BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Kebangkitan modern di dunia Arab bermula dengan didudukinya Mesir oleh Perancis pada tahun 1798. Sebelum itu, negara-negara Arab hampir semuanya tak menyadari kemajuan pesat yang telah dialami oleh Barat pada abadabad berikutnya, semenjak perjumpaan terakhir mereka dengan Barat semasa Perang Salib1. Setelah tahun-tahun tersebut, abad ke 19 menjadi bagian dari awal kebangkitan bangsa Arab melawan penjajahan dari bangsa Barat. Kebangkitan bangsa Arab ini, menurut Nuseibeh berawal dari sebuah gerakan nasionalisme Islam atau disebut juga dengan Pan-Islamisme. Dimulai dari Jamaluddin al-Afgani, yang mendirikan sebuah gerakan untuk mempersatukan dan membangkitkan semua rakyat-rakyat Islam di bawah kekhalifahan tertinggi. Ia sebagai salah seorang reformis Islam mengumandangkan persatuan Arab berlandaskan aspek religiusitas. Namun, di sisi lain Abdul Rahman al-Kawakibi muncul dengan konsep persatuan Arab yang sekuler. Dia mencanangkan pemisahan antara gerakan nasionalisme Islam dengan gerakan nasionalisme Arab2. Dasar gerakan persatuan Arab tadi kemudian berkembang lebih jauh dengan melahirkan tidak hanya sebatas Liga Rakyat Arab. Akan tetapi, lebih
1
Hazem Zaki Nuseibeh, 1969, Gagasan-gagasan Nasionalisme Arab, Jakarta: Bhratara, halaman 37. 2 Ibid, disarikan dari halaman 38-41.
1
2
kepada suatu federasi dan akhirnya menjadi suatu persatuan organik negeri-negeri Arab dari Gulf hingga Atlantik. Tujuannya adalah memobilisasi kemampuankemampuan politik, ekonomi, dan militer untuk membebaskan Palestina dari Zionisme dan memerdekakan dunia Arab yang lain dari penindasan Imperialisme Barat3. Dominasi kekuasaan asing di kawasan Timur Tengah mulai memberikan sinyal negatif bagi tumbuh kembangnya dunia Arab, persis seperti yang dilakukan oleh Inggris di Mesir, Amerika Serikat di Arab Saudi, Prancis di Levant (Suriah dan Libanon), dan Inggris bersama sekutunya Amerika Serikat di Libya. Imperialisme Barat terhadap negara-negara Timur Tengah di awal abad 19 ini tidak hanya menimbulkan kekacauan politik dan penindasan semata, tetapi juga menghilangkan identitas bangsa Arab. Oleh sebab itu, para nasionalis Arab bergerilya untuk mewacanakan kembali identitas bangsa Arab. Sebagian besar penduduk negara-negara Arab memandang dirinya dan dipandang oleh orang lain sebagai bangsa Arab. Sentimen nasionalisme Arab ini berdasar atas segala sesuatu yang dimiliki bersama, yakni bahasa, budaya, pengalaman sosial politik, kepentingan ekonomi, dan memori kolektif berkaitan dengan posisi dan peranan mereka dalam sejarah4. Eratnya cengkeraman dominasi asing membuat resah beberapa kepala negara di kawasan Arab. Salah satunya adalah Muammar Qadhafi. Sebelum ia menjabat sebagai pemimimpin tertinggi negara, Libya merupakan negara miskin
3
Walid Kazziha, 1985, Transformasi Revolusioner di Dunia Arab, Jakarta: Grafindo Utama, halaman 24-25. 4 Halim Barakat, 2012, Dunia Arab, Masyarakat, Budaya, dan Negara Bandung: Nusa Media, halaman 44-45.
