BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kemajuan teknologi untuk menunjang proses komunikasi dewasa ini tidak hanya membantu cara hidup dan pola pikir manusia menjadi lebih modern, akan tetapi juga memberikan dampak yang signifikan di berbagai sendi kehidupan, termasuk dunia bisnis seperti industri jasa pengiriman surat maupun barang yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Posindo). Tantangan bagi bisnis perposan datang dari adanya teknologi berbasis internet yang merambah masyarakat luas. Semakin tinggi penetrasi internet pada masyarakat Indonesia, terutama dalam penggunaan email, ditambah dengan agresifitas para operator telepon selular dengan tarif yang semakin murah untuk SMS, panggilan telepon maupun paket internet, serta efisiensi waktu pengiriman, semakin meningkatkan ancaman substitusi terhadap bisnis komunikasi fisik (dalam hal ini pengiriman surat pos). Bergesernya pola konsumsi komunikasi masyarakat dari komunikasi fisik ke elektronik ditengah pesatnya perkembangan teknologi, telah membuat PT Pos Indonesia mengalami pergeseran dan dinamika yang luar biasa dalam kegiatan bisnisnya. Menurut data studi kasus Turn-Around BUMN PT Pos Indonesia tahun 2013 dalam Marketer (2013: 13) , pada periode 2004-2008 Pos Indonesia pernah merugi hingga Rp 606,5 miliar. Kerugian yang cukup besar ini sempat memicu munculnya isu-isu negatif terkait bangkrutnya perusahaan, sehingga mempengaruhi citra dan reputasi Posindo sendiri di mata masyarakat. Ditambah lagi, dengan munculnya kompetitorkompetitor swasta baru yang menawarkan jasa serupa dengan berbagai kecanggihan teknologi dan manajemen yang dimilikinya, memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menurunkan pamor Pos Indonesia. Sebagai perusahaan yang sudah berdiri sejak tahun 1746, PT Pos Indonesia dituntut untuk terus mampu mempertahankan keberadaannya dan berdiri kokoh dengan segala tantangan yang muncul baik dari dalam maupun 1
dari luar perusahaan. Berbagai situasi telah mengubah lingkungan usaha PT Pos Indonesia dan membuatnya beradaptasi sehingga mampu menjamin kesinambungan
dan
pertumbuhan
usaha
yang
berorientasi
kepada
peningkatan pendapatan perusahaan. Undang–undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2009 tentang Pos telah mengamanatkan diberlakukannya liberalisasi industri perposan yang menuntut perusahaan melakukan business positioning dan mengarahkan perusahaan menjadi aktor utama industri perposan nasional. Namun sebelum itu, perbaikan reputasi dan citra perusahaan untuk membuktikan eksistensi Posindo di mata masyarakat juga tidak boleh dikesampingkan. Salah satu pilihan strategi usaha yang dilakukan untuk memperbaiki citra perusahaan adalah melakukan perluasan jangkauan pelayanan dan peningkatan pelayanan melalui penjualan produk pos dengan mengikut sertakan masyarakat dengan membuka kesempatan keagenan dengan sistem yang mirip franchise berbasis teknologi bernama “Agenpos”. Keberadaan Agenpos sendiri dimaksudkan sebagai bentuk pemberdayaan sektor ekonomi mikro melalui pengembangan pola-pola kemitraan dalam bisnis dan pemanfaaan teknologi komputasi dan komunikasi serta untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumen melalui masyarakat baik itu melalui organisasi, instansi bahkan perorangan. Berbeda halnya dengan Kantor Pos Cabang, bila Kantor Pos merupakan usaha jalur distribusi resmi yang dibentuk, dibiayai dan dimiliki oleh PT Pos Indonesia sendiri, maka badan usaha Agenpos adalah milik perorangan. Status permodalan dari Agenpos ditanggung oleh masyarakat sebagai mitra atau pihak yang tergabung. Masyarakat yang ingin tergabung menjadi Agenpos dapat mendaftar di Kantor Pos terdekat dengan hanya menyiapkan tempat yang tidak harus luas namun berada di lokasi strategis, serta menyiapkan SDM sebagai petugas untuk menjalankan aktivitas dalam Agenpos nantinya. Pihak pos akan melakukan survei gratis dan apabila memenuhi standar dan disetujui sebagai mitra, akan dirumuskan sebuah perjanjian kerjasama diantara kedua belah pihak dan barulah mitra diminta untuk membayar sejumlah biaya untuk 2
membeli peralatan dan investasi atau deposit modal. Konsep Agenpos ini dikategorikan sebagai salah satu bentuk peragaman usaha agar tidak bergantung pada keterbatasan bisnis dan produk tertentu yang dimiliki Pos Indonesia. Selain itu, pelibatan masyarakat dalam konsep Agenpos ini merupakan sebuah upaya pembuktian bahwa eksistensi PT Pos Indonesia masih bertahan. Sasaran pengembangan Agenpos diorientasikan kepada upaya-upaya perluasan jaringan pelayanan secara lebih efisien dan efektif demi meningkatkan kontribusi pendapatan Pos Indonesia melalui produk maupun jasa yang ditawarkan. Setiap Agenpos yang tersebar memiliki hak untuk melakukan usaha pelayanan utama yang mirip dengan apa yang ada di Kantor Pos. Sehingga apabila disandingkan dengan kompetitor-kompetitor swastanya (Tiki, JNE, DFX), program Agenpos memiliki kelebihan terutama dari segi pelayanan dimana pelayanan tersebut tidak dimiliki kompetitor, yaitu layanan jasa keuangan (pospay, remmitance, dll)1 berupa pengiriman uang, transfer rekening bank dan pembayaran billing tagihan listrik, telepon, PDAM, pajak dan sebagainya. Dalam hal pengiriman uang, bisnis Agenpos akan berperan memudahkan masyarakat untuk mengirimkan uang dengan jangkauan yang luas tanpa harus memiliki rekening. Ini tentu saja menjadi keunggulan untuk lebih dekat dengan masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah-wilayah di Indonesia yang masih minim layanan perbankan. Sementara untuk pembayaran, PT Pos Indonesia memberi kemudahan kepada masyarakat untuk tidak harus datang ke kantor yang bersangkutan. Sebagai program yang tergolong baru, Agenpos membutuhkan perhatian serius terkait strategi komunikasi baik dalam konteks pemasaran maupun kehumasan untuk merangkul pasar sebanyak-banyaknya untuk ikut 1
Bisnis jasa keuangan merupakan unit bisnis Pos Indonesia yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir ini. Tahun 2010 hingga 2012, bisnis tersebut berhasil memutar uang senilai Rp.128 triliun. Untuk selanjutnya, perusahaan menargetkan pertumbuhan menjadi Rp.161 triliun. Pendapatan yang tinggi ini juga menjadi pertimbangan PT Pos Indonesia untuk tetap membentuk program Agenpos. (Lihat: 7http://bandung.bisnis.com/read/20130329/34231/331675/pos-indonesia-bidik-laba-dari-jasakeuangan-tumbuh-36) 3
bergabung menjadi agen. Menurut Ali, Anggota Divisi Agenpos pada PT Pos Indonesia Pusat, berdasarkan wawancara dengan peneliti pada tanggal 21 Februari 2014, menghasilkan fakta bahwa program Agenpos telah memiliki divisi khusus dibawah payung Direktorat Ritel dan Properti. Namun untuk mengomunikasikannya kepada masyarakat, divisi ini bekerjasama dengan Divisi Komunikasi Korporat perusahaan. Sejauh ini, Divisi Komunikasi Korporat telah melakukan berbagai aktivitas komunikasi pemasaran agar masyarakat tertarik bergabung untuk menjadi agen. Aktivitas ini memberikan dampak bahwa, hingga pada pertengahan tahun 2013 tercatat jumlah 1.516 ijin Agenpos yang dikeluarkan. Namun dari jumlah tersebut setelah diselidiki, ternyata sebagian besar agen-agentersebut cenderung pasif beroperasi. Dikatakan sebagai Agenpos pasif apabila selama 3 bulan berturut-turut agen tersebut tidak aktif melakukan transaksi dan tidak menunjukkan kenaikan pendapatan yang signifikan. Masalah pasifnya Agenpos ini menjadi serius karena meskipun memiliki status permodalan pribadi, PT Pos Indonesia telah mengupayakan usaha dengan memberikan training gratis kepada setiap pemilik Agenpos. Dengan tidak aktif mengoperasikan Agenpos, dikhawatirkan perusahaan justru akan mengalami penurunan reputasi yang lebih buruk karena dianggap tidak memberikan win-win solution bagi masyarakat yang telah bersedia menjadi mitra. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, PT Pos Indonesia merasa perlu menyusun kembali strategi untuk mendorong agen-agen yang pasif tersebut menjadi aktif meningkatkan kinerja dan transaksi bisnisnya hingga berujung pada kenaikan pendapatan Agenpos itu sendiri. Sejak diluncurkannya program Agenpos, strategi berbasis komunikasi pemasaran merupakan hal penting yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk memperoleh keberhasilan dalam pencapaian jumlah target yang ditetapkan. Begitupun untuk mendorong aktifnya agen-agen yang pasif, strategi komunikasi pemasaran dianggap menjadi langkah solutif bagi program Agenpos. Terhitung mulai tahun 2014, PT Pos Indonesia telah resmi menggeser tujuan strategi komunikasi pemasaran dari menambah jumlah 4
agen menjadi lebih menekankan pada bagaimana mendorong seluruh Agenpos yang telah terdaftar menjadi aktif beroperasi. Penelitian ini menjadi menarik untuk dilakukan karena PT Pos Indonesia merupakan satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membuka program franchise untuk masyarakat umum. Terbentuknya program Agenpos sebagai franchise membuat bussiness positioning dari jenis layanan pos jenis ini menjadi bergeser. PT Pos Indonesia merupakan perusahaan ekspedisi tertua di Indonesia. Layaknya seorang manusia, di usianya yang cukup tua, Pos Indonesia harus mencerminkan dirinya berpengalaman di bidangnya dibandingkan dengan kompetitor dan menjadi panutan bagi perusahaan-perusahaan sejenis yang baru saja tumbuh. Serangkaian strategi komunikasi pemasaran yang akan dipaparkan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan efek positif bagi kemajuan perusahaan dan dunia bisnis jasa keagenan di Indonesia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan serangkaian penjelasan yang telah dipaparkan , peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana strategi komunikasi pemasaran yang diterapkan oleh PT Pos Indonesia dalam mengaktifkan Agenpos? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai penelitian ini secara rinci dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengetahui strategi komunikasi pemasaran yang ditujukan untuk mengaktifkan Agenpos oleh PT Pos Indonesia dan mengkaji kesesuaian strategi tersebut dengan konsep komunikasi pemasaran yang ada. 2. Memetakan proses perencanaan hingga evaluasi strategi komunikasi pemasaran termasuk apa yang saja yang menjadi hambatan dalam melakukan strategi tersebut.
