BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) merekomendasikan supaya bayi mendapat inisiasi menyusu dini (IMD) dan air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupannya untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak yang optimal. Setelah bayi berumur 6 bulan, pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun atau lebih sambil diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Hal tersebut membuat anak mendapat gizi yang memadai dan aman (World Health Organization, 2002). Rekomendasi WHO tersebut dikenal dengan istilah standar emas makanan bayi. Perbaikan dalam tingkat pemberian ASI eksklusif dan terus melanjutkan pemberian ASI dapat berkontribusi terhadap penurunan kesenjangan kematian anak di negara berkembang (Roberts et al., 2013). Sejalan dengan rekomendasi WHO tersebut, pada tahun 2003 Pemerintah Indonesia mengubah rekomendasi pemberian ASI eksklusif dari 4 bulan menjadi 6 bulan. Beberapa peraturan hukum ditetapkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi pemberian ASI eksklusif. Peraturan hukum tersebut antara lain adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 128, pasal 129, pasal 200 dan pasal 201 tentang kesehatan. Pasal 200 dan 201 mengatur tentang ancaman pidana bagi mereka yang menghalangi ibu melakukan program ASI eksklusif. Pemerintah juga menetapkan Peraturan Pemerintah No 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI eksklusif untuk melaksanakan ketentuan pasal 129 ayat 2 dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tersebut. Tersedianya peraturan yang melindungi pemberian ASI eksklusif tidak serta merta membuat tingginya cakupan ASI eksklusif di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), proses menyusu segera setelah lahir selama minimal 1 jam (IMD) meningkat dari 29,3% (2010) menjadi 34,5% (2013). Persentase pemberian ASI saja dalam 24 jam terakhir pada bayi umur 6 bulan juga meningkat dari 15,3% (2010) menjadi 30,2% (2013) (Badan Penelitian Dan
1
2
Pengembangan Kesehatan, 2013). Namun, hasil tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan target nasional dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2010-2014 untuk cakupan ASI eksklusif, yaitu sebesar 80% (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, ada kecenderungan peningkatan persentase jumlah anak umur di bawah 2 tahun yang tidak disusui seiring dengan pertambahan umur anak, padahal anak tersebut tinggal bersama dengan ibu mereka (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional et al., 2013). Indonesia termasuk dalam 10 negara besar yang secara total mempunyai sekitar 2/3 (lebih dari 21 juta anak) dari 34 juta anak yang tidak disusui di semua negara yang sedang berkembang (UNICEF, 2013). Pada tahun 2012, International Baby Food Action Network (IBFAN) Asia melaporkan hasil asesmen yang menggunakan perangkat The World Breastfeeding Trends Initiative (WBTi) mengenai implementasi Strategi Global Pemberian Makan pada Bayi dan Anak di 51 negara, termasuk Indonesia. Standar emas makanan bayi merupakan bagian dalam Strategi Global PMBA. Menurut laporan tersebut, Indonesia termasuk dalam 5 negara yang mempunyai skor terendah dalam pencapaian indikator kebijakan dan program serta praktik (Gupta et al., 2012). Data dari Indonesia yang dilaporkan dalam laporan tersebut merupakan hasil asesmen tahun 2008. Pada tahun 2015, Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI dan beberapa lembaga termasuk World Vision Indonesia (mitra Wahana Visi Indonesia) melakukan asesmen kembali. Ada 4 peringkat hasil pencapaian dalam WBTi dari mulai yang terendah sampai tertinggi yang ditandai dengan 4 warna, yaitu: merah, kuning, biru, dan hijau. Hasilnya, indikator pencapaian di Indonesia pada tahun 2015 masih sama dengan tahun 2008, yaitu kategori warna kuning. Hal tersebut berarti bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam pencapaian di Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2015, baru ada 73 negara yang memberikan laporan hasil asesmen WBTi dari 100 negara yang menjadi target, sehingga belum diketahui peringkat
