang terbuka (open space) dan mencairkan monopoli stasiun radio komersial. Stasiun radio komunitas khususnya yang berbasis kampus dan dikelola mahasiswa pada masa reformasi ini semakin diakui eksistensinya oleh Negara Republik Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 yang dibuat oleh negara untuk mengatur sistem radio siaran komunitas. Perbedaan yang muncul antara stasiun radio komunitas khususnya komunitas yang berbasis kampus dengan radio swasta komersial diantaranya 1
Masduki. 2003. Radio Siaran dan Demokratisasi. Yogyakarta : Penerbit Jendela. Hal. 61.
2
adalah perbedaan sistem undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing stasiun radio dan juga manajemen dalam suatu stasiun radio. Begitu juga halnya dengan pendirian suatu radio terdapat perbedaan dalam peraturan serta hak dan kewajiban kepada negara yang berbeda antara stasiun radio komunitas khususnya yang berbasis kampus dan dikelola oleh mahasiswa dan radio swasta komersial. Perbedaan antara stasiun radio kampus yang sebagian besar dikelola oleh mahasiswa semakin terasa apabila dibandingkan dengan radio swasta komersial terutama dari masalah pengelolaannya. Masalah yang muncul pada radio kampus ini membuat radio kampus mempunyai banyak kelemahan. Agar dapat berkembang menjadi profesional, radio kampus yang dikelola mahasiswa ini perlu menuntaskan sejumlah masalah personal dan institusional. Dibawah ini merupakan masalah-masalah personal radio kampus yang sebagian besar dikelola oleh para mahasiswa dan masalah institusional menurut Masduki dalam Radio Siaran dan Demokratisasi:2 Tabel I.1. Masalah Personal Pengelola Radio-Mahasiswa MASALAH PERSONAL PENGELOLA RADIO-MAHASISWA
2
Waktu luang pengelola
Tidak pasti, diluar jam kuliah
Kegiatan ekstra pengelola
Tidak fokus
Wawasan radio pengelola
Minim (program-teknis)
Pola hubungan personal-lembaga
Tidak mengikat, sukarela
Kepentingan pribadi pengelola
Heterogen (hobi-akademik)
Semangat kerja individu pengelola
Musiman, solidaritas "semu"
Masa aktif-produktif pengelola
Maksimal 2-3 tahun
Ibid. Hal. 63.
3
Tabel I.2. Masalah Institusional Radio-Mahasiswa MASALAH INSTITUSIONAL RADIO-MAHASISWA Perizinan
Militansi
Independensi
Kompetisi
Teknologi
Bersifat
transisional
(proses
izin)
dan
mengandalkan
perlindungan "akademis" kampus Lemah
menghadapi
koalisi
pemerintah-swasta
dalam
pengaturan frekuensi, etos kerja rendah Lemah berhadapan dengan pemimpin kampus, pengiklan dan UKM tertentu Pengalaman beroperasi minim, asyik berkompetisi dengan radio-mahasiswa lain Tidak merata dan seimbang, umumnya ber-"teknologi penyiaran amatir" dan "seadanya"
Masalah-masalah personal dan institusional pada radio kampus yang dikelola mahasiswa diatas adalah sebagian masalah yang berhubungan dengan sistem manajemen dan cara kerja sumber daya manusia dalam sebuah stasiun radio. Masalah-masalah ini membuat radio kampus semakin ingin menjadikan radionya berubah menjadi radio komersial, apalagi didukung dengan UndangUndang Penyiaran yang semakin jelas. Hal ini jelas membuka jalan dan peluang yang selebar-lebarnya bagi radio mahasiswa.Pilihan untuk menjadi radio komersial tampak menjadi lebih menggiurkan daripada radio komunitas. Ketika pengurusan izin terbuka lebar, muncul antusiasme dikalangan mahasiswa untuk mendirikan radio mahasiswa sebagai tempat untuk menyalurkan aktivitas. Semangat otonomi pengelolaan kampus pada umumnya memacu pendirian radio kampus yang didukung sepenuhnya oleh pemimpin kampus, dan biasanya mengarah pada rancangan radio sebagai media siaran komersial. Radio kampus digunakan sebagai sarana promosi kampus dan membantu kampus untuk mempromosikan kegiatan yang akan diadakan kampus. Pilihan untuk tetap menjadi radio kampus yang berorientasi bagi kepentingan mahasiswa sepertinya
4
semakin jauh dari semangat radio kampus. Kelahiran radio-radio baru yang mengutamakan bisnis dan bersifat komersial, kemudian membuat radio kampus berpikir kembali akan komitmen yang telah mereka buat untuk menjadi radio yang menjadi sarana pendidikan, hiburan dan sarana komunikasi yang memberdayakan mahasiswa. Semakin banyaknya muncul radio yang berideologi komersialisme, dimana publik dan pengiklan menjadi objek siaran yang memberi peluang bagi keuntungan ekonomi radio. Jika stasiun radio mengalami kerugian maka pemodal akan menutupinya, tetapi jika stasiun radio menguntungkan maka stasiun radio tersebut akan dipertahankan dengan terus mengintensifikasikan eksploitasi atas publik. Salah satu radio kampus di Yogyakarta yang memilih untuk menjadi radio komersial adalah radio kampus Jawara FM milik Fakultas Teknik UGM yang berubah nama menjadi Radio Swaragama FM. Di dalam suatu perubahan status radio kampus menjadi radio swasta komersial bukan saja sistem perundangundangan yang berubah, tetapi juga sistem manajemen dalam sebuah stasiun radio yang bersangkutan pun ikut berubah. Perubahan manajemen ini kemudian berkaitan dengan adanya tujuan untuk mendapatkan profit karena sudah menjadi sebuah radio swasta komersial. Hal ini jelas berbeda dengan radio kampus yang sama sekali tidak komersial yang artinya tidak mencari profit atau laba. Maka dari itu, radio kampus harus berjuang keras untuk meraih perhatian dari publik
yang lebih luas sehingga dapat
menguntungkan. Manajemen radio kampus apabila dibandingkan dengan manajemen radio komersil jelas berbeda. Manajemen radio kampus hanya mengolah program siaran untuk menghasilkan penyiaran yang optimal dengan segala keterbatasannya. Berbeda dengan manajemen radio komersial harus mampu untuk mempromosikan radio dan program-program acaranya, mencari iklan dan mampu bekerja sama dengan dunia luar untuk mencari keuntungan. Setelah tiga belas tahun berjalan menjadi radio komersial, peneliti ingin melihat
bagaimana
keberlangsungan
5
Radio
Swaragama
FM
dalam
mempertahankan eksistensinya terhadap statusnya yang berubah dari radio kampus menjadi radio komersial dibandingkan radio-radio yang dari awal mempunyai sistem radio komersil sejak awal lainnya di Yogyakarta. Melalui penelitian ini maka kita akan mendapatkan jawaban mengenai bagaimana keberlangsungan radio kampus di Yogyakarta terhadap perubahan statusnya menuju sistem radio swasta komersial dan perubahan secara signifikan terhadap perubahan manajemen media (sumber daya manusia, sumber daya pesan, sumber daya dana dan sumber daya teknologi) ketika adanya perubahan dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial sehingga dapat bertahan sampai tiga belas tahun ini. Fakta-fakta yang didapatkan nantinya akan semakin memperlihatkan bagaimana proses menuju perubahan manajemen media dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial.
B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana manajemen media Radio Swaragama FM ketika adanya perubahan dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial.
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan : 1. Untuk mengetahui perubahan manajemen yang terjadi dalam suatu radio kampus yang dikelola oleh mahasiswa yang berubah status menjadi stasiun radio swasta komersial. 2. Untuk mengetahui keberlangsungan radio kampus di Yogyakarta terhadap perubahan statusnya menuju sistem radio swasta komersial. 3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Radio Swaragama FM sebagai radio komersial dalam menghadapi persaingan diantara radioradio komersil yang ada di Yogyakarta.
6
4. Untuk mengetahui permasalah-permasalahan apa saja yang di hadapi oleh sebuah stasiun radio kampus pada saat stasiun radionya itu berubah status menjadi stasiun radio swasta komersial.
D. MANFAAT PENELITIAN a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang radio, membantu mengembangkan teori-teori radio yang sudah ada dan untuk mengetahui tentang strategi-strategi manajemen yang dilakukan oleh radio-radio kampus yang berubah menjadi radio komersial. b. Manfaat Praktis 1. Membantu dan memberi gambaran kepada radio Swaragama FM tentang bagaimana mengelola sebuah media yang melakukan perubahan manajemen media dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial. 2. Bagi radio Swaragama FM, penelitian ini bermanfaat untuk mengkaji atau meninjau kembali strategi-strategi manajemen yang telah dilaksanakan dan melakukan perbaikan-perbaikan apabila strategi manajemen tersebut kurang berfungsi atau tidak berlaku lagi.
7
E. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam mengenai perubahan sistem penyiaran Radio Swaragama FM dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial, setelah itu aspek manajemen media juga akan dilihat dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran yang menjadi patokan bagi peneliti dalam melanjutkan penelitian ini sebagai berikut : Media Radio
Sistem Penyiaran
Manajemen Media
Melihat Perubahan Sistem Penyiaran dalam Radio
Sistem Penyiaran Radio Kampus sebagai Radio Komunitas
Perubahan Radio Komunitas menuju Radio Komersial
Manajemen Media Radio Swaragama terhadap Perubahan dari Radio Komunitas menuju Radio Komersial
Penampang I.1. Kerangka Pemikiran Peneliti
Dari bagan kerangka pemikiran diatas, peneliti mencoba untuk memberikan pandangan secara umum ke khusus untuk penelitian deskriptif tentang manajemen media kampus yang berubah menjadi radio komersial pada Radio Swaragama FM.
