BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Jamu merupakan warisan budaya Indonesia yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Meski zaman makin modern, konsumsi jamu di kalangan masyarakat Indonesia tak surut. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2010, lebih dari separuh atau sekitar 55,3 persen penduduk Indonesia mengonsumsi jamu dan 95 persennya menyatakan jamu bermanfaat untuk kesehatan (Liputan6.com, diakses tanggal 28 Mei 2014). Pada Konferensi Obat Tradisional ASEAN ke-3 di Surakarta pada tahun 2011 Menkes RI mengemukakan bahwa jamu cair menempati posisi teratas sebagai jenis obat tradisional yang paling banyak dikonsumsi. Setelah itu diikuti oleh jamu bubuk (43,99 persen), jamu seduh (20,43 persen) dan jamu yang dikemas secara modern dalam bentuk pil/kapsul/tabelt (11,58 persen) (Jaringnews.com diakses tanggal 28 Mei 2014). Ditengah serbuan beragam obat kesehatan modern, jamu hadir sebagai salah satu produk unggulan nasional yang mendapat sambutan positif masyarakat, berdasarkan data Kementrian Perdagangan, nilai impor obat tradisional dan herbal sepanjang tahun
2011 tercatat 40,5 juta dollar AS. Menurut Kajian Potensi
Pengembangan Pasar Jamu yang dilakukan oleh Kementrian Perdagangan pada tahun 2009, dalam aktivitas ekonominya, pasar industri jamu Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dengan nilai penjualan mencapai Rp 6 triliun, menciptakan tiga juta lapangan kerja, dan dengan daerah konsumen terbesar dipulau jawa mencapai 60% pada tahun 2007 (GP jamu, 2008). Dengan keunggulan komparatif yang dimiliki sebagai industri berbasis sumberdaya lokal, KADIN dalam visi 2030 dan Road Map Industri Nasional merekomendasikan jamu sebagai klaster industri unggulan penggerak pencipta lapangan kerja dan penurun angka kemiskinan dan atas dasar kearifan lokal dan potensi yang dimiliki produk Jamu, Kementrian Koordinator Bidang Ekonomi telah mencanangkan
1
2
gerakan “Jamu Brand Indonesia” sebagai bagian dari kegiatan menyatukan merk jamu dalam satu payung Brand Indonesia (Litbang Kementrian Perdagangan, 2009). Menilik data di atas bisa dikatakan bahwa industri jamu merupakan salah satu sektor yang menjanjikan. Tak mengherankan, seiring dengan tumbuh pesatnya industri jamu di Indonesia mulai bermuncullanlah berbagai merk jamu pabrikan diantaranya adalah Jamu Air Mancur, Nyonya Meneer, Djamu Djago, Sido Muncul, dan Bintang Toedjoe. Salah satu produk jamu yang digemari masyarakat di Indonesia adalah jamu cair masuk angin. Berdasarkan artikel dimajalah SWA tanggal 16 Mei 2013 Tolak Angin Sido Muncul merupakan market leader di Indonesia dan posisi kokoh mereka juga terlihat dengan keberhasilannya masuk pasar ekspor.Saat ini tolak angin sudah berada di seluruh dunia. Di negara-negara Amerika, Eropa, Australia, dan Singapura, produk tolak angin tersedia di jaringan Asian Stock dan Oriental Stock. Merek keluaran Sido Muncul ini menjadi top of mind setelah berhasil menaikkan positioning jamu (kuno) sebagai obat herbal yang modern melalui pencitraan „pintar‟. Strategi komunikasi dari Tolak Angin Sido Muncul ini salah satunya dengan mengusung tagline “orang pintar minum tolak angin”. Kuatnya posisi Tolak Angin Sido Muncul membuat produk pesaing harus mengerahkan kreatifitas extra dalam mengenalkan atau mempromosikan produknya agar bisa menyetarakan atau bahkan melebihi posisinya dengan sang market leader. Hal inilah yang nampaknya sedang dilakukan oleh Bintang Toedjoe Masuk Angin, produk jamu masuk angin cair yang dikeluarkan oleh Bintang Toedjoe. Bintang Toedjoe Masuk Angin merupakan produk yang memiliki kemiripan atau „nyaris‟ sama dengan produk lainnya (me too product); dalam hal ini Tolak Angin Sido Muncul. Sejak awal, Bintang Toedjoe Masuk Angin (BTMA) nampaknya menyadari hal ini, bahwa targeting, segmentasi dan preposition BTMA memang sama persis dengan Tolak Angin Sido Muncul (TASM). Harga yang hampir sama, menawarkan jenis produk yang sama bahkan desain packagingnya juga tak jauh berbeda. Oleh karena itu, BTMA melakukan perbedaan melalui strategi promosi salah satunya melalui iklan yang ditampilkan.