3
Indonesia dalam pencapaian indikator kebijakan dan program serta praktik PMBA (IBFAN et al., 2015). Upaya peningkatan pencapaian indikator kebijakan dan program serta praktik PMBA membutuhkan dukungan dari para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait. Promosi kesehatan serta peningkatan komitmen dan kapasitas pemangku kepentingan merupakan bagian dari upaya untuk memecahkan masalah yang terkait dengan pencapaian cakupan ASI eksklusif di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI 2014c). Pemangku kepentingan yang perlu berperan untuk mendukung upaya perbaikan gizi, termasuk pemberian ASI, mencakup pihak eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan (ormas), media massa, sektor swasta, dan donor (Kementerian Kesehatan RI 2014b). Media massa mempunyai potensi besar untuk memengaruhi perilaku terkait dengan kesehatan (Leask et al., 2010). Menurut Population Reference Bureau (PRB), wartawan/jurnalis terlatih yang terampil dalam melaporkan isu kesehatan dan populasi serta familier dengan kebijakan dan program dapat membentuk kebijakan dan opini publik (Population Reference Bureau, 2010). Bila informasi yang dilaporkan oleh wartawan dan dimuat atau ditayangkan oleh media massa merupakan informasi yang benar, maka khalayak sasaran juga akan mengetahui informasi yang benar. Hasil laporan Global Media Analysis yang dilakukan oleh CARMA International untuk UNICEF selama bulan Januari 2010 sampai dengan Mei 2012 menunjukkan bahwa cakupan liputan mengenai isu kurang gizi (undernutrition) mendapat perhatian yang meningkat secara global. Isu menyusui mendapat perhatian yang lebih rendah dibandingkan dengan isu kurang gizi (UNICEF, 2013)
sehingga
perlu
adanya
upaya
mendorong
media
massa
untuk
mempromosikan pemberian ASI. Beberapa pemangku kepentingan di Indonesia sudah melakukan relasi media untuk mempromosikan pemberian ASI di media massa, namun penelitian untuk mengevaluasi efektivitas relasi media tersebut masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai hubungan relasi media untuk mempromosikan pemberian ASI di Indonesia.
4
Kemenkes melakukan pemetaan kegiatan lembaga, organisasi, maupun sektor swasta untuk dimasukkan ke dalam agenda peringatan Pekan ASI Sedunia (PAS) tahun 2015 di Indonesia. Dalam agenda tersebut terlihat adanya upaya relasi media untuk melibatkan media massa dalam promosi pemberian ASI, yaitu dalam kegiatan rangkaian temu media yang diadakan oleh Wahana Visi Indonesia (WVI). WVI merupakan salah satu LSM yang menjadi mitra pemerintah dan badan dunia dalam bidang kemanusiaan. Salah satu bidang yang menjadi perhatian WVI adalah kesehatan. Di bidang kesehatan, WVI merupakan salah satu mitra dari Kemenkes RI, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), WHO, The United Nations Children’s Fund (UNICEF), dan World Bank. WVI bersama dengan Kemenkes RI, WHO, dan UNICEF merupakan penggagas terbentuknya koalisi masyarakat sipil di bidang kesehatan dan gizi untuk mendukung pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) yang dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia (The Partnership for Maternal Newborn & Child Health, 2014). Koalisi tersebut disahkan oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) Republik Indonesia pada bulan Juni 2010 dengan nama Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA). Dalam rangka PAS tahun 2015, WVI melakukan rangkaian temu media sebanyak 3 kali untuk mempromosikan pemberian ASI di media massa, yaitu tanggal 9 Juni 2015, 9 Juli 2015, dan 8 Agustus 2015. Secara berturut-turut, topik yang dibahas dalam temu media tersebut adalah “Pemberian makan bayi dan anak (PMBA) saat bencana”, “Dukungan kebijakan dan tenaga kesehatan dalam pemberian ASI di Indonesia”, serta “Ibu bekerja dan menyusui.” Hasil pemantauan yang dilakukan oleh penulis dan Departemen Komunikasi WVI menemukan bahwa ada sejumlah media massa yaitu media cetak (print media), media siber (cyber media), dan televisi yang memublikasikan liputan temu media. Jumlah publikasi liputan dari ketiga temu media tersebut secara berturut-turut adalah sebanyak 12 publikasi dari 7 media massa (KOMPAS, GEOTIMES, Vemale.com, Tumbuh Kembang, Mother & Baby, Jawa Pos, dan
