BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun persebarannya merupakan tantangan yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Tingginya laju pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini
akan berpengaruh kepada tingkat
kehidupan dan
kesejahteraan penduduk (Handayani, 2010). Jumlah penduduk Indonesia selama kurun waktu 2000-2010 cenderung berfluktuasi, pada sensus penduduk tahun 2000 sebanyak 206,2 juta jiwa, sedangkan pada sensus penduduk pada tahun 2010 meningkat menjadi 237,6 juta jiwa (BPS, 2011). Perkembangan laju peningkatan pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Secara terus-menerus penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah kelahiran yang lebih tinggi dari pada jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan umur. Dengan demikian apabila peristiwa ini terus-menerus berlangsung maka jumlah penduduk di Indonesia akan selalu bertambah. Untuk menanggulangi masalah ini salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya manusia di bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi maka dicanangkan program Keluarga Berencana (KB) (BKKBN, 2005). Sejak pertama kali dicanangkan tahun 1970, program KB telah menunjukkan hasil dengan terjadinya penurunan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) dan Total Fertility Rate (TFR), sedangkan tingkat pemakaian kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) mengalami peningkatan (Handayani, 2010). Menurut World Health Organisation (WHO) Expert Committle 1970, KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami
1
2
istri untuk mendapatkan objek-objek tertentu, menghindarkan kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval di antara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2004). Tujuan dari program KB adalah untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi yang berkualitas, termasuk dalam upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi dalam rangka membangun keluarga kecil yang berkualitas (BKKBN, 2005). Salah satu kegiatan operasional pelayanan KB yaitu dengan memberikan pelayanan kontrasepsi dan pengayoman peserta KB. Metode kontrasepsi yang ada dalam program KB di Indonesia diantaranya adalah metode kontrasepsi mantap pada pria yang sering dikenal Metode Operatif Pria (MOP) atau Vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vas deferens sehingga cairan sperma tidak diejakulasikan (Handayani, 2010). Berdasarkan data yang diperoleh dari BKKBN tingkat Jawa Tengah per Agustus 2011 yaitu Peserta KB Baru (PB) Pria berjumlah 33.445 dari 56.153 Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) atau 59,56 %. Peserta KB Baru (PB) Wanita berjumlah 651.480 dari 956.016 Perkiraan Permintaan Masyarakat (PPM) atau 68,15 % (BKKBN Jateng, 2011). Data yang diperoleh dari BPPKB Kabupaten Pati, Kabupaten Pati memiliki Pasangan Usia subur (PUS) sampai dengan bulan Oktober 2011 berjumlah 272.135 yang tersebar di 21 kecamatan. Akseptor MOP berjumlah 3.013 (1,10%). Di antara 21 kecamatan tersebut pada tahun 2011, Kecamatan Batangan memiliki jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) 9.709. Akseptor pria hanya berjumlah 113 (1,16%) yang terdiri MOP 85 (0,87%), Kondom 28 (0,28%) (BPPKB KAB. PATI 2011). Di Kecamatan Batangan memiliki 18 desa. Dari 18 desa tersebut Klayusiwalan merupakan desa yang sampai saat ini belum ada (0%)
3
pengguna KB Pria dalam hal ini vasektomi (Pembantu Pelaksana Keluarga Berencana Desa Klayusiwalan, 2011). Survey cepat yang dilakukan oleh Aun Nafidah tentang Gambaran Beberapa Faktor Suami Yang Berkaitan Dengan Pemilihan Vasektomi di Kecamatan Pulosari Kabupaten Pemalang Bulan Juli-Oktober 2007, dari 210 responden diperoleh data yang menunjukkan bahwa 62,9% berpengetahuan kurang baik,
53,8%
pandangan
agamanya
tidak
memperbolehkan vasektomi, 57,6% tidak pernah mendapat intervensi akseptor vasektomi, 38,1% pernah mendapat konseling vasektomi dan 35,7% memilih vasektomi. Keikutsertaan pria dalam program KB masih menunjukkan angka yang sangat rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu alat kontrasepsi yang tersedia lebih banyak diperuntukkan bagi perempuan, sehingga pria tidak memiliki banyak pilihan, kondisi lingkungan sosial masyarakat yang masih kurang mendukung, serta keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB dan kesehatan reproduksi (BKKBN, 2005). Masih ada persepsi bahwa pria adalah kepala keluarga, dan yang paling bertanggung jawab terhadap masalah KB adalah wanita, bukan pria. Pelayanan kesehatan yang kurang memberikan sosialisasi ke masyarakat sehingga alat kontrasepsi vasektomi kurang populer karena masyarakat kurang mengetahui manfaatnya. Selain itu masih ada persepsi bahwa setelah vasektomi akan terjadi penurunan libido membuat para suami enggan menjadi peserta vasektomi. Selama ini PUS yang berpendidikan rendah cenderung kurang memahami manfaat ber-KB sehingga tidak merasa perlu mengikuti program KB (Parwieningrum, 2009). Pengetahuan adalah salah satu faktor yang besar dalam meningkatkan sikap pria untuk berpartisipasi dalam ber-KB. Upaya meningkatkan pengetahuan melalui promosi vasektomi dengan berbagai media dan bentuk diharapkan akan meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya para pria, sehingga mereka sadar dan mau dengan ikhlas
4
berpartisipasi menjadi peserta vasektomi. Promosi tentang vasektomi yang berkelanjutan
memang
harus
dilakukan,
mengingat