5
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat bermanfaat dan memberikan signifikansi baik dari sisi akademis maupun praktis. Penjelasan manfaat penelitian secara rinci adalah sebagai berikut: 1. Signifikansi Akademis Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai proses pelaksanaan strategi komunikasi pemasaran, termasuk pilihan atas aktivitas atau program-program komunikasi pemasaran khususnya dalam upaya mengaktifkan layanan jasa keagenan. Selain itu, peneliti juga berharap penelitian ini dapat menjadi bahan masukan maupun perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 2. Signifikansi Praktis Dari sisi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai masukan atau sumbangan pemikiran bagi para praktisi komunikasi pemasaran sebagai landasan dalam menentukan strategi komunikasi pemasaran yang tepat bagi perusahaan jasa keagenan, juga sebagai evaluasi terhadap langkah-langkah yang sudah dilakukan.
E. Kerangka Pemikiran 1. Konsep Pemasaran Pemasaran sering diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas penjualan dalam jual beli barang atau jasa di pasaran. Pemahaman tersebut sesungguhnya tidak sepenuhnya salah, karena memang pemasaran berasal dari kata dasar “pasar” yang diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi.
Namun dalam kajian ilmu
ekonomi, pemasaran bukanlah sebuah penjualan, bukan juga pembelian karena secara prinsip memiliki perbedaan yang mendasar dalam berbagai dimensi dan aspeknya. Peter Drucker yang dikutip Alma (2013: 2) mengungkapkan bahwa pemasaran bukanlah suatu perluasan penjualan, namun pemasaran meliputi keseluruhan bisnis dan harus dilihat dari sudut pelanggan. Tujuan 6
pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan dengan baik. Ketika produk dan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan, produk dan jasa tersebut akan terjual dengan sendirinya. Pemahaman Drucker ini merupakan peletakan sendi dasar pemasaran bahwa pelanggan merupakan kunci bagi suksesnya organisasi bisnis. Meskipun ketumpang tindihan dalam istilah pemasaran sudah terjawab oleh Ducker, namun Philip Kotler (2009: 45) memiliki definisi yang lebih komprehensif dengan melihat pemasaran dari sudut pandang yang lain: “marketing is a social and managerial process and by which individuals and group obtain what they need and want through creating, offering, and freely exchanging product and service of value with other.” Alma (2013: 4) mencoba mengkaji definisi Kotler tersebut dan menjabarkan bahwa pemasaran sesungguhnya dapat dilihat dari dua sudut pandang: a. Sudut pandang sosial Pemasaran adalah proses untuk bersosialisasi dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, permintaan, dan kebebasan dalam menukar nilai produk dan jasa dengan yang lain. Peran pemasaran adalah untuk menyampaikan standar hidup yang lebih tinggi bagi masyarakat dalam kehidupan sosialnya. b. Sudut pandang manajer pemasaran Sudut pandang ini dibahas oleh The American Marketing Association dimana pemasaran adalah sebagai proses merencanakan konsepsi, harga, promosi dan distribusi ide, menciptakan peluang yang memuaskan individu dan sesuai dengan tujuan organisasi. Mengacu pada pemikiran Ducker dan Kotler, penulis menyimpulkan bahwa pemasaran merupakan rangkaian proses kegiatan yang dilakukan oleh individu, kelompok atau organisasi/perusahaan sebagai upaya untuk menjalankan aktifitas bisnisnya dengan mengelola sumber daya pemasaran untuk memenuhi kebutuhan, keinginan dan standar hidup yang diinginkan konsumen. Berbeda dengan penjualan yang hanya terbatas pada tahapan 7
proses serah terima barang atau jasa, pemasaran setidaknya memiliki tujuan yang lebih kompleks yaitu menarik pelanggan baru dengan menjanjikan nilai superior dan mempertahankan pelanggan dengan memberikan kepuasan. Tujuan
akhir
pemasaran
dalam
suatu
perusahaan
adalah
menghasilkan kepuasan pelanggan serta kesejahteraan konsumen dalam jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh keuntungan. Hal ini berlaku bagi perusahaan yang bergerak dibidang industri barang/komoditi jasa maupun industri jasa. Walaupun memiliki kesamaan tujuan pada kedua jenis industri tersebut, namun pendekatan strategi pemasaran diantara keduanya memiliki perbedaan untuk masing-masing jenis industri. Dalam
pemasaran,
terdapat
pendekatan
bauran
pemasaran
(marketing mix approach) yang merupakan alat penting bagi pemasar. Alat ini terdiri dari berbagai unsur yang perlu dipertimbangkan agar pemasaran dapat berjalan sukses sesuai tujuan yang ditetapkan perusahaan. Berkaitan dengan jenis produk yang dipasarkan, pendekatan bauran pemasaran pada produk berupa barang memiliki perbedaan dengan pendekatan bauran pemasaran produk jasa. Hal ini dikarenakan antara produk barang dan produk jasa pun memiliki karakteristik yang berbeda pula. Barang menurut Tjiptono (2000: 95) merupakan hasil atau keluaran (output) berwujud fisik (tangible) dari proses transformasi sumberdaya, sehingga bisa dilihat, diraba, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan dan mendapat perlakuan fisik lainnya. Sifatnya yang berwujud (tangible) fisik membuat produk berupa barang dapat disimpan dan dapat pula berkurang bahkan habis apabila digunakan terus menerus. Kotler (2005:17-18) menjelaskan, pendekatan bauran pemasaran untuk pemasaran produk barang mencakup 4P, yaitu: product, price, place, dan promotion dengan masing-masing penjelasan sebagai berikut:
8
a. Product (Produk) Produk adalah segala sesuatu yang bisa ditawarkan kepada masyarakat untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi demi memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. b. Price (Harga) Harga adalah keseluruhan nilai yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap sebuah produk atau jasa. Harga biasanya terwujud dalam bentuk sejumlah uang yang dibebankan kepada konsumen untuk memperoleh produk yang mereka inginkan. Harga merupakan satu-satunya elemen dari bauran pemasaran yang dapat menghasilkan pendapatan dari penjualan serta merupakan elemen yang bersifat paling fleksibel, dimana suatu saat harga akan stabil, namun seketika harga dapat juga meningkat atau menurun di waktu-waktu tertentu. c. Promotion (Promosi) Promosi adalah aktivitas persuasif yang dilakukan perusahaan untuk mengomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan untuk membeli, menggunakan dan loyal pada produk/jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. d. Place (Distribusi) Place atau penempatan atau biasa disebut distribusi merupakan keputusan penentuan lokasi dan saluran yang digunakan agar produk yang ditawarkan dapat sampai pada target pasar. Saluran distribusi dapat dilihat sebagai kumpulan organisasi yang terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk untuk digunakan atau dikonsumsi. Berbeda halnya dengan produk berupa jasa. Jasa sering dipandang sebagai suatu produk yang tak berwujud yang bermuara pada kepuasan hati konsumen. Menurut Zeithaml dan Bitner yang dikutip oleh Alma (2013:243), definisi jasa ialah suatu kegiatan ekonomi yang memiliki output bukan produk, dikonsumsi bersamaan dengan waktu produksi dan 9
memberikan nilai tambah (seperti kenikmatan, hiburan, santai, sehat) yang bersifat tidak berwujud. Karakteristik paling mendasar pada jasa sebagai pembeda dengan barang adalah sifatnya yang tidak berwujud, sehingga jasa tidak dapat dilihat, disentuh bahkan disimpan dikemudian hari seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang. Ketidak berwujudan membuat produk jasa sangat bergantung pada layanan personal yang diberikan oleh penyedia jasa itu sendiri. Perusahaan penyedia jasa sangat perlu memperhatikan peningkatan kualitas, keterampilan dan kekompakan dari para tenaga kerja yang ada dalam perusahaan sebagai aktor penggerak jasa khususnya dalam memberikan pelayanan yang memuaskan sehingga membawa kesan baik dan memberikan kepuasan bagi pelanggan. Oleh sebab itu, Kotler dalam Sefnedi (2013: 66-68) mengungkapkan bahwa prinsip pendekatan bauran pemasaran untuk produk jasa tidak cukup hanya dengan 4P, diperlukan bauran pemasaran yang diperluas dengan penambahan 3 unsur lagi yaitu people, physical evidence dan process. Sefnedi juga memberikan penjelasan atas ketiga unsur tersebut sebagai berikut: a. Orang (people) Orang (people) merupakan aset utama dalam industri jasa karena terlibat langsung dalam penyampaian produk jasa itu sendiri ke konsumen. Dalam hal ini, orang merupakan pelaku yang memainkan peranan dalam penyajian jasa, yang tak lain karyawan/pegawai perusahaan sebagai aktor penggerak jasa itu sendiri. Karyawan dengan kinerja yang efektif akan menyebabkan konsumen puas dan loyal. b. Proses (process) Mutu layanan jasa sangat bergantung pada proses penyampaian jasa kepada konsumen. Proses sendiri merupakan suatu prosedur, mekanisme dan rangkaian kegiatan untuk menyampaikan jasa dari produsen ke konsumen.