3
Salah satu elemen dari marketing mix adalah promosi, yang digunakan perusahaan untuk menggunakan dan memasarkan produknya. Promosi yang paling umum digunakan oleh perusahaan adalah periklanan. Iklan digunakan perusahaan untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan kembali sasaran atau masyarakat. Inti dari iklan adalah untuk memasukan sesuatu kedalam pikiran konsumen, mengubah persepsi konsumen, dan mendorong konsumen untuk bertindak Kotler (2003). Seperti yang kita tahu iklan merupakan salah satu komponen dari marketing mix yang menjadi komponen krusial dalam menjalin komunikasi dengan konsumennya terutama untuk usaha menghadapi pesaing. Iklan televisi merupakan memiliki contoh jenis iklan yang mempunyai daya persuasive yang tinggi. Iklan televisi juga memiliki jangkauan audiens yang luas serta mampu menyampaikan pesan secara audio dan visual. Televisi menurut Belch dan Belch (2007:338) adalah salah satu media yang sering digunakan untuk beriklan. Kemampuan televisi dalam menampilkan gambar, suara, gerakan dan warna membuat televisi memberikan peluang untuk iklan lebih kreatif. Iklan televisi adalah salah satu iklan berpengaruh paling efektif dalam mempengaruhi audience. Chan dan Xiao (2009:133) mengatakan bahwa iklan televisi mempunyai efek yang besar bagi audience, khususnya bagi para remaja. Karena iklan di televisi memberikan pengaruh pada pola hidup mereka. Sebagai product me too, tentu saja BTMA tidak bisa menembakkan pesan begitu saja, mereka harus mencari pesan yang bisa diserap audiens secara efektif. Mereka sadar betul bahwa citra TASM sudah sedemikian melekat sehingga mereka harus sedikit berinovasi dan melakukan kreatifitas yang berbeda agar menjadi buah bibir. Tanpa itu semua, pesan yang disampaikan tidak akan bergaung dengan maksimal. Pada akhirnya BTMA memutuskan melakukan strategi menyerang dengan keyword „bejo‟ untuk mencuri awareness masyarakat Indonesia. Berikut adalah cuplikan kalimat Butet Kertaredjasa dalam iklan pertama saat BTMA diluncurkan pertengahan tahun 2012 lalu.
4
“saya ini beruntung alias bejo. Orang malas kalah sama orang pintar. Orang pintar kalah sama orang bedjo. Meski bejo harus kerja, bisa bisa masuk angin loh. Masuk angin minum Bintang Toedjoe Masuk Angin. Aroma terapinya langsung hangat, angin langsung minggat. Istriku senang, lha bejoku guedeee. Orang bejo lebih beruntung dari orang pinter.” Dalam satu durasi iklan ini BTMA mengkomunikasikan banyak hal akan tetapi mencoba mempersuasi masyarakat untuk mengingat keyword bejo. Keyword bejo ini sangat mudah diingat dan diucapkan berulang ulang. Namun bukan itu saja, keyword ini juga mengingatkan audiens terhadap tagline tolak angin yang menonjolkan keyword „orang pintar‟. Paham „bejo‟ alias beruntung ini merupakan kepercayaan masyarakat Jawa sebagai representasi berkah dari Tuhan. Seperti halnya kepercayaan hoki atau peruntungan di etnis Tionghoa, faktor ini dipercaya tidak bisa dikalahkan oleh kondisi apapun, termasuk kepintaran. Tagline „orang bejo lebih beruntung dari orang pintar‟ tearamat jelas menyasar Tolak Angin yang mengusung tagline „Orang pintar minum tolak angin‟. BTMA mencoba mencari celah dan memanfaatkan kelemahan tagline TASM yang seolah-olah mengharuskan konsumen untuk „pintar‟ dulu jika ingin sembuh dari masuk angin. Berlawanan dari TASM, BTMA seakan ingin mengatakan kepada khalayak bahwa produknya bisa menyembuhkan setiap orang yang masuk angin, tidak peduli ia pintar atau tidak. Head to Head, mungkin kesimpulan inilah yang bisa menggambarkan „pertarungan‟ Bintang Toedjoe Masuk Angin melawan Tolak Angin Sido Muncul. Sebenarnya strategi „perang‟ seperti ini bukanlah hal baru dalam dunia periklanan. Menyerang market leader dengan terang terangan sudah jamak dilakukan oleh berbagai produk baik didalam maupun luar negeri. Awalnya iklan hanya menampilkan keunggulan produknya dengan menyisipkan humor-humor kecil dan menggunakan talent artis terkenal. Namun lama kelamaan dengan semakin ketatnya persaingan dalam dunia bisnis iklan-iklan tersebut yang sejatinya digunakan sebagai salah satu cara untuk memberi persuasi kepada calon konsumen
berubah
menjadi
sindiran
menjatuhkan
terhadap
competitor.
5
Uniknya, terdapat perbedaan antara kasus yang terjadi antara BTMA versus TASM dengan kasus perang iklan lainnya. Jika dalam kasus lain mereka cenderung saling berbalas-balasan, serangan BTMA ini cenderung tidak ditanggapi. TASM tidak membalas serangan dengan melempar tagline baru yang menyerang akan tetapi konsisten dengan keyword „pintar‟.Strategi kreatif yang gencar dilakukan oleh BTMA ini bukan lah tanpa resiko, alih-alih membentuk brand awareness untuk produknya sendri, BTMA malah mengingatkan konsumen akan produk lain yaitu Tolak Angin. Karena ia tidak memasarkan keunggulannya sendiri tapi malah seolah „menyindir‟ pesaingnya yang sudah mempuyai posisi kuat di benak konsumen. Namun demikian, setiap brand memiliki cara nya sendiri untuk menceritakan tentang produknya terhadap khalayak. Mereka harus mempunyai rute untuk bisa bercerita kepada konsumen dan membuat konsumen bercerita kembali tentang brand yang mereka miliki. Oleh karena itu, untuk bisa menceritakan dan diceritakan kembali, sebuah brand harus bisa membuat cerita yang own-able agar bisa membentuk persepsi positif dan tentu saja merubah perilaku konsumen. Maka dengan keyword „bejo‟ inilah BTMA mencoba menciptakan own-able story agar terlihat stand-out dalam kompetisi. Perang dari segi pesan ini akan sangat mempengaruhi persepsi konsumen karena pesan ini akan masuk ke otak atau atau aspek kognitif. Iklan dimanfaatkan perusahaan tidak hanya untuk berkomunikasi dengan para konsumen, tetapi juga dengan shareholders kini hingga nanti dan dapat dimanfaatkan untuk menciptakan keinginan jangka pendek serta memberikan efek menarik perhatian mereka (Fehle et al, 2004:4). Arora (2007:377) menjelaskan bahwa pesan memiliki pengaruh yang kuat dalam mengubah perilaku dan minat. Pesan yang berhubungan dengan atribut produk mampu secara signifikan mengubah kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut. Penelitian Fortunisa dan Agassi (2013) yang menyimpulkan pesan iklan berpengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian. Kotler dan Amstrong (2010:435) menyatakan bahwa dalam membuat pesan perlu memperhatikan isi pesan, struktur pesan, dan format pesan. Isi pesan