8
Penjelasan lebih mendalam mengenai kerangka pemikiran ini dijelaskan dengan beberapa sub bab di bawah ini :
1. Sistem Penyiaran Radio Sistem adalah suatu himpunan bagian-bagian yang saling berhubungan atau saling ketergantungan yang terorganisasikan yang berfungsi, bekerja, atau bergerak bersama-sama dengan mengikuti kontrol tertentu dalam satu kesatuan yang bulat dan terpadu.3Adapun arti penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut dan di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.4 Kedua aspek ini sistem dan penyiaran kemudian dapat disimpulkan bahwa sistem penyiaran adalah rangkaian penyelenggaraan penyiaran yang teratur dan menggambarkan interaksi berbagai elemen didalamnya, seperti tata nilai, institusi individu, broadcaster, dan program siaran.5 Sistem penyiaran yang dimaksud disini adalah kegiatan pemancarluasan program siaran dengan media radio yang mempunyai tata nilai sesuai prosedur dan undang-undang. Dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 disebutkan bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Undang-Undang tersebut juga menyampaikan tentang penyiaran bahwa siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar atau suara dan gambar atau grafis, karakter baik yang bersifat interaktif ataupun tidak yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.6
3
J.B Wahyudi. 1994. Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hal. 26. 4 Tim Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta. 2007. Mengenal Komisi Penyiaran Indonesia. Yogyakarta : KPI. Hal. 78. 5 Ibid. Hal. 80. 6 Ibid. Hal. 36.
9
Radio merupakan media komunikasi massa yang hanya bisa didengar, dan mempunyai lima fungsi yang sangat penting diantaranya adalah sebagai media informasi, edukasi, hiburan, media ekspresi dan sebagai alat perekat sosial. Sedangkan penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. 7 Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien. Semua siaran yang akan ditampilkan haruslah dengan kode etik siaran dan standar program siaran. Peraturan Komisi Penyiaran No.03 tahun 2007 bab I dan II dituliskan bahwa standar program siaran adalah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia bagi lembaga penyiaran untuk menghasilkan program siaran yang berkualitas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar program siaran merupakan panduan tentang batasanbatasan tentang apa yang boleh dalam penayangan program siaran. Standar program dan isi siaran ditetapkan berdasarkan pada nilai-nilai agama, norma yang berlaku dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar profesi, dan pedoman perilaku yang dikembangkan masyarakat penyiaran, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.8 Untuk memperjelas kajian mengenai tiga pilar sistem penyiaran akan diuraikan terlebih dahulu relasinya dengan teori pers menurut Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wibur Schramm (1963), dalam Four Theories of the Press membedakan teori pers ke dalam: teori pers otoriter, teori pers liberal, teori pers komunis, teori pers tanggung jawab sosial, yaitu: a.
Teori Pers Otoriter
Berciri media sebagai alat propoganda pemerintah, fungsi pers menjustifikasi kebenaran pendapat pemerintah terhadap berbagai persoalan yang 7 8
Ibid. Hal. 80. Ibid. Hal. 93-95.
10
muncul dalam kehidupan masyarakat. Pers boleh mengeluarkan kritik sejauh tidak bertentangan dengan status rezim berkuasa. b. Teori Pers Liberal Teori ini sebagai kebalikan dari teori pers otoriter, memiliki ciri bahwa pers bukanlah alat pemerintah dan bisa dimiliki dan dioperasikan oleh siapapun. Akan tetapi, hukum industrial membuat kepemilikan media hanya terpusat pada pemodal besar yaitu kepentingan pemodal mengakumulasikan keuntungan. c. Teori Pers Komunis Merupakan varian atau kelanjutan dari teori pers otoriter, menurut teori ini media bersifat integral dengan partai politik atau pemerintah tidak diperkenankan adanya kepemilikan media secara pribadi. Media menyebarkan pandangan, terutama bersumber dari ucapan pejabat negara. d.
Teori Pers Tanggung Jawab Sosial
Merupakan pengembangan sekaligus kritikan terhadap teori pers liberal. Pers harus dibebaskan dari intervensi pemerintah, namun sensibilitas berdampak buruk pers liberal; yaitu kepemilikan media yang monopolistik sehingga potensi manipulasi informasi oleh kekuatan modal harus diantisipasi dengan regulasi. Prinsip penciptaan ruang publik menjadi dasar teori pers tanggung jawab sosial. Untuk menjamin kepentingan umum, dimungkinkan adanya intervensi negara secara terbatas. Teori pers tanggung jawab sosial dikenal dengan badan independen yang akan memantau dan menilai fungsi sosial pers. Seluruh pembahasan teori pers diatas berakar pada sistem politik pada ekonomi yang dianut suatu negara. Dalam sejarah perkembangan pers, teori-teori tersebut dalam praktek mengalami pergeseran dan bahkan percampuran aplikasi sehingga sulit mengidentifikasikan suatu negara menganut teori pers tertentu secara mutlak. Secara nyata teori-teori tersebut hanya dapat berlangsung ke dalam dua arus besar, yaitu teori pers libertarian yang dilanjutkan dengan teori pers tanggung jawab sosial dan teori pers otoriter yang berkembang dengan teori
11
pers komunis. Selanjutnya, ada tiga pilar sistem penyiaran dalam perumusan RUU penyiaran : a. Otoritarisme Secara sederhana terdapat dua sistem politik yang memengaruhi sistem komunikasi penyiaran, yakni otoriter dan demokrasi. Pandangan dasar sistem otoriter adalah keinginan untuk mengatur masyarakat oleh negara melalui pemerintah. Sistem otoriter menilai diperlukan pemerintah yang dominan untuk mengatur masyarakat karena mayoritas masyarakat tidak cukup memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri. Sistem komunikasi otoriter menempatkan intervensi pemerintah secara total pada media penyiaran. Oleh karena itu, izin, kontrol dan sanksi dilakukan terinstitusi dalam birokrasi dan berlaku untuk semua media. Dengan demikian, otoritarianisme merupakan paradigma sosial yang mendasarkan pikirannya pada pandangan fasisme. Secara politik, fasisme menganut sistem negara berpartai tunggal yang dilengkapi dinas politis rahasia dan kamp konsentrasi. Di negara penganut paham otoritarisme, pemerintah mengawasi penggunaan media massa dengan memberi hak paten atau izin kepada pencetak atau pengelola media penyiaran. Karakter khas rezim otoriter adalah kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanpa kesejahteraan sosial. Rezim otoriter berorientasi pada perolehan otonomi daerah yang besar pada kepentingan elit politik tertentu. Di samping itu, penguasa mengendalikan aparatnya melalui kapasitas birokratis, memajukan pembangunan, dan dijalankan oleh elit-elit negara yang secara ideologis bertekat mempercepat pembangunan ekonomi dalam arti pertumbuhan. Sistem pemerintahan otoriter terbagi dua kelompok yaitu mendorong pertumbuhan tetapi tidak kesejahteraan dan tidak mendorong kedua-duanya. Dalam hal ini, Indonesia tergolong dalam rezim pertumbuhan otoriter. Ciri utama rezim pertumbuhan otoriter adalah elit yang menguasai negara dan bekerja memperkaya dirinya sendiri. Bahkan, DPR dan parpol hanya berfungsi sebagai
12
alat justifikasi (rubber stamps) atas kehendak pemerintah. Sementara pers, tidak memiliki kebebasan dan senantiasa berada di bawah kontrol pemerintah. Sepanjang sejarah, terjadi tolak-tarik atau dinamika antara politik demokratis dan otoriter. Demokrasi dan otoriter muncul secara bergantian dengan kecenderungan linier di setiap periode antara tahun 1945 – 1998. Produk hukum termasuk UU penyiaran memperlihatkan keterpengaruhan dengan terjadi tolak-tarik antara produk hukum yang berkarakter responsif dan produk hukum yang berkarakter konservatif. b. Neoliberalisme Neoliberalisme mulai diperkenalkan tahun 1970-an, dirumuskan dan dipropagandakan sejak 1940-an. Tesis neoliberalisme, yaitu: 1) Keutamaan pembangunan ekonomi 2) Pentingnya perdagangan bebas untuk merangsang pertumbuhan 3) Pasar bebas 4) Pilihan-pilihan individual bukan kolektif 5) Pemangkasan regulasi pemerintah 6) Pembelaan model pembangunan sosial-evolusioner yang berjangkar dari pengalaman dunia barat dapat ditetapkan ke seluruh dunia Dari pemerintahan eropa yang liberal, muncul gagasan tentang masyarakat sipil yang bersikap berhenti mengistimewakan tipe asosiasi politik tertentu yang sangat teratur dan mulai beralih menunjukkan wilayah alami dari kebebasan dan aktifitas yang ada di luar ruang politik yang resmi. Dalam hal ini, neoliberalisme menempatkan peran pemerintah sebagai fasilitator terlaksananya perdagangan bebas melalui serangkaian kebijakan deregulasi dan privatisasi. Di Indonesia ideologi neoliberal telah menjadi dasar perumusan dari sejumlah kebijakan strategis dan salah satunya dalam perumusan RUU penyiaran. Selama proses perdebatan hingga pengesahan juga diwarnai hasrat memenuhi kepentingan kaum neoliberal yang dianut pengelola televisi swasta baik disadari maupun tidak oleh para inisiator. Dukungan internasional atas
13
pembahasan RUU penyiaran memiliki tendensi mewadahi kepentingan globalisasi melalui masuknya modal asing dalam industri penyiaran, sebab sebelumnya dalam UU no. 24/1997 hal itu dilarang. Aplikasi neoliberalisme dengan dihilangkannya regulasi mendorong media mengkorupsi kebebasan pasar. Peran media sebagai watchdog terhadap kekuasaan negara dalam liberalisme ternyata tidak muncul untuk semata-mata melayani kepentingan publik, melainkan untuk kepentingan perusahaan. Salah satu anjuran pemikir neoliberal adalah pelaku media komunikasi adalah perubahan pengorganisasian institusi media berupa privatisasi (komersialisasi institusi komunikasi). Penganut paham neoliberalisme percaya, produk media penyiaran adalah hasil persilangan kehendak pasar, produk dan teknologi. Media penyiaran mengarah pada konsentrasi dan tak lepas dari persoalan modal, persaingan secara profit oriented. Dalam hal ini, media penyiaran merupakan institusi bisnis dan publik sehingga tak perlu memiliki regulasi yang sangat ketat tetapi cukup diberi kebebasan berkembang sesuai mekanisme pasar. c. Demokratisasi Ada tiga hipotesis yang mungkin terjadi dalam suatu proses transisi politik di Indonesia. Transisi ini sangat berpengaruh terhadap demokratisasi atau kebijakan penyiaran. Pertama, tranformasi ke rezim otoritarian lain setelah rezim otoriter Orde baru runtuh. Kedua, tranformasi ke rezim yang demokratis. Ketiga, tranformasi ke rezim totalitarian. Kriteria sistem penyiaran yang demokratis dapat ditelusuri pada paradigma demokrasi, di mana sebuah sistem yang demokratis memiliki multi kekuatan politik yang berkompetisi dalam sebuah wadah institusi. Partisipan dalam kompetisi yang demokratis dapat memiliki kelebihan yang berbeda dalam sektor ekonomi, organisasi dan modal ideologi. Sistem penyiaran demokratis bercirikan perlindungan kepentingan publik, pluralitas dan kompetisi yang teratur antar sesama institusi penyiaran sehingga demokrasi sebagai sebuah pandangan hidup