3
dan sangat bergantung kepada bantuan negara Barat, Amerika Serikat dan Inggris. Raja Muhammad Idris selaku pendiri negara Libya tidak dapat membawa stabilitas sosial dan politik dalam 17 tahun kepemimpinannya. Ketika gencargencarnya perjuangan mengembalikan identitas bangsa Arab, Raja Idris justru lebih akrab dengan Amerika Serikat dan Inggris dengan memberikan camp militer kedua negara di Libya 5. Tanggal 1 september 1969, rezim ini pun runtuh oleh kudeta yang dilancarkan oleh sekelompok perwira militer Libya. Qadhafi yang saat itu berpangkat kolonel membentuk kelompok kecil (Unionist Free Officers/UFO) berisi rekan-rekan perwira militer untuk kemudian diajak melakukan sebuah gerakan revolusioner meruntuhkan rezim Raja Idris. Sejak awal berdirinya UFO, Qadhafi tidak hanya mencanangkan sebuah revolusi meruntuhkan rezim Raja Idris, melainkan juga persatuan Arab. Menurut pandangan Qadhafi, kehadiran pasukan asing di negaranya merupakan sumber penyakit. Maka dari itu, salah satu tujuan dari revolusi adalah membebaskan Libya dari pengaruh asing6. Pengaruh asing khususnya Barat tidak hanya menjangkiti Libya. Mesir yang saat itu dipimpin oleh Gamal Abdul Naseer juga mengalami hal serupa. Namun, Naseer berani menentang imperialisme Barat secara terang-terangan dengan menyerukan persatuan Arab. Sosok inilah yang kemudian memberikan pengaruh besar terhadap idealisme Qadhafi mengenai nasionalisme Arab atau persatuan bangsa Arab.
5
Endang Mintarja, 2006, Politik Berbasis Agama: Perlawanan Muammar Qadhafi terhadap Kapitalisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 102-103. 6 Ibid, halaman 115.
4
Sebagai pimpinan tertinggi negara Libya, Qadhafi mengubah bentuk negara monarki menjadi Negara Massa atau Jamâhiriyah pada tahun 19777. Fase ini dianggap sebagai fase perlawanan Qadhafi terhadap semua sistem yang dianggapnya merusak sistem pemerintahan. Mulai dari solusinya memecahkan problem demokrasi dengan mendirikan sistem pemerintahan Negara Massa, mengatasi problem ekonomi dengan berpijak pada sosialisme Islam, dan mengedepankan identitas sosial mendasar sebagai pondasi sebuah bangsa. Perjuangan Qadhafi melawan dominasi kekuasaan asing di Timur Tengah khususnya
Libya
menjadi
pembahasan
menarik,
karena
ia
berani
memperjuangkan kemandirian bangsanya untuk melawan hegemoni negaranegara Barat. Secara ideologis, pemikirannya tertuang di dalam Al-Kitâb AlAkhdar atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris sebagai The Green Book. Pemikiran nasionalisme Arab dengan tujuan persatuan Arab oleh Muammar Qadhafi menjadi fokus perhatian penulis dalam penelitian ini. Selain itu, penulis juga akan mengerucutkan pembahasan terhadap upaya-upaya yang sudah dilakukan Qadhafi dalam merepresantasikan pemikirannya tersebut terhitung sejak Revolusi Al-Fâtih tahun 1969 hingga lahirnya regulasi Al-Kitâb Al-Akhdar tahun 1977.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pemikiran nasionalisme Arab Muammar Qadhafi?
2.
Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan Muammar Qadhafi dalam mewujudkan pemikiran nasionalisme Arab tersebut?
7
John L. Esposito, 2001, Ensiklopedia Oxford: Dunia Islam Modern Jilid 6, Bandung: Mizan halaman 82. Terjemahan oleh Eva Y.N, dkk dari judul The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World 1995 Oxford University Press.
5
C. 1.
Tujuan Penelitian
Menjelaskan pemikiran nasionalisme Arab yang diperjuangkan oleh Muammar Qadhafi.
2.
Menjabarkan upaya-upaya yang dilakukan Muammar Qadhafi dalam mewujudkan pemikiran nasionalisme Arab.
D.
Manfaat Penelitian
Pemikiran nasionalisme Arab Muammar Qadhafi tahun 1969-1977 cukup memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan kawasan Timur Tengah. Sebelum berbicara kawasan Timur Tengah secara keseluruhan, penelitian ini juga bertujuan untuk menunjukkan kekokohan negara Libya di bawah komando sang kolonel. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat sebagai pembelajaran bagaimana sebuah negara berdiri secara mandiri di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Tentunya dengan banyak perbaikan dan penyesuian. Selain itu, pemikiran Qadhafi untuk persatuan Arab dengan membentuk Federation of Arab Republic juga menarik untuk dikaji lebih jauh. Sebab, pendirian federasi tersebut dapat dikatakan sebagai upaya nyata dalam menolak imperium negara-negara Barat yang menguasai kawasan Timur Tengah.
