BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah di negara yang berada di wilayah tropis maupun sub tropis. DBD termasuk dalam penyakit menular yang disebabkan karena infeksi Virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses), melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti ke manusia (Kemenkes RI, 2010a). Perkembangan kasus DBD di tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 908 kasus di hampir 10 negara tahun 1955-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009. Di Indonesia, kasus DBD meningkat sejak tahun 1968, dari 58 kasus menjadi 155.777 kasus tahun 2010 dengan total kematian 1.358 orang, rata-rata tingkat kejadian nasional 65,57 per 100.000 penduduk, sehingga Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus DBD di negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Tingginya kasus DBD di Indonesia mempunyai potensi penyebaran DBD di antara negara-negara ASEAN dengan cukup tinggi, mengingat mobilitas penduduk khususnya banyak wisatawan keluar masuk dari satu negara ke negara lain (Kemenkes RI, 2007). Kabupaten Bantul menempati urutan ketiga kasus DBD di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta setelah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Bantul merupakan daerah endemis DBD. Berdasarkan data surveilans DBD Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bantul dilaporkan kasus DBD menyebar di seluruh wilayah di Kabupaten Bantul dengan 55 desa endemis dan 20 desa sporadis. Jumlah kasus dan kematian karena DBD dari tahun ke tahun kecenderungan meningkat. Tahun 2007 Insidence Rate DBD sebesar 0,7 permil menjadi 1,7 permil pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 menurun menjadi 0,27 permil. Berikut disajikan grafik kecenderungan Insidence Rate DBD Tahun 20072011 di Kabupaten Bantul.
1
2
Gambar 1 Grafik Kecenderungan Insidence Rate DBD di Kabupaten Bantul Tahun 2007-2011 Kasus kematian akibat DBD (Case Fatality Rate DBD) pada tahun 2007 mencapai 2,04%, turun menjadi 0,77% pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,21% (Dinkes Bantul, 2012). Berikut disajikan grafik kecenderungan Case Fatality Rate DBD Tahun 2007-2011 di Kabupaten Bantul.
Gambar 2 Grafik Kecenderungan Case Fatality Rate DBD di Kabupaten Bantul Tahun 2007-2011 Kecenderungan peningkatan Insidence Rate DBD dan Case Fatality Rate DBD tersebut maka penanggulangan DBD menjadi program prioritas di Kabupaten Bantul (Dinkes Bantul, 2010).
3
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1501/Menkes/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan, menyebutkan DBD termasuk salah satu penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Penentuan suatu daerah dalam keadaan wabah dilakukan apabila situasi Kejadian Luar Biasa (KLB) berkembang atau meningkat dan berpotensi menimbulkan malapetaka, dengan pertimbangan secara epidemiologis data penyakit menunjukkan peningkatan angka kesakitan dan/atau angka kematian (Kemenkes RI, 2010b). Upaya menanggulangi KLB DBD salah satunya adalah melakukan kewaspadaan dini dengan pengamatan secara intensif dan terus menerus terhadap penyakit DBD melalui kegiatan Surevilans DBD. Hasil dari kegiatan surveilans adalah informasi epidemiologi yang digunakan untuk Sistem Kewaspadaan Kejadian Luar Biasa. Informasi yang dihasilkan harus dapat menunjukkan sebaran penyakit DBD menurut orang yang terkena penyakit, tempat penyebaran penyakit serta waktu kejadian penyakit, serta menunjukkan peringatan (warning) terjadinya KLB DBD sesuai dengan indikator kriteria kerja KLB yang telah ditetapkan, sehingga dapat diketahui permasalahan yang terjadi di masyarakat untuk dapat dilakukan tindakan secara cepat dan tepat. Sistem informasi Surveilans DBD di Kabupaten Bantul dengan melakukan input dari Laporan Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) DBD dan Laporan W2 Rumah Sakit dan Puskesmas. Laporan KDRS DBD dari rumah sakit berupa data penderita penyakit DBD berdomisili di Kabupaten Bantul yang dirawat di rumah sakit bersangkutan, sedangkan Laporan W2 Rumah Sakit dan Puskesmas berisi jenis penyakit yang berpotensi wabah berikut jumlah penderita dan yang meninggal, selanjutnya diterima oleh Kepala Seksi Surveilans untuk dilakukan rekapitulasi data. Laporan KDRS DBD dilaporkan 1 X 24 jam oleh rumah sakit bila terjadi kasus DBD yang dirawat di rumah sakit, sedangkan Laporan W2 Rumah Sakit dan Puskesmas dilaporkan secara rutin setiap minggu. Berdasarkan data dari Seksi Surveilans Dinkes Kabupaten Bantul Tahun 2011 bahwa ketepatan waktu dan
4
kelengkapan Laporan KDRS mencapai 100%, ketepatan waktu Laporan W2 Puskesmas baru mencapai 48% dengan kelengkapan laporan mencapai 79%, ketepatan waktu Laporan W2 Rawat Jalan Rumah Sakit mencapai 72% dengan kelengkapan laporan mencapai 86%, ketepatan waktu Laporan W2 Rawat Inap Rumah sakit mencapai 68% dengan kelengkapan laporan 83%. Berikut disajikan grafik ketepatan waktu dan kelengkapan Laporan W2 Puskesmas, Laporan W2 Rumah Sakit dan Laporan KDRS DBD Rumah Sakit di Kabupaten Bantul Tahun 2011.
