BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebakaran adalah api yang tidak terkendali, yang artinya kebakaran itu di luar kemampuan dan keinginan manusia. Menurut teori segi tiga api (fire triangel) kebakaran terjadi karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api yaitu bahan bakar (fuel), sumber panas (heat) dan oksigen (Ramli, 2010). Menurut National Fire Protection Association (NFPA) kebakaran adalah suatu peristiwa oksidasi yang melibatkan tiga unsur yang harus ada, yaitu: bahan bakar, oksigen, dan sumber panas yang berakibat menimbulkan kerugian harta benda, cidera bahkan kematian. Kebanyakan kebakaran di rumah sakit umumnya berasal dari tiga sumber yang berbeda, yaitu: 1) cairan yang mudah terbakar, seperti benda padat yang mengandung alkohol (misalnya, benda padat tertentu) dan bahan kimia yang mudah menguap lainnya, seperti eter atau aseton digunakan di ruang operasi (OK), yang menjadi lebih rawan kebakaran di hadapan oksigen (O2) dan nitrous oksida (N2O), 2) percikan kecil atau panas yang berasal dari peralatan yang beroperasi dekat dengan zona penempatan O2 untuk pasien, dan 3) dalam komponen garis gas O2, tangki cair O2, dan silinder yang membawa O2 murni (mendekati 100%) (Chowdhury, 2014). Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang memiliki risiko kebakaran. Potensi bahaya di RS, selain penyakit infeksi juga potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumbersumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. Beberapa lingkungan di RS yang dapat menimbulkan sumber bahaya kebakaran adalah: Instalasi Gawat Darurat (IGD), kamar bedah, Intensive Care Unit (ICU), radiologi, laboratorium, loundry, dapur, boiler, dan generator (Direktorat bina kesehatan kerja, Depkes RI, 2006). 1
2
Sesuai dengan ketetapan PerMen PU (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum) rumah sakit digolongkan risiko kebakaran 6, artinya masuk dalam kategori cukup rawan. Sehingga pemerintah dan para ahli mengeluarkan banyak persyaratan yang berkaitan dengan keamanan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran tersebut serta langkah-langkah yang cepat dan tepat dalam menghadapi bahaya kebakaran (Ji Hee L et all., 2013). Rumah sakit berisiko tinggi menimbulkan korban jiwa saat terbakar. Selain itu juga kerugian terhadap aset, kerugian gedung, proses kegiatan kerja, dan dampak sosial dan image perusahaan. Sebagian besar penghuni rumah sakit merupakan pasien yang tengah menjalani perawatan yang dalam kondisi tidak mampu secara fisik sehingga memerlukan bantuan dalam evakuasi. Oleh karena itu, evakuasi yang dilakukan tentu akan berbeda dengan penanganan kebakaran yang terjadi di pasar, pemukiman, hotel, dan tempat wisata (Ramli, 2010). Beberapa kasus kebakaran yang pernah terjadi di rumah sakit diantaranya: a) kasus kebakaran di rumah sakit yang diberitakan oleh British Broadcasting Company (BBC) terjadi pada tanggal 24 Desember 2015 di Rumah Sakit Saudi dan telah menewaskan 24 orang dan 141 orang luka-luka. b) terbakarnya Rumah Sakit Turki (25 Mei 2009) delapan orang pasien meninggal, terjadi diduga disebabkan oleh kerusakan listrik. c) kebakaran Rumah Sakit Kalkuta, India Timur (10 Desember 2010). Kaburnya staf medis meninggalkan pasien saat api melalap diduga sebagai penyebab tewasnya dari 89 pasien. d) kebakaran ruang pusat data RSU Pamekasan Madura (11 Januari 2010). Seluruh data pasien dan karyawan serta data-data penting lainnya terbakar. e) Rumah Sakit Umum Propinsi Nusa Tenggara Barat Mataram terbakar (10 Juli 2011). Api menghanguskan bangunan yang diperkirakan mencapai Rp.50 miliar, serta 2 pasien yang dirawat tewas (Arrazy dkk., 2014). Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tercatat 979 kasus kebakaran yang terdiri dari 978 kasus kebakaran pada pemukiman penduduk dan 1 kasus kebakaran pada rumah sakit yang terjadi di Indonesia dari tahun 2011-2015. Dari total 979 kasus kebakaran tersebut, terdapat 4 kasus kebakaran yang terjadi di Yogyakarta sepanjang tahun 2012-2013. Dari