6
harus bersifat rasional, emosional, dan juga moral. Rasional menunjukkan keterkaitan antara keinginannya dengan barang yang ditawarkan. Emosional menunjukkan bahwa pesan yang disampaikan dapat berkaitan atau berpengaruh terhadap emosi audience, sentuhan moral berkaitan dengan kepekaan audience terhadap benar dan salah. Struktur pesan adalah bentuk pengambilan kesimpulan pada pesan tersebut. Pesan dapat secara langsung diambil kesimpulan atau terdapat beberapa argumen didalmnya. Format pesan berkaitan dengan warna, bentuk, suara, posisi, ukuran dari pesan tersebut. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai persepsi konsumen terhadap pesan dalam strategi iklan menyerang yang dilakukan BTMA. Persepsi konsumen merupakan sebuah proses konsumen untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan rangsangan-rangsangan yang diterima menjadi suatu bagian menyeluruh dan lengkap (Schiffman dan Kanuk, 2007:146). Kesan yang ditimbulkan berupa evaluasi positif atau negatif terhadap pesan yang disampaikan oleh BTMA. Proses dimulai dari adanya seleksi yang berasal dari stimulus yang diberikan oleh indera perangsang. Tahap selanjutnya adalah proses pengorganisasian dimana pengelompokkan informasi yang yang diterima oleh indra perangsang terjadi. Tahap terakhir adalah proses interpretasi atas stimulus yang diterima. Persepsi ini sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau seorang individu dimasa lampau yang kemudian dijadikan acuan. Oleh karena itu, persepsi sesorang bisa saja berbeda beda dan dipengaruhi banyak faktor. Atas dasar alasan itulah, peneliti tertarik untuk meneliti persepsi antara 2 kelompok responden dengan dua background berbeda yaitu mahasiswa komunikasi dan nonkomunikasi dalam menilai pesan dalam iklan ini. Dengan asumsi bahwa mahasiswa komunikasi memiliki pengalaman dan background pengetahuan mata kuliah periklanan dibanding dengan mahasiswa non komunikasi. Setiap konsumen memiliki persepsi yang berbeda terhadap berbagai hal, termasuk persepsi terhadap iklan pada media televisi. Perbedaan persepsi tersebut dapat dilihat berdasarkan karakteristik demografi konsumen, yaitu berdasarkan gender, usia, frekuensi melihat iklan, dan tingkat pendapatan atau pengeluaran.
7
Data
mengenai
karakteristik
segmen
konsumen
berdasarkan
demografi
dibutuhkan untuk mengetahui perbedaan persepsi yang diberikan oleh konsumen. Menurut Mahfoedz (2005:6), segmentasi demografis terdiri dari pembagian pasar dalam kelompok-kelompok berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan. Faktor-faktor demografis merupakan dasar untuk segmentasi kelompok konsumen. Alasan digunakannya variabel demografis adalah variabel ini lebih mudah diukur daripada variabel lain. Beberapa karakteristik yang ada dalam variabel demografi adalah usia, pendapatan, jenis kelamin dan pendidikan (Sumarwan, 2002:198). Setiap Demografi seseorang tentunya memiliki perbedaan-perbedaan, karena setiap individu
memiliki
kepribadian
masing-masing
yang
berbeda,
sehingga
menyebabkan setiap individu memiliki perilaku, sikap atau tanggapan yang berbeda-beda terhadap sebuah produk maupun jasa yang ditawarkan.Misalkan saja faktor usia, menurut Cathy Neal dkk berpendapat bahwa usia merupakan segmen budaya yang mendefinisikan pola dari perilaku (Regia, 2011). Faktor ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku individu konsumen, perhatian, selera, kemampuan beli, preferensi, serta komunikasi yang akan terbentuk mengenai suatu perusahaan. Kesimpulannya perbedaan usia menyebabkan perbedaan dari perilaku seseorang, persepsi atau cara pandang, cara memperoleh atau mengambil keputusan. Berdasarkan dari hasil uraiaan tersebut disimpulkan bahwa sebuah variabel demografi (yaitu: jenis kelamin, usia, pendidikan dan pendapatan) sangat berpengaruh terhadap persepsinya terhadap obyek tertentu. Hal tersebut disebabkan karena setiap demografi seseorang yang berbeda-beda memiliki tingkat kebutuhan dan pemahaman akan sebuah produk yang berbeda-beda pada setiap individu, sehingga setiap demografi seseorang secara langsung dapat mempengaruhi respon yang ditunjukkan oleh setiap konsumen. Berdasarkan penjelasan ini, maka terdapat peluang untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengintegrasikan variabel demografi dan variabel persepsi konsumen. Penelitian ini difokuskan kepada iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin yang menyerang Tolak Angin Sido Muncul yang ditayangkan ditelevisi Indonesia.
8
Kemudian persepsi konsumen akan ditinjau dari isi pesan dan format pesan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah strategi iklan yang menyerang seperti ini menciptakan persepsi baik atau negatif. Persepsi yang baik akan membuat seorang individu tertarik untuk membeli produk tersebut, sebaliknya jika persepsi negatif maka strategi iklan seperti ini membutuhkan re evaluasi agar semua usaha dan biaya yang digunakan untuk beriklan tidak terbuang sia-sia.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Adakah perbedaan persepsi antara mahasiswa komunikasi dan mahasiswa teknik terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin?
2.
Adakah perbedaan persepsi antara mahasiswa komunikasi dan mahasiswa teknik terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan : 1.
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara mahasiswa komunikasi dan mahasiswa teknik terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin.
2.
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan persepsi antara mahasiswa komunikasi dan mahasiswa teknik terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin.