pentingnya
pengetahuan dan kesadaran pria terhadap vasektomi (BKKBN, 2005). Banyak kesempatan pria untuk berperan dalam KB. Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita. Bagi pasangan yang memilih kontrasepsi permanen vasektomi merupakan pilihan terbaik. Mengingat vasektomi lebih sederhana prosedurnya dengan efek samping dan resiko kesehatan sangat kecil dibanding tubektomi (Sipayung, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan Nuriah Arma tentang hubungan pengetahuan dan sikap suami tentang kontrasepsi pria di Lingkungan III Desa Klumpang Kecamatan Hamparan Perak Bulan Juni 2010, menunjukkan dari 38 responden menunjukkan bahwa sebanyak 57,9% suami memiliki pengetahuan kurang dan 42,1% suami yang memiliki pengetahuan baik. Sebanyak 63,2% suami memiliki sikap negatif terhadap kontrasepsi pria dan 36,8% suami yang memiliki sikap positif terhadap kontrasepsi pria. Sikap pria terhadap KB juga ikut berperan dalam menentukan apakah seorang pria bersedia menjadi peserta KB atau mengijinkan isterinya menggunakan salah satu alat/cara KB. Pada umumnya sikap yang positif terhadap program KB akan lebih memudahkan mereka untuk menerima program KB. Penerimaan mereka terhadap program KB akan berdampak pada keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam KB, untuk pria melalui cara kondom maupun vasektomi. Di lain pihak, kurangnya pengetahuan dapat menimbulkan persepsi atau sikap yang keliru terhadap program KB, sehingga cenderung menolak untuk menjadi peserta KB (BKKBN JABAR 2010). Dewasa ini tidak semua isteri mendapat dukungan untuk ber-KB oleh suaminya, apalagi suami tersebut mau mengikuti KB Pria. Berkaitan dengan hal itu masih perlu berbagai upaya peningkatan pengetahuan dan wawasan tentang KB, khususnya vasektomi, kepada para pria, sehingga
5
pengetahuan dan sikap akan KB semakin menggembirakan (BKKBN JABAR 2010). Fenomena pendidikan masyarakat Desa Klayusiwalan, dewasa ini memang tertinggal dengan desa yang wilayahnya dekat dengan perkotaan. Penyebabnya diantaranya adalah nilai budaya bahwa anak laki-laki yang harus sekolah lebih tinggi daripada anak perempuan, keterbelakangan akses informasi diantaranya belum adanya akses internet yang bisa dinikmati oleh umum seperti warung internet, kesadaran masyarakat desa sendiri terhadap pentingnya pendidikan masih kurang ini dibuktikan bahwa setelah lulus sekolah menengah pertama cenderung tidak melanjutkan sekolah lagi, bagi anak laki-laki langsung bekerja dan bagi anak perempuan sebagian besar kawin muda, selain itu kaum terdidik cenderung memilih institusi tempat bekerja yang ada di perkotaan dibandingkan di pedesaan, ini berkaitan dengan upah yang diberikan kepada kaum terdidik untuk mendidik di desa masih sangat rendah. (Pembantu Pelaksana Keluarga Berencana Desa Klayusiwalan, 2011). Aksesabilitas informasi tentang KB, media KIE, konseling yang tersedia, informasi yang diberikan oleh petugas, tempat pelayanan yang ada masih bias gender. Bidan desa memberikan peran yang cukup tinggi setelah PLKB. Pesan
KB melalui bidan desa biasanya disampaikan
kepada para isteri pada pasca persalinan. Peran pamong desa, tetangga dan saudara
tidak
dapat
diabaikan,
mereka
cukup
berperan
dalam
menyampaikan informasi tentang KB. Media elektronik TV, radio dan merupakan sumber informasi KB yang paling dominan diketahui di kalangan masyarakat yang berada di pedesaan. Media cetak seperti koran, majalah dan poster hanya sedikit memberikan kontribusi terhadap informasi mengenai kontrasepsi, karena kurangnya minat masyarakat untuk mau membaca informasi melalui koran dan majalah (Pembantu Pelaksana Keluarga Berencana Desa Klayusiwalan, 2011).
6
B. Rumusan Masalah Rendahnya partisipasi pria dalam pelaksanaan program KB vasektomi di Desa Klayusiwalan tidaklah dapat dibiarkan begitu saja, mengingat pengetahuan dan sikap adalah salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB. Maka menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian di RW 2 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati dengan judul ” Bagaimana Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pria Tentang Vasektomi di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati?”.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pria tentang Vasektomi di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik pria usia subur di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, aksesibilitas informasi. b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pria tentang Vasektomi di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati. c. Mengidentifikasi sikap pria tentang Vasektomi di RW 02 Desa Klayusiwalan Kecamatan Batangan Kabupaten Pati.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi penulis Untuk menambah wawasan dan informasi tentang
KB, terutama
pengetahuan dan sikap terhadap vasektomi, serta mengembangkan kemampuan penelitian.
7
2. Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi bagi penyusun kebijakan terkait dengan KB, terutama kontrasepsi vasektomi. 3. Bagi Akademis Untuk menambah wawasan bagi peneliti lain guna pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan khususnya di bidang keperawatan maternitas. 4. Bagi Masyarakat Untuk meningkatkan pengetahuan tentang vasektomi dan merubah sikap mayarakat terutama kaum pria dalam ber-KB.
E. Bidang ilmu Bidang ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah ilmu keperawatan khususnya keperawatan maternitas.