10
c. Bukti fisik (physical evidence) Bukti fisik merupakan wujud nyata pelayanan yang ditawarkan kepada pelanggan konsumen ataupun calon konsumen potensial sebagai usulan nilai tambah bagi konsumen. 2. Komunikasi Pemasaran Awalnya, kualitas tinggi dan layanan yang baik merupakan faktor kunci untuk memenangi pertempuran pasar yang kompetitif. Namun dewasa ini, pemasaran tidak hanya menuntut lebih dari sekedar membuat produk yang berkualitas, memberikan pelayanan yang baik maupun harga yang menarik bagi konsumen, akan tetapi perusahaan juga harus berinteraksi dengan konsumen maupun calon konsumen potensial dengan cara yang baik dan efektif agar dapat memenangkan pasar. Walaupun suatu produk dianggap sangat berguna, namun tidak akan menghasilkan apapun jika tidak dikenal oleh konsumen. Perlunya interaksi membuat kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam pemasaran memerlukan adanya upaya komunikasi. Pentingnya komunikasi dalam pemasaran dijelaskan oleh Thomas A. Staudt dan Taylor D.A seperti dikutip oleh Widodo (2010): “Marketing effectivness depends significantly on communication effectivness. The market, in reality, is energized (or activated) through informations flows. The way of buyer perceives the market offering of the seller is influenced by amount and kind of information he has about the offering and his reaction to that information“. Inti dari pernyataan Saaudt dan Taylor adalah keberhasilan pemasaran sangat bergantung pada keberhasilan komunikasi, sebab seluruh aktivitas pasar digerakkan oleh adanya arus informasi. Konsumen mengetahui akan adanya penawaran penjualan, sesungguhnya bergantung pada jumlah dan jenis informasi yang diterimanya. Pentingnya elemen komunikasi dalam pemasaran memberikan dampak pada perkembangan tren kajian ilmu komunikasi yaitu munculnya konsep baru yang mengombinasikan konsep pemasaran dan komunikasi yang dikenal sebagai komunikasi pemasaran sebagai representasi pemasaran yang lebih 11
komprehensif. Konsep ini dipelajari baik oleh pengkaji bidang ekonomi maupun komunikasi. Ditinjau dari perspektif ekonomi, Kotler (2009: 40) memberikan pemahaman bahwa komunikasi pemasaran sebagai proses pengolahan, produksi, dan penyampaian pesan-pesan melalui satu atau lebih saluran kepada
kelompok
khalayak
sasaran,
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan dan bersifat dua arah dengan tujuan menunjang efektivitas dan efisiensi pemasaran suatu produk. Sementara ditinjau dari perspektif komunikasi, Kennedy & Soemanagara (2009: 5) komunikasi pemasaran
didefinisikan
menggunakan
teknik-teknik
sebagai
kegiatan
komunikasi
pemasaran
yang
bertujuan
dengan untuk
memberikan informasi kepada khalayak agar tujuan perusahaan tercapai, yaitu terjadinya peningkatan pendapatan atas penggunaan jasa atau pembelian produk yang ditawarkan. Seiring dengan perkembangan zaman, kini komunikasi pemasaran lebih dikenal dengan komunikasi pemasaran terpadu2 yang didefinisikan oleh Jatmiko (2014: 4) sebagai suatu konsep perencanaan komunikasi pemasaran yang mengakui nilai tambah dari suatu rencana komprehensif yang mengevaluasi peran strategis dari berbagai disiplin komunikasi misalnya, iklan media cetak-elektronik, respon langsung, promosi penjualan,
dan
hubungan
masyarakat
(public
relations)
serta
menggabungkan berbagai disiplin tersebut guna memberikan kejelasan, konsistensi serta dampaknya terhadap pemasaran. Pentingnya komunikasi dalam pemasaran membuat sebagian besar perusahaan baik asing, swasta maupun milik negara sadar akan perlunya membentuk sebuah divisi yang khusus menangani segala bentuk aktivitas komunikasi pemasaran untuk produk maupun jasa yang ditawarkan perusahaan. Belch (2004: 36)
2
Konsep Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing Communication) sering digunakan para perusahaan dengan tujuan untuk menggerakkan brand value. Perusahaan melihat bahwa pentingnya koordinasi dan integrasi dari berbagai elemen promosi dan aktivitas marketing lainnya untuk berkomunikasi dengan para pelanggannya. 12
menjelaskan lebih rinci mengenai tugas dari Marketing Communication tersebut antara lain adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan perannya dalam menjalankan proses pemasaran pada sebuah organisasi atau perusahaan; b. Mengenali faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi yang memiliki pengaruh kuat terhadap apa yang ada dalam benak atau pikiran konsumen; b. Mengembangkan saluran atau jalur pemasaran; c. Mengomunikasikan dan mempromosikan produk dan jasa suatu organisasi kepada pelanggan. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa komunikasi pemasaran merupakan kegiatan dalam mengembangkan aktivitas pemasaran yang diimplementasikan dengan memadukan komponen-komponen pemasaran dan teknik komunikasi untuk memfasilitasi hubungan antara perusahaan dengan konsumen serta sebagai upaya mempromosikan produk atau jasa yang ditawarkan demi mencapai tujuan perusahaan. Agar komunikasi pemasaran berjalan efektif dibutuhkan dukungan berupa alat-alat komunikasi pemasaran yang Kotler (2009: 473) sebut sebagai bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix). Kotler (2009) mengungkapkan, instrumen bauran komunikasi pemasaran antara lain terdiri dari tujuh aktivitas komunikasi pemasaran yaitu personal selling (penjualan personal), advertising (periklanan), sales promotion (promosi penjualan), event and experiences, public relation and publicity (hubungan masyarakat dan publisitas), direct marketing (pemasaran langsung) dan interactive marketing.
13
Gambar 1.1 The Marketing Communication Mix Sumber: (Philip Kotler and David Lane Keller, 2009: 473)
a. Personal selling atau penjualan langsung merupakan interaksi tatap muka dengan satu atau lebih pembeli prospektif dengan tujuan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan pengadaan pesanan. Penjualan langsung memiliki efek langsung pada proses penjualan. Kelebihan penjualan langsung yang paling utama adalah mampu mendekatkan konsumen dengan penjualan melalui jalur-jalur distribusi yang ada. Melalui bentuk komunikasi pemasaran ini, pelanggan akan dapat menanyakan dan mencari tahu kemampuan produk tersebut dengan leluasa. Mereka juga akan bisa mendapatkan informasi akurat, sisi kebaikan dan keburukan dari produk secara langsung dari produsen maupun konsumen. b. Advertising atau iklan adalah media komunikasi pemasaran non personal yang dibiayai dan bersifat persuasif tentang produk, jasa atau ide oleh perusahaan yang disampaikan melalui berbagai macam media komunikasi. Dewasa ini, iklan berevolusi ke dalam sistem komunikasi vital masyarakat, terutama dunia bisnis. Kreativitas dalam menyajikan iklan baik dalam hal isi maupun penyampaian pesan sangat diperlukan 14
agar memiliki dampak yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. c. Sales promotion atau promosi penjualan lebih sederhana disebut sebagai pameran. Pada sarana komunikasi pemasaran, sales promotion memiliki efek yang singkat sebagai upaya menstimulasi tekanan pada sikap pembelian. Asumsi ini berangkat dari kebiasaan orang yang akan membeli sesuatu barang tidak akan merencanakan sesuatu itu secara mendadak, hal inilah yang akan terjadi pada penjualan lewat sarana ini. Promosi penjualan dalam kategori luas dapat juga berbentuk sampel gratis, kupon diskon, undian dan tawaran istimewa. d. Event and experiences merupakan kegiatan dan program yang disponsori perusahaan dan dirancang untuk menciptakan interaksi langsung yang berhubungan dengan produk maupun jasa merek tertentu. e. Public relations and publicity atau biasa disebut kegiatan hubungan masyarakat dan publisitas, merupakan serangkaian program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau produk individunya. Salah satu program andalan yang disediakan public relations bertujuan untuk membina hubungan baik dengan menciptakan pengembangan komunitas (community development). Walau efeknya lambat, namun proses kenaikan kepercayaan dapat meningkat signifikan dari waktu ke waktu. f. Direct marketing atau pemasaran langsung merupakan sistem pemasaran yang menggunakan satu atau lebih media iklan untuk memberikan informasi, mendidik, membangun kepercayaan, dan membangun sebuah perusahaan (atau seseorang di dalamnya) sebagai otoritas untuk menghasilkan berbagai tanggapan dan transaksi yang dapat diukur. Hal ini dapat dicapai dalam beberapa cara, seperti copy website, direct mail, katalog, TV kabel dan lain-lain. Dalam direct marketing mencakup penggunaan surat, telepon, faksimile, e-mail, atau internet untuk berkomunikasi secara langsung dengan konsumen 15
pelanggan. Pemasaran langsung selain dapat digunakan untuk menjual, dapat juga digunakan untuk menguji pasar baru, produk baru atau mengetahui segmentasi konsumen. g. Interactive marketing sering disebut sebagai internet marketing atau online marketing karena kegiatan pemasaran ini bergantung pada kekuatan internet yang dengan jangkauan yang sangat luas. Pemasaran interaktif mengacu pada aktivitas online yang dirancang untuk melibatkan pelanggan baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk meningkatkan kesadaran, meningkatkan citra, atau menimbulkan penjualan produk dan jasa. Alat pemasaran interaktif diantaranya termasuk e-mail, website, belanja online, video, webinar dan webcast, blog, serta berbagai media sosial seperti Facebook , Twitter dan lainlain. Perbedaan interactive marketing dengan konsep direct marketing adalah pada agresifitas perusahaan dalam upaya memperoleh respon langsung dari konsumen, dimana direct marketing menginginkan respon konsumen dan target penjualan yang lebih cepat dibanding interactive marketing.
Bauran
komunikasi
pemasaran
yang
disampaikan
Kotler
nampaknya belum cukup lengkap untuk digunakan sebagai dasar pemikiran dalam penelitian ini. Peneliti melihat beberapa kekurangan dari pemikiran Kotler tersebut, antara lain: a. Kotler tidak mencantumkan Word Of Mouth Marketing pada Marketing Communication Mix Word Of Mouth (WOM) Marketing sering dikenal dengan istilah pemasaran dari mulut ke mulut atau getok tular. Dijelaskan dalam artikel yang ditulis oleh Boediharjo (43: 2013), metode WOM berawal dari stimulan yang dirasakan oleh seorang konsumen. Dari stimulan ini timbul dorongan sosial, emosional, dan fungsional. Kepuasan yang dirasakan konsumen dapat membuat konsumen
16
menyebarkan informasi
positif ke
calon
konsumen lain dan
menganjurkan agar membeli produk yang sama. Ketika para konsumen dibanjiri dengan ribuan pesan iklan, promosi, serta pesan pribadi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran yang disebutkan oleh Kotler, arus WOM dari orang-orang yang mereka percaya menjadi penting. Berdasarkan sebuah survey pada artikel
Mulyadi
(2013)
dalam
majalah
online
(http://www.marketing.co.id/), hampir dua per tiga dari keseluruhan penjualan yang terjadi di Amerika dipengaruhi oleh promosi WOM, baik secara langsung maupun tidak.