D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi dan masukan bagi perusahaan mengenai persepsi konsumen terhadap iklan yang ditayangkan di televisi sehingga iklan yang akan datang lebih baik dipersepsikan oleh konsumen.
9
2. Bagi penulis Sebagai dasar untuk menambah pengetahuan di bidang manajemen pemasaran khususnya periklanan, serta melatih pola pikir dalam menganalisis suatu masalah. 2. Bagi Keilmuan Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian terdahulu sekaligus sumber referensi dan informasi bagi penelitian-penilitian selanjutnya.
E. Kerangka Pemikiran Untuk memasarkan sebuah produk, salah satu hal yang paling penting adalah strategi ko munikasi pemasaran yang jitu. Diantaranya adalah melalui iklan di televisi. Iklan yang merebut perhatian konsumen dan menimbulkan persepsi positif akan berdampak baik pada produk yang di iklankan. Oleh karenanya, membuat sebuah iklan yang memiliki ciri khas tersendiri menjadi sebuah hal yang wajib karena hal hal unik yang terdapat dalam iklan tersebut memberi stimulus pada panca indera konsumen yang kemudian terbentuk menjadi sebuah persepsi. Dibawah ini merupakan teori dan konsep yang terkait dengan penelitian ini: 1. Teori Elaboration Likelihood Model Teori elaboration likelihood model adalah teori yang menyatakan bahwa tingkat keterlibatan seseorang dalam pemrosesan pesan merupakan suatu faktor kritikal dalam menentukan rute persuasi yang efektif. Iklan sebagai alat komunikasi persuasi berfungsi sebagai pembangkit ketertarikan dan perhatian sehingga dapat membujuk konsumen untuk menggunakan produk yang diiklankan. Sebab, perilaku konsumen tidak timbul begitu saja melainkan melalui serangkaian proses kognitif sehingga konsumen akhirnya berubah sikap, yaitu dari tidak menyadari produk tersebut sampai pada minat untuk memakai dan membeli produk. Perubahan sikap konsumen tersebut dapat diterangkan melalui teori elaboration likelihood model (ELM) atau model kemungkinan elaborasi yang dikemukakan oleh Petty dan Caciopo (1986:7). Menurut mereka sewaktu individu dihadapkan dengan pesan persuasive atau iklan, ia akan memikirkan pesan tersebut. memikirkan argumentasi apa saja yang terkandung didalamnya
10
dan argumentasi apa yang tidak. Pemikiran pemikiran itulah yang membawa kepada penerimaan atau penolakan pesan yang disampaikan bukan pesan itu sendiri. Dengan kata lain, elaborasi adalah cara berpikir yang relevan dengan pesan (iklan) elama pemrosesan. Teori ELM ini menjelaskan ada dua jalur proses yang dapat dipilih oleh individu dalam memikirkan pesan iklan yang disampaikan. Pertama jalur sentral yang ditandai kecermatan, pemikiran hati hati, dan mendalam, pemrosesan informasi secara sistematik, penuh pertimbangan mengenai argumentasi yang dapat disimpulkan oleh pesan yang disampaikan. Hanya unsur unsur pesan (disebut argument) yang relevan dengan pembentukan opini bernalar yang berpengaruh. Kedua, jalur peripheral, ditandai dengan evaluasi pesan secara cepat dan efisien tanpa pemikiran yang mendalam bahkan hampir secara otomatis persuasi mendapat respon langsung dari individu (Petty and Tomala 2002:75). Lebih lanjut Petty dan Cacioppo dalam konsep ELM nya mengemukakan teori bahwa orang akan memilih jalur sentral jika mereka termotivasi untuk memikirkan informasi pesan dan mempunyai kemampuan untuk memahami argument ketika motivasi dan kemampuan penerima untuk memikirkan informasi pesan terbatas, penerima akan cenderung memilih jalur peripheral, menggunakan simple heuristic yang mengasosiasikannya dengan tanda tanda disekitar pesan (seperti kemenarikan pesan atau unsur lucu dalam pesan). Kinerja suatu iklan pada dasarnya menggunakan prinsip yang sama dengan teori ELM. Menurut abilasha, jalur sentral berfokus pada informasi tentang merk dan produk yang bersangkutan sedangkan jalur peripheral berfokus pada pembawaan aspek aspek iklan selain informasi yang dikomunikasikan seperti humor, lagu, slogan atau jingle serta bintang iklan. Selain itu, cara tengah (sentral) sangat berkaitan dengan perubahan sikap ketika motivasi atau kemampuan konsumen untuk menilai objek sikap tinggi yaitu perubahan sikap yang terjadi karena konsumen secara aktif mencari informasi yang berhubungan dengan obyek sikap itu sendiri. Jika konsumen ingin mengerahkan usaha untuk memahami, mempelajari, atau menilai informasi yang
11
tersedia mengenai obyek siap, pembelajaran, dan perubahan sikap yang terjadi melalui cara tengah. Sebaliknya jika motivasi atau ketrampilan menilai konsumen rendah (keterlibatan rendah), pembelajaran dan perubahan sikap cenderung terjadi melalui cara pinggir (peripheral) tanpa individu memfokuskan pada informasi yang berhubungan dengan obyek sikap itu sendiri. Model ini juga menyatakan bahwa proses perubahan sikap perlu mempertimbangjan faktor pemediasi dari proses persuasi, yaitu bobot (valence) dari jumlah pesan yang berkaitan dengan respon kognitif. Oleh karena itu, proses elaborasi seprti yang dijelaskan diatas menjadi sangat penting. Keunggulan model ini terletak pada langkah langkah yang digunakan dalam memandang persuasi (Ramdhani 2008:7), yaitu a. Menemukan kondisi persuasi