14
terdiri dari empirisme rasional, pementingan individu, teoriinstrumental tentang negara, prinsip kesukarelaan, hukum dibalik hukum, penekanan pada soal cara, musyawarah dan mufakat dalam hubungan antar manusia, persamaan asasi semua manusia. Sistem pers dan penyiaran yang fungsional bagi proses demokratisasi adalah yang mampu menciptakan public sphere, ruang yang terletak antara komunitas ekonomi dan negara di mana publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini mereka serta menjalankan pengawas terhadap pemerintah. Pers dan pemerintah tidak boleh menjalin kemitraan yang melembaga dan mereka memiliki fungsi berbedauntuk menghormati peran masing-masing. Oleh karena itu, sistem penyiaran diharuskan bebas dari belenggu pemerintah karena menggunakan frekuensi. Demokratisasi penyiaran merupakan amanat dari hak berekspresi publik memalui media penyiaran. Media yang terbuka, baik surat kabar, jaringan radio maupun televisi yang biasa menginvestasikan jalannya pemerintahan dan melaporkannya tanpa takut adanya penuntutan sangat terkait dengan pemenuhan hak publik untuk tahu. Di Indonesia, kemerdekaan pers melalui media cetak, media audio maupun audio-visual dijamin dan tidak dikenakan penyensoran. Untuk itu, tujuan kehadiran media massa adalah untuk menjalankan dan menjamin arus bebas informasi berupa peristiwa fakta, opini, gagasan, pengetahuan, cita-cita. Sistem penyiaran nasional harus menjamin eksistensi jasa penyiaran publik, komunitas dan komersial, menjamin industri penyiaran dimiliki dan di kontrol oleh rakyat. Kebijakan penyiaran nasional menjamin fairness concept dan keterbukaan baik bagi masyarakat pengguna jasa penyiaran maupun pelaku penyiaran. UU penyiaran harus memfasilitasi pengembangan media penyiaran yang kompetitif dan efisien pada level domestik dan global. Sistem penyiaran demokratisasi memberikan masyarakat kepercayaan untuk mengatur dirinya sendiri. Telekomunikasi selalu bersifat universal tetapi
15
pengaturannya sesuai karakter negara dan bangsa baik disebabkan faktor geografis, historis maupun ekonomis. Belajar dari negara-negara demokrasi, penyiaran yang diatur lembaga independen merupakan kelaziman sehingga mampu memcapai fungsi yang ideal. Uraian di atas menyimpulkan bahwa gagasan mengenai sistem penyiaran yang demokratis harus meliputi independensi dalam penyelenggaraan penyiaran baik isi, regulator maupun perizinan teknis. Pluralitas pemilikan media, yakni media publik, komersial hingga komunitas. Desentralisasi atau penguatan peran lokal dalam berbagai bentuknya.
2. Radio Kampus sebagai Radio Komunitas Perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi saat ini membuat media penyiaran terutama radio menjadi semakin tumbuh dan berkembang menjadi industri yang cukup pesat. Reformasi 1998 telah mengubah industri radio siaran di Indonesia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini membuat tingkat kompetisi antar stasiun radio semakin tinggi. Beberapa daerah di Indonesia terutama di kota-kota besar terlihat pada tingkat pertumbuhan dan perkembangan radio yang semakin kompetitif karena semakin banyak stasiun radio baru yang bermunculan. Salah satu kota besar yang memiliki tingkat pertumbuhan dan perkembangan industri radio yang cukup signifikan adalah Yogyakarta. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri radio di Yogyakarta juga dipengaruhi oleh tingginya jumlah pendengar radio di Yogyakarta. Tingginya jumlah penduduk Yogyakarta yang mendengarkan radio menjadi salah satu sebab yang mendukung pesatnya pertumbuhan dan perkembangan industri di daerah ini. Hal ini yang kemudian menyebabkan banyaknya stasiun radio swasta komersil, radio komunitas serta radio kampus yang bermunculan. Yogyakarta sebagai kota pelajar menampung berbagai macam kegiatan para pelajar tersebut baik di dalam kampus maupun di luar kampus.
16
Pada masa sebelum reformasi banyak para mahasiswa dari masing-masing universitas membuat kegiatan yang berhubungan dengan media, baik itu media penyiaran maupun media cetak. Perkembangan pada media penyiaran terutama radio di Yogyakarta membuat beberapa mahasiswa di kampus yang mulai mendirikan radio kampus. Mereka menjalankan radio kampus ini dengan peralatan yang sederhana dan dengan tujuan awal yang hanya bersifat komunitas dan untuk lingkungan kampus. Radio kampus yang sebagian besar pelaku kegiatannya merupakan mahasiswa ini, sempat dilarang beroperasi melalui PP No.55 tahun 1975. Hal ini karena radio kampus yang berbasis mahasiswa sempat dicap “subversif”. Larangan ini mengakibatkan jika tetap ada radio kampus dalam sebuah universitas maka radio itu dikatakan radio gelap (dark radio) oleh pemerintah, dan sewaktu-waktu bisa saja di sweeping oleh pemerintah. Cap radio gelap ini kemudian digunakan oleh pemerintahan Soeharto sebagai legitimasi untuk membasmi atau paling tidak membatasi adanya radio kampus di universitas-universitas. Kepentingan antara media radio sebagai alat komunikasi pembangunan serta perpanjangan tangan penguasa negara sangat terasa sejak orde baru sampai dengan masa reformasi. Media radio pada jaman Soeharto dijadikan “alat” untuk mengendalikan rakyat. Reformasi 1998 menimbulkan pengaruh yang signifikan pada dunia penyiaran di Indonesia. Adanya UU otonomi daerah, serta dikeluarkannya Surat Keputusan Menpen 134 yang mencabut kewajiban relay berita RRI dan memberikan kebebasan pada radio swasta untuk menyiarkan berita mereka sendiri serta kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid yang menghapuskan Departemen Penerangan mengakhiri control monopoli informasi yang selama 32 tahun memasung dunia siaran. “Pembebasan” ini disambut penuh suka cita oleh dunia siaran. Setelah itu, setidaknya muncul 250 stasiun radio baru. (Masduki, 2003). Salah satu yang kemudian muncul adalah pihak yang ingin menggunakan radio sebagai media penguatan komunitas murni tanpa pretensi politik,
17
contohnya adalah pada radio kampus yang didirikan di beberapa universitas oleh para mahasiswa dengan harapan mampu mempercepat proses pemulihan persepsi buruk pada radio di masa lalu yang identik sebagai alat propaganda politik. Setelah reformasi 1998, banyak radio kampus atau college radio yang berdiri di Yogyakarta, dan mencapai puncaknya disaat terjadi perdebatan tentang perlunya revisi Undang-Undang Penyiaran No.24 tahun 1997. Radio-radio berbasis kampus yang sebagian besar dikelola oleh mahasiswa mulai banyak didirikan di universitas-universitas di Yogyakarta sebelum diberlakukannya UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Salah satu alasan yang mendorong para mahasiswa untuk mendirikan radio kampus dalam sebuah universitas adalah karena dengan mudahnya mereka mendapatkan izin untuk mendirikan radio kampus tersebut. Perizinan hanya dilakukan di dalam kampus itu sendiri. Mahasiswa berharap dengan adanya kemudahan mendapatkan izin ini semakin besar pula adanya kebebasan untuk berpendapat dan tumbuhnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Radio kampus ini juga dijadikan sebagai tempat menyalurkan aktivitas oleh mahasiswa selain melaksanakan kegiatan kuliah. Radio kampus bisa memilih format radionya sendiri setelah terbitnya UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Apabila radio kampus ingin menjadi radio yang berizin atau diakui keberadaannya oleh negara dan dianggap sah oleh negara, maka ada dua kemungkinan yaitu menjadi radio komunitas atau swasta komersil. Agar eksistensi radio kampus yang ingin digolongkan sebagai radio komunitas dapat diakui maka stasiun radio tersebut harus mengikuti aturan yang telah berlaku dan tertera dengan jelas mengenai radio komunitas dalam UndangUndang Kepenyiaran No.32 tahun 2002 pasal 21 – 24. Hal yang membedakan antara stasiun radio komunitas khususnya komunitas yang berbasis kampus dengan stasiun radio swasta komersil adalah perbedaan sistem undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing stasiun radio serta manajemen suatu radio.
18
3. Manajemen Siaran Kegiatan
penyelenggaraan
penyiaran
sebuah
lembaga
penyiaran
diperlukan suatu manajemen. Manajemen berasal dari bahasa inggris manage dan bahasa latin manus, yang berarti : memimpin, menanani, mengatur, atau membimbing.9 Menurut George R. Terry, definisi manajemen sebagai suatu proses
yang
khas
yang
terdiri
dari
tindakan-tindakan
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.10 Siaran menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang disiarkan.11 Siaran berasal dari kata siar yang berarti menyebarluaskan informasi melalui pemancar. Kata siar apabila ditambah akhiran –an, membentuk kata benda yang memiliki makna apa yang disiarkan.12 Manajemen siaran yang dimaksud adalah proses yang terdiri dari adanya perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang dilakukan dalam siaran. Menurut J.B. Wahyudi, manajemen penyiaran merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi atau memanfaatkan kepandaian atau keterampilan orang lain, untuk merencanakan, memproduksi dan menyiarkan siaran, dalam usaha mencapai tujuan bersama.13 Manajemen penyiaran ini sangat dibutuhkan di stasiun radio. Hal ini karena sebuah stasiun radio harus menyiarkan sebuah program acara yang menarik dan harus mengelolanya secara profesional sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen yang benar.