Survei ini dilakukan oleh
McKinsey berdasarkan laporan yang didapat dari perusahaanperusahaan. Studi yang dilakukan oleh Roper ASW juga menunjukkan bahwa sekitar 10%–20% dari aktivitas WOM konsumen Amerika mempunyai kekuatan dan mampu memengaruhi habit dari 90% konsumen lainnya. Bagi peneliti, sungguh sangat disayangkan ketika konsep Marketing Communication Mix milik Kotler tidak mencantumkan nilai dari promosi WOM. Karena pada dasarnya, komunikasi pemasaran bentuk ini sangat sesuai dengan karakteristik masyarakat Indonesia yang
memiliki kebiasaan suka bersosialisasi dan berkumpul hanya
untuk sekedar berbagi cerita. Sehingga, WOM seharusnya benar-benar dipertimbangkan dan dimanfaatkan karena tentu sangat besar pengaruhnya terhadap perusahaan. b. Ekualitas konsep Marketing Communication Mix belum tentu sesuai dengan kondisi perusahaan Melihat bentuk dan ukuran atau komposisi bagan pada Gambar 1.1, peneliti berasumsi bahwa pemikiran Kotler mengenai masingmasing instrumen dari bauran komunikasi pemasaran memiliki ekualitas dan porsi yang sama di setiap perusahaan. Faktanya, setiap perusahaan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga dalam
17
menentukan tindakan komunikasi pemasaran untuk produk yang ditawarkannya pun berbeda pula baik porsi maupun frekuensinya. Sebagai contoh, perusahaan yang menyediakan produk alat-alat kesehatan untuk perlengkapan dokter dan rumah sakit. Perusahaan tersebut akan lebih menekankan pada kegiatan personal selling dan direct marketing sebagai aktivitas komunikasi pemasaran dengan frekuensi lebih tinggi daripada bentuk komunikasi pemasaran yang lain, yaitu periklanan misalnya. Hal ini disebabkan, produk yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut memerlukan demonstrasi dan penjelasan secara detail sehingga jelas sangat sulit apabila diaplikasikan dalam bentuk iklan ATL (above the line) mengingat terbatasnya waktu dalam iklan itu sendiri. Disamping itu, tak jarang pula produk alat-alat kesehatan yang ditawarkan harus melalui proses pemesanan terlebih dahulu. Contoh lain misalnya, perusahaan kosmetik berskala nasional maupun internasional. Melihat jangkauan target pasar yang begitu luas, tentu personal selling dinilai kurang memungkinkan untuk digunakan. Perusahaan cenderung akan menggunakan iklan sebagai alat promosi mengingat sifat periklanan yang dapat menjangkau masyarakat luas (massal), tidak pribadi tapi secara langsung dengan audiens (impersonal) dan dapat menyampaikan gagasan secara menyakinkan serta menimbulkan efek yang dramatif dan ekspresif (Basu Swastha, 2002: 246). 3. Strategi Komunikasi Pemasaran Situasi pasar yang semakin kompetitif membuat setiap perusahaan dituntut untuk memiliki strategi yang tepat agar tujuan dan target yang ditetapkan perusahaan dapat tercapai. Pemahaman tentang strategi komunikasi pemasaran dapat dilakukan dengan memahami terlebih dahulu istilah strategi. Pada dasarnya strategi dalam konteks perusahaan adalah ideide tertentu sebagai sebuah rencana perusahaan untuk menjadi lebih unggul diantara pesaing-pesaingnya. Secara sederhana, Bittel dalam dalam Alma (2013: 199) menyatakan bahwa, “definisi strategi ialah suatu rencana yang 18
fundamental untuk mencapai tujuan perusahaan”. Definisi ini menganggap strategi sebagai kumpulan rencana sebagai perluasan visi dan misi perusahaan yang diyakini dapat dijadikan pedoman untuk mencapai tujuan perusahaan. Di sisi lain, terdapat dua pengertian strategi menurut Liddell Hart3 yang dijelaskan oleh M. Wayne Delozier (1976: 271), yaitu: a. “The art of distributing and applying military (or business) means to fulfill the ends of policy” b. “The art and science of adapting and coordinating resources to the attainment of an objective” Definisi milik Hart diambil sebagai cerminan strategi dalam perusahaan karena definisi ini memiliki penekanan terhadap dua level strategi yang cocok digunakan secara umum dalam perusahaan. Definisi strategi yang pertama menekankan pada pemenuhan kebijakan sebagai tujuan strategi besar (grand strategy) untuk mencapai visi dan misi perusahaan. Sementara definisi kedua, terdapat proses adaptasi dan koordinasi sumber daya dalam perusahaan, sehingga definisi ini lebih membatasi ruang lingkupnya untuk komunikasi dalam perusahaan atau dikenal sebagai strategi fungsional (fuctional strategy). Wijaya (2010: 22-23) menjelaskan, strategi fungsional merupakan strategi terkait dengan upaya pencapaian tujuan-tujuan yang bersifat fungsional dalam perusahaan. Strategi fungsional merupakan tanggung jawab middle manajemen yang menekankan pada tujuan pemasaran, tujuan penjualan, tujuan produksi dan lain-lain. Baik grand strategy maupun functional strategy, keduanya memiliki relasi yang erat dan saling melengkapi. Strategi fungsional merupakan serangkaian rencana strategi yang apabila digabung merupakan realisasi secara keseluruhan dari grand
3
Liddel Hart adalah seorang ahli teori strategi kemiliteran yang mencetuskan The Theory of Strategy. Ia memiliki pendekatan yang unik dalam melihat strategi. Meskipun Hart adalah seorang ahli militer, namun teori yang dicetuskannya memiliki cakupan yang luas. Strategi Hart meluas tidak hanya tentang militer saja, akan tetapi non-militer juga termasuk ada di dalam strategi. 19
strategy perusahaan. Berdasarkan serangkaian pembahasan tentang strategi yang telah dipaparkan, peneliti memiliki pemahaman bahwa strategi merupakan bagian dari proses manajemen perusahaan dalam menyusun rencana yang dapat mendukung pencapaian tujuan inti dan tujuan fungsional yang diinginkan perusahaan. Program
komunikasi
pemasaran
sesungguhnya
terdiri
dari
serangkaian aktivitas dalam bauran komunikasi pemasaran yang sengaja dipilih perusahaan untuk tujuan tertentu. Perusahaan dapat memadukan atau menggunakan dua atau lebih aktivitas komunikasi pemasaran secara bersamaan karena setiap masing-masing aktivitas komunikasi pemasaran memiliki pengaruh dan implikasi yang berbeda-beda terhadap produk. Namun, untuk dapat mengkoordinasi beberapa aktivitas komunikasi pemasaran agar berjalan dengan lancar dan terintegrasi secara sinergetik, dibutuhkan suatu
mekanisme yang disebut sebagai strategi komunikasi
pemasaran (Chandra: 2002, 93-94). Berdasarkan tambahan penjelasan dari Chandra (2002), peneliti melihat bahwa proses manajemen yang dimaksud pada strategi dalam komunikasi pemasaran adalah tentang bagaimana perusahaan melihat koordinasi dan integrasi dalam memadukan berbagai elemen promosi dan aktivitas marketing lainnya untuk berkomunikasi dengan konsumen. Pemasar sadar bahwa persepsi konsumen terhadap suatu perusahaan ataupun merek tertentu merupakan reaksi dari seperangkat kontak dan pesan yang diterima oleh konsumen itu sendiri. Sehingga, semua elemen pemasaran mulai dari bauran pemasaran yang meliputi produk, harga, distribusi, dan promosi serta elemen komunikasi pemasaran berupa eventevent marketing, publisitas, PR dan lain-lain dikoordinasikan dan diintegrasikan menjadi satu kesatuan strategi komunikasi pemasaran yang terpadu. Kesimpulan peneliti sejauh ini memberikan pengertian bahwa strategi komunikasi pemasaran sesungguhnya merupakan proses manajemen perusahaan dalam melakukan koordinasi sekaligus integrasi bagi segenap bentuk dan upaya komunikasi pemasaran agar berjalan lancar dan seimbang 20
sehingga aktivitas penyampaian pesan dari perusahaan kepada konsumen dapat tersampaikan secara lebih efektif dan efisien. Dalam menentukan strategi yang akan digunakan kemudian mengembangkannya, perusahaan harus jeli dalam menganalisa secara keseluruhan situasi dan kondisi lingkungan bisnis. Hal ini dilakukan perusahaan menggunakan alat analisis yaitu SWOT (SWOT analysis). SWOT
merupakan
singkatan
dari
kata-kata
Strengths
(kekuatan
perusahaan), Weaknesses (kelemahan perusahaan), Opportunities (peluang bisnis) dan Threats (hambatan untuk mencapai tujuan). Kotler (2008: 88) mengemukakan bahwa dalam analisis SWOT, kekuatan dan kelemahan perusahaan merupakan aspek analisis lingkungan secara makro yang bertujuan untuk mengetahui peluang dan ancaman bagi perusahaan. Sehingga SWOT dinilai sebagai alat analisis terstruktur untuk mengevaluasi kondisi eksternal dan internal yang dapat membantu mengangkat penjualan sebuah produk ataupun menemukan faktor lain yang dapat merugikan produk tersebut. Berkaitan dengan memilih strategi komunikasi pemasaran yang dirasa tepat, Chris Fill (1995: 523-579) berpendapat bahwa terdapat tiga macam pendekatan yang dapat menjadi pilihan dalam strategi komunikasi pemasaran suatu produk, antara lain: a. Pull Strategy Pull Strategy merujuk pada sebuah pendekatan strategi komunikasi pemasaran berupa penyampaian pesan yang ditujukan kepada konsumen untuk merangsang permintaan dan memberi harapan agar konsumen membeli produk yang ditawarkan. Taktik strategi ini biasa diwujudkan dalam kegiatan komunikasi pemasaran (terutama iklan dan promosi untuk konsumen) berbiaya tinggi seperti iklan di berbagai media, publisitas, event dan lain-lain yang diarahkan kepada pengguna terakhir (end user) untuk membujuk mereka agar menerima produk tersebut dari perantara, sehingga perantara kemudian memesan produk tersebut pada perusahaan. Strategi ini dapat digunakan untuk menginformasikan varian 21
produk baru suatu perusahaan,
menguatkan dan mereposisi sebuah
merek diingatan para target audiens atau untuk menetapkan kebiasaan para konsumen untuk membeli produk. Terdapat dua macam tipe konsumen, yaitu high involvement dan low involvement. High involvement merupakan perilaku konsumen pada tahap percobaan. Konsumen lebih dahulu melihat pesan yang disampaikan karena mereka ingin melihat manfaat dan keuntungan produk tersebut. Konsumen tipe ini juga lebih banyak berpikir untuk membuat keputusan dalam pembelian. Biasanya produk yang dilirik oleh konsumen dalam tipe ini tergolong produk yang memiliki harga yang cukup tinggi atau mahal. Berbeda dengan tipe low involvement, konsumen tipe ini lebih mudah untuk memberikan keputusan dalam pembelian karena harga produk yang dipilih tergolong harga rendah atau lebih murah. b. Push Strategy Kebalikan dari pull strategy, push strategy merupakan strategi promosi yang lebih ditujukan kepada perantara (intermediary) sebagai penyalur produk dari perusahaan ke konsumen. Tujuan dari strategi ini adalah mendorong para perantara untuk selalu menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan dan membujuk para perantara agar mau memesan dan membawa produk/jasa tersebut untuk dipromosikan pada konsumen akhir.