yang perlu dimediasi oleh pemikiran yang berhubungan dengan pesan. b. Mempostulatkan bahwa mekanisme pheriperal alternative dapat diterapkan terhadap persuasi apabila kondisi yang disyaratkan tidak dapat dipenuhi. Petty dan Cacioppo mengusulkan beberapa postulat, diantaranya meliputi aspek persuasi mulai dari tujuan, asumsi, dan konsekuensi dari persuasi. Misalnya ELM mengasumsikan motif bawaan orang ketika memproses informasi adalah benar. Selain itu, kemungkinan elaborasi mempertahankan bahwa ada kontinum dalam elaborasi masyarakat tentang pesan pesan persuasif, yamg ditentukan oleh motivasi, kemampuan, dan kesempatan pada saat pengolahan. Petty dan Cacioppo mengungkapkan bahwa gagasan penting tentang pengoperasian proses persuasi adalah bahwa proses sentral dan perifer dapat teradi dan bersama sama mempengaruhi penilaian, sementara dampak relative terjadi pada elaborasi kemungkinan. Perubahan sikap tersebut dapat diterangkan melalui teori Elaboration Likelihood model ini. Menurut Petty dan Cacioppo, pada saat individu dihadapkan pada suatu pesan persuasive (iklan) ia akan memikirkan pesan tersebut, memikirkan argumentasi yang terdapat didalamnya dan argumentasi apa yang tidak. Pemikiran pemikiran inilah yang membawa kepada penerimaan atau
12
penolakan pesan yang disampaikan, bukan pesan itu sendiri. Dengan kata lain, Petty dan Cacioppo mnyimpulkan bahwa elaborasi adalah cara berfikir yang relevan dengan pesan (iklan) selama pemrosesan. 2. Iklan Menyerang (Attack Ad) Iklan menyerang ini pada awalnya jamak digunakan dalam kampanye politik, contohnya pada pemilihan presiden. Seperti misalnya pada pemilihan presiden Indonesia pada awal tahun 2014 terdapat sebuah iklan televisi yang menyerang Joko Widodo dengan tagline „Kutagih Janjimu‟. Iklan tersebut menampilkan video Joko Widodo saat berkampanye pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Iklan ini dimaksudkan untuk menyudutkan Joko Widodo atas janjinya yang akan mengabdi menjadi Gubernur DKI Jakarta selama 5 tahun namun ternyata janji tersebut tidak ditepati. Menurut Ansolabehere dan Iyengar pemilihan adalah sebuah zero sum game (1995). Dimana didalam zero sum game ini kesempatan seorang kandidat untuk menang berarti memperkecil kesempatan kandidat lain untuk menang. Karena seorang kandidat ingin memaksimalkan kesempatannya untuk menang, mereka harus memperhitungkan strategi lawan tanpa memperkecil kesempatannya untuk menang. Dari perspektif inilah, iklan menyerang ini biasanya bersifat menjatuhkan lawan daripada mempromosikan kelebihannya sendiri. Sehingga dalam prinsip attack ad ini yang lebih penting bukanlah mempromosikan diri sendiri tetapi menciptakan sebuah iklan yang destruktif terhadap musuhnya. Oleh karenanya, para pelaku kampanye menganggap attack ad ini sebagai negative ad yang mempunyai formula standar untuk mem-blok lawannya. Formula standar ini yaitu, tajam, suram, tanpa lelucon dan
terkadang kejam (Pfau, Parrott &
Lindquist, 1992). Lebih lanjut, menurut Procter dan Schenck-Hamlin didalam risetnya mengenai negative advertising dalam kampanye politik menyatakan bahwa negative ads bisa dieksplorasi melalui tipe iklan (attack, comparison, response), fokus penyerangan ( performance, orientation, ethics, qualifications, personality), dan terakhir yaitu tipe syarat pendukung terhadap serangan (undocumented facts, documented facts, narratives, testimony).
13
Ternyata, attack ad yang lazim pada iklam politik ini kini juga marak digunakan oleh para pengiklan produk sehari hari seperti operator ponsel, minuman ringan, perangkat elektronik dan produk jamu seprti yang diteliti dalam penelitian ini. tak jauh berbeda dengan iklan kampanye politik, dalam iklan produk produk ini persaingan juga bisa dikatakan zero sum game. Dimana kemenangan sebuah brand untuk mendominasi pasar memperkecil kesempatan brand lain untuk mendominasi. Format iklan yang digunakan pun tak jauh berbeda yaitu dengan menekankan pada keburukan produk pesaing dibandingkan mempromosikan produknya sendiri. Salah satu contohnya adalah iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin dimana mereka menyerang tagline produk Tolak Angin yang berbunyi „Orang Pintar Minum Tolak Angin‟ dengan mengeluarkan tagline berbunyi „Orang Bejo Minum Bintang Toedjoe Masuk Angin‟. Disini terlihat bahwa Bintang Toedjoe berusaha menggeser posisi Tolak Angin yang merupakan brand top of mind dengan menerapkan prinsip dari Attack Ad yaitu dengan cara memaksimalkan kesempatannya untuk mendominasi pasar dan memperkecil porsi dominasi dari Tolak Angin. Merek yang diserang ini biasanya membalas dengan tema iklan balasan. Menurut Istijanto, ciri iklan yang digunakan adalah perbandingan atau komparatif (2007: 226). Lain dengan attack ad yang dijelaskan diatas, attack ad jenis ini biasanya mempunyai tema yang berupaya merendahkan merek pesaing dan mengunggulkan mereknya sendiri. Misalnya pada iklan Gery Bismart yang menyerang merek iklan Biskuat dengan melemparkan tagline “Bisakuat aja nggak cukup”. Kata bisakuat disini sangat dekat dengan merek Biskuat. Iklan ini mengklaim bahwa Gery Bismart memiliki kelebihan Kolin. 3.