5
mommiesdaily.com), 24 publikasi dari 13 media massa (KOMPAS, KORAN SINDO,
majalah
ayahbunda,
KOMPAS.com,
BERITASATU.COM,
OKEZONE.COM, Tribunnews.com, detikcom, RPK, ANTARANEWS.com, Mother & Baby, Bisnis.com, dan The Jakarta Post), dan 28 publikasi dari 8 media massa
(KOMPAS,
detikcom,
OKEZONE.COM,
BERITASATU.COM,
Vemale.com, merahputih.com, KapanLagi.com, dan NET.). Vemale.Com, Tumbuh Kembang, Mother & Baby, mommiesdaily.com, dan ayahbunda mempunyai khalayak sasaran perempuan atau keluarga, sedangkan media massa yang lainnya mempunyai khalayak sasaran umum. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah: bagaimana hubungan temu media dengan promosi pemberian ASI di media massa? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengevaluasi temu media tentang promosi pemberian ASI di media massa yang dilakukan oleh Wahana Visi Indonesia pada tanggal 9 Juni, 9 Juli, dan 8 Agustus 2015 dengan menilai isi liputan temu media. 2. Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: a. Mendeskripsikan karakteristik isi liputan temu media. b. Mendeskripsikan tema utama isi liputan temu media. c. Menilai perbedaan kualitas isi liputan dari kelompok media massa yang mempunyai khalayak sasaran perempuan atau keluarga serta kelompok media massa yang mempunyai khalayak sasaran umum. d. Menilai hubungan antara kualitas isi liputan dengan kelompok media massa berdasarkan khalayak sasaran.
6
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Kementerian Kesehatan RI serta lembaga atau organisasi kemanusiaan yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat Sebagai pembelajaran ketika melakukan evaluasi publikasi hasil liputan temu media dalam mempromosikan isu yang terkait dengan kesehatan masyarakat, khususnya tentang pemberian ASI. 2. Bagi penulis Sebagai bagian dari proses pembelajaran dalam menerapkan teori dan praktik dalam bidang promosi kesehatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian analisis isi kuantitatif untuk berita di media massa tentang pemberian air susu ibu (ASI) belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Berikut ini penelitian terkait dengan analisis isi berita di media massa yang terkait dengan kesehatan masyarakat: 1. Penelitian Dodgson, et al. (2008) dengan judul “An Analysis of Infant-Feeding Content Found within the Hong Kong Print Media” bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik media cetak berbahasa Inggris dan Cina yang memuat tentang pemberian makan bayi yang dipublikasikan di Hong Kong. Artikel surat kabar dan majalah cetak yang dianalisis adalah terbitan periode 1 Januari 1999 sampai dengan 1 Januari 2003. Topik pemberian makan bayi yang diteliti adalah menyusui dan pemberian susu formula pada bayi. Analisis karakteristik artikel menggunakan metode analisis isi kuantitatif, sedangkan analisis tematik menggunakan metode analisis isi kualitatif. Kombinasi analisis karakteristik artikel dan isi tematik menghasilkan gambaran yang lebih lengkap yang dapat digunakan untuk menyesuaikan kegiatan promosi tentang menyusui dan membandingkannya dengan informasi mengenai menyusui yang tidak berbasis bukti. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan antara tipe media yang berbahasa Inggris dan Cina. Semua media cenderung memberitakan hal yang positif tentang menyusui dan air susu ibu (ASI), namun ditemukan bahwa lebih banyak informasi yang tidak akurat yang dimuat dalam media cetak berbahasa Cina daripada media