Taktik dari strategi ini meliputi penjualan secara langsung
(direct/personal selling) kepada pelanggan melalui perantara, atau mengatur point of sale dengan memberikan materi promosi untuk meningkatkan visibilitas. Hal terpenting dari push strategy adalah menjaga komunikasi yang baik dengan para perantara agar hubungan jangka panjang dapat terbina dengan baik. Strategi promosi jenis ini biasanya diambil saat perusahaan merasa bahwa konsumen tersebut menginginkan produknya namun kemampuan distribusi mereka terbatas, sehingga mereka memberikan insentif yang menarik kepada pedagang perantara untuk memberikan penekanan penjualan atas produk tersebut kepada konsumen 22
sehingga penjualan atas produk tersebut meningkat. Strategi ini juga biasa dilakukan saat suhu kompetisi sangat tinggi sehingga banyak pesaing memberikan insentif kepada pedagang perantara untuk memajukan produk mereka. c. Profile Strategy Strategi ini berkaitan dengan cara organisasi atau perusahaan mengedepankan nama besar perusahaan dibanding kualitas produk yang ditawarkannya. Fokus dalam strategi ini terletak pada bagaimana mengomunikasikan nama perusahaan dengan cara menciptakan image dan membangun reputasi yang baik. Lain halnya dengan Fill, DeLozier (1976: 282–288) juga sempat mengklasifikasikan strategi komunikasi pemasaran ke dalam tiga kategori, antara lain: a. Product - Benefit Strategies Strategi
ini
sengaja
didesain
untuk
mengomunikasikan
keistimewaan yang spesifik dari suatu produk dan juga manfaatnya bagi konsumen. Strategi ini juga berfokus pada apa yang akan didapatkan dari produk tersebut, dengan kata lain adalah melihat sebuah produk tersebut dari segi fungsionalnya. Pada implementasinya, perusahaan yang menggunakan strategi ini harus menemukan suatu keistimewaan produk dan manfaat bagi konsumen yang berbeda dan tidak dimiliki oleh para pesaing. b. Image - Identifications Strategies Strategi citra ini memiliki fokus pada bagaimana menciptakan suatu gambaran (citra) tertentu tentang produk di benak konsumen. Strategi ini biasa digunakan brand-brand besar yang mengutamakan prestige. Perpanjangan dari strategi citra adalah strategi identifikasi yang juga berfokus pada pengembangan sebuah gambaran bagi suatu produk. Perbedaannya, strategi identifikasi lebih menekankan dan mengupayakan
23
agar konsumen sudah mulai memiliki gambaran tentang sebuah produk tersebut, pada saat citra produk itu sedang dibangun atau dibentuk. c. Product - Positioning Strategies Hampir mirip dengan strategi citra, strategi penempatan (positioning strategies) merupakan strategi juga mengupayakan penciptaan sebuah posisi merek pada benak konsumen. Perbedaannya, dalam strategi ini perusahaan berusaha mengaitkannya dengan produk-produk kompetitor, atau menghubungkan merek dengan merek lain yang sudah ada terlebih dahulu di benak konsumen. Sebuah strategi hanya akan menjadi rumusan apabila tidak diwujudkan dalam tindakan praktis. Begitupun strategi komunikasi pemasaran, sangat perlu strategi tersebut dikembangkan melalui prosesproses tindakan untuk menjamin efektivitas komunikasi pemasaran itu sendiri. Merujuk pada pemikiran Kotler (2005: 250), dirumuskan bahwa terdapat delapan langkah dalam strategi komunikasi pemasaran, dimana lima langkah pertama masuk dalam tahap perencanaan, satu poin termasuk dalam pelaksanaan dan dua lainnya merupakan evaluasi dari strategi: 1. Mengindentifikasi pasar sasaran Proses strategi komunikasi pemasaran diawali dengan tindakan mengidentifikasi pasar sasaran. Identifikasi pasar sasaran dilakukan untuk mengetahui siapakah sebenarnya pasar sasaran dari sebuah aktifitas pemasaran tersebut. Apakah mereka pembeli potensial produk perusahaan, konsumen tetap, konsumen baru, pengambil keputusan, atau bahkan kelompok yang memberi pengaruh kepada konsumen potensial. Sehingga,
untuk
mempermudah
dalam
mengidentifikasi
pasar,
perusahaan perlu menempatkan barang/jasa yang diproduksi pada segmentasi tertentu. 2. Menentukan tujuan komunikasi pemasaran Strategi tidak akan dimunculkan tanpa tujuan yang jelas. Macam-macam tujuan komunikasi pemasaran menurut Kennedy (2009: 19) antara lain: 24
a. Awareness; menumbuhkan kesadaran keberadaan sebuah produk dan layanan b. Knowledge; memberikan informasi yang dibutuhkan atas penggunaan sebuah produk dan layanan c. Likeability; menumbuhkan kesukaan terhadap penampilan pesan yang disampaikan d. Motivation; mengajak konsumen untuk melakukan apa yang diinginkan oleh iklan atau produk dan layanan yang disampaikan e. Believing; menumbuhkan kepercayaan terhadap kelebihan produk dan layanan f. Image; memperkuat kredibilitas perusahaan atau produk dan layanan jasa g. Remembering; mengingatkan kembali tentang keberadaan produk h. Loyality; mengajak konsumen untuk tetap menggunakan produk dan layanan yang dipublikasikan. 3. Merancang pesan komunikasi Setelah dapat diketahui pasar sasaran dan tujuan komunikasi pemasaran, selanjutnya pemasar dapat merancang strategi pesan yang efektif bagi komunikasi pemasaran. Idealnya, pesan haruslah menarik perhatian, menimbulkan minat, meningkatkan keinginan, dan mendorong konsumen untuk membeli. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diputuskan yaitu isi, struktur, bentuk dan sumber pesan. 4. Memilih saluran komunikasi pemasaran. Saluran
komunikasi
pemasaran
memiliki
nilai
strategis
untuk
memperlancar dan mempermudah perpindahan/penyampaian produk barang/jasa dari produsen ke konsumen. Pada dasarnya saluran komunikasi dapat dibedakan menjadi dua antara lain : a. Saluran komunikasi pribadi (personal communication channels) Saluran
komunikasi
ini
terdiri
dari
dua
orang
atau
lebih
berkomunikasi melalui tatap muka, telepon, e-mail. 25
b. Saluran komunikasi non pribadi (non personal communication channels) Saluran komunikasi non pribadi yaitu saluran komunikasi yang diarahkan kepada banyak orang misalnya melalui media, promosi penjualan, acara-acara tertentu, serta hubungan masyarakat (public relation). Saluran komunikasi melalui hubungan masyarakat pada prisipnya meliputi dua arah yaitu; bersifat internal ditujukan kepada para staf dan seluruh pegawai, dan secara external ditujukan kepada masyarakat luas sebagai pasar sasaran. 5. Menentukan jumlah total anggaran Proses ini merupakan tahap akhir dari perencanaan strategi sebelum strategi
tersebut
diwujudkan
dalam
berbagai
program-program
komunikasi pemasaran. Dalam menyusun anggaran perusahaan biasanya perusahaan melakukan beberapa pertimbangan seperti kemampuan perusahaan, presentasi penjualan, keseimbangan persaingan, serta tujuan dan tugas. 6. Membuat keputusan atas bauran promosi (promotion mix) Setelah
berhasil
merumuskan
anggaran,
selanjutnya
perusahaan
menentukan bentuk komunikasi pemasaran apa yang akan digunakan dalam strategi. Proses ini merupakan proses inti dari pelaksanaan strategi dimana program-program komunikasi pemasaran diwujudkan dalam taktik (tactic). Bentuk komunikasi pemasaran yang dimaksud merupakan alat-alat promosi yang terdapat dalam bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix). 7. Mengukur hasil promosi tersebut Setelah melakukan komunikasi pemasaran, perusahaan harus meriset dampaknya
pada
khalayak
sasaran.
