BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pertengahan kedua dari abad IX M. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi. Kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran Maturidiah.
Aliran Maturidiah ini timbul sebagai reaksi terhadap aliran
Mu’tazilah. Reaksi ini timbul karena adanya perbedaan pendapat antara aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiah. Pada perkembangannya, aliran Maturidiah terbagi dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang dibawa oleh al-Maturidi dan golongan Bukhara yang dibawa oleh Bazdawi.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana awal munculnya Aliran Maturidiah ? 2. Bagaimana pengaruh Aliran Maturidiah Samarkand dan Maturidiah Bukhara ?
1
BAB II PEMBAHASAN
1. Awal munculnya Aliran Maturidiah Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal pada tahun 944 M. Tidak banyak diketahui mengenai riwayat hidupnya. Ia adalah pengikut Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah dan dikenal dengan nama al-Maturidiah. Literatur mengenai ajaran-ajaran Abu Mansur dan aliran Maturidiah tidak sebanyak literatur mengenai ajaran-ajaran Asy’ariyah. Buku-buku yang banyak membahas soal sekte-sekte seperti buku-buku al-Syahrastani, Ibn Hazm, al-Baghdadi, dan lain-lain tidak memuat keterangan-keterangan tentang al-Maturidi atau pengikutpengikutnya. Karangan-karangan al-Maturidi sendiri masih belum dicetak dan tetap dalam bentuk manuskrip (makhtutat). Sebagai pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio dalam pandangan keagamaannya, al-Maturidi banyak pula memakai akal dalam sistem teologinya. Oleh karena itu antara teologinya dan teologi yang ditimbulkan oleh al-Asy’ari terdapat perbedaan, dan keduanya timbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu’tazilah. Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi ialah Abu al-Yusr Muhammad alBazdawi (421-493 H). Nenek al-Bazdawi adalah murid dari al-Maturidi, dan alBazdawi mengetahui ajaran-ajaran al-Maturidi dari orang tuanya. Seperti al-Baqillani dan al-Juwaini, al-Bazdawi tidak pula selamanya sepaham dengan al-Maturidi. Antara kedua pemuka ajaran Maturidiah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiah terdapat dua golongan: golongan Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikutpengikut al-Bazdawi. Kalau golongan Samarkand mempunyai paham-paham yang lebih dekat dengan paham Mu’tazilah, golongan Bukhara mempunyai pendapatpendapat yang lebih dekat dengan pendapat Asy’ari. 1
1 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesi, 1986), hlm.76-77.
2
Diantara pemikiran-pemikiran Aliran Maturidiah baik Samarkand maupun Bukhara yaitu: 1. Pelaku dosa besar Aliran Maturidiah baik Samarkand maupun Bukhara tampaknya sepakat bahwa pelaku dosa besar masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya pada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan memasukkannya ke neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.
2. Iman dan kufur Dalam masalah iman, aliran Maturidiah Samarkand berpendapat bahwa iman ialah tashdiq bi al-qalb bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Menurut al-Maturidi sebagai suatu penegasan bahwa iman tidak cukup hanya dengan perkataan, sementara kalbu tidak beriman. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman menjadi batal apabila hati tidak mengakui ucapan lidah. Tashdiq yang dipahami tersebut adalah yang harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil ma’rifah menurut alMaturidi adalah yang didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Adapun pengertian iman menurut Maturidiah Bukhara, seperti yang dijelaskan oleh al-Bazdawi adalah tashdiq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Bahwa yang dimaksud tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati akan keesaan Allah dan Rasul yang diutus-Nya beserta risalah yang dibawa dari-Nya. Adapun tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok-pokok ajaran Islam. Jadi, iman adalah tashdiq yang berisikan pembenaran dengan kalbu dan pengakuan secara lisan. Pendapat Maturidiah Bukhara ini tidak banyak berbeda dengan Asy’ariah.
3. Perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia Mengenai perbuatan Tuhan terdapat perbedaan antara Maturidiah Samarkand dan Bukhara. Aliran Maturidiah Samarkand memberikan batas pada kekuasaan dan kehendah mutlak Tuhan, bahwa perbuatan Tuhan hanya menyangkut hal-hal yang baik saja. Demikian juga pengiriman Rasul dipandang Maturidiah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.maturidiah Bukhara sejalan dengan pandangan Asy’ari mengenai paham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Akan tetapi Tuhan harus menepati 3
janji-Nya. Adapun tentang pengiriman Rasul, sesuai dangan paham mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, tidak bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin. Mengenai perbuatan manusia juga terdapat perbedaan antara Maturidiah Samarkand dan Bukhara. Menurut Maturidiah Samarkand, kehendak dan daya berbuat pada diri manusia adalah kehendak dan daya manusia yang sebenarnya. Dalam hal ini Matudiah Bukhara sama dengan Maturidiah Samarkand namun Maturidiah Bukhara memberi sedikit tambahan dalam masalah daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat mencipta, dan manusia hanya dapat melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.