9
Ruslan, Rosady. 2002. Manajemen Public Relations & Media Komunikasi: Konsep Dan Aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 1. 10 Hasibuan, Melayu S.P. 1996. Organisasi & Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas. Jakarta : Bumi Aksara. Hal. 3. 11 Poerwadarminta, W.J.S. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Hal. 941. 12 Wahyudi, J.B. 1994. Op.Cit. Hal. 8. 13 Ibid. Hal. 39.
19
Radio merupakan media yang cukup sulit dibandingkan dengan media lainnya, sebuah program acara harus mampu dideskripsikan dengan baik supaya pesan yang ingin disampaikan dapat diterima sepenuhnya oleh audiens. Terlebih lagi stasiun radio dengan segmentasi anak muda di Yogyakarta dengan berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda. Apabila ingin bertahan, radio tersebut harus mempunyai manajemen siaran yang baik. Stasiun radio yang menjalankan manajemen siarannya dengan baik dapat dipastikan bisa membuat programprogram-program yang berisi informasi, hiburan, berita atau iklan dengan kemasan yang baik pula, agar sampai pada pendengar dengan baik dan selain pendengar, pihak lainnya seperti pengiklan akan mengiklankan produknya di radio tersebut. Apabila radio menjalankan peran manajemen penyiarannya dengan seperti ini stasiun radio tidak akan ditinggalkan oleh pendengarnya. Selain manajemen siaran, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti : a. Karakteristik Radio Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 menjelaskan bahwa Indonesia membagi jenis stasiun penyiaran dalam empat jenis. Keempat jenis stasiun penyiaran itu adalah : 1) stasiun penyiaran swasta; 2) stasiun penyiaran berlangganan; 3) stasiun penyiaran publik; dan 4) stasiun penyiaran komunitas. Keempat jenis stasiun penyiaran tersebut memiliki fungsinya masing-masing. Dari keempat jenis stasiun penyiaran ini, ada yang bersifat mencari keuntungan (komersil), yaitu stasiun penyiaran swasta dan stasiun penyiaran berlanggan sementara itu ada juga yang bersifat tidak mencari keuntungan (non komersil), yaitu stasiun penyiaran publik dan stasiun penyiaran swasta. 1) Lembaga Penyiaran Publik Lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Lembaga penyiaran publik terdiri atas Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang pusat penyiarannya berada di ibu kota negara.
20
Di daerah provinsi, kabupaten atau kota dapat didirikan stasiun penyiaran publik lokal.Hambatan utama pengembangan lembaga penyiaran publik adalah masalah dana operasional. Hal ini karena pada awalnya, lembaga penyiaran publik tidak menerima iklan dan karenanya menerima bantuan keuangan (subsidi) dari pemerintah. Namun, seiring dengan kesulitan ekonomi yang dialami, lembaga penyiaran publik dewasa ini tidak lagi diharamkan menyiarkan iklan. Sumber pembiayaan lembaga penyiaran publik di Indonesia berasal dari iuran penyiaran yang berasal dari masyarakat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, siaran iklan dan usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaran penyiaran. Program acara lembaga penyiaran publik lebih menekankan pada aspek pendidikan masyarakat yang bertujuan mencerdaskan audien. Di Indonesia, Undang-Undang Penyiaran memberikan tugas kepada penyiaran publik untuk memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat. Fungsi utama lembaga penyiaran publik di Indonesia dalam undang-undang penyiaran adalah memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang harus dipertimbangkan sebelum menyusun strategi program. Pengelola lembaga penyiaran publik harus betul-betul memahami arti melayani kepentingan masyarakat. 2) Lembaga Penyiaran Komunitas Lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, didirikan oleh komunitas tertentu, bersifat independen, dan tidak komersial, dengan daya pancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas, serta untuk melayani kepentingan komunitasnya. Komunitas adalah sekumpulan orang yang bertempat tinggal atau berdomisili dan berinteraksi di wilayah tertentu.Lembaga penyiaran komunitas ini didirikan atas biaya yang diperoleh dari kontribusi komunitas tertentu dan menjadi milik komunitas tersebut. Lembaga ini
21
dapat memperoleh sumber pembiayaan dari sumbangan, hibah, sponsor dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Lembaga penyiaran komunitas dilarang menerima bantuan dana awal pendirian dana operasional dari pihak asing. Pendirian lembaga penyiaran komunitas dilaksanakan dengan persetujuan tertulis paling sedikit 51% (lima puluh satu per seratus) dari jumlah penduduk dewasa atau paling sedikit 250 orang dewasa dan dikuatkan dengan persetujuan tertulis aparat pemerintah setingkat kepala desa atau lurah setempat.Radius lembaga stasiun komunitas dibatasi maksimum 2,5 km dari lokasi pemancar atau dengan effective radiated power (ERP) maksimum 50 watt. Radius siaran tersebut hanya diperbolehkan ada satu lembaga penyiaran komunitas. Stasiun penyiaran komunitas melaksanakan siaran paling sedikit lima jam per hari untuk radio dan tidak berfungsi hanya sebagai stasiun relai bagi lembaga penyiaran lain kecuali untuk acara kenegaraan, ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kepentingan komunitasnya. 3) Lembaga Penyiaran Swasta Lembaga penyiaran swasta adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk
badan
hukum
Indonesia
yang
bidang
usahanya
hanya
menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Berdasarkan sifatnya yang komersial ini berarti stasiun swasta didirikan dengan tujuan mengejar keuntungan yang sebagian besar berasal dari penayangan iklan dan juga usaha sah lainnya yang terkait dengan penyelenggaran penyiaran.Lembaga penyiaran swasta didirikan dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia berupa perseroan terbatas (PT). Ketentuan ini menegaskan bahwa orang asing tidak dapat mendirikan stasiun penyiaran di Indonesia atau bekerja sama dengan orang Indonesia untuk bersamasama membangun stasiun penyiaran. Orang asing juga dilarang menjadi pengurus lembaga penyiaran swasta kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik. Sumber pembiayaan lembaga penyiaran swasta diperoleh dari siaran iklan dan/atau usaha lain yang sah terkait dengan penyelenggaraan penyiaran. Siaran
22
iklan merupakan sumber pendapatan utama bagi lembaga penyiaran swasta, maka dari itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti kode etik periklanan dan persyaratan siaran iklan yang dikeluarkan oleh KPI serta peraturan perundangundangan yang berlaku khususnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya. Selain itu terdapat perbadaan karakteristik dari sisi legalitas perizinan, jika pada radio komunitas Pemerintah Indonesia membuat aturan-aturan bagi radio komunitas dalam undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002 pasal 21 sampai 24. Tetapi aturan ini dinilai membatasi ruang gerak radio komunitas itu sendiri. Undang-undang radio komunitas dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran komunitas dan Keputusan Menteri No.17 tahun 2004. Pada radio komersil Pemerintah Indonesia membuat undang-undang bagi radio swasta komersil dalam undang-undang penyiaran No.32 tahun 2002 pasal 16 sampai pasal 20. Undang-undang radio swasta komersil ini juga didukung oleh Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta. b. Segmentasi Radio Apabila kita mampu membaca karakteristik dari sebuh radio dan membaca peta persaingan kompetisi dalam indutri radio, maka strategi yang patut dilakukan oleh manajemen radio siaran adalah dengan menentukan segmentasi pendengar suatu radio, karena dengan mengetahui segmentasi dari pendengar suatu radio, kita akan dapat mengetahui format ideal dari suatu radio. Dalam menentukan segmentasi juga kita harus memperhatikan perkembangan pasar yang memiliki pengertian sebagai sebuah upaya yang sistematik untuk dapat menarik segmen baru dalam masyarakat dengan tidak melupakan pelanggan lama agar mereka menjadi pengguna setia pada suatu produk atau jasa.14 Adapun
perbedaan
segmentasi
dalam
industri
radio
siaran
juga
memperhatikan dari faktor jangkauan jika dalam radio komunitas hanya diijinkan 14
Ibid. Hal. 145.
23
bertempat di frekuensi 107.7 MHz, 107.8 MHz, 107.9 MHz. Radio komunitas dibatasi bersiaran dengan alat dengan kekuatan daya pancar maksimal 50 watt. Jarak jangkauan siaran tidak boleh melebihi 2,5 kilo meter. Sedangkan pada radio komersil dapat menggunakan frekuensi 87.5 – 108 MHz. Yogyakarta termasuk dalam radio siaran kelas B dengan Effective Radiated Power (ERP) atau daya pancar antara 2000 watt sampai dengan 15.000 watt dengan wilayah layanan maksimum 20 kilo meter dari pusat kota.
4.
Perubahan Radio Komunitas Menuju Radio Komersil Dalam sebuah proses interaksi manusia tentunya selalu mengalami
dinamika dan perubahan yang terus menerus, hal tersebut tidak lepas dari adanya pengaruh perkembangan teknologi informasi, dimana dengan perekembangan teknologi dan sistem informasi dapat mendorong pula perubahan pola pikir manusia, termasuk pula dalam konteks interaksi dalam bidang industri media penyiaran. Perubahan dalam pola pikir dibidang industri media penyiaran tersebut terjadi disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pemanfaatan sistem informasi amat dibutuhkan oleh manajemen radio untuk dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan. Suatu tatanan organisasi modern di era globalisasi ekonomi saat ini, memang segala macam keputusan dalam menjalankan roda organisasi sangat dibutuhkan sebuah sistem informasi sebagai penunjang kerja organisasi, dimana dengan sistem informasi tersebutlah, sebuah organisasi dapat mendapatkan keuntungan dari sisi internal maupun eksternal. Sistem informasi dinilai sebagai sebuah perangkat yang menguntungkan bagi sebuah organisasi khususnya yang berorientasi pada kepentingan suatu organisasi. Berkembangnya sistem informasi yang ada juga turut serta mendorong terjadinya perubahan dalam tubuh organisasi radio komunitas, dimana hal tersebut dirasakan perlu karena melihat adanya tantangan dan kendala sebuah organisasi tidak mungkin dapat berkembang jika hanya berkutat pada suatu komunitas,
24
sehingga jangkauan pasar yang ada akan sangat terbatas. Dalam organisasi yang didasari pada komunitas tertentu biasanya menghadapi kesulitan termasuk masalah financial yang terbatas, sehingga kemampuan untuk berkembang diarsakan cukup sulit. Untuk itu diperlukan sebuah keberanian untuk melakukan perubahan pada suatu organisasi yang tadinya hanya berdasarkan komunitas dan harus mulai membuka diri kepada dunia luar. Perubahan tersebut diperlukan untuk memperluas jangkauan pasar bagi pelaku industri khusunya dalam bidang radio siaran. Meskipun kedepannya akan lebih berat tantangan yang dihadapi, akan tetapi peluang yang cukup besar untuk berkembang juga terdapat jika melakukan perubahan untuk membuka diri pada dunia luar dengan menuju konsep radio komersil, dimana terdapat kesempatan untuk memperluas jangkauan pasar serta mendapatkan sumber financial dari pihak luar komunitas semakin besar.