3
data tersebut diketahui bahwa paling banyak kejadian kebakaran terjadi di daerah pemukiman penduduk, tetapi kita harus tetap mewaspadai karena keberadaan rumah sakit selalu ada didaerah pemukiman yang padat penduduk (BNPB, 2016). sedangkan data dari BPBD kota Yogyakarta yang di peroleh melalui wawancara dengan Manajer Pusdalops-PB (Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana) kejadian kebakaran yang terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Total kejadian kebakaran yang terjadi dari tahun 20112016 ini adalah 125 kejadian kebakaran. Kebakaran yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh konsleting listrik di salah satu rumah warga yang merupakan daerah pemukiman penduduk. Seperti kasus kebakaran yang baru saja terjadi di Rumah Sakit Angkatan Laut Mintoharjo (14/3/2016), kebakaran terjadi di ruang udara bertekanan tinggi yang memicu ledakan di tabung chamber sehingga menewaskan 4 orang pasien yang sedang menjalani proses terapi oksigen hiperbarik dalam ruang tersebut (Pratama, 2016). Bangunan rumah sakit merupakan salah satu gedung yang memiliki risiko tinggi terjadi kebakaran, hal ini berdasarkan hasil identifikasi didapatkan fakta terdapat sumber utama penyebab kebakaran, yakni penggunaan peralatan listrik, sambungan
pendek
arus
listrik,
menggunakan
tabung
gas
bertekanan,
menggunakan berbagai macam bahan kimia baik cair maupun padat yang bersifat mudah terbakar. Beberapa kegiatan perawatan medis di ICU, ruang operasi dan ruangan terapi pasien tertentu juga melibatkan peralatan dan hal-hal yang kompleks yang dapat menyebabkan timbulnya kebakaran (Chowdhury, 2014). Kebakaran di Rumah Sakit memiliki karakteristik berbeda dengan tempat lainnya karena adanya sifat penghuni yang beragam, tingkat kepanikan yang tinggi, sifat pekerjaan beragam, bahan terbakar relatif tinggi, bangunan ditempati selama 24 jam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah sakit tergolong kategori bangunan yang berisiko kebakaran dilihat dari banyaknya sumber potensi bahaya dan penghuninya. Untuk menjamin tingkat keandalan serta keselamatan bangunan agar dapat digunakan sesuai dengan fungsinya, maka perlu dilakukan pengelolaan bahaya kebakaran dengan baik dan terencana (Lu Song et all., 2016). Mengelola kebakaran bukan sekedar menyediakan alat-alat pemadam kebakaran, atau
4
melakukan latihan pemadaman secara berkala setiap tahunnya, namun memerlukan program terencana dalam suatu sistem yang disebut manajemen kebakaran dan dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu pencegahan dilakukan sebelum kebakaran terjadi (pra kebakaran), penanggulangan dilakukan saat terjadi kebakaran dan rehabilitasi dijalankan setelah kebakaran (pasca kebakaran) (Ramli, 2010). Ada lima tahapan dalam membentuk suatu manajemen keadaan darurat atau bencana berdasarkan NFPA 1600 edisi 2010 tersebut meliputi perencanaan, implementasi, uji dan latihan, perbaikan program, dan manajemen program (Pratiwi dkk., 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan preventif khusus mengenai bahaya kebakaran kepada seluruh penghuni rumah sakit serta masyarakat sekitar rumah sakit. Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito merupakan rumah sakit umum kelas A yang bertugas melakukan pelayanan kesehatan masyarakat dan melaksanakan sistem rujukan bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah bagian selatan. Selain itu, RSUP Dr. Sardjito juga dimanfaatkan guna kepentingan pendidikan calon dokter dan dokter ahli oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Dalam perkembangannya ternyata RSUP Dr. Sardjito mengalami berbagai macam perubahan status, akan tetapi hal itu tidak mempengaruhi kinerja RSUP Dr. Sardjito dalam mengemban visi dan misinya bahkan penyelenggaraan pelayanan dan sumber daya manusia yang dimiliki semakin berkualitas (Darmawan, 2013). Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan melalui proses wawancara dengan ketua unit keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit secara informal di RSUP Dr. Sardjito mengungkapkan bahwa: (1) RSUP Dr. Sardjito sudah mempunyai komitmen yang baik dari pihak manajemen RS untuk pelaksanaan program K3, tetapi aplikasinya belum optimal, (2) tanda larangan merokok sudah dipasang dibeberapa tempat di RS tetapi ketika jam besuk pasien, seluruh petugas tidak dapat mengawasi semua pengunjung RS untuk tidak merokok di area RS sehingga ada beberapa pengunjung atau keluarga pasien yang merokok di area RS, (3) adanya tumpukan colokan listrik di nurse station, (4) belum pernah ada yang menyampaikan pada setiap jam besuk mengenai apa saja hal yang boleh
5
dilakukan dan tidak boleh dilakukan saat menjenguk pasien di RS, (5) banyak karyawan dan pengunjung RS yang belum paham mengenai jalur evakuasi jika terjadi bahaya kebakaran, (6) tidak semua petugas/karyawan di RS mampu menggunakan alat pemadam kebakaran jika sewaktu-waktu terjadi kebakaran, (7) tidak adanya sosialisasi tentang bahaya kebakaran pada para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang baru direlokasi ke area kantin RS yang selalu menggunakan peralatan memasak dan listrik setiap hari, (8) belum adanya kesadaran dari semua penghuni RS tentang bahaya kebakaran di RS. Dari permasalahan tersebut maka unit keselamatan dan kesehatan kerja di RSUP Dr. Sardjito telah menyusun program meliputi kegiatan preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dengan penekanan kegiatan pada kegiatan preventif dan promotif. Salah satu program kerja yang direncanakan oleh unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) untuk mencegah terjadinya bahaya kebakaran di Rumah Sakit adalah program manajemen penanggulangan kebakaran, yang sepenuhnya dilaksanakan oleh unit K3RS yang berkoordinasi dengan bagian unit kerja lain yang ada di RSUP Dr. Sardjito (Darmawan, 2013). Pelaksanaan program manajemen penanggulangan kebakaran untuk menjamin keamanan semua penghuni rumah sakit dari bahaya kebakaran merupakan hal mutlak yang harus dilakukan pihak manajemen rumah sakit. Kejadian kebakaran di RSUP Dr. Sardjito pernah terjadi pada tahun 2007, dan tidak sampai menimbulkan korban jiwa, namun tidak menuntup kemungkinan kejadian kebakaran bisa terulang kembali dengan dampak yang lebih besar. Kebakaran kembali terjadi di tahun 2016 ini pada gedung Instalasi Rehabilitasi Medik (IRM) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang sedang dalam proses renovasi. Berdasarkan permasalahan tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang analisis pelaksanaan program manajemen penanggulangan kebakaran yang dilaksanakan oleh unit keselamatan dan kesehatan kerja RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6
B. Rumusan Masalah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito merupakan rumah sakit yang melakukan pelayanan selama 24 jam dan RS rujukan pusat untuk masyarakat DIY dan masyarakat jawa tengah bagian selatan. Oleh karena itu RSUP Dr. Sardjito harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja bagi semua pasien, pengunjung dan karyawan di rumah sakit dari bahaya kebakaran. Berdasarkan latar belakang tersebut dirumuskan permasalahan yaitu “Bagaimana pelaksanaan program manajemen penanggulangan kebakaran di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendeskripsikan
pelaksanaan
program
manajemen
penanggulangan