Sehingga
untuk
mengukur
keberhasilan strategi komunikasi pemasaran yang telah diterapkan, perusahaan harus melibatkan target audiens komunikasi pemasaran. Kegiatan measuring ini mencakup menanyakan audiens apakah mereka 26
mengenali atau mengingat pesan yang telah disampaikan, beberapa kali mereka melihatnya, hal-hal apa saja yang mereka ingat, bagaimana perasaan mereka tentang pesan tersebut, dan sikap mereka sebelum dan sesudah mereka tahu atau menggunakan produk perusahaan. 8. Mengorganisasi dan mengelola komunikasi pemasaran yang terintegrasi Komunikasi pemasaran yang terintegrasi akan menghasilkan pesan-pesan yang konsisten, penjadwalan yang tepat dan efektivitas biaya serta dampak yang lebih besar pada penjualan. Pengelolaan komunikasi pemasaran yang tepat akan dirangkum menjadi kesatuan strategi sebagai solusi untuk permasalahan yang terjadi. Delapan langkah dalam strategi komunikasi pemasaran yang telah dipaparkan merupakan pedoman dalam menjalankan proses yang harus dilalui perusahaan agar komunikasi pemasaran yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar, terstuktur dan dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Pemikiran Kotler dipilih sebagai konsep untuk menjelaskan tahap-tahap strategi komunikasi pemasaran karena dianggap komprehensif sehingga memberi gambaran kepada pemasar bagaimana mempengaruhi atau mengubah sikap konsumen melalui perencanaan dan pelaksanaan program komunikasi yang efektif. 4. Jasa Keagenan dan Franchise Jasa keagenan adalah usaha jasa perantara untuk melakukan suatu transaksi bisnis tertentu yang menghubungkan produsen di satu pihak dan konsumen di lain pihak (Levi Lana dalam Jurnal Hukum Bisnis, 2001: 64). Dewasa ini, berbagai perusahaan produk barang maupun jasa telah banyak menyediakan peluang usaha jasa keagenan bagi masyarakat untuk ikut menggerakkan perusahaan. Program jasa keagenan dilakukan dengan sistem win-win solution antara perusahaan dan masyarakat sebagai agen, yaitu agar produk yang ditawarkan dapat menjangkau target pasar yang lebih luas dan masyarakat dapat menikmati hasil dari penjualan tersebut. 27
Agen atau perantara agen (agent middleman) merupakan sebuah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut sebuah profesi yang memberikan jasa perantara dalam keagenan untuk menghubungkan kedua belah pihak untuk melakukan kegiatan jual beli. Terdapat istilah lain yang sering digunakan dalam menyebut agen, misalnya adalah distributor, cabang, broker, pialang, dealer, kommissioner, ekspeditur, representative, perantara ataupun calo. Namun istilah “agen” (dalam bahasa Inggris disebut “agent”) lebih sering digunakan dalam literatur dan lebih mempunyai karakteristik yang umum. Dalam KBBI, agen diartikan sebagai orang atau perusahaan perantara yg mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha perwakilan. Dalam kegiatan pemasaran, agen memiliki peranan penting sebagai perantara yang mewakili penjual atau pembeli dalam transaksi hubungan kerja dengan kliennya. Sebuah agen tidak mempunyai hak kepemilikan atas semua barang yang diperdagangkan, mereka hanya memperoleh sejumlah kompensasi berupa sharing fee dari perusahaan. Kompensasi yang didapat nantinya merupakan sebuah keuntungan dengan sistem komisi dari perusahaan. Jensen dan Meckling (2000: 85) menjelaskan hubungan secara hukum jasa keagenan dengan principal (perusahaan penyedia jasa keagenan): “Agency relationship as a contract under which one or more person (the principals) engange another person (the agent)to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Agen akan melakukan tindakan hukum atas perintah dan tanggung jawab prinsipal, namun agen juga memiliki wewenang turut serta dalam mengambil keputusan demi perkembangan berkelanjutan agen itu sendiri. Apabila kedua bilah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimalkan pendapatan dan nilai perusahaan, maka agen akan bertindak dengan cara yang disepakati dengan prinsipal. Berdasarkan 28
keterangan yang telah diuraikan, maka konsep agen dirumuskan sebagai berikut: a. Agen merupakan kuasa dari prinsipal sehingga segala perbuatan yang dilakukan
oleh
agen
berada
dibawah
kontrol,
kekuasaan
dan
tanggungjawab prinsipal; b. Agen bukan karyawan prinsipal, fungsi agen adalah perantara yang menjual barang/jasa untuk dan atas nama principal; c. Agen tidak memiliki hak atas barang/jasa yang diperjual belikan, sehingga untuk menjadi agen tidak diperlukan biaya investasi; d. Biasanya agen mengambil barang kepada prinsipal sesuai pesanan untuk didistribusikan kepada konsumen; e. Agen mendapatkan sejumlah kompensasi berupa sharing fee dari prinsipal pada setiap transaksi yang dijalankan sebagai keuntungan dari bergabungnya agen tersebut. Berbeda dengan agen, franchise atau biasa disebut waralaba yang menurut Ali Hasan (2013: 585) diartikan sebagai saluran pemasaran yang terbentuk berdasarkan lisensi yang diberi oleh suatu perusahaan kepada pihak lain (orang dan perusahaan) untuk memasarkan atau menjalankan kegiatan pemasaran dengan merek dagang perusahaan pemberi lisensi di wilayah tertentu baik produk barang maupun bentuk jasa. Secara prinsip, agen dan franchise memiliki perbedaan yang begitu mendasar, namun ada pula kajian yang menyebut franchise sebagai bentuk pengembangan dari kegiatan distribusi atau keagenan. Perusahaan yang membuka sistem franchise biasanya adalah perusahaan terkenal dan sudah terjamin dari segi kualitas produk, pelayanan dan cara memasarkan produknya. Dalam konsep franchise terdapat dua istilah yang digunakan untuk menyebut pihak-pihak yang terlibat, yaitu franchisor (pewaralaba), merupakan pihak yang menjual atau meminjamkan hak dagangnya, atau merk dagangnya serta sebuah sistem bisnis untuk menjalankan bisnis tersebut dan franchisee (terwaralaba), yaitu pihak yang membayar royalti dan biaya lainnya yang disyaratkan oleh franchisor untuk dapat 29
menggunakan merek dagangnya serta sistem bisnis yang dirancang oleh franchisor. Seorang franchisee akan diuntungkan dengan sistem kerjasama franchise. Franchisee tidak perlu repot-repot menyiapkan, menentukan, memasarkan produk yang akan dijual dari nol. Mereka tinggal menjalankan kegiatan bisnis dan menjual produk yang sudah teruji dan memiliki merek yang dikenal masyarakat. Aafyn (2014) dalam website Komunitas Bisnis Franchise Indonesia4 mengungkapkan, selain kegiatan distribusi barang dan jasa, pola franchise meliputi pula masalah merek dagang, dan atau merek jasa, know-how5, bisnis, metode teknis, manufaktur, sistem prosedural, dan atau hak milik intelektual dan industrial yang didukung oleh bantuan teknis dan komersial. Franchisee diwajibkan untuk membayar sejumlah imbalan berupa royalty, initial fee, continuing fee, biaya lain yang relevan. Bagi franchisor (perusahaan penyedia waralaba), mewaralabakan bisnisnya adalah peluang untuk mengembangkan bisnis dan distribusi produk-produknya secara lebih luas tanpa harus membuka gerai sendiri di berbagai tempat yang menguras modal yang besar. Dengan semakin banyaknya franchisee maka semakin kuat jaringan bisnis yang perusahaan. Beberapa konsep franchise diantaranya adalah: a. Franchisee menjual barang/jasa berdasarkan kualitas standarisasi franchisor dan teridentifikasi dari merek dagang franchisor; b. Franchisor memiliki kontrol atas operasi franchisee;
4
Komunitas Bisnis Franchise Indonesia (BFI) merupakan sebuah komunitas bisnis yang beranggotakan para pelaku kegiatan franchise baik franchisor maupun franchisee yang memiliki minat pula untuk melakukan kajian mengenai franchise berdasarkan pengalaman yang didapat para anggotanya sehingga menghasilkan konsep-konsep franchise yang relevan dan lebih mudah dipahami secara praktis. Situs resmi BFI yaitu BisnisFranchiseIndonesia.com berisi informasi seputar bisnis franchise/waralaba di Indonesia. Dalam situs tersebut, BFI menyajikan artikel, tips bahkan direktori listing franchise yang disusun berdasarkan kategori bisnis dan usaha. Pengunjung yang mengakses dapat melihat dan menilai peluang bisnis franchise sesuai dengan minat dan budget yang ada. Pemilik franchise juga bisa menambahkan listing franchisenya di BFI. 5 sekumpulan informasi praktis yang tidak dipatenkan, yang berasal dari pengalaman, pengujian dan kesepakatan antara franchisor dan franchisee. 30
c. Franchisee diharuskan membayar royalti untuk menggunakan merek dagang perusahaan atau franchisor dan berbagai macam fees kepada franchisor sesuai kesepakatan; d. Kerjasama bisnis franchise melibatkan adanya penyerahan hak-hak eksklusif (dalam praktiknya meliputi beragai macam hak milik intelektual/hak milik perindustrian) dari pihak franchisor (pemberi hak) dan franchisee (penerima hak), sehingga franchisee memiliki hak penuh atas semua aset yang digunakan dan diperdagangkan; e. Resiko akibat hubungan franchise berada di pihak franchisee kecuali diperjanjikan lain. Stuart D. Brown yang dikutip situs FBI (2011), menyatakan format business franchise terbagi lagi menjadi 3 (tiga) jenis: a. Franchise pekerjaan, sebenarnya membeli dukungan untuk usahanya sendiri; Contoh: menjual jasa penyetelan mesin mobil; b. Franchise usaha, bertujuan menjalankan usaha dari franchisor; Contoh: toko eceran; c. Franchise investasi, merupakan franchise yang dilihat dari besarnya investasi yang dibutuhkan. Franchise biasanya adalah perusahaan yang sudah mapan akan tetapi ingin melakukan diversifikasi usaha; Contoh: Holiday Inn, Hotel Ibis, Sushi Tei.
Melihat konsep dan karakteristik dari keagenan maupun franchise yang telah dibahas, Agenpos memiliki posisi yang istimewa. Apabila dilihat dari status permodalan dan hak kepemilikan, Agenpos cenderung masuk pada kategori franchise dengan jenis investasi. Sebagai sebuah franchise, seharusnya Agenpos membayar royalti untuk merek Pos Indonesia. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak diwajibkan oleh pihak perusahaan. Masyarakat yang tertarik menjadi mitra, hanya perlu membayar uang untuk membeli alat sebagai infrastruktur layanan dan deposit modal yang nominalnya tergantung dari perputaran bisnisnya. Sedangkan untuk 31
beberapa program/produk jasa seperti pada jasa logistik, Agenpos menggunakan metode sharing fee dan komisi seperti yang ada pada bisnis keagenan. 5. Bussiness Positioning: PT Pos Indonesia Vs Agenpos Indonesia Dalam menyusun strategi, sebuah perusahaan perlu memahami karakteristik dari jenis/tipe dirinya sendiri, agar keputusan yang dihasilkan tentang bisnis sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Sebuah pendekatan bisnis tradisional, Grassl (2012: 39) memberikan gambaran mengenai klasifikasi perusahaan melalui sebuah bagan berbentuk jendela 2x2 yang disebut sebagai Grassl grid. Pengelompokan tipe-tipe perusahaan oleh Grassl didasarkan pada dua sudut pandang yaitu sudut pandang kepemilikan dan sudut pandang tujuan utama perusahaan itu sendiri.