5. Perubahan Tata Kelola Manajemen Radio Komunitas Menuju Radio Komersil Terjadinya sebuah perubahan dari radio komunitas menuju radio kampus tentunya mendorong perubahan pada visi dan misi organisasi dalam jangka panjang. Perubahan tersebut juga turut serta mendorong perubahan pada tata kelola manajemen yang baru. Dimana dari sisi pengelolaan tentunya radio komersil akan sangat terbuka dalam memberikan kesempatan bagi semua pihak seluas-luasnya untuk dapat turut serta ambil bagian dalam pengelolaan manajemen radio komersil. Dalam perubahan manajemen radio komersil tentunya akan mendorong perubahan pola pikir bari manjemen yang baru untuk dapat memikirkan konsep pengembangan organisasi bisnis, sehingga peluang untuk berkembang akan lebih terbuka jika dibandingkan ketika masih menjadi radio komunitas yang terbatas konsep dan pemikirannya oleh segelintir kelompok yang berkecimpung dalam komunitas tersebut.
25
Perubahan tata kelola manajemen radio komunitas menuju radio komersil yang lebih profesional dan transparan amat dibutuhkan untuk dapat bertahan dalam persaingan yang dihadapi dalam industri penyiaran. Maka dari itu, jika tidak melakukan perubahan pada tata kelola manajemen, bisa dipastikan akan menghadapi kesulitan dalam bertahan dan berkembang, karena mengingat lebih banyak pesaing yang ada dan telah lama berkecimpung dalam industri radio komersil dan memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam bidang yang mereka geluti. Langkah perubahan tata kelola manejemen juga dapat membuat proses perencanaan, pengorganisasianserta pengawasan dari pihak menajemen akan semakin terarah. F. KERANGKA KONSEP Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristk kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.15 Dalam hal ini konsep diadakan untuk memberikan penggambaran fenomena yang akan diteliti. Peneliti ini menggunakan konsep sebagai berikut : 1. Tata Kelola Radio Siaran Dewasa ini, semua orang membutuhkan media yang tepat untuk mendapatkan informasi dan hiburan secara cepat dan tepat. Salah satu bentuk media dari komunikasi massa adalah radio. Ada beberapa sifat dari komunikasi massa yang sesuai dengan siaran radio, seperti menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah banyak, heterogen, dan menimbulkan efek tertentu. Radio merupakan salah satu media yang semakin berkembang. Radio juga merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi, dan karena komunikasi melalui radio ini hanya mengandalkan suara maka radio juga sering disebut sound broadcasting. Melalui proses penyiaran radio, khalayak bisa mendapatkan informasi. Menurut Theo Stokkink dalam buku The Profesional Radio Presenter (1997), 15
Singarimbun, Masri., & Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta : Pustaka LP3ES. Hal.34
26
dewasa ini orang mulai menyadari tentang fungsi radio. Industri musik menjadi bertambah penting bagi radio. Hal ini karena musik dan peran radio sebagai sebuah media imajinasi, radiopun semakin populer. Seseorang menyalakan radionya hampir sepanjang hari. Sejak saat itu orang semakin menganggap radio adalah sahabat mereka yang bisa menemani dimanapun mereka berada dengan musik dan informasinya. Maka dari itu, kita bisa melihat bahwa radio merupakan instrument keterbukaan dan demokratisasi. Open sky, open society. Langit terbuka, Masyarakat terbuka. Untuk keberlangsungan eksistensi suatu radio siaran dibutuhkan sebuah tata kelola manajemen yang profesional dan transparan agar dapat menghasilkan suatu radio siaran yang berkualitas dan mempu menjadi sebuah sumber media yang layak dipilih oleh masyarakat. Dalam sebuah pengelolaan radio siaran biasanya kita dapat membagi tata kelola manajemen radio siaran yang disesuaikan dengan kebutuhan radio siaran tersebut. Dimana sepetidiketahui bersama bahwa manajemen memiliki fungsi untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan memberikan pengaruh serta melakukan pengawasan.16 a. Manajemen Media Penyiaran Setiap media membutuhkan sistem manajemen yang baik, apalagi jika berkaitan dengan proses lain yang disebut penyiaran. Sistem yang diperlukan untuk menggerakan radio siaran adalah manajemen. Penyelenggaraan penyiaran akan berlangsung dengan baik pula apabila berada dalam manajemen media penyiaran yang terstruktur. J.B Wahyudi berpendapat bahwa definisi manajamen penyiaran merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi atau memanfaatkan kepandaian orang lain untuk merencanakan, memproduksi, dan menyiarkan siaran dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama.17 Manajemen dalam keterkaitannya dengan penyiaran, dimana penyiaran merupakan proses yang kompleks yang berhubungan dengan sistem lain di lingkungan luarnya 16
Morissan. 2008. Manajemen Media Penyiaran: Strategi mengelola Radio dan Televisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hal. 139. 17 Wahyudi, J.B. 1994. Op.Cit. Hal. 39.
27
karena penyiaran berhubungan dengan publik, berkomunikasi dengan lingkungan luar, sistem sosial di masyarakat serta sistem politik dan ekonomi yang melingkupinya. Elemen input dan output terlibat dalam sistem sebuah organisasi yang berarti melibatkan proses (transmission process). Output dari penyiaran adalah siaran, sedangkan input dari penyiaran selain tenaga kerja, modal dan sarana adalah kebutuhan dari khalayak, dimana input tersebut melibatkan lingkungan luar dimana objek dan elemen dalam sistem saling berkaitan. Setiap langkah dalam penyelenggaraan siaran harus dilakukan pendekatan baik manajemen maupun penyiaran sebagai salah satu bentuk proses komunikasi media massa. Menurut J.B Wahyudi dalam buku
Dasar-Dasar Manajemen Penyiaran, pendekatan
manajemen menggunakan teori “input-output model” dari Henry Fayol dan Frederick
Taylor,
sedangkan
pendekatan
penyiaran
menggunakan
teori
“komunikasi matematika” daru Shannon dan Weaver. Melalui penggabungan dua teori ini, J.B Wahyudi menjelaskan akan terjadi proses manajemen penyiaran diatas landasan penggabungan prinsip-prinsip dasar manajemen dan prinsipprinsip dasar penyiaran yang berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai melalui terciptanya siaran yang berkualitas, baik dan benar.18 Agar manajemen media penyiaran dapat mencapai tujuan yang sebaikbaiknya, sangatlah diperlukan sarana atau alat-alat. Tanpa adanya unsur-unsur tersebut, manajemen tidak akan dapat tercapai. Sarana manajemen dapat dirumuskan dalam 6M, yaitu:19 a.
Men (sumber daya manusia), seorang yang bekerja di dunia penyiaran tidak cukup hanya menguasai teori tetapi juga harus dipraktekkan. Demikian juga pengalaman dalam praktek tanpa dilandasi teori. Perpaduan teori komunikasi dan
praktek
dalam
memproduksi
18
dan
menyiarkan
program,
akan
Ibid. Hal. 43. Handayaningrat, Soewarno. 1985. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajemen. Jakarta: PT. Gunung Agung. Hal. 19. 19
28
meningkatkan kreativitas seseorang yang berkecimpung di dunia penyiaran untuk menciptkan program yang layak. b.
Money (kemampuan keuangan), uang adalah sumber yang paling pokok dalam suatu penyiaran.
c.
Methods (cara atau sistem yang digunakan untuk mencapai tujuan), ada beberapa sistem yang dipergunakan untuk menyebarluaskan siaran.
d.
Materials (bahan-bahan yang dikuasai), bahan-bahan yang diperlukan dalam proses penyiaran radio adalah macam-macam bentuk penyajian acara yang dimiliki oleh stasiun-stasiun radio.
e.
Machine (alat atau perkakas mesin yang dimiliki), pada dasarnya proses berlangsungnya siaran radio memerlukan beberapa peralatan, yaitu : Microphone, Ampliphier, Mixer, Transmitter.
f.
Market (pasaran tempat untuk melempar hasil atau menjual produksi atau karya), peran media penyiaran terutama radio yang paling penting adalah sebagi alat untuk memproyeksikan identitas kepada khalayak karena dengan identitas inilah radio dapat menarik dan merangkul pendengar.20 Dalam media penyiaran, manajemen yang diterapkan perlu disesuaikan
dengan sifat kerja penyiaran. Pada dasarnya manajemen penyiaran (broadcast management) adalah penggabungan antara prinsip-prinsip dasar penyiaran. Langkah penggabungan ini selalu berorientasi pada tujuan yang hendak dicapai melalui penyelenggaran siaran yang berkualitas, baik dan benar. Jadi, dalam pengelolaan manajemen siaran radio diperlukan sumber daya manusia yang dapat memahami manajemen dan penyiaran, serta memiliki wawasan yang luas, kreatif dan dinamis. Manajemen penyiaran selain memiliki tugas untuk merencanakan, memproduksi dan atau mengadakan materi siaran, serta menyiarkan, kemudian manajemen juga harus mampu menciptakan bentuk-bentuk motivasi dalam organisasi radio siaran.
20
Stokkink, Theo. 1997. The Professional Radio Presenter – Penyiar Radio Professional. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Hal. 154.