E. Pembahasan
Batasan Penelitian
mengenai
pemikiran
nasionalisme
Arab
yang
dikumandangkan oleh Muammar Qadhafi cukup luas cakupannya. Oleh karena itu, penulis membatasi penelitian ini pada latar belakang terbentuknya pemikiran nasionalisme Arab tersebut mulai dari tahun 1969 hingga 1977 ketika Libya menemukan bentuk ketatanegaraan yang dikehendakinya. Adapun untuk
6
mengerucutkan bahasan penelitian, maka penulis memfokuskan pada upaya-upaya dalam mewujudkan pemikiran nasionalisme Arab yang dilakukan oleh Muammar Qadhafi. Hal ini dimulai dari apa yang ia lakukan sebelum Revolusi Al-Fâtih, hingga upaya-upayanya membentuk Federation of Arab Republic dalam menentang imperium negara-negara Barat.
F.
Tinjauan Pustaka
Penulis mengakui tidak sedikit penelitian, jurnal, maupun buku yang membahas mengenai sosok Qadhafi, tetapi pembahasan yang sering ditemui biasanya cenderung kepada teori-teori kepemimpinan. Cara ia memimpin negara dengan diktator merupakan pembahasan yang menjadi sorotan tajam berbagai kalangan, mulai dari akademisi hingga para agamawan. Penulis mencoba memberikan sebuah sudut pandang baru mengenai pemikiran-pemikiran Qadhafi dalam penelitian ini. Dengan demikian, sisi lain mengenai pemikiran nasionalisme Arab untuk persatuan Arab oleh Qadhafi dapat terurai dengan jelas dan rinci. Berikut ini penjelasan mengenai penelitian terdahulu yang telah membahas sosok Muammar Qadhafi. Pertama, Penelitian mengenai pemikiran Qadhafi salah satunya telah dibahas oleh Melia Rahmawati (2012), mahasiswa Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia dalam skripsinya yang berjudul Pemikiran Muammar Qaddafi Dalam “The Green Book”: Penerapannya pada 1969-1977. Penelitian Melia ini memfokuskan pembahasan mengenai pola pikir dan pemikiran yang dibentuk Qadhafi dalam The Green Book atau disebut juga Buku Hijau dalam terjemahan bahasa Indonesia. Buku tersebut merupakan
7
regulasi pemerintahan Libya sekaligus implementasi tertulis dari pemikiran Qadhafi yang berisi solusi permasalahan di bidang politik, ekonomi, dan sosial. The Green Book tulisan Qadhafi terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama membahas permasalahan politik (demokrasi) yang isinya menjadi penuntun bagi pembebasan politik masyarakat dari sistem politik yang menjajah rakyat. Bagian kedua membahas persoalan ekonomi dan memberikan pemecahan melalui prinsip sosialisme. Bagian terakhir memberikan penyelesaian persoalan sosial dalam penerapan hukum kemerdekaan yang dibuat oleh manusia serta menguraikan bagaimana basis sosial yang dimulai dari tingkat keluarga hingga negara8. Adapun solusi The Green Book menjadi salah satu bahasan penulis sebagai bentuk implementasi perjuangan Qadhafi melawan imperium Barat dengan memperkokoh kekuatan Libya sendiri. Salah satu caranya adalah dengan menumbuhkan semangat nasionalisme Arab melalui penamaan jalan, kantor, dan hotel yang berbahasa Arab. Sudut pandang ini dianggap berbeda dengan apa yang ada dalam penelitian penulis. Skripsi Melia berfokus pada pemikiran dan implementasi Qadhafi dalam The Green Book, sedangkan penulis berfokus pada semangat nasionalisme Arab yang ditunjukkan Qadhafi. Kedua, penelitian Endang Mintarja (2006) dalam bukunya yang berjudul Politik Berbasis Agama: Perlawanan Muammar Qadhafi terhadap Kapitalisme. Endang mendeskripsikan Libya yang bertransformasi menjadi negara Islam sosialis di bawah komando Qadhafi sebagai upaya melawan sistem kapitalisme. 8
Skripsi Melia Rahmawati dengan judul Pemikiran Muammar Qaddafi dalam „The Green Book‟: Penerapannya pada 1969-1977 halaman 21.