7
cetak berbahasa Inggris. Informasi yang tidak akurat tersebut terutama mengenai manfaat susu formula yang dikatakan sama atau lebih baik nilai gizinya dibandingkan dengan ASI. Walaupun secara keseluruhan frekuensi informasi yang tidak akurat tersebut rendah, hal tersebut memerlukan perhatian karena media cetak berbahasa Cina mempunyai pembaca dan pengaruh yang lebih besar di Hong Kong. Hasil penelitian tersebut merekomendasikan perlunya peningkatan kualitas informasi yang diterima oleh publik mengenai menyusui (Dodgson et al., 2008). Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah menganalisis isi berita dengan topik menyusui atau pemberian ASI. Perbedaannya, menggunakan kombinasi antara metode analisis kuantitatif dan kualitatif serta jenis media yang diteliti hanya media cetak. 2. Penelitian Patel, et al. (2011) dengan judul: “Content Analysis of Off-label Drug Use: Reporting Print Media Coverage” bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembuatan resep obat off-label dibingkai dalam dialog publik melalui surat kabar di United States (US). Obat off-label adalah obat yang diresepkan untuk indikasi yang berbeda dengan yang dicantumkan pada label. Pembuatan resep obat off-label merupakan hal yang kompleks, sehingga ada potensi penyampaian informasi yang terlalu sederhana maupun bias. Peneliti memasukkan surat kabar terkemuka di US sebagai sampel, karena surat kabar tersebut mempunyai peran dalam menginformasikan opini publik dan digunakan sebagai sumber bagi media massa populer lainnya, seperti media penyiaran dan media sosial. Hasil penelitian membuktikan bahwa perhatian media terhadap penggunaan obat off-label cenderung meningkat selama beberapa tahun dalam periode penelitian. Media lebih fokus membahas tentang keprihatinan terhadap keamanan dan kemanjuran obat dibandingkan dengan manfaat yang terkait dengan penggunaan obat off-label. Sebagian besar artikel memuat hasil wawancara dengan sumber
tepercaya seperti
tenaga kesehatan profesional. Nada pemberitaan dan isi secara keseluruhan adalah negatif, namun tidak terbukti bahwa rata-rata pemberitaan tersebut tidak berimbang atau bias (Patel et al., 2011). Persamaan penelitian tersebut
8
dengan penelitian yang akan diadakan adalah penggunaan metode analisis isi kuantitatif. Perbedaannya pada topik yang dianalisis yaitu penggunaan obat off-label serta jenis media massa yang diteliti hanya media cetak. 3. Penelitian Moshrefsadeh et al. (2013) dengan judul “A Content Analysis of Media Coverage of the Introduction of A Smoke-free Bylaw in Vancouver Parks and Beaches” bertujuan untuk menguji isi berita media cetak yang berhubungan dengan peraturan bebas asap rokok di Vancouver seperti artikel dengan kecenderungan pandangan/opini penulis, topik dan tema yang berhubungan dengan pengendalian merokok dan tembakau, dan hal-hal yang menyangkut
tentang
keadilan.
Penelitian
mencakup
artikel
yang
dipublikasikan dalam periode sebelum adanya peraturan serta periode berikutnya dan saat implementasi peraturan. Penelitian terhadap 90 artikel yang mempunyai fokus terkait dengan merokok menyimpulkan bahwa cakupan media cetak lokal terhadap peraturan bebas asap rokok di Vancouver sebagian besar mempunyai kecenderungan yang positif, terutama dalam artikel berita. Cakupan berita tersebut berfokus pada alasan kesehatan untuk larangan. Hal tersebut meningkatkan potensi publik untuk menempatkan isu kesehatan sebagai hal penting terkait dengan peraturan merokok. Isu mengenai keadilan kurang mendapat perhatian walaupun muncul di dalam surat pembaca yang relevan dengan isu peraturan ruang publik (Moshrefzadeh et al., 2013). Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah penggunaan metode analisis isi kuantitatif. Perbedaannya pada topik penelitian, yaitu penelitian tentang peraturan bebas asap rokok dan jenis media yang diteliti hanya media cetak.