29
Ada beberapa sifat kerja di media penyiaran terutama radio seperti cepat, tepat dan kreatif, tentunya tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar manajemen yaitu efektif dan efisien. Prinsip-prinsip ini ketika diterapkan tidak boleh kaku karena semua langkah manajemen ini harus diatur dan dipertimbangkan terhadap output siaran yang dihasilkan. Strategi manajemen yang tepat dalam perencanaan dan penyusunan setiap program siaran pada radio siaran, kemudian akan menghasilkan suatu program siaran yang berkualitas, dapat diterima oleh pendengar, program-program acara radio tersebut akan tetap diminati dan ditunggu pendengar, serta menjadi radio yang bertahan lama dengan kualitas yang semakin baik. b. Manajemen Radio Radio siaran sebagai unsur dari proses komunikasi, dalam hal ini sebagai media massa merupakan medium komunikasi yang semakin diperlukan oleh masyarakat memiliki tiga kekuatan yaitu, pertama, radio memiliki mobilitas yang tinggi. Radio dapat mengakomodir mobilisasi seseorang. Kedua, realitas radio. Radio mengiringi pendengar kedalam kenyataan dengan suara-suara aktual dan bunyi dari fakta yang terekam dan disiarkan. Ketiga, kesegaran radio. Radio menyajikan informasi dan petunjuk yang dibutuhkan pendengar secara cepat, bahkan secara langsung pada saat kejadian dan pendengar bisa berinteraksi dengan penyiar secara mudah. Perlakuan atas pendengar yang spontan, pasif, selektif dan aktif akan berbeda-beda baik dalam penyakian acara maupun strategi komunikasi interaktifnya. Berdasarkan tujuan pragmatis, radio dapat dibagi menjadi dua yaitu radio komersil dan radio non komersil. Kompetisi yang ketat antar radio siaran, pemahaman atas karakter pendengar dari berbagai lapisan sosial dan disiplin akademis sangat menentukan sukses tidaknya radio. Salah satu aspek yang tidak bisa dilupakan dan dipisahkan dalam pengelolaan radio adalah manajemen. Menurut Darmanto, manajemen adalah proses memikirkan dan menentukan hal yang berhubungan dengan kegiatan yang harus dilakukan. Mengatur dan menggerakan serta memanfaatkan segala sumber yang
30
ada, baik yang berupa kebendaan maupun manusia dan juga menjamin agar tidak terjadi penyimpangan serta kegagalan dalam melaksanakan suatu kegiatan.21 Manajemen ini kemudian diterapkan dalam media radio. Manajemen dalam manajemen radio adalah merencanakan program, memproduksi program serta meyiarkannya. Dimana semua itu harus dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat. Mengingat tugas pokok organisasi menyelenggarakan siaran dan program siarannya dituntut terus menerus baru, sehingga akhirnya bisa menghasilkan karya produksi yang memenuhi selera pendengar.22 Keberhasilan sebuah radio untuk menarik pendengar dan pengiklan merupakan bagian dari program kerja yang disusun oleh manajemen radio. Kemudian, untuk mengarahkan dan mengendalikan orang-orang yang tergabung dalam radio dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka manajemen sebuah radio harus disusun dengan cermat dan sesuai dengan segmen pendengar yang akan dituju. George R Terry dalam bukunya Principles of Management memberikan petunjuk untuk melaksanakan manajemen yang baik, yaitu: a.
Planning (Perencanaan) Perencanaan program-program dan strategi manajemen yang akan
dilaksanakan
sebuah
radio
sangat
penting
dilakukan
karena
dengan
merencanakan usaha-usaha apa yang harus radio lakukan agar mampu menarik perhatian pendengar dan pengiklan dan juga penyusun rencana yang dilakukan akan membantu radio untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. b.
Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian orang-orang yang bekerja dalam setiap bidang kerja
yang ada disebuah radio akan sangat membantu memaksimalkan hasil kerja dan pemasukan keuangan yang akan diperoleh radio. Manajemen radio harus mampu untuk mengorganisasi setiap bagian kerja dan orang-orang yang bekerja 21
Darmanto. 1992. Manajemen Programa dan Program Siaran. Yogyakarta : JICA dan MMTC. Hal. 3. 22 Ibid. Hal. 9.
31
untuk radio, sehingga radio tersebut dapat berkembang dan mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. c.
Actuating (Penggerakan) Manajemen radio harus mampu untuk menggerakan setiap bidang kerja
dan orang-orang yang ada untuk bergerak dan bekerja sesuai dengan tugas mereka. Setiap bidang kerja yang ada di radio saling berkaitan satu dengan lain dan tidak akan menghasilkan output yang baik apabila salah satu bidang kerja tidak mampu melaksanakan tugasnya dengan baik. d.
Controlling (Pengawasan) Pengawasan terhadap pekerjaan dan hasil kerja karyawan perlu dilakukan
oleh manajer masing-masing bidang kerja agar diketahui tanggung jawab karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan dan diketahui kualitas hasil kerja mereka. Apabila manajer mengawasi seluruh pekerjaan yang dilakukan karyawan akan diketahui juga masalah yang dihadapi oleh para pekerja karena apabila para pekerja tidak solid satu sama lain dan tidak mempunyai rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang mereka laksanakan maka radio tidak akan mampu bertahan dan tugas radio untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi, pendidikan dan hiburan tidak akan dapat dilaksanakan oleh radio tersebut. Manajemen yang baik dalam pengelolaan sebuah radio nantinya akan mendorong internal radio tersebut agar melangsungkan kegiatan penyiaran radio dengan baik. Hal ini agar pendengar dan pihak-pihak yang menginginkan kerja sama dengan radio mempunyai gambaran mengenai format radio, positioning pendengar, jangkauan wilayah, maupun programming. Menurut Masduki dalam bukunya Radio Siaran dan Demokratisasi, Manajemen radio siaran meliputi : 1. Manajemen produksi siaran (programming), 2. Manajemen SDM dan tata usaha (career and skill development), 3. Manajemen
promosi,
pemasaran
networking), dan
32
dan
kerjasama
(marketing
and
4. Manajemen peralatan siaran (hardware maintenance) Keempat sektor manajemen ini sangat penting dalam menjalankan radio siaran. Sektor manajemen yang menjadi “jantung” radio siaran adalah manajemen produksi siaran. Sektor ini membutuhkan SDM yang layak dan dapat diperoleh melalui rekrutmen selektif, beberapa pelatihan, dan uji coba siaran yang tersruktur. Hal ini karena pada akhirnya nanti prinsip manajemen yang baku, aspek proses dan “hasil” harus mendapatkan perhatian lebih. Berikut akan diterangkan secara lebih mendalam tentang tiga aspek penting dalam manajemen radio yaitu sumber daya manusia, sumber dana, dan konten acara dalam manajemen radio komunitas dan manajemen radio komersial. Hal ini dipaparkan agar terlihat perbedaan pengelolaan manajemen radio komunitas dengan manajemen radio komersial. a.
Manajemen Radio Komunitas Radio komunitas adalah lembaga penyiaran yang memberikan pengakuan
secara signifikan terhadap peran supervisi dan evaluasi oleh anggota komunitasnya melalui sebuah lembaga yang khusus didirikan untuk tujuan tersebut dan dimaksudkan untuk melayani komunitas tertentu saja karena memiliki daerah jangkauan yang terbatas.23 Lembaga ini bersifat independen, tidak terikat pihak manapun. Tetapi syarat utama radio komunitas adalah partisipasi dari pengelola radio komunitas. Di bawah ini adalah uraian manajemen radio komunitas yang meliputi Sumber Daya Manusia, sumber dana, dan konten. 1) Sumber Daya Manusia (SDM) Menurut Masduki, radio komunitas dan radio publik yang baru berkembang di Indonesia dalam memilih SDM merupakan persoalan yang sulit sehingga memerlukan pertimbangan dan waktu yang tidak singkat, tidak secara sembarangan. Sumber Daya Manusia yang paling penting dalam radio komunitas adalah penyiar. Mencari seorang penyiar tidaklah mudah, 23
Ghazali, Effendi. 2002. Penyiaran Alternatif Tapi Mutlak; Sebuah Acuan Tentang Penyiaran Publik dan Komunitas. Jakarta : Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia. Hal. 72.
33
adakalanya sulit mendapatkan peminat untuk dilibatkan sebagai penyiar, ada pula ketika banyak orang yang memaksakan diri untuk dilibatkan sebagai penyair. Dua pertimbangan yang dipakai untuk mendapatkan penyiar adalah : a) Siapa saja yang berrsedia bekerja sukarela b) Perwakilan dari kelompok sosial dalam komunitas. Sikap sukarela akan berfluktuasi, demikian pula mekanisme perwakilan kelompok yang berganti begitu cepat lepas dari kendali kebutuhan rutinitas siaran. Memilih SDM sebaiknya juga mempertimbangkan hubungan keluarga dan organisasi dengan komunitas pendengar, kemampuan memandu produksi acara siaran bagi beragam kelompok komunitas karena pengisi acara adalah komunitas itu sendiri, bukan SDM pengelola radio. Secara sederhana, terdapat dua level SDM di radio komunitas. Pertama, pengelola yang menjadi fasilitator produksi dan penyiaran. Kedua, komunitas selaku pembuat pendengar, dan donatur siaran. Pengelola radio komunitas dipilih komunitas berdasarkan keahlian teknis dan pengalaman radio. Interaksi antara pengelola dan komunitas berlangsung intensif, dalam kerangka pelatihan produksi dan penyiaran. Interaksi itu dapat berupa magang periodik, pelatihan terstruktur atau learning by doing. 2) Sumber Dana Pendanaan merupakan masalah yang cukup pelik pada sebuah radio komunitas, khususnya di Indonesia yang menerapkan aturan bahwa radio komunitas dilarang untuk mencari dana melalui iklan komersial. Aturan ini dituangkan dalam UU Penyiaran No.32 tahun 2002. Undang-undang tersebut membuat radio komunitas terbatas dalam mencari dana, terutama iklan komersial
yang
pendapatannya
kemudian
digunakan
sebagai
dana
operasional sehari-hari stasiun radio. Pada radio komersial, pendapatan dari iklan komersial merupakan pendapatan yang paling besar dan menjanjikan. Oleh karena keterbatasan tersebut makan radio komunitas harus bisa
34
menggali dana lainnya yang tetap bisa mendukung operasional radio, diantaranya adalah : a) Iuran anggota Iuran ini diambil dari anggota radio komunitas dengan jumlah dan waktu yang sudah disepakati bersama. b) Donatur Sumber dana donatur ini bisa berasal dari luar negeri maupun dalam negeri, dari LSM, atau yang bersedia menjadi funding. Banyak cara untuk mendapatkan donatur, salah satunya dengan membuat proposal kegiatan yang menarik beserta pengajuan dana yang dibutuhkan. Proposal ini yang akan menjadi bahan pertimbangan apakah instansi tersebut bersedia atau tidak menjadi donatur bagi radio komunitas. Apabila proposal disetujui, dana akan turun dan bisa digunakan untuk pembiayaan radio komunitas. c) Sumbangan Dana sumbangan ini berasal dari kepedulian pihak-pihak tertentu yang merasa peduli dengan radio komunitas. Sumbangan ini bisa berbentuk materi (uang) atau dalam bentuk material alat atau sarana penunjang lain bagi radio. d) Sponsorship Sponsorship ini berkaitan dengan kerjasama yang disepakati. Kerjasama ini terjadi apabila pihak sponsor tertarik pada salah satu program acara radio dan bersedia menjadi sponsor atau pendukung untuk membiayai acara tersebut. 3) Konten Konten atau acara siaran radio komunitas yang diperbolehkan adalah pendidikan, budaya, informasi, hiburan, kesenian, dan iklan layanan masyarakat. Relay siaran diperbolehkan terhadap acara kenegaraan Republik Indonesia, IPTEK dan sesuai dengan kepentingan komunitasnya.
