BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pada Tahun 2000 strategi global “kesehatan untuk semua” dari World Health Organization (WHO) menekankan bahwa kesehatan adalah hak manusia, yang mengandung arti bahwa kebijakan yang baru atau akan dibuat di sektor kesehatan perlu menegakkan pentingnya pemerataan akses pelayanan kesehatan, maksudnya untuk meningkatkan status kesehatan maka seharusnya setiap orang mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan dasar tanpa memandang kemampuannya untuk membayar (World Health Organization, 2000). Pembiayaan kesehatan di Indonesia sampai saat ini masih bersumber pada pembayaran out of pocket yang berasal dari masyarakat yang semakin menunjukkan peningkatan. Menurut penelitian Thabrany (1999) bahwa rata-rata orang di Indonesia jika sekali jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit maka ia harus kehilangan penghasilannya selama satu sampai dua bulan, bahkan untuk 20% kelompok penghasilan terendah harus kehilangan sekitar delapan bulan penghasilannya (Thabrany & Pujianto, 1999). Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 mencatat bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa atau sebesar 16,58% dan pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta jiwa atau sebesar 15,42% (Badan Pusat Statistik, 2008). Jumlah penduduk miskin yang demikian besar memberikan tantangan yang berat bagi pemerintah untuk menyediakan intervensi yang cost-effective dan melakukan kerjasama lintas sektor dalam upaya penanggulangan kemiskinan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007). Beberapa program yang dilakukan Departemen Kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yaitu meningkatkan jumlah, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui puskesmas dan jaringannya hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) bab 28. Program yang lain ditujukan untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan secara perorangan. Data Departemen Kesehatan
1
2
menunjukkan bahwa jumlah sarana pelayanan kesehatan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data menunjukkan jumlah puskesmas di seluruh Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 7.297 unit dan tahun 2008 meningkat menjadi 8.548 unit. Demikian juga dengan jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia, dimana jumlah rumah sakit pada tahun 2000 sebanyak 1.145 unit meningkat menjadi 1.327 unit pada tahun 2008 (Depkes RI, 2005; 2009a). Jika dilihat dari lokasi geografisnya, pengembangan rumah sakit di Indonesia lebih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa. Sekitar 50% dari total rumah sakit
berlokasi di pulau Jawa dengan
konsentrasi tertinggi terdapat di propinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta (Depkes RI, 2009a). Kebijakan pemerintah untuk memperluas akses masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan
bertujuan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Kebijakan tersebut
telah dilaksanakan sejak tahun 1998 melalui
Program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK), dirubah menjadi Jaring Pengaman Sosial bagi Keluarga Miskin (JPS – Gakin) tahun 2003, ditingkatkan menjadi Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (ASKESKIN) tahun 2006. Kebijakan tersebut disempurnakan lagi pada tahun 2008 menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS)
yang diarahkan untuk melayani
masyarakat miskin. Pada dasarnya program ini memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan dasar dan rujukan tertentu secara gratis (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2007). Secara singkat dapat disimpulkan bahwa penggunaan subsidi ke rumahtangga seperti JPSBK, Askeskin dan Jamkesmas telah meningkatkan keadilan sosial ekonomi antara masyarakat miskin dan kaya di Indonesia. Namun jenis subsidi ke rumahtangga ini dinilai kurang mampu mengurangi ketidakadilan geografis. Masalah ketidakadilan geografis ini menjadi lebih berat apabila program jaminan kesehatan dikembangkan tanpa memperbaiki infrastruktur fasilitas kesehatan, tersedianya tenaga kesehatan di daerah sulit dan biaya operasional yang cukup. Dana Jamkesmas diproyeksikan akan lebih terserap oleh peserta di daerah-daerah dengan akses pelayanan kesehatan yang mudah (Trisnantoro & Riyarto, 2011).
3
Gambar 1. Persentase Cakupan Nasional Jaminan Kesehatan Tahun 2010 Sumber : PPJK Depkes RI, 2010 Dari gambar di atas, pada tahun 2010 penduduk Indonesia yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial sebesar 59.07% sedikit diatas penduduk yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan sosial sebesar 40.93%. Penduduk yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial terbagi menjadi enam program : Jamkesmas, Jamkesda, ASKES PNS dan TNI POLRI, JPK Jamsostek, Asuransi Swasta dan lain, dan Jamkes Perusahaan. Tahun 2010, mayoritas penduduk yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial merupakan peserta Program Jamkesmas (32.37%), disusul Program Jamkesda (13,37%), ASKES PNS dan TNI POLRI (7,32%), JPK Jamsostek (2,08%), Jamkes oleh perusahaan (2,72%) dan Asuransi Swasta dan lain (1,21%) (Depkes RI, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Untari (2006) menunjukkan bahwa pemanfaatan kartu sehat di Indonesia masih rendah, ini terlihat dari jumlah individu yang tidak datang ke pelayanan kesehatan disaat ada keluhan kesehatan yaitu sebesar 57%
dan sebanyak 58% yang tidak ke pelayanan kesehatan
berlokasi di desa. Pemanfaatan kartu sehat dapat dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor internal seperti tingkat pendapatan dan jumlah anggota keluarga,
4