8
Buku ini membahas pemikiran-pemikiran Qadhafi dengan berpijak pada prinsip sosialisme dalam perspektif Islam sebagai tujuan utamanya. Ia juga menjelaskan sejarah singkat Libya ketika dijalankan oleh Raja Muhammad Idris. Revolusi yang menjadi bagian penting dari sejarah Libya, dijelaskan Endang merupakan usaha membebaskan Libya dari pengaruh asing yang menjadi sumber penyakit9. Selain itu, revolusi yang dicanangkan Qadhafi memiliki tiga landasan utama yaitu: kebebasan (liberty), persatuan (unity), dan sosialisme (socialism). Persatuan yang ia maksud adalah persatuan Arab. Bagian ini merupakan salah satu rujukan utama dalam penelitian yang akan dibahas penulis. Endang menjelaskan biografi Qadhafi dan beberapa hal yang berpengaruh terhadap pemikiran-pemikirannya. Salah satunya, dijelaskan mengenai ketertarikan Qadhafi dengan revolusi Mesir oleh Jamal Abdul Nasir. Tulisan Qadhafi dalam “The Green Book” disajikan oleh Endang Mintarja sebagai bentuk penjelasan regulasi pemerintahan Libya dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Pemikiran-pemikiran Qadhafi ini bertujuan untuk melepaskan sistem kapitalisme dan mencanangkan sistem sosialisme Islam yang telah dipaparkan secara rinci dan jelas. Buku ini tidak menjelaskan secara definitif apa yang dimaksud dengan nasionalisme Arab. Seperti buku-buku lainnya, pembahasan nasionalisme Arab hanya mengacu pada persatuan Arab. Hal tersebut merupakan indikator pembeda antara buku Endang Mintarja dengan penelitian penulis, karena penulis akan memfokuskan pada pemikiran nasionalisme Arab dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Qadhafi untuk mempersatukan Arab.
9
Endang Mintarja, op. cit, halaman 115.
9
Ketiga, penelitian Lillian Craig Harris (1986) dalam karyanya yang berjudul Libya: Qadhafi‟s Revolution and the Modern State. Harris menjabarkan transformasi sistem pemerintahan yang dibawa Qadhafi di Libya. Pembahasan dalam buku ini dimulai dari sejarah Libya yang menganut sistem pemerintahan monarki beserta asal mula Libya di bawah imperium Turki Ustmani. Ia juga menjelaskan mengenai masyarakat Libya secara utuh, karakter seorang Qadhafi, dinamika politik negara Libya di bawah Qadhafi, kebijakan luar negeri Libya dalam sistem Jamâhiriyah atau negara massa, kebijkan ekonomi, dan prospek negara Libya ke depan10. Harris menerangkan kemunculan Qadhafi merupakan sebuah tekad dalam usaha menghapus kolonialisme dan mengganti dengan kepemimpinan Libya yang bebas dari pengaruh asing. Tujuan utamanya adalah menjadikan Libya sebagai aktor yang berperan dalam dunia regional dan internasional11. Motto ini yang terus dibawa Qadhafi dalam usahanya melakukan persatuan Arab. Tahun 1985 ia kembali mengangkat isu persatuan Arab dengan mendatangi penguasa negara-negara Arab secara langsung dan meminta mereka untuk bangkit dan mengahancurkan para pengkhianat yang telah mengkhianati bangsa Arab setelah sebelumnya usaha ini gagal 12. Gagasan Qadhafi melawan dominasi asing di Timur Tengah tak dapat dipandang sebelah mata, karena ia berhasil membawa Libya sebagai negara mandiri yang tidak bergantung pada negara-negara Barat. Secara garis besar, buku ini menjelaskan mengenai revolusi
10
Lillian Craig Harris, 1986, Libya: Qadhafi‟s Revolution and The Modern State, United States of America: Westview Press. 11 Ibid, halaman 2. 12 Ibid, halaman 93.
10
yang dilakukan Qadhafi khususnya sistem pemerintahan dan ekonomi. Hal tersebut dipandang berbeda dengan apa yang akan dibahas penulis, yaitu pemikiran nasionalisme Arab yang dibawa oleh Qadhafi. Keempat, penelitian Hazem Zaki Nuseibeh (1969) dalam bukunya yang berjudul Gagasan-gagasan Nasionalisme Arab. Nuseibeh menjelaskan bentuk nasionalisme Arab secara holistik. Mulai dari hakikat nasionalisme secara umum, sejarah nasionalisme Arab pada zaman pra-Islam, zaman Islam, dan zaman modern, faktor-faktor yang mendasari nasionalisme Arab, teori-teori politik dalam pemerintahan, hingga gagasan nasionalisme Arab mengenai masalah perubahan sosial. Nuseibeh menyebutkan bahwa nasionalisme Arab merupakan sebuah proses kesadaran nasional bangsa Arab yang mencerminkan sebuah sikap patriotisme13. Nasionalisme bangsa Arab berkaitan erat dengan nasionalisme Islam pada awalnya. Sumber nasionalisme tersebut berasal dari warisan masa lampau dan akibat persamaan bahasa, tradisi, serta pengalaman-pengalaman sejarah. Oleh karena itu, bangsa Arab cenderung memiliki sikap yang sama. Buku ini merupakan pondasi dasar penulis dalam membahas mengenai pemikiran nasionalisme Arab karena beragam teori terbentuknya sikap nasionalisme disebutkan di sini. Akan tetapi, buku ini tidak menyebutkan sama sekali nasionalisme Arab Muammar Qadhafi, karena penulisannya dilakukan ketika Qadhafi baru saja melakukan revolusi Al-Fâtih.