Pesan dalam iklan Pesan didalam iklan bertujuan untuk membuat audiens (konsumen)
memberikan tanggapan. Kotler (2002:632) menyatakan bahwa idealnya pesan tersebut mendapat perhatian (attention), menarik minat (interest), membangkitkan keinginan (desire), dan menyebabkan tindakan (action) atau yang biasa disebut model AIDA. Meski pada kenyataannya, hanya sedikit pesan mampu membawa konsumen melalui semua tahap mulai awareness hingga pembelian, tetapi
14
kerangka kerja AIDA tersebut memperlihatkan m utu yang diinginkan dari setiap komunikasi. Menurut Kotler (2002:633) perumusan pesan memerlukan pemecahan atas empat masalah, yaitu apa yang harus dikatakan (isi pesan), bagaimana mengatakannya secara logis (struktur pesan), bagaimana mengatakannya secara simbolis (format pesan), dan siapa yang harus mengatakannya (sumber pesan). 1) Isi Pesan (message content) Isi pesan adalah suatu rangkaian informasi mengenai suatu hal yang akan disampaikan,
meliputi
kemudahan
iklan
untuk
dipahami,
kemampuan
memberikan reaksi pada khalayak, dan besarnya manfaat pesan. Dalam menentukan isi pesan yang baik harus dicari daya tarik, tema , ide/usulan penjualan yang unik. Ada tiga daya tarik dalam menentukan isi pesan yaitu: a) Daya tarik rasional yaitu daya tarik yang menunjukkan bahwa produk tersebut akan menghasilkan manfaat yang dikatakan. b) Daya tarik emosional, yaitu mencoba membangkitkan emosi positif atau negatif yang akan memotivasi pembelian. Produk itu mungkin sama dengan pesaing, memilki asosiasi yang unik bagi konsumennya dan komunikasi harus menarik asosiasi ini. c) Daya tarik moral, yaitu daya tarik yang diarahkan pada perasaan audiens tentang apa yang benar dan tepat, biasanya digunakan untuk masalahmasalah sosial. 2) Struktur pesan Efektifitas suatu pesan tergantung pada struktur dan isinya. Dari penelitian didapatkan data bahwa ada dua kesimpulan yang disoroti yaitu argument sepihak dimana pengiklan membuat kesimpulan bagi audiens dan menempatkan informasi yang penting, sedangkan argument dua pihak yaitu pengiklan hanya menyajikan stimulus-stimulus dan mempersilahkan audiens untuk mengambil kesimpulan sendiri serta beberapa kali bagian penting dari informasi itu harus diulang dalam sebuah pesan. Dari kedua metode diatas mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing yaitu:
15
a) Pesan sepihak bekerja paling baik pada dengan audiens yang awalnya setuju dengan posisi komunikator, dan argument dua pihak bekerja paling baik pada audiens yang menentang. b) Pesan dua pihak akan lebih efektif pada audiens yang berpendidikan lebih baik. c) Pesan dua pihak cenderung lebih efektif pada audiens yang kemungkinan pernah menerima propaganda sebaliknya. d) Urutan penyajian, pemilihan metode diatas, tergantung pada audiens yang dituju dan kemudian digabungkan dengan urutan argument yang tepat bagi audiens tersebut. 3) Format pesan Format pesan adalah susunan pesan yang memuat bagaimana cara penyajian pesan secara simbolik meliputi kombinasi warna, ungkapan kata-kata, pengaruh musikal, dan ilustrasi gambar. Dalam format pesan komunikator harus memberikan suatu format yang kuat untuk pesannya. Dalam iklan cetak, komunikator harus memutuskan judul, kata-kata, ilustrasi dan warna. Jika pesan disampaikan melalui radio maka komunikator harus dengan teliti memilih kata, kualitas suara (kecepatan ucapan, irama, pola titik nada artikulasi) dan vokalisasi. Jika pesan disampaikan melalui televisi atau langsung secara pribadi, maka semua unsur tadi harus ditambah dengan bahasa tubuh (isyarat non verbal) harus direncanakan. 4) Sumber pesan Pesan yang disampaikan oleh sumber yang menarik atau terkenal akan lebih diperhatikan dan mudah diingat. Penggunaan orang-orang terkenal akan lebih efektif jika mereka dapat melambangkan atribut produk yang utama, tetapi yang penting adalah kredibilitas model iklan tersebut. Faktor-faktor yang melandasi kredibilitas sumber pesan adalah: a) Keahlian (expertise) adalah pengetahuan khusus yang dimiliki oleh komunikator untuk mendukung pesan yang akan disampaikan b) Kelayakan untuk dipercaya (trust worthiness) yang berkaitan dengan anggapan atas tingkat obyektifitas dan kejujuran sumberpesan itu.