dan faktor eksternal seperti jarak ke pusat pelayanan kesehatan dan transportasi (Untari, 2006). Kemiskinan merupakan fenomena yang biasa ditemui di daerah pedesaan di Indonesia. Sementara itu 61% penduduk di Indonesia tinggal di pedesaan dan 80%nya miskin (Chaudhuri et al 2002). Hal ini sesuai dengan penelitian Deaton (2002) yang menyatakan bahwa salah satu dampak kemiskinan terhadap masalah kesehatan adalah keterbatasan akses dan pemanfaatan pelayanan kesehatan (Deaton, 2002). Untuk daerah pedesaan di luar Jawa kadang malah tidak dapat dijangkau dengan mudah bahkan cenderung terisolasi sehingga penduduk kesulitan menjangkau akses pelayanan kesehatan. Kadangkala mereka harus menyediakan waktu panjang untuk pergi ke pelayanan kesehatan. Untuk daerah pedesaan seringkali harus menempuh perjalanan lebih dari 1 sampai 2 jam untuk sampai ke tempat pelayanan yang hal itu tidak dijumpai di daerah perkotaan. Bila dikaitkan dengan program pemerintah dengan memberikan jaminan kesehatan untuk penduduk miskin maka program tersebut perlu dikaji dan diteliti lebih dalam. Apakah dengan program
tersebut maka penduduk miskin yang
mayoritas tinggal di pedesaan bisa mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Untuk mendukung program pemerintah tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang pola pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin yang tercakup dan tidak tercakup
oleh program jaminan kesehatan dengan
memperhitungkan faktor-faktor antara lain seperti: kepemilikan jaminan kesehatan, lokasi geografis desa-kota, transportasi dan jumlah anggota keluarga. Penelitian ini menggunakan data dari kajian Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa untuk menjamin agar penduduk miskin mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan maka pemerintah melaksanakan program jaminan kesehatan dimana setiap penduduk yang menerimanya berhak mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis di semua
5
pelayanan kesehatan pemerintah. Tetapi dengan melihat kondisi geografis dan demografis program tersebut belum tentu berjalan dengan efektif. Besaran tarif puskesmas yang ditetapkan oleh pemerintah selama ini sangat rendah dan sangat terjangkau untuk setiap orang. Sehingga harga bukanlah faktor utama yang membuat penduduk miskin sulit untuk mendapatkan akses pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, program jaminan kesehatan perlu dikaji dan diteliti lebih dalam. Dari latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini: 1.
Bagaimana pola pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tercakup dan tidak tercakup oleh program jaminan kesehatan?
2.
Apakah ada pengaruh kepemilikan jaminan kesehatan, lokasi geografis desakota, transportasi dan
jumlah anggota keluarga terhadap pemanfaatan
pelayanan kesehatan? C. Tujuan Penelitian a.
Mengetahui pola pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tercakup dan tidak tercakup oleh program jaminan kesehatan.
b.
Mengetahui pengaruh : kepemilikan jaminan kesehatan, lokasi geografis desa-kota, transportasi dan
jumlah anggota keluarga terhadap pola
pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tercakup dan tidak tercakup oleh program jaminan kesehatan. D. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan dan pengambilan keputusan dalam sistem pembiayaan kesehatan khususnya untuk penduduk miskin di Indonesia. 2. Bagi peneliti lain yang ingin mendalami masalah sistem pembiayaan kesehatan, penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
6
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan masalah pemanfaatan pelayanan , antara lain : a.
Untari (2006) , meneliti tentang Analisis Pemanfaatan Kartu Sehat di Indonesia Kajian Survei Sosial Ekonomi Nasional 2001. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan sumber data dari Susenas 2001 yang terdiri dari 6.588 individu kecuali variabel jarak terdiri dari 6.578 individu dari 30 propinsi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan pemanfaatan kartu sehat di Indonesia masih rendah, ini terlihat dari jumlah individu yang tidak datang ke pelayanan kesehatan disaat ada keluhan kesehatan yaitu sebesar 57%
dan sebanyak 58% yang tidak ke
pelayanan kesehatan berlokasi di desa. Persamaan penelitian yaitu menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional dengan fokus penelitian pada masyarakat miskin. Perbedaan penelitian yaitu variabel penelitian tentang pemanfaatan kartu sehat (Untari, 2006). b.
Yunitawati (2011), meneliti tentang Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dan Kelangsungan Hidup Bayi pada Rumah Tangga Miskin di Indonesia (Analisis Data SDKI 2002-2003 dan 2007). Metode penelitian menggunakan rancangan kohor retrospektif dari data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003 dan 2007, hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomi keluarga berhubungan dengan resiko kematian bayi, kebijakan asuransi kesehatan untuk orang miskin berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan keesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Persamaan penelitian yaitu fokus pada masyarakat miskin, perbedaan penelitian yaitu pada variabel penelitian (Yunitawati, 2011).
c.
Sujatmiko (2006), meneliti tentang Analisis Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin di Kabupaten Kutai Kertanegara. Penelitian ini adalah penelitian koresional dengan rancangan cross sectional survey dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat miskin adalah pendidikan, sikap/pandangan
7
terhadap pelayanan kesehatan, sarana transportasi dan wilayah. Persamaan penelitian yaitu fokus pada masyarakat miskin, Perbedaan penelitian yaitu pada variabel penelitian (Sujatmiko, 2006). d.
Roza (2004) meneliti tentang Hubungan antara Kepemilikan Kartu Sehat dan Penggunaan Pelayanan Kesehatan pada Balita ISPA Studi Keluarga Miskin di Batam, penelitian ini merupakan penelitian rancangan cross sectional study pada ibu keluarga miskin (gakin) yang mempunyai anak balita yang menderita Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penghambat penggunaan pelayanan kesehatan bagi ibu gakin dari kuantitatif dan kualitatif adalah kepemilikan kartu sehat, pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA, jarak pelayanan kesehatan dan sikap ibu terhadap pelayanan kesehatan. Persamaan penelitian fokus pada keluarga miskin. Perbedaan penelitian yaitu subjek penelitian ibu gakin dengan anak balita yang menderita ISPA (Roza, 2004).