4. Sifat-sifat Tuhan Golongan Samarkand tidak sepaham dengan Mu’tazilah karena al-Maturidi mengatakan bahwa sifat bukanlah Tuhan, melainkan tidak lain dari Tuhan. Maturidiah Samarkand berpendapat dengan Mu’tazilah dalam menghadapi ayat-ayat yang memberi gambaran Tuhan bersifat dengan menghadapi jasmani. Al-Maturidi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tangan, muka, mata, dan kaki adalah kekuasaan Tuhan. Sedangkan Maturidiah Bukhara mempertahankan kekuasaan mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Aliran Maturidiah Bukhara berbeda dengan Asy’ariyah. Maturidiah Bukhara berpendapat Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan Tuhan mempunyai sifat-sifat jasmani harus diberi takwil. Oleh karena itu, menurut al-Bazdawi, kata istawa harus dipahami dengan arti al-istila’ ala asy-syai’i wa al-qahr ‘alaihi (menguasai sesuatu dan memaksakannya). Demikian juga, ayat-ayat yang menggambarkan Tuhan mempunyai dua mata dan dua tangan, bukanlah Tuhan mempunyai anggota badan.
5. Kehendak mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiah Samarkand dibatasi keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu berbuat buruk serta tidak mengabaikankewajiban-Nya terhadap manusia. Oleh karena itu Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia dan tidak sewenang-wenang dalam memberikan hukum karena Tuhan tidak dapat berbuat 4
zalim. Adapun Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat yang dikehendaki-Nya dan menentukan segalanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dengan demikian, bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tidak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya, dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. 2 2. Pengaruh aliran Maturidiah Samarkand dan Bukhara Aliran Maturidiah ini telah meninggalkan pengaruh pada dunia Islam. Hal ini bisa dipahami karena pendapatnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara akal dan dalil naqli. Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal, mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk dikritisi letak kelemahannya. Al-Maturidi adalah pengikut madhab Hanafi yang mempunyai karya dalam bidang ilmu fiqih dan ushul fiqih. Dari kalangan Maturidiah Bukhara dikenallah karangan al-Bazdawi seperti kitab Ushul al-Din dan karangan Najm al-Din Muhammad al-Nasafi dengan judul al-Aqaid al-Nasafiah. Aliran Maturidiah ini pada mulanya muncul sebagai salah satu sekte dari ahlu sunnah wal jama’ah, yaitu suatu aliran yang berkembang dibawah sekte Ahlu Sunnah Wal Jama’ah bersama Asy’ariyah. Namun mereka muncul dalam tempat yang berbeda, al-Maturidiah muncul dan berkembang di Samarkand dan Bukhara dengan menganut madzhab Hanafi sedangkan Asy’ari tumbuh dan berkembang di Bashrah dengan menganut madzhab Syafi’i. Sekte baru ini disambut baik oleh masyarakat Islam karena merupakan aliran yang mudah diterima sehingga dapat dikatakan bahwa al-Maturidiah sebagai salah satu aliran teologi Islam memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia pemikiran Islam.
2
Abdul Razak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), hlm. 164-166.
5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Abu Mansur Muhammad Ibn Muhammad Ibn Mahmud Al-Maturidi lahir di Samarkand pada pertengahan kedua dari abad ke-9 M dan meninggal pada tahun 944 M merupakan pendiri aliran Maturidiah. Ia adalah pengikut Abu Hanifah. Sistem pemikiran teologi yang ditimbulkan Abu Mansur termasuk dalam golongan teologi Ahli Sunnah. Aliran Maturidiah terdapat dua golongan: golongan Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut al-Bazdawi. Kalau golongan Samarkand mempunyai paham-paham yang lebih dekat dengan paham Mu’tazilah, golongan Bukhara mempunyai pendapat-pendapat yang lebih dekat dengan pendapat Asy’ari. Aliran Maturidiah ini pada mulanya muncul sebagai salah satu sekte dari ahlu sunnah wal jama’ah, yaitu suatu aliran yang berkembang dibawah sekte Ahlu Sunnah Wal Jama’ah bersama Asy’ariyah. Sekte baru ini disambut baik oleh masyarakat Islam karena merupakan aliran yang mudah diterima sehingga dapat dikatakan bahwa al-Maturidiah sebagai salah satu aliran teologi Islam memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia pemikiran Islam.
6
DAFTAR PUSTAKA
Nasution,Harun. 1986. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Razak,Abdul. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Setia.
7