35
b.
Manajemen Radio Komersil Menurut UU Penyiaran No.32 tahun 2002, radio komersil adalah lembaga
penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. Berikut adalah uraian manajemen radio komersial yang meliputi SDM, sumber dana dan konten siaran. 1) Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan paling vital bagi radio. Dunia penyiaran terutama radio merupakan wadah sekumpulan orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan berkiprah dengan kemampuan masing-masing. Pengelolaan SDM radio dikenal dengan beberapa tahap manajerial, yaitu : a) Rekrutmen dengan lowongan terbuka, melakukan seleksi, dan pemagangan, termasuk planning dalam fungsi manajemen. b) Penempatan SDM pada posisi yang tepat sesuai kemampuan dan minatnya, termasuk organizing dalam fungsi manajemen. c) Penghargaan atas tugas yang dilakukan SDM secara periodik dalam bentuk bonus, kenaikan gaji atau kenaikan jenjang karier, termasuk actuating dalam fungsi manajemen. d) Pengembangan wawasan dan ketrampilan melalui berbagai seminar dan pelatihan regular secara internal atau mengirim ke lembaga luar, termasuk actuating dalam fungsi manajemen. e) Pemberhentian jika SDM tidak lagi mampu memenuhi target pekerjaan yang telah ditentukan, termasuk controlling dalam fungsi manajemen.
2) Sumber Dana Radio swasta komersil merupakan industri media yang dikelola secara profesional untuk meraih keuntungan. Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002 menyatakan bahwa Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) didirikan
36
dengan modal awal yang seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang berasal dari modal asing yang jumlahnya tidak lebih dari 20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham. Oleh sebab itu, radio-radio swasta komersil mencari sumber dana dalam mendukung operasional radionya, antara lain : a) Iklan Sumber dana dari iklan merupakan sumber dana yang paling vital dalam lembaga penyiaran swasta. Radio merupakan pusat interaksi antara pengiklan dan pengelola. Pengiklan berkepentingan agar produk-produk komersialnya disebar kepada khalayak serta mencari keuntungan dari pembelian produk-produk tersebut setelah disiarkan di radio. Sementara itu, pengelola radio membutuhkan keuangan dari iklan agar mampu untuk terus berkembang dan meningkatkan kualitas acara serta SDM-nya. Iklan dalam penyiaran radio komersial yang dijual biasanya terdiri dari dua jenis diantaranya adalah iklan komersial atau barter. Iklan ini bisa berupa spot atau adlibs. Spot adalah iklan yang diputar dengan durasi 30 sampai 60 detik. Adlibs adalah iklan yang dibacakan oleh penyiar, biasanya adlibs ini jauh lebih mahal daripada spot. Iklan komersial dan barter ini sama-sama menguntungan radio. Perbedaan keduanya hanya terletak dari keuntungan materil atau non materil yang diterima oleh radio tersebut. Biasanya iklan komersil “menjual” produknya dengan cara membayar kepada stasiun radio, sedangkan pada iklan barter, pengiklan ingin beriklan secara gratis, namun secara operasional tidak ada yang sepenuhnya gratis, maka dari itu dibuatlah kesepakatan non materil, pengiklan mendapatkan iklan secara gratis, dan radio mendapatkan promosi secara gratis, biasanya dengan logo radio, poster, spanduk, atau penyebutan sponsor dalam sebuah acara.
37
Salah satu keuntungan beriklan di medium penyiaran radio yaitu memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan iklan dengan perhatian yang singkat baik dalam bentuk naskah, rekaman, dan disiarkan pada waktu yang telah ditentukan. b) Program Off Air Sumber dana alternatif pada radio selain iklan adalah program off air. Selain melalui iklan yang bersifat on air (disiarkan), radio juga menyelenggarakan program off air, yaitu kegiatan promosi secara langsung kepada khalayak dengan melibatkan sponsor produk yang secara bisnis turut menopang kemitraan dengan pengelola radio. 3) Konten Konten atau acara siaran radio komersil dibebaskan sesuai dengan segmentasi dari radio tersebut. Radio komersil diperbolehkan membuat acara yang bisa membuat radio tersebut mendapatkan pendengar lebih banyak dan juga mendapatkan pengiklan dari acara siarannya.
2.
Transisi Sebagai Suatu yang Penting Masa perubahan merupakan rentang waktu peralihan. Pada masa ini segala
perubahan mungkin untuk terjadi. Selain manajemen radio yang berubah. Adanya perubahan format dari radio komunitas ke radio swasta komersial juga mempengaruhi kompetisi pada industri radio. a. Kompetisi pada Industri Radio Dalam sebuah industri yang memiliki kepentingan bisnis didalamnya tentu diwarnai dengan persaingan dan kompetisi yang ketat diantara para pelaku bisnis di industri masing-masing. Kompetisi tersebut dilakukan agar para pelaku bisnis dapat mampu bertahan bahkan berkembang dalam bisnisnya sehingga mampu menguasai pasar. Aroma kompetisi yang cukup ketat juga berlaku pada industri radio yang memiliki jangkauan pasar yang sangat luas serta pemain dalam industri ini juga sangat banyak.
38
Sebagai upaya memenangkan kompetisi dalam industri radio, para pelaku dalam industri ini biasanya memiliki banyak strategi yang cukup baik melalui ideide kreatif dan inovasi bahkan juga dengan menggunakan pemanfaatan sumber financial yang tidak sedikit. Dalam kompetisi ini dituntut bagi pelaku industri radio cermat dalam merumuskan strategi dari manajemen yang handal agar strategi yang diterpakan dapat berjalan secara efektif. Dalam sebuah persaingan bisnis, aroma persaingan makin kuat jika:24
Bertambahnya pesaing bisnis dalam satu industri bisnis
Tambah banyaknya pelaku bisnis yang menwarkan produk atau jasa dengan fungsi yang serupa
Terjadinya pergeseran perilaku konsumen dalam menetukan suatu produk atau jasa tertentu
Terjadinya peningkatan ekonomi konsumen sehingga orientasi mereka bergeser pada mutu dan pelayanansuatu produk atau jasa
Beralihnya posisi suatu Negara, seperti peralihan dari masyarakat agararis ke masyarakat industri.
Dalam suatu industri bisnis agar suatu bisnis dapat lebih maju dan berkembang ada baiknya dilakukan sebuah upaya perubahan dari pihak manajemen untuk melakukan pergeseran jangkauan bisnis. Tentunya pergeseran ini dilakukan kepada arah untuk meraih jangkauan pasar yang lebih luas. Dan dalam masa-masa perubahan dalam suatu perubahan menjadi amat penting, karena berkaitan dengan kekuatan financial dan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Sebuah keputusan dalam melakukan transisi pastinya juga dilakukan berdasarkan dari hasil analisa dan evaluasi yang matang untuk menetapkan stretegi jangka panjang dalam pencapaian visi perusahaan tentunya diperlukan adanya evaluasi terhadap kinerja perusahaan yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun proses evaluasi dan analisa mengenai kebijakan transisi dari radio 24
Siagian, Sondang P. 2011. Manajemen Stratejik. Jakarta : Bumi Aksara. Hal. 88.
39
kampus yang bergeser kepada radio komersil lebih cocok dengan mengunakan analisa SWOT. Analisis SWOT atau yang lebih dikenal dengan Strenghts, Weaknesses, Oportunities and Threats Analysis, analisis SWOT ini merupakan sebuah pisau analisa yang cukup tajam dalam ranah manajemen stratejik saat ini dan sering dipakai oleh banyak organisasi dalam menentukan kebijakan dengan mencermati aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Faktor kekuatan dan kelemahan biasanya terdapat dalam tubuh organisasi sedangkan peluang dan ancaman merupakan faktor-faktor lingkungan yang sering dihadapi oleh organisasi dalam membuat sebuah kebijakan.25 Adapun yang merupakan faktor-faktor dimensi kekuatan adalah kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan beserta seluruh unit bisnis yang terdapat di dalamnya yang memiliki kompetensi khusus yang terdapat dalam tubuh organisasi perusahaan yang menjadi keunggulan komparatif dalam menghadapi persaingan bisnis. Maka faktor-faktor dimensi kelemahanadalah faktor yang menjadi hambatan dalam tubuh unit bisnis yang dimiliki oleh sebuah organisasi dan menjadi penghalang yang cukup serius bagi Faktor-faktor peluang merupakan situasi lingkungan
yang dianggap
menguntungkan bagi unit bisnis untuk memeperoleh manfaat. Adapun situasi lingkungan yang menjadi peluang bagi unit bismis adalah kecenderungan penting bagi para pengguna produk, teridentifikasinya segmen pasar yang belum mendapat perhatian, perubahan kondisi dalam persaingan perubahan kebijakan perundang-undangan serta hubungan yang harmonis dengan konsumen
dan
pemasok. Sedangkan faktor-faktor ancaman adalah kebalikan dari peluang atau bisa dikatakan sebagai situasi lingkungan yang dapat menghambat kemajuan dari unit bisnis perusahaan. Seperti, masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lamban serta meningkatnya posisi tawar yang dimiliki oleh konsumen dan pemasok. 25
Ibid. Hal. 172.