kebakaran unit keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui manajemen penanggulangan kebakaran dalam pelaksananan pra kebakaran yang meliputi: kebijakan manajemen, organisasi dan prosedur, identifikasi risiko bahaya kebakaran, identifikasi dan analisa risiko kebakaran, pembinaan dan pelatihan, sistem proteksi kebakaran, inspeksi kebakaran yang dilaksanakan oleh unit K3 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta b. Mengetahui manajemen penanggulangan kebakaran dalam pelaksananan saat kebakaran: tanggap darurat kebakaran, yang dilaksanakan oleh unit K3 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta c. Mengetahui manajemen penanggulangan kebakaran dalam pelaksananan pasca kebakaran: penyelidikan dan pelaporan serta audit kebakaran, yang dilaksanakan oleh unit K3 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi manajemen RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk memonitor dan memberikan masukan dalam peningkatan penerapan pelaksanaan program manajemen penanggulangan kebakaran pada unit keselamatan dan kesehatan kerja di RSUP Dr. Sardjito. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan kebijakan dalam penerapan program manajemen penanggulangan kebakaran pada unit keselamatan dan kesehatan kerja di RSUP Dr. Sardjito. 2. Bagi Unit K3 RSUP Dr. Sardjito a. Dijadikan bahan evaluasi dalam pelaksanaan program manajemen penanggulangan kebakaran pada unit keselamatan dan kesehatan kerja di RSUP Dr. Sardjito. b. Sebagai bahan dalam penyempurnaan pembuatan perencanaan program manajemen penanggulangan kebakaran pada unit keselamatan dan kesehatan kerja di RSUP Dr. Sardjito. 3. Bagi peneliti a. Hasil penelitian ini digunakan untuk menerapkan teori dan pengalaman yang didapat dalam situasi sesungguhnya yang ada di lapangan. b. Penelitian ini akan memfasilitasi peneliti dalam mengembangkan kemampuan meneliti sekaligus mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat sebelumnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Darmawan, A (2013) dengan judul “Komitmen Manajer Dalam Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta”. Perbedaan penelitian tersebut mengarah pada komitmen manajemen rumah sakit dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di Rumah Sakit. 2. Akbar, A (2013) dengan judul “Pencegahan Kebakaran Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Hutan Konservasi Mawas Kalimantan
8
Tengah)”. Perbedaan penelitian ini mempelajari kemungkinan diterapkannya Pencegahan Kebakaran Berbasis Masyarakat (PKBM) melalui identifikasi faktor-faktor pendukung sosial penerapan pencegahan kebakaran berbasis masyarakat di hutan rawa gambut dan penyebab tidak efektifnya aktivitas pencegahan aktual dengan metode survey. Hasil menunjukkan bahwa masyarakat sekitar hutan ternyata memiliki keterampilan dan kearifan lokal tentang pencegahan, pra-pemadaman, dan pemadaman awal kebakaran. Atas dasar pendukung sosial yang ada PKBM berpotensi besar diterapkan di hutan rawa gambut Kalimantan Tengah. 3. Wahid, A (2009) dengan judul “Analisis Pengaruh Upaya Pencegahan Terhadap Frekuensi Kebakaran Pada Kota Administrasi Jakarta Utara 20032007”. Perbedaan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh upaya pencegahan terhadap frekuensi kebakaran pada Kota Administrasi Jakarta Utara tahun 2003-2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan pada awal penelitian telah terbukti secara statistik bahwa variabel inspeksi kebakaran dan relawan kebakaran berpengaruh secara signifikan terhadap frekuensi kebakaran. 4. Nugroho, W (2008) dengan judul “Analisis Sistem Pencegahan Dan Penanggulangan Kebakaran Rumah Sakit di DKI Jakarta”. Perbedaan penelitian ini terletak pada metode penelitian yaitu kuantitatif dan standar acuan yang digunakan NFPA yang dilakukan di 30 RS di DKI Jakarta. 5. Machi, A., et all (2014) dengan judul “The Assessment of Fire Prevention Effort in Asylum Radjiman Wediodiningrat Lawang”. Perbedaan penelitian ini terletak pada tipe rumah sakit yang menjadi tempat penelitian yaitu Asylum Radjiman Wediodiningrat Lawang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sistem upaya pencegahan kebakaran dilaksanakan di bawah klausul Kesehatan & Keselamatan Kerja Penilaian Series (OHSAS) 18001 dengan Plan-DoCheck-Action PDCA Pendekatan belum terpenuhi, yaitu klausul identifikasi bahaya, investigasi, prosedur manajemen kebakaran, komunikasi, alat evaluasi, dan pelatihan.