Gambar 1.2 Grassl Grid: Traditional Classification of Type of Bussiness Sumber: Wolfgang Grassl. 2012. ACRN Journal of Entrepreneurship Perspective: Bussiness Models of Social Enterprise, A Design Approach to Hybridity. page 39
Ditinjau dari sudut pandang kepemilikan, perusahaan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu perusahaan milik negara/umum (public) dan perusahaan milik swasta (private). Disisi lain, berdasarkan tujuan utama 32
yang ditetapkan, terdapat perusahan yang memiliki tujuan komersial yang biasanya melibatkan transaksi jual beli barang maupun jasa dan perusahaan, dan terdapat pula perusahaan dengan tujuan sosial yang dibentuk oleh masyarakat yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan. Dengan menggabungkan dua sudut pandang secara bersamaan, Grassl menunjukkan bahwa terdapat 4 kuadran yang masing-masing berisi tipe perusahaan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Masing-masing tipe perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: a. Posisi kuadran I; Social Enterprises Perusahaan
tipe
ini
adalah
perusahaan
milik
pribadi/perorangan/swasta dan memiliki tujuan pada upaya peningkatan kualitas hidup/kesejahteraan manusia. Karena kepemilikkan perusahaan ini adalah swasta, maka orientasi dari perusahaan tipe Social Enterprises dapat berupa profit maupun non-profit. Bentuk pengelolaan perusahaan ini adalah dengan mengaplikasikan strategi bisnis komersial namun untuk tujuan sosial. Tantangan bagi pemimpin perusahaan berkenaan dengan komitmen etis, perhatian penuh terhadap target sasaran dan akuntabilitas terkait dengan dampak sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat. Contoh: Koperasi, Organisasi Amal, dll. b. Posisi kuadran II; Private Enterprises Private Enterprises merupakan perusahaan milik swasta yang memiliki tujuan komersial. Ciri-ciri perusahaan ini adalah berfokus pada penjualan barang atau jasa dengan mengaplikasikan strategi bisnis komersial untuk untuk tujuan mencari untung (profit oriented). Tantangan bagi pemimpin perusahaan berkenaan dengan persaingan bisnis di pasar global, persoalan etika dan tanggung jawab sosial perusahaan. Contoh: Perusahaan-perusahaan swasta. c. Posisi kuadran III; Public Enterprises Perusahaan ini merupakan perusahaan milik dan dikelola oleh negara atau pemerintah dengan tujuan komersial. Ciri-ciri perusahaan ini 33
adalah berfokus pada penjualan barang atau jasa dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Karena melibatkan dana negara, pengelolaan
perusahaan
tipe
Public
Enterprises
harus
dapat
dipertanggungjawabkan kepada legislatif (DPR/DPRD). Tantangan bagi pemimpin
perusahaan
adalah
mengenai
sikap
transparansi, efisiensi, inovatif, akuntabilitas dan
profesionalitas, entrepreneurship.
Contoh: Perusahaan BUMN seperti Pertamina, Telkom, PLN, dsb. d. Posisi kuadran IV; Public Administration Perusahaan
dengan
tipe
Public
Administration
merupakan
perusahaan milik dan dikelola negara/pemerintah dengan tujuan sosial yaitu memberikan layanan publik tanpa memiliki orientasi untuk memperoleh keuntungan. Ciri utama dari perusahaan ini adalah adanya batasan-batasan regulasi yang ketat, sistem birokrasi yang kompleks dan tidak fleksibel. Tantangan bagi pemimpin perusahaan adalah tentang sikap profesionalitas, keadilan, transparansi dan inovatif. Contoh: Organisasi pemerintah, Kementrian. Berdasarkan klasifikasi dalam Grassl grid, PT Pos Indonesia termasuk perusahaan dengan tipe Public Enterprises, karena merupakan perseroan berupa badan usaha yang dikelola oleh negara (BUMN) yang dengan orientasi mendapatkan profit/keuntungan dari proses pertukaran yang dilakukan dengan konsumen. Fokus kegiatan perusahaan Pos Indonesia adalah penjualan produk berupa barang-barang produksi perusahaan yaitu postal items (meterai, prangko, produk filateli), Books & Gifts, Stationery, Digital Imaging, Gadget, Organizer, Convience Goods, Consumer Goods, Bread, Drinks&Cofee Shop, Handycraft, Online shopping dan produk jasa pelayanan yang disebut postal services (jasa ritel pos) yang mencakup pengiriman surat dan logistik, paket, jasa keuangan (pospay, remmitance, dll). Sebagai Public Enterprises yang memiliki tujuan meraih keuntungan sebanyak-banyaknya, PT Pos Indonesia pada tahun 2011 34
memunculkan sebuah produk berupa program baru yang diberi nama Agenpos, suatu program jasa keagenan yang melibatkan masyarakat secara langsung untuk menjadi agen dan menjalankan segala aktivitas yang dilakukan layaknya sebuah Kantor Pos. Melihat status dan permodalan Agenpos yang berasal dari masyarakat, membuat tipe perusahaan kecil berupa agen ini menempati tipe perusahaan Private Enterprises yang sangat berbeda dengan perusahaan induknya yaitu PT Pos Indonesia. F. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini, peneliti mengartikan strategi sebagai rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat. Pengertian ini berdasarkan pada konsep Hart mengenai strategi sebagai bagian dari proses manajemen perusahaan dalam menyusun rencana yang dapat mendukung pencapaian tujuan inti dan tujuan fungsional manajemen yang diinginkan perusahaan. Sedangkan untuk strategi komunikasi pemasaran didefinisikan melalui proses elaborasi dari konsep yang dikemukakan Chandra, yaitu sebagai proses manajemen perusahaan dalam melakukan koordinasi sekaligus integrasi bagi segenap bentuk dan upaya komunikasi pemasaran agar berjalan lancar dan seimbang sehingga aktivitas penyampaian pesan dari perusahaan kepada konsumen dapat tersampaikan secara lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan perusahaan. Strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia dalam penelitian ini termasuk dalam strategi untuk mencapai tujuan fungsional, yaitu untuk mendorong semakin aktifnya Agenpos yang sudah terdaftar. Untuk mencapai masing-masing tujuan tersebut, penelitian ini menjabarkan seperti apa strategi komunikasi pemasaran yang digunakan PT Pos Indonesia disesuaikan dengan konsep strategi komunikasi pemasaran menurut Fill dan DeLozier. Namun sebelum itu, analisis SWOT secara rinci dilakukan untuk mengetahui keseluruhan situasi dan kondisi lingkungan 35
bisnis Agenpos dalam dunia franchise. Mengenai bagaimana proses dalam merencanakan dan melaksanakan strategi komunikasi pemasaran, akan dikembangkan dan disesuaikan dengan delapan langkah strategi komunikasi pemasaran menurut Kotler, meliputi: 1. Mengidentifikasi pasar sasaran Proses mengidentifikasi pasar sasaran merupakan tahap perencanaan awal dari strategi. Proses ini dapat dilakukan dengan cara melakukan penelitian pada divisi yang bertugas menangani pemasaran Agenpos untuk mengetahui siapa saja pihak-pihak yang menjadi target dari strategi komunikasi pemasaran, misalnya apakah strategi ini hanya untuk para Agenpos yang pasif atau seluruh Agenpos di Indonesia baik yang aktif maupun tidak atau terdapat target yang lain. 2. Menentukan tujuan komunikasi pemasaran Tujuan komunikasi pemasaran dalam penelitian ini sebenarnya sudah jelas, yaitu untuk mengaktifkan Agenpos yang pasif. Namun sebelum itu, peneliti perlu mengetahui data-data lapangan dari waktu ke waktu untuk mengetahui bagaimana posisi Agenpos di pasaran, berapa jumlah yang aktif dan tidak aktif dan bagaimana perusahaan melihat hal tersebut. 3. Merancang pesan komunikasi Tahap ini merupakan tahap melihat bagaimana ide-ide pesan komunikasi pemasaran serta beberapa hal yang bersifat substantif seperti isi, struktur, bentuk dan sumber pesan ditransmisikan agar dapat dimengerti dengan baik oleh target pasar/target audiens dan dapat menarik perhatian serta minat mereka untuk mengaktifkan Agenpos. 4. Memilih saluran komunikasi pemasaran Penelitian ini akan melihat apa saja saluran komunikasi pemasaran yang digunakan PT Pos Indonesia, mengapa saluran tersebut dipilih dan bagaimana implikasinya terhadap pasar sasaran. 5. Menentukan jumlah total anggaran Merupakan tahap dimana peneliti mencoba mencari berapa besar dana yang dianggarkan untuk masing-masing tujuan komunikasi pemasaran 36
dalam jangka waktu tertentu serta bagaimana dana anggaran tersebut dikelola. 6. Membuat keputusan atas bauran promosi (promotion mix) Tahap keenam ini merupakan tahap inti dari perwujudan strategi komunikasi pemasaran, dimana pemilihan bauran komunikasi pemasaran diputuskan secara matang sesuai dengan rencana anggaran yang sudah ditetapkan perusahaan. 7. Mengukur hasil promosi tersebut Tahap ini merupakan tahap evaluasi, dimana keberhasilan strategi komunikasi pemasaran yang telah diterapkan untuk para Agenpos akan diukur. Untuk melihat sejauh mana keberhasilan tersebut, penelitian ini akan mencari sumber-sumber data dari riset yang ada. 8. Mengorganisasi dan mengelola komunikasi pemasaran yang terintegrasi Tahap terakhir dari strategi komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia adalah dengan meninjau kembali proses pengelolaan dan koordinasi dari keseluruhan elemen komunikasi pemasaran, mulai dari perencanaan hingga evaluasi termasuk menuliskan apa yang saja yang menjadi hambatan dalam melakukan strategi tersebut, sehingga dapat menghasilkan rangkaian proses yang runtut dan dapat bermanfaat sebagai kajian ilmu maupun sebagai referensi/masukan bagi perusahaan. G. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian studi kasus. Yin (2013: 1) menganggap studi kasus sebagai sebuah metode penelitian di mana pertanyaan how (bagaimana) dan why (mengapa) diajukan dalam sebuah penelitian, saat peneliti memiliki sedikit kontrol atas sebuah kejadian dan berfokus pada fenomena kontemporer yang memiliki konteks dengan kehidupan nyata dari individu, kelompok, komunitas, maupun organisasional. Kesimpulan pada
37