40
Setelah kita pahami bersama faktor-faktor yang mencakup adalam pembahasan analisis SWOT, maka bisa dipahami bahwa analisis SWOT menjadi pisau yang tajam sebagai alat ukur kinerja perusahaan dan menentukan strategi atau membuat kebijakan dalam pencapaian visi perusahaan. Analisa SWOT ini dipakai sebagai kerangka berpikir yang cukup logis karena mencakup seluruh faktor yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu analisa SWOT dapat menjawab pertanyaan secara komprehensif tentang kebijakan sebuah organisasi melakukan perubahan dan telah banyak dipakai oleh perusahaan dalam membuat sebuah kebijakan untuk menghadapi persaingan bisnis.
G. OBJEK PENELITIAN Objek penelitian ini berfokus pada data-data terdahulu yang dihasilkan oleh Radio Swaragama FM. Peneliti akan menekankan pada data-data yang bisa dijadikan sebagai bahan untuk mendeskripsikan tentang perubahan manajemen media Radio Swaragama FM dari stasiun radio kampus menuju radio swasta komersial. Sementara itu, Radio Swaragama FM sendiri dipilih karena radio ini merupakan salah satu radio swasta komersial di Yogyakarta yang bisa bertahan selama tiga belas tahun belakangan ini dengan permulaan sebagai radio kampus pada awalnya. Eksistensi yang berlangsung hingga sekarang ini, membuktikan Radio Swaragama FM memiliki manajemen media yang baik walaupun dengan adanya perubahan. Hal ini menjadi menarik, ketika radio kampus yang pada awalnya sebagai radio komunitas, kemudian menjadi radio swasta komersial nomor satu di Yogyakarta.
H. METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian secara kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
41
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.26 Peneliti melakukan penelitiannya yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif ini akan dapat memudahkan metode analisis data, yaitu melakukan pengamatan di stasiun radio swasta di Yogyakarta yang mengawali radio swasta komersial dan berasal dari radio komunitas mahasiswa. 2. Metode Penelitian Metode penelitian yang penelitian gunakan adalah analisis data secara deskriptif. Penelitian yang bersifat deskriptif mendasarkan diri pada data yang dihimpun dan disusun secara sistematik, faktual dan cermat. Metode deskriptif tidak menjelaskan hubungan antar variabel, tidak menguji hipotesa atau melakukan prediksi-prediksi. Dengan demikian pelaksanaan metode deskriptif ini tidak hanya terbatas pada pengumpulan data, tetapi meliputi analisa dan interpretasi data. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Metode analisis data secara deskriptif ini dipilih agar peneliti dapat mengetahui lebih mendalam mengenai perubahan manajemen media yang terjadi ketika Radio Swaragama FM masih dengan formatnya sebagai radio kampus kemudian menjadi radio swasta komersial. Melalui data-data yang dikumpulkan ini pula, peneliti akan berusaha menggali data tentang keberlangsungan radio selama ini, upaya-upaya yang dilakukan oleh Radio Swaragama FM dalam menghadapi persaingan diantara radio-radio komersial lain di Yogyakarta, dan juga permasalahan-permasalahan apa saja yang dihadapi pada saat perubahan format radio dari radio kampus ke radio swasta komersial. Dengan demikian, analisis data secara deskriptif ini dinilai cocok untuk digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Selain itu penelitian ini juga dapat menggunakan tehnik deskriptif analisis untuk dapat menganalisa
26
Moleong, L.J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Hal.
3.
42
suatu studi kasus yang berkembang dan juga yang telah terjadi agar dapat memaparkan sebuah penelitiian kualitatif yang akurat. 3. Pengumpulan Data dan Sumber Data Sumber data utama penelitian ini berasal dari wawancara peneliti dengan responden. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan wawancara langsung sambil dilakukan percakapan dan wawancara dilakukan secara mendalam. Pada proses wawancara ini peneliti dibantu oleh alat berupa tape recorder dan juga catatan mengenai interview guide agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak melenceng dari topik penelitian. Ketika mewawancarai, peneliti menggunakan tahap-tahap pertanyaan sesuai dengan tema pembicaraan antara si peneliti dengan respondennya. Tahap-tahap pertanyaan tersebut menjadi pedoman wawancara, tetapi tidak menutup kemungkinan jika pertanyaanpertanyaan tersebut bisa dikembangkan sesuai dengan jawaban si responden. Teknik wawancara secara langsung (tatap muka) ini digunakan karena dengan cara ini peneliti mampu mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada respondennya demi melengkapi data yang dibutuhkan. Metode wawancara ini dilakukan peneliti untuk mendapatkan informasi yang akurat dari orang-orang yang berkepentingan dalam penelitian ini. Untuk melengkapi data-data penelitian yang dilakukan, peneliti juga akan menganalisis dokumen-dokumen yang berkaitan dengan apa yang diteliti. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang diteliti khususnya orang-orang yang bekerja di Radio Swaragama FM yang menjadi objek penelitiannya, yaitu:
Mohammad
Amirulah,
S.T
selaku
Direktur
Utama
Radio
Swaragama. Pihak tersebut dipilih menjadi objek penelitian karena pihak tersebut mengerti akan sejarah dan perjalanan perkembangan Radio Swaragama FM sejak masih menjadi radio kampus hingga menjadi radio swasta komersial.
43
Boma Ardi Nugroho selaku Manager Produksi Radio Swaragama. Pihak tersebut dipilih menjadi objek penelitian karena pihak tersebut telah bekerja di Radio Swaragama selama dua belas tahun di bagian produksi dan mengetahui perjalanan dalam membangun Radio Swaragama menjadi seperti sekarang.
Herdita Sulistyorini selaku Corporate Secretary & Manager GA Radio Swaragama. Pihak tersebut dipilih menjadi objek penelitian karena pihak tersebut telah bekerja menjadi corporate secretary selama lima tahun sehingga mengetahui tentang seluk beluk perijininan dan hubungan Radio Swaragama dengan pihak-pihak penting yang terkait.
Bonny Prasetia Ajisakti selaku Music Director Radio Swaragama. Pihak tersebut dipilih menjadi objek penelitian karena pihak tersebut telah bekerja di Radio Swaragama selama tujuh tahun menjadi Music Director sehingga benar-benar mengetahui musik seperti apa yang diputarkan oleh Radio Swaragama.
Heri Santosa selaku Teknisi Radio Swaragama. Pihak tersebut dipilih menjadi objek penelitian karena pihak tersebut telah bekerja menjadi teknisi selama sebelas tahun sehingga mengetahui sumber daya teknologi yang digunakan oleh Radio Swaragama.
Selain data primer berupa wawancara dengan pihak yang terkait, peneliti juga akan menggunakan data sekunder untuk melengkapi data-data penelitian yang dibutuhkan peneliti. Data-data tersebut adalah dokumen-dokumen yang didapatkan dari perusahaan yang menjadi objek penelitian ataupun studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data ini merupakan suatu cara untuk memperoleh atau mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan data-data yang diperlukan selama penelitian. Bahan-bahan ini dapat diperoleh dengan cara mempelajari berbagai literatur atau buku-buku, majalah, koran, makalah atau jurnal ilmiah. Untuk melengkapi bahan-bahan tersebut, terdapat juga sumber-
44
sumber informasi yang lain sebagai penelitian seperti dokumen dan rekaman atau catatan otentik dalam stasiun radio yang diteliti. 4. Teknik Analisa Data Suatu penelitian membutukan analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan komplek. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman).27 Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.28 Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.29 Dalam proses analisis data terhadap komponen-komponen utama yang harus benar-benar dipahami. Komponen tersebut adalah reduksi data, kajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk menganalisis berbagai data yang sudah ada digunakan metode deskriptif analitis data. Metode ini digunakan untuk menggambarkan data yang sudah diperoleh melalui proses analisis yang mendalam dan selajutnya diakomodasikan dalam bentuk bahasa secara runtut atau dalam bentuk naratif. Analisis data dilakukan secara induktif, yaitu dimulai dari lapangan atau fakta empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari fenomena yang ada di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara bersamaan dengan cara proses pengumpulan data. Menurut Miles dan Humberman tahapan analisis data sebagai berikut:30 1. Pengumpulan data
27
Bungin, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 53. 28 Moleong, L.J. Op.Cit. Hal. 103. 29 Ibid. Hal. 3. 30 Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Alih bahasa oleh Tjejep Rohidi. Jakarta : UI-Press. Hal. 41.
45
Penelitian mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan. 2. Reduksi data Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data yang telah direduksi, memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencarinya sewaktu-waktu diperlukan. 3. Penyajian data Penyajian
data
adalah
sekumpulan
informasi
yang
tersusun
yang
memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, cart atau grafis sehingga data dapat dikuasai. 4. Pengambilan keputusan atau verifikasi Setelah data disajikan, maka dilakukan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Untuk itu diusahakan mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi, dari data tersebut berusaha diambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan, didasarkan pada reduksi data, dan penyajian data yang merupakan jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian. Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan berkaitan. Pertama dilakukan penelitian dilapangan dengan mengadakan wawancara atau observasi yang disebut tahap pengumpulan data. Setelah data terkumpul lalu diadakan reduksi data, kemudian diadakan sajian data, selain itu pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga hal tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi. Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode pengumpulan data diatas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis data tersebut
dengan
menggunakan
analis
46
secara
deskriptif-kualitatif
tanpa
menggunakan teknik kuantitatif. Analisis deskriptif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Menurut M.Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.31
31
Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia. Hal. 16.
47