Gambar 3 Grafik Ketepatan Waktu dan Kelengkapan Laporan W2 Puskesmas, Laporan W2 Rumah Sakit dan KDRS DBD di Kabupaten Bantul Tahun 2011 Data DBD yang sudah masuk dibutuhkan oleh Seksi Surveilans dan akan dilaporkan secara rutin kepada Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan (Bidang PMK) maupun Kepala Dinkes Kabupaten Bantul. Kegiatan sistem informasi surveilans DBD di Seksi Surveilans Dinkes Kabupaten Bantul dan beberapa puskesmas saat ini sudah menggunakan aplikasi StatPlanet. Kegiatan surveilans DBD di Kabupaten Bantul meliputi beberapa tahap yaitu pengumpulan data DBD, pengolahan data, analisis dan interpretasi data, diseminasi informasi terkait DBD dan menyusun rencana kegiatan intervensi penanggulangan DBD. Aplikasi Statplanet di Kabupaten Bantul sudah digunakan sejak bulan Agustus 2012 di Seksi Surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul dan tiga Puskesmas yang endemis DBD di Kabupaten Bantul yaitu Puskesmas
5
Banguntapan 3, Puskesmas Sewon 1 dan Puskesmas Kasihan 2. Aplikasi StatPlanet digunakan untuk visualisasi informasi surveilans DBD yang meliputi informasi Jumlah Kasus DBD, Jumlah Kematian DBD, Insidence Rate DBD (IR DBD), Case Fatality Rate (CFR DBD) dan Angka Bebas Jentik (ABJ). Aplikasi StatPlanet juga digunakan untuk membantu menganalisis dan interpretasi data serta publikasi dan diseminasi informasi. Sebelum menggunakan StatPlanet, Dinkes Kabupaten Bantul dan beberapa puskesmas masih menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel dalam pengolahan data DBD. Keluaran informasi yang dihasilkan berupa tabel-tabel rekapitulasi dan grafik kecenderungan kasus dan kematian akibat DBD, belum dalam bentuk informasi geografis peta kasus dan kematian akibat DBD, sehingga kesulitan dalam pengambilan keputusan dan analisis kewilayahan, khususnya pada pengambilan keputusan prioritas penanganan dan koordinasi lintas batas administasi. StatPlanet bertujuan untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis pada fakta melalui penyediaan dan peningkatan kualitas komunikasi dan peningkatan interpretasi informasi, dengan menyediakan visualisasi interaktif yang atraktif. Tampilan antar muka yang mudah dalam pemrosesannya, memudahkan pengguna biasa untuk menggunakannya. Tampilan data yang otomatis pada proses penggabungan dan sinkronisasi data dari sumber-sumber yang berbeda, serta perangkat lunak yang mudah didistribusikan menjadikan daya tarik bagi pengguna untuk mengeksplorasi dan membuat visualisasi data, tanpa memiliki kemampuan teknis khusus, ketersediaan koneksi internet dan perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang khusus (StatSilk, 2012). Keluaran yang dihasilkan setelah menggunakan aplikasi Statplanet yaitu berupa sajian informasi tabel, grafik kecenderungan, grafik histogram, grafik bar, grafik scatter plot, dan peta menurut desa dari tahun ke tahun maupun dari bulan ke bulan secara interaktif sesuai dengan indikator surveilans demam berdarah dan informasi yang dibutuhkan. Keluaran ini membantu dalam proses analisis, interpretasi, publikasi dan diseminasi informasi untuk mendukung pengambilan keputusan penanggulangan DBD di Kabupaten Bantul. Penyajian data kesehatan
6
dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) membantu dalam pengambilan keputusan dan analisis spasial dari masalah kesehatan (Scotch, Parmanto & Monaco, 2008). Rogers (1995) menyebutkan bahwa penerapan teknologi informasi baru pada suatu organisasi dapat dipandang sebagai suatu inovasi. Inovasi bisa berupa ide atau gagasan, tindakan maupun barang yang dianggap baru. Perubahan teknologi informasi tidak selalu tanpa hambatan atau penolakan, banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah perilaku organisasi dalam penggunaan teknologi informasi. Menurut Davis (1989) bahwa model penggunaan suatu teknologi (Technology Acceptance Model) oleh pengguna karena dipengaruhi oleh adanya persepsi kemudahan