16
c) Kemampuan untuk disukai (liability), menunjukkan daya tarik sumber dimata pelanggan. 4. Perilaku Konsumen Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah ´Consumer behavior can bedefined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, anddisposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs. Pengertian tersebutberarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasidan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan
konsumen
untuk
dapat
memuaskan
kebutuhannya
dengan
mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. Selain itu perilaku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: ´Consumer behavior may redefined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring,using, or disposing of goods and services” Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah prosespengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individudalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasajasa. Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: ´the various facets of thedecision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product‟. Ebert dan Griffin menjelaskan consumer behavior sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi. Tak jauh berbeda dari mereka, Wozniak dalam (Umar, 2003:11) menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah suatu bagian dari aktivitas-aktivitas kehidupan manusia, termasuk segala sesuatu yang teringat olehnya akan barang atau jasa yang dapat diupayakan sehingga ia akhirnya menjadi konsumen. Sementara menurut Setiadi (2003:3 ), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk
17
atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen ini penting untuk dikaji karena perilaku konsumen tidak konstan akan tetapi memiliki dinamika. Sifat dasar manusia sebagai makhluk sosial mengharuskan mereka untuk selalu beinteraksi dengan lingkungan dan orang sekitar yang pada akhirnya membuat perilaku mereka juga berubah sesuai dengan lingkungannya. Perubahan perilaku konsumen ini terjadi dalam waktu yang tidak ditentukan tergantung dengan lingkungan yang dimana mereka tinggal. Perilaku konsumen ini juga penting dalam proses pengambilan keputusan, karena keputusan yang diambil oleh konsumen diambil berdasarkan alasan-alasan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Proses pengambilan keputusan konsumen ini berhubungan erat faktor internal dan eksternal. 5. Persepsi Konsumen Menurut Marty Neumeier dalam The Brand Gap (2006), branding bukanlah logo, corporate identity, atau juga slogan. Logo, simbol, monogram, dan emblem sebenarnya adalah trade mark. Mereka ada karena berdiri sebagai simbol dari branding. Brand juga bukanlah sistem corporate identity. Sistem ini lebih bertugas khusus untuk melakukan fungsi kontrol terhadap aplikasi trademark untuk publikasi perusahaan, iklan, stationery, house style, dan lainnya. Brand juga bukan produk. Brand adalah emosi atau perasaan yang timbul terhadap sebuah produk, jasa, atau perusahaan. Intinya, brand bisa dirasakan efeknya di benak masyarakat konsumen. Brand bukan hanya hidup di luar, bertugas menyentuh sisi kognitif dan emosional konsumen, melainkan juga bersenyawa di dalam tubuh perusahaan. Brand adalah jiwa, adalah filosofi. Brand yang baik selalu mendiferensiasikan produk. Oleh karena itu sebuah brand image yang memiliki kedekatan emosional dengan para konsumennya akan mempengaruhi persepsi yang muncul dari konsumen. Dengan adanya persepsi, seseorang akan mempunyai gambaran tersendiri terhadap produk yang mungkin saja berbeda dengan orang lain.
18
Seseorang berperilaku seringkali berdasar dari persepsi yang mereka rasakan bukan berdasarkan fakta atau realitas yang mereka lihat. Menurut Rismiati dan Suratno (2001:255) persepsi adalah suatu proses suatu individu memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia. Dua orang yang menhgadapi situasi yang sama mungkin akan memiliki persepsi berbeda. Persepsi menurut Shiffman dan Kanuk (2000:72) adalah proses dimana seorang individu memilih, mengorganisasikan, menginterpretasikan stimuli atau dorongan ke dalam gambaran dunia yng bermakna. Mereka beranggapan bahwa persepsi akan sesuatu hal berasal dari interaksi dua jenis faktor yaitu (Schiffman&Kanuk, 2000:72): a. Faktor stimulus Menciptakan suatu karakteristik obyek secara fisik seperti ukuran, warna, berat, dan bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristiknya akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indra manusia, sehingga memberi persepsi terhdap produk yang dilihatnya. b. Faktor Individu Karakteristik individu yang termasuk didalamnya tidak hanya dalam proses panca indra tetapi juga pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri. Terdapat tiga proses persepsi yang menyebabkan seseorang dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap rangsangan yang sama, antara lain (Simamora, 2003:12-13): a. Perhatian yang selektif (Eksposure Selektif) Perhatian yang selektif berarti harus mampu menarik perhatian konsumen, dimana pesan yang akan disampaikan akan hilang bagi kebanyakan orang yang tidak berada dalam pasar untuk produk tersebut, kecuali untuk pesan yang menonjol atau dominan yang mengelilingi konsumen tersebut. b. Gangguan yang selektif (Distorsi Selektif) Disrtorsi selektif ini menggambarkan kecenderungan orang untuk meramu informasi untuk kepentingan pribadi. Konsumen biasanya lebih suka menafsirkan
19
informasi dengan cara yang lebih mendukung dari pada menentang konsepsikonsepsi yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pemasar harus berupaya memahami susunan pemikiran konsumen dan dampak serta interpretasi iklan dan produk mereka. c. Mengingat Kembali yang selektif (Retensi yang selektif) Mengingat yang selektif berarti mereka akan mengingat apa yang akan dikatakan sebagai unggulan suatu produk dan melupakan apa yang dikatakan pesaing. 5.1 Elemen-Elemen Persepsi Elemen-elemen dalam persepsi dibagi menjadi 4, yaitu: 1. Subliminal Perception Suatu kondisi dimana seorang individu dirangsang oleh tingkat kesadarannya yaitu mampu mengenali rangsangan tanpa menyadari bahwa telah melakukan hal tersebut. dalam keadaan ini rangsangan yang sangat lemah atau singkat sudah cukup kuat untuk dikenali atau diketahui oleh satu atau lebih sel receptor. Stimuli yang pada awalnya terlalu lemah, atau terlalu cepat dan terus menerus diperdengarkan, diperlihatkan, dan diperlukan bisa menjadi kekuatan yang cukup besar diterima daan dikenali oleh receptor 2. Sensation Respon langsung dari organ-organ sensor terhadap stimuli yang diberikan. Stimuli adalah beberapa unit masukan terhadap beberapa indera. Sensory receptor adalah organ-organ manusia yang menerima masukan-masukan sensor yaiti panca indera. Sensation juga merupakan respon langsung dari organ-organ sensor terhadap stimui yang diberikan (seperti iklan. Kemasan dan , merek) 3. The Absolute Treshold Level terendah dimana seorang individu dapat merasakan sensasi yang didapatkan dari pengalaman-pengalamannya. The absolute threshold juga merupakan tingkatan paling rendah dimana seorang individu
bisa
20
mengalami sensasi yaitu suatu titik dimana seseorang tidak bisa mencari perbedaan antara „sesuatu‟ dengan „bukan sesuatu‟ (antara ada dan tiada) 4. The Differential Treshold Perbedaan terkecil pada intensitas stimulus yang dapat terlihaat oleh seseorang. Produk, merk, dan harga merupakan sebagian kecil dari stimuli yang mengenai konsumen. Reaksi konsumen tehadap stimuli tergantung pada bagaimana stimuli tersebut diproses oleh konsumen. Proses penerimaan atau penolakan respon atas stimuli setiap konsumen berbedabeda. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu objek, oleh karenanya persepsi memiliki sifat subjektif. Persepsi yang terbentuk dipikiran seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitar. Gambar berikut ini menjelaskan mengenai bagaimana stimuli ditangkap melalui indera (sensasi) dan kemudian diproses oleh penerima stimulus (persepsi).