13
Hazem Zaki Nuseibeh, op. cit. halaman 13.
11
Kelima, penelitian Adeed Dawisha dalam tulisannya yang berjudul Arab Nationalism: In the Twentieth Century from Triumph to Despair. Dawisha menerangkan perjalanan panjang nasionalisme Arab di zaman modern. Khususnya di abad keduapuluh. Ia menjabarkan nasionalisme Arab secara definitif disertai dengan sejarah munculnya pemikiran tersebut hingga terbentuknya sebuah wadah gerakan. Ia memulai penjelasan mengenai paham kebangsaan, istilah kebangsaan dalam bangsa Arab, pencetus paham kebangsaan di tanah Arab mulai dari tahun 1839 hingga sinarnya yang meredup tahun 1967. Nasionalisme Arab yang ditulisnya mengartikan bahwa solidaritas bangsa Arab dibentuk atas dasar kemanusiaan, di mana mereka terikat oleh faktor sejarah, agama, dan bahasa yang sama14. Selain itu, ia juga menjelaskan dengan cukup detail mengenai perkembangan pemikiran nasionalisme Arab sebagai sebuah gerakan dan faktor utama dalam membangun sebuah persatuan bangsa Arab. Dawisha menerangkan hal ini mulai dari kelahiran pemikiran nasionalisme Arab oleh Sati‟al-Husri dan puncaknya ketika terbentuk United Arab Republic. Bagian terakhir buku ini menerangkan alasan-alasan kegagalan persatuan bangsa Arab, meskipun pemikiran itu masih ada di benak para pemimpin negaranegara Arab dan nasionalis Arab. Kejatuhan persatuan bangsa Arab di sini dibahas pada akhir tahun 1960 dan awal-awal abad 1970. Akan tetapi, tokoh yang dibahas penulis masih belum menjadi pembahasan di dalamnya. Sebab, pemikiran dan gerakan persatuan Arab yang dibawa oleh Muammar Qadhafi baru mulai berkembang di tahun-tahun kejatuhan pemikiran nasionalisme Arab sebelumnya.
14
Adeed Dawisha, 2003, Arab Nationalism: In Twentieth Century, United States of America: Princeton University Press, halaman 13.
12
Hal ini memberi tambahan perspektif baru kepada penulis mengenai perkembangan nasionalisme Arab.
G.
Landasan Teori
Penulis mencoba menjabarkan penelitian ini menggunakan sebuah pendekatan sejarah pemikiran. Pendekatan ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih jauh bagaimana pemikiran seseorang tumbuh dan berkembang sesuai dengan konteks pemikiran tersebut muncul, berkembang, dan mengalami fase perubahan. Kuntowijoyo menyebutkan sejarah pemikiran dipengaruhi oleh dua hal, yaitu pelaku sejarah pemikiran dan tugas sejarah pemikiran. Pelaku sejarah pemikiran ini dapat dilakukan oleh perorangan, gerakan intelektual, dan pemikiran kolektif. Adapun tugas dari sejarah pemikiran antara lain untuk: membicarakan pemikiranpemikiran besar yang berpengaruh pada kejadian sejarah, melihat konteks sejarahnya muncul, tumbuh, dan berkembang (sejarah di permukaan), dan pengaruh pemikiran pada masyarakat bawah15. Sejarah pemikiran dalam tugasnya menggunakan beberapa pendekatan, yaitu kajian teks, konteks sejarah, dan kajian hubungan antara teks dan masyarakatnya. Sebagai kajian teks, tugas sejarah pemikiran digunakan untuk mengkaji sistematika
genesis
pemikiran,
konsistensi
pemikiran,
evolusi
pemikiran,
pemikiran, perkembangan dan perubahan pemikiran, varian
pemikiran, komunikasi pemikiran, dan kesinambungan pemikiran. Lalu sebagai kajian konteks, digunakan pendekatan konteks sejarah, konteks politik, konteks budaya, dan konteks sosial. Adapun mengenai hubungan antara pemikiran dengan
15
Kuntowijoyo, 2003, MetodologiSejarah, Yogyakarta: Tiara WacanaYogya, halaman 190-191.