kemanfaatan atau kegunaan menghasilkan informasi dan persepsi kemudahan dalam penggunaan dengan tidak memerlukan usaha keras dalam menggunakannya. Penggunaan aplikasi StatPlanet yang sudah dilakukan pada sistem informasi surveilans demam berdarah di Dinkes Kabupaten Bantul dan puskesmas mendorong peneliti untuk melakukan penelitian terkait penggunaan aplikasi Statplanet sebagai pendukung pengambilan keputusan. Penelitian ini terkait persepsi kemudahan penggunaan dan persepsi kemanfaatan dalam penggunaan aplikasi StatPlanet, dengan harapan bisa menjadi pengalaman pembelajaran bagi siapapun yang akan menggunakan aplikasi StatPlanet di bidang kesehatan maupun bidang yang lainnya.
B. Rumusan Masalah Pengalaman Dinkes dan beberapa puskesmas Kabupaten Bantul dalam penggunaan aplikasi StatPlanet untuk mendukung kegiatan surveilans DBD terkait aspek persepsi kemudahan dalam penggunaan dan persepsi kemanfaatan informasi yang dihasilkan, maka peneliti merumuskan masalah penelitian adalah bagaimana penggunaan Statplanet pada sistem informasi surveilans DBD di Kabupaten Bantul?
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi penggunaan aplikasi Statplanet pada sistem informasi surveilans DBD di Kabupaten Bantul.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Institusi Pendidikan Mengembangkan penelitian di bidang sistem informasi surveilans khususnya dalam penggunaan aplikasi Statplanet 2. Manfaat bagi peneliti Menambah wawasan bagi penulis dalam bidang pengembangan sistem informasi surveilans khususnya sistem pendukung pengambilan keputusan surveilans DBD. 3. Manfaat Dinkes Kabupaten Bantul Membantu Dinkes Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan sistem informasi surveilans untuk menghasilkan informasi yang mendukung pengambilan keputusan surveilans DBD.
E. Keaslian Penelitian Penelitian tentang pemanfaatan aplikasi sistem informasi dan terkait dengan surveilans penyakit di bidang kesehatan telah dilakukan, misalnya sebagai berikut ini : 1. Tangke (2004), penelitiannya tentang Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Kesamaan penelitian adalah analisis menggunakan pendekatan analisis TAM. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian dan metode penelitian yang digunakan yaitu dengan metode penelitian survey sedangkan pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian eksploratif. 2. Siti (2006), penelitiannya tentang Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di
8
Dinas Kesehatan Kota Semarang, yang tujuannya adalah menghasilkan sistem informasi surveilans untuk KLB Penyakit yang dapat memberikan kemudahan dan informasi yang lengkap untuk mendukung kewaspadaan dini KLB Penyakit, dengan jenis penelitian Kualitatif. Persamaan penelitian pada tujuan yaitu sama-sama mengevaluasi sistem informasi surveilans penyakit. Perbedaan penelitian pada metode evaluasi dengan menggunakan metode FAST (Framework for Aplication System Technology). 3. Scotch, Parmanto dan Monaco (2008), penelitiannya tentang Spatial And Multidimensional Visualization Of Indonesia's Village Health Statistics. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menunjukkan potensi SOVAT untuk memfasilitasi penilaian kesehatan masyarakat di negara berkembang dengan menggunakan data kesehatan, kependudukan, sumber daya kesehatan, dan data spasial. Perbedaannya pada aplikasi yang digunakan untuk visualisasi data, pada penelitian ini menggunakan aplikasi StatPlanet. 4. Kharisma Nur Khakim (2011) melakukan penelitian tentang Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Dan Penggunaan Software Akuntansi Myob Dengan Menggunakan Pendekatan Technology Acceptance Model (TAM). Persamaan peneltian pada tujuan yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan penggunaan teknologi dan pendekatan analisis dengan menggunakan TAM. Perbedaannya pada lokasi penelitian dan jenis penelitian yaitu menggunakan jenis penelitian deskriptif. .