penelitian studi kasus tidak berlaku secara umum, namun terbatas pada kasus atau fenomena tertentu tertentu. Yin (2013: 46) mengatakan terdapat empat jenis desain penelitian dalam studi kasus, yaitu desain kasus tunggal holistik (single caseholistic), desain kasus tunggal terjalin (single case-embedded), desain multikasus holistik (multiple case-holistic) dan desain multikasus terjalin (multiple case-embedded). Penelitian ini menggunakan desain penelitian kasus tunggal holistik (single case-holistic) dimana terdapat satu kasus dengan satu unit analisis yaitu Agenpos yang berperilaku pasif dalam beroperasi. Pemilihan metode studi kasus dirasa tepat dalam penelitian ini karena strategi komunikasi pemasaran untuk program jasa keagenan merupakan suatu fenomena unik dan kontemporer yang saat ini tengah berlangsung diupayakan oleh perusahaan PT Pos Indonesia untuk mendekatkan diri kepada masyarakat dan membuat masyarakat ikut aktif dan berkontribusi menjalankan aktivitas pos. 2. Objek Penelitian Dalam PT Pos Indonesia, strategi komunikasi pemasaran biasanya dilakukan oleh masing-masing bidang/divisi produk tertentu dan dibantu oleh Divisi Komunikasi Korporat. Begitu pula untuk memasarkan Agenpos kepada masyarakat. Namun, untuk mengaktifkan Agenpos, strategi komunikasi pemasaran sejauh ini baru ditangani oleh Divisi Agenpos saja. Sehingga objek yang diteliti dalam penelitian ini hanya meliputi anggota Divisi Agenpos dan Agenpos yang sempat pasif itu sendiri. Melalui objek penelitian, diharapkan peneliti mampu mendapatkan data hasil penelitian komprehensif yang dapat menjawab rumusan masalah. 3. Teknik Pengumpulan Data Ciri dari penelitian studi kasus adalah penggunaan teknik multi sumber data. Sehingga dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan dilakukan diantaranya meliputi: 38
a. Wawancara (Inteview) Wawancara merupakan metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada responden melalui berdialog atau bercakap-cakap baik secara langsung maupun tidak. Yin (2013: 8) mengungkapkan, wawancara merupakan sumber informasi yang esensial bagi studi kasus. Dalam penelitian ini, proses wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara lisan dengan berhadapan fisik antara peneliti dan narasumber. Sedangkan tipe wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara ini termasuk dalam kategori in-depth interview, sehingga cenderung lebih bebas dan openended untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Peneliti dapat bertanya kepada narasumber tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai fakta tersebut. Tahapan proses wawancara diawali dengan menyusun pedoman wawancara (interview guide) sebagai acuan pertanyaan untuk ditujukan kepada beberapa narasumber, untuk mengetahui hal-hal yang relevan dan dibutuhkan penelitian. Selanjutnya, pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya yang berkaitan dengan strategi komunikasi pemasaran. Dalam melakukan wawancara, peneliti dituntut untuk mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh narasumber. Informan yang diwawancara dalam penelitian ini berjumlah empat orang dari tiga golongan yang berbeda. Informan I dan II merupakan informan inti yang berasal dari Kantor Pos Indonesia pusat sedangkan informan III dan IV merupakan informan tambahan yang direkomendasikan oleh pusat sebagai sumber data penelitian untuk mendapatkan jawaban atas metode triangulasi data untuk menguji keakuratan data penelitian. Informan I diwakili oleh Tjahjaning Seno (49 tahun) selaku Manajer Agenpos PT Pos Indonesia pusat. Beliau menjadi orang pertama yang menjadi Manajer Pengembangan Agenpos pada PT Pos Indonesia sejak tahun 2013 hingga saat ini. Sebagai 39
manajer,
beliau
bertanggungjawab
atas
segala
aktivitas
baik
komunikasi, pemasaran maupun praktik Agenpos di seluruh Indonesia sehingga peran beliau sangat penting dalam melaksanakan seluruh strategi yang diberlakukan untuk Agenpos. Dengan menjadikan beliau sebagai informan, peneliti dapat mengetahui latar belakang dibentuknya program Agenpos, bagaimana perkembangan Agenpos hingga strategi komunikasi pemasaran dari tingkat pusat yang diberlakukan untuk seluruh Agenpos di Indonesia. Selanjutnya informan II adalah seorang Tenaga Senior Fungsional Perusahaan pada divisi Agenpos PT Pos Indonesia Pusat (FP Agenpos), bernama Susi Kurnia (30 tahun). Susi bergabung menjadi karyawan pos sejak tahun 2007 dan saat ini beliau menjadi Senior Fungsional Perusahaan dan ditempatkan pada divisi Agenpos. Pemilihan Susi sebagai
informan
sesungguhnya
berdasarkan
rekomendasi
dari
informan 1 atau Manajer Perusahaan. Sebagai Senior Fungsional Perusahaan, Susi dianggap dapat memberikan informasi lebih lengkap dan rinci tentang strategi komunikasi pemasaran yang belum sempat diungkapkan oleh Manajer Perusahaan. Informan berikutnya adalah Nur Hening L. (48 tahun), seorang Manajer
Agenpos
untuk
wilayah
kerja
Yogyakarta.
Wilayah
Yogyakarta merupakan wilayah yang direkomendasikan oleh Manajer Agenpos tingkat pusat sebagai objek penelitian, karena wilayah ini merupakan wilayah dengan perkembangan peningkatan prosentase aktivitas Agenpos paling tinggi. Sehingga asumsinya, Kantor Pos Besar Yogyakarta sebagai kantor pengelola Agenpos dianggap sebagai Kantor Pos yang berhasil melakukan strategi komunikasi pemasaran dengan sangat baik. Keberhasilan tersebut tentu tidak terlepas dari kerja seorang pimpinan divisi yang dijabat oleh Manajer, sehingga Manajer Agenpos untuk wilayah kerja Yogyakarta dinilai mampu untuk memberikan penjelasan mengenai strategi komunikasi pemasaran untuk mengaktifkan Agenpos di Kota Yogyakarta. Sementara informan 40
terakhir atau Informan IV adalah Oktorika Cahyuningsih (34), seorang wanita pemilik Agenpos Sidoarum. Sebelumya Rika merupakan pengusaha laundry dan toko alat tulis. Informan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Agenpos yang ia kelola merupakan target strategi komunikasi pemasaran perusahaan khususnya yang dilakukan oleh Kantor Pos Besar Yogyakarta, sebab Agenpos Sidoarum inilah yang tadinya sempat pasif menjadi aktif beroperasi. Agenpos Sidoarum sendiri resmi terdaftar di perusahaan pada November 2013, namun mulai Januari 2014 Agenpos Sidoarum menjadi Agenpos yang masuk kategori pasif selama 7 bulan dan kembali aktif pada bulan Juli 2014. b. Observasi Langsung Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena-fenomena yang di teliti. Bukti observasi seringkali bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan tentang topik yang akan diteliti (Yin, 2013: 113). Dalam penelitian ini, observasi dilakukan peneliti untuk mengidentifikasi fenomena yang tidak tersirat pada data hasil wawancara. Peran peneliti dalam observasi ini adalah sebagai observer non-partisipan, sehingga peneliti hanya sebagai pengamat yang pasif dan tidak terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Cara ini dilakukan dengan cara datang langsung dan menghadiri agenda-agenda kegiatan komunikasi pemasaran yang diselenggarakan oleh PT Pos Indonesia terkait program Agenpos dan mengambil foto untuk memuat hal-hal penting yang dilakukan. Selain itu, peneliti terjun langsung ke lokasi pelaksana teknis yaitu Agenpos yang sempat pasif untuk melihat permasalahan apa yang sebenarnya terjadi. Dari proses observasi, peneliti dapat lebih memahami bahkan menilai sejauh mana strategi komunikasi pemasaran tersebut diupayakan oleh perusahaan. c. Dokumentasi dan Rekaman Arsip Teknik dokumentasi dan rekaman arsip dimaksudkan untuk memperoleh
data
sekunder
dengan
cara
mengumpulkan
dan 41
mempelajari dokumen-dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Data yang dikumpulkan dapat berwujud: artikel, catatan rapat kerja, naskah maupun dokumen riset yang dilakukan oleh Divisi Agenpos sebagai objek penelitian. 4. Teknik Analisis Data dan Tahapan Penelitian Analisis data merupakan proses menelaah data secara keseluruhan dari berbagai macam sumber yang telah didapat selama penelitian. Menurut Yin (2013), terdapat tiga teknik analisis data dalam metode studi kasus, antara lain adalah penjodohan pola, pembuatan eksplanasi dan analisis deret waktu. Untuk meneliti strategi komunikasi pemasaran jasa keagenan ini, peneliti menggunakan teknik penjodohan pola dimana data yang telah diperoleh melalui wawancara, observasi dan dokumentasi dianalisis dengan cara mencocokkan data tersebut dengan teori-teori dan konsep yang telah disusun. Untuk melakukan uji validasi data, peneliti menggunakan sistem triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini, data hasil penelitian yang telah didapat tidak langsung disimpulkan oleh peneliti. Namun, peneliti kemudian mencocokkan dengan apa yang terjadi di lapangan dengan menghubungi target sasaran dan menanyakan hal-hal mengenai apa yang dilakukan PT Pos Indonesia. Berdasarkan serangkaian penjelasan, peneliti menentukan tahap-tahap dalam penelitian studi kasus ini antara lain adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi dan membatasi masing-masing kasus; b. Menyusun pertanyaan penelitian; c. Menyusun kerangka teori dan konsep yang mendasari penelitian; d. Mengumpulkan data dengan wawancara, observasi langsung dan mempelajari dokumentasi serta rekam arsip; e. Mengorganisir data hasil penelitian; 42
f. Melakukan crosscheck data menggunakan teknik triagulasi, yaitu mencocokkan dengan apa yang terjadi di lapangan; g. Melakukan interpretasi dan analisis hasil penelitian berdasarkan konsep dan teori strategi komunikasi pemasaran; h. Menyajikan secara deskriptif. 5. Instrumen dan Lokasi Penelitian Alat pengumpulan data atau instrumen penelitian adalah peneliti sendiri, yang langsung terjun kelapangan dengan membawa pedoman wawancara (interview guide) yang telah disusun, alat perekam dan kamera untuk
mengambil
gambar.
Sedangkan
lokasi
penelitian
akan
dilangsungkan di tiga tempat. Pertama, penelitian dilakukan di Kantor Pusat PT Pos Indonesia yang beralamat di Graha Pos Indonesia Pusat, Gedung Wahana Bhakti Pos, Jalan Banda No.30 Bandung 40115, selanjutnya atas rekomendasi dari pusat untuk mendapatkan data pendukung,
penelitian selanjutnya dilakukan di Kantor Pos Besar
Yogyakarta dan Agenpos Sidoarum Yogyakarta.
43