13
masyarakat, meliputi: pengaruh pemikiran, implementasi pemikiran, diseminasi pemikiran, dan sosialisasi pemikiran16. Teori sejarah pemikiran Kuntowijoyo tersebut menjadi acuan dasar penulis dalam menganalisis permasalahan yang akan diteliti. Seperti disebutkan sebelumnya di atas, tugas teori sejarah pemikiran adalah untuk mengkaji pemikiran-pemikiran besar yang berpengaruh pada sebuah kejadian sejarah. Dalam hal ini, penulis mencoba menafsirkan dan menjabarkan maksud dari nasionalisme Arab untuk persatuan Arab oleh Muammar Qadhafi. Mulai dari upayanya melakukan Revolusi Al-Fâtih hingga pembentukan Federation of Arab Republic. Upaya lain dari Qadhafi adalah menciptakan sistem kenegaraan mandiri berdasarkan nilai-nilai masyarakatnya. Pemikiran tersebut ia tuangkan ke dalam “The Green Book” yang berisi solusi di bidang politik, ekonomi, dan sosial. Tak dipungkiri memang, pemikiran-pemikiran besar Qadhafi yang kontra Barat membuat ia disegani juga dimusuhi. Ia dikenal sebagai seorang revolusioner dan pahlawan dalam sejarah negara Libya meski ia harus jatuh karena dianggap sebagai pemimpin yang otoriter. Peranan teori sejarah pemikiran yaitu untuk melihat konteks sejarahnya ia muncul, tumbuh, dan berkembang (sejarah di permukaan) menjadi pembahasan selanjutnya. Penulis mencoba menggali faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Qadhafi dalam menggaggas nasionalisme Arab. Maka dari itu, di dalamnya penulis akan mengkaji riwayat hidup sang tokoh. Faktor lingkungan tempat ia tinggal dinilai cukup memberikan pengaruh. Qadhafi yang berasal dari suku Badui dan hidup di padang pasir mencerminkan karakter dan pemikiran yang 16
Ibid, halaman 191-197.
14
keras, bebas, dan tak kenal kompromi. Pengaruh pemikiran Presiden Mesir, Jamal Abdul Naseer juga memberikan dampak signifikan bagi pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi. Sosok yang dikaguminya itu merupakan tokoh panutan dalam membangun persatuan Arab. Selain itu, pendekatan lain yang digunakan penulis ialah pendekatan mengenai nasionalisme. Nasionalisme yang dimaksud tersebut akan dipahami sebagai suatu bahasa dan simbol, suatu gerakan sosiopolitik, dan suatu ideologi bangsa. Menurut Anthony Smith, definisi nasionalisme adalah suatu gerakan ideologis untuk mencapai dan memepertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk sebuah “bangsa” yang aktual atau sebuah “bangsa” yang potensial 17. Definisi tersebut merujuk pada sebuah reinterpretasi terhadap pola kenangan, simbol, mitos, dan tradisi yang membentuk warisan budaya bangsa yang khas. Ada tiga unsur utama dari unsur-unsur umum dalam sistem keyakinan para nasionalis, yakni: himpunan proposisi dasar yang dianut dan dijadikan titik tolak oleh kebanyakan nasionalis; sejumlah ideal fundamental yang terdapat dalam setiap nasionalisme, walaupun dalam derajat yang berbeda-beda; sederetan konsep yang memberikan makna lebih konkret bagi abstraksi inti dari nasionalisme18. Proposisi yang dimaksud merupakan definisi bahwa sebuah bangsa memiliki sejarah dan takdirnya masing-masing. Bangsa menjadi satu-satunya sumber kekuasaan politik dan kesetiaan sebuah bangsa di atas segalanya. Setiap 17
Anthony D Smith, 2003, Nationalism: Theory, Ideology, History. Diterjemahkan oleh Frans Kowa, Jakarta: Penerbit Erlangga, halaman 11. 18 Ibid, halaman 26.
15
individu harus menjadi bagian suatu bangsa dan menuntut ekspresi diri mereka sendiri selain keharusan memiliki otonomi seutuhnya dalam usaha mencari kebebasan. Paham ini merupakan doktrin inti dari sebuah nasionalisme. Ideal fundamental nasionalisme mengandung nilai bahwa sebuah bangsa harus memepertahankan otonomi, kesatuan dan identitas nasionalnya. Melalui doktrin nilai ideal fundamental tersebut, maka konsep inti dibangun agar dapat berhubungan dengan nilai budaya dan politik praktis. Konsep inti terdiri dari otentisitas, kesinambungan, martabat, takdir, kelekatan („cinta‟), dan tanah air. Semua konsep ini bertugas untuk mengevaluasi kesadaran bangsa masa lalu dan masa kini untuk mencapai sasaran yang diinginkan19. Kedua teori tersebut, menurut hemat penulis cukup untuk dijadikan dasar penelitian dalam menganalisis pemikiran nasionalisme Arab oleh Qadhafi. Pendekatan ini juga dinilai dapat menjabarkan upaya-upaya Qadhafi dalam membangun persatuan Arab sebagai bentuk nasionalisme dan menjelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi pemikirannya.
H.
Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Menurut sumbernya, data dibedakan menjadi data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber informasi utama yang langsung memberikan data dalam penelitian, dan data sekunder merupakan sumber informasi yang tidak langsung memberikan data dalam penelitian atau melalui
19
Ibid, disarikan dari ideologi nasionalisme Smith halaman 26-35.
16
pengolahan data terlebih dahulu20. Data-data tersebut kemudian diolah dan disesuaikan dengan apa yang hendak diteliti oleh penulis dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder berupa buku-buku, skripsi, literatur ilmiah, jurnal, artikel, serta situs internet yang berkaitan dengan pembahasan penulis. Adapun sumber data primer penelitian ini yaitu: 1.
Buku Endang Mintarja dengan judul Politik Berbasis Agama: Perlawanan Muammar Qadhafi terhadap Kapitalisme yang diterbitkan Pustaka Pelajar tahun 2006.
2.
Buku Lillian Craig Harris dengan judul Libya: Qadhafis‟s Revolution and The Modern State yang diterbitkan oleh Westview Press Inc tahun 1986.
3.
Buku Hazem Zaki Nuseibeh yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Gagasan-gagasan Nasionalisme Arab, diterbitkan Bhratara tahun 1969.
4.
Buku Adeed Dawisha berjudul Arab Nationalism: In the Twentieth Century from Triumph to Despair yang diterbitkan oleh Princeton University Press tahun 2003.
5.
Buku Muammar Qadhafi berjudul The Green Book yang diterjemahkan oleh Zakiyuddin Baidhawy dengan judul Menapak Jalan Revolusi, diterbitkan Insist Press tahun 2000.
Sebagai informasi penunjang, data sekunder yang digunakan penulis dalam penelitian ini berasal dari buku, skripsi, jurnal ilmiah, penelitian yang 20
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Ikapi, halaman 193.
17
berkaitan dengan Libya atau Qadhafi, serta beberapa situs dari internet. Adapun sumber data sekunder penelitian ini yaitu: 1.
Skripsi Pemikiran Muammar Qaddafi Dalam “The Green Book”: Penerapannya pada 1969-1977 oleh Melia Rahmawati.
2.
Skripsi Pemikiran Politik Muammar Qadhafi oleh Solihin.
3.
Jurnal Libya Pasca Revolusi Kepemimpinan Muammar Al Qaddafi oleh Arif Ardiansyah.
4.
Jurnal Mengurai Fenomena Mantan Penguasa Libya Muammar Khadafi oleh Bedjo Sukarno.
5.
Situs muammargadhafi.wordpress.com
6.
Situs countrystudies.us/Libya
I.
Metode Penelitian
Metode merupakan sebuah cara, prosedur, atau teknik untuk mencapai sesuatu tujuan secara efektif dan efisien. Penulis mencoba menggunakan metode sejarah dalam penelitian ini. Metode sejarah dapat diartikan sebagai metode penelitian dan penulisan sejarah dengan menggunakan cara, prosedur, atau teknik yang sistematik sesuai dengan asas-asas dan aturan ilmu sejarah21. Adapun langkah-langkah yang diambil dalam keseluruhan prosedur, metode sejarah dibagi menjadi empat kelompok kegiatan, yaitu: 1.
Heuristik, merupakan kegiatan menghimpun sumber-sumber sejarah. Tahap awal ini menjadi bagian penting untuk mendapatkan segala bentuk informasi yang berkaitan dengan pemikiran
21
Daliman, 2012, Metode Penelitian Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Ombak, halaman 27.
18
nasionalisme Arab Qadhafi. Beberapa sumber data primer dan sekunder yang telah disebutkan sebelumnya adalah prioritas utama penulis
dalam
menghimpun
data
penelitian.
Penulis
mengumpulkan sumber-sumber berkaitan dengan pemikiran nasionalisme Arab, persatuan Arab, sejarah Negara Libya, karakter dan riwayat hidup Qadhafi, dan sumber informasi lainnya dalam usaha untuk menghimpun topik tersebut. 2.
Kritik (verifikasi), tahapan meneliti apakah sumber-sumber itu sejati, baik bentuk maupun isi. Tahapan ini penulis mulai melakukan seleksi dari sumber data primer maupun sekunder yang telah dihimpun. Maksud dari seleksi tersebut agar penulis mendapatkan data relevan dan mengesampingkan data tidak relevan. Data relevan dari topik permasalahan misalnya tulisan tentang karakter kepemimpinan Qadhafi, sejarah Libya sejak Raja Idris dan masa kolonial, usaha-usaha Qadhafi membebaskan Libya dari cengkraman asing, hingga reaksi dunia Arab dan internasional terhadap Qadhafi. Data-data tersebut tidak semua berkaitan dengan apa yang hendak penulis bahas, namun dapat menjadi wawasan tambahan bagi penulis.
3.
Interpretasi, merupakan tahap penetapan makna dan penghubungan dari fakta-fakta yang telah diverifikasi. Semua data yang sudah terkumpul dan dianggap relevan dengan topik pembahasan kemudian disusun untuk ditafsirkan dan dianalisis. Tujuan interpretasi sendiri adalah untuk mendapatkan sebuah penafsiran
19
dari sumber-sumber sejarah yang telah dipilah. Dalam hal ini, interpretasi sumber-sumber sejarah pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi mengacu pada cita-cita persatuan Arab. 4.
Historiografi, merupakan penyajian hasil sintesis yang diperoleh dalam bentuk suatu kisah sejarah. Tahapan ini merupakan tahapan terakhir dalam penelitian metode sejarah. Historiografi berisi uraian yang menggambarkan penelitian sejak awal pengumpulan data hingga terbentuknya sebuah kesimpulan. Dalam hal ini, penulis berupaya untuk menyajikan paparan mengenai pemikiran nasionalisme Arab oleh pemimpin Libya Qadhafi beserta langkahlangkah yang diambilnya untuk mencapai cita-cita persatuan Arab22.
Metode-metode di atas dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan penulis mendapatkan sumber data yang sesuai dengan topik permasalahan dan mempermudah penulis dalam penelitian. Sumber data diperoleh dari hasil studi pustaka (library research) di beberapa tempat. Melalui analisa data dan sumber dari tempat yang berbeda, diharapkan mendapatkan hasil akurat dalam penelitian.
J.
Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan ini terdiri dari empat bab dengan perincian sebagai berikut.
22
Ibid, halaman 28.
20
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, sumber data, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Pembahasan mengenai bagaimana pemikiran nasionalisme Arab yang diperjuangkan oleh Muammar Qadhafi. Bab ini menjelaskan sejarah nasionalisme Arab secara singkat, riwayat hidup Muammar Qadhafi, hingga pandangannya terhadap nasionalisme Arab. Penjabaran pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi juga tertuang dalam Al-Kitâb Al-Akhdar (The Green Book) yang memberikan solusi atas permasalahan bangsa di bidang politik, ekonomi, dan sosial. BAB III Pembahasan mengenai upaya-upaya Qadhafi dalam mewujudkan pemikiran nasionalisme Arab. Upaya nasionalisme Arab Muammar Qadhafi akan dijelaskan dalam dua konteks besar, yaitu bidang politik dan ekonomi. Dalam bidang politik menerangkan mengenai upayanya terhadap pembentukan Jamâhiriyah dan negara kesatuan bangsa Arab, kemudian dalam bidang ekonomi yang paling menonjol adalah upayanya menasionalisasikan negara Libya. Selain itu, pemikiran nasionalisme Arab Qadhafi juga tercermin dalam bentuk perlawanan terhadap dominasi negara Barat. BAB IV Penutup mengenai jawaban dari rumusan permasalahan topik dalam penulisan skripsi ini, yaitu seperti apa pemikiran dan upaya nasionalisme Arab yang dilakukan oleh Muammar Qadhafi. Setelah itu, diakhiri dengan saran yang ditujukan bagi pembaca.