Proses Perseptual Penglihatan
sensasi
Pemberi arti
Suara Bau
Inderapenerima
perhatian
interpretasi
persepsi
tanggapan
Rasa
Sumber : Diadaptasi Dari Michael R. Solomon (1996), Consumer Behavior, Prentice-Hall 5.2 Stimulasi pemasaran dan persepsi konsumen Stimuli atau stimulus merupakan bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang dapat mempengaruhi individu. Stimulasi terdiri dari 2 bentuk yaitu:
21
1. Stimulasi pemasaran Stimulasi pemasaran adalah setiap komunikasi atau stimulasi fisik yang didesain untuk mempengaruhi konsumen. Produk dan komponen-komponennya seperti kemasan, isi, dan ciri-ciri fisik adalah stimuli utama. Komunikasi yang didesain untuk mempengaruhi konsumen adalah stimulasi tambahan yang merepresentasikan produk seperti kata-kata, gambar atau symbol atau melalui stimuli yang lain yang diasosiasikan dengan produk seperti harga, toko, tempat produk dijual, dan pengaruh sales. Stimulus tambahan ini tidak dimaksudkan untuk mendapat keuntungan secara langsung akan tetapi untuk memberikan bujukan kepada konsumen agar memutuskan untuk melakukan pembelian Dalam stimuli tambahan ini yang diperlukan adalah konsep produk, konsep produk adalah himpunan manfaat produk yang dapat diarahkan pada kebutuhan yang didefinisikan kepada kelompok konsumen melalui pesan, symbol, dan citra. Konsep produk ini merupakan pengelolaan stimulasi tambahan atau sekunder yang
kemudian
menetukan
posisi
produk
didalam
masyarakat
dan
dikomunikasikan terhadap konsumen.
2. Stimulasi lingkungan (social dan budaya) Stimuli lingkungan adalah stimuli fisik yang didesain untuk mempengaruhi keadaan lingkungan. Ada 2 faktor kunci yang menentukan stimuli akan dirasakan dan bagaimana stimuli tersebut dipersepsi, yaitu : a. Karakteristik stimulus yang mempengaruhi persepsi, karakteristik ini dibagi jadi 2 kelompok yaitu element indrawi (censory) dan elemen structural. b. Kemampuan konsumen untuk mendeteksi perbedaan suara, cahaya, bau atau stimuli lainnya dipengaruhi oleh tingkat ambang batasnya. Perilaku konsumen yang terkait dengan persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumen dilihat secara individual, lingkungan sekitar konsumen, dan strategi pemasaran yang dilakukan. Konsumen secara individual berdasarkan persepsi, karakteristik atas merk, sikap, kondisi geografis serta gaya hidup yang dilakukan oleh konsumen. Lingkungan sekitar konsumen berasal dari
22
lingkungan makro. Lingkungan makro ini kemudian terbagi menjadi dalam beberapa kelompok. Salah satu kelompok yang ingin diukur dalam penelitian ini adalah kondisi demografi konsumen. Menurut Belk (1975 dalam Magdalena, 2005), ada lima karakteristik pengaruh situasional yang mempengaruhi perilaku pembelian konsumen, yaitu: a. Physical surrounding (lingkungan fisik) merupakan fitur situasi terlihat, misalnya lokasi geografis dan institusional, dekorasi, suara, aroma, pencahayaan, serta konfigurasi barang dagangan atau material lain yang berada di sekeliling rangsangan produk. b. Social surrounding (lingkungan social) merupakan individu yang hadir selama proses komunikasi, meliputi: kehadiran orang lain, karakteristik orang orang yang hadir pada situasi tersebut, peranan nyata orang orang yang hadir, dan interaksi interpersonal. c. Temporal perspective (perspektif waktu) merupakan dimensi situasi yang dapat dispesifiksikan ke dalam unit waktu dan situasi, contohnya kejadian tertentu ketika perilaku pembelian terjadi (hari, bulan, musim); kejadian dimasa lalu atau dimasa mendatang, sebagai contoh ketika pembelian berakhir d. Task definition
(definisi tugas ) merupakan tujuan atau sasaran yang
dimiliki konsumen dalam situasi tertentu atau prasyarat untuk memilih, atau spesifikasi pilihan. e. Antecendent state (pernyataan anteseden) merupakan perasaan (mood) sementara, seperti rasa cemas atau gembira atau kondisi yang membawa konsumen kedalam situasi, seperti kondisi pada saat memegang uang tunai Lebih. Selain itu, kondisi demografi konsumen adalah suatu kelompok yang membentuk pasar dan menentukan pasar yang ada pada perilaku konsumen. Kondisi demografi diukur berdasarkan umur, jenis kelamin, yingkat pendidikan, penghasilan, kondisi rumah tangga dan lain sebagainya.
23
F. Kerangka Konsep Iklan harusnya dibuat untuk membentuk persepsi terhadap sebuah produk, sesuai dengan keinginan si pembuat iklan. Ilustrasi gambar, bahasa, bahkan warna, dan media yang digunakan pun harus disesuaikan dengan tujuan. Sesuai fungsinya, antara lain memang untuk mendongkrak penjualan serta menaikkan image produk atau perusahaan. Karena persaingan bisnis yang semakin kompetitif maka keadaan ini dimanfaatkan oleh para produsen untuk mengiklankan produknya dengan cara yang unik dan berbeda, salah satunya adalah dengan menyerang competitor. Didalam penelitian ini akan dibahas mengenai perang iklan yang terjadi antara Tolak Angin Sido Muncul (TASM) dan Bintang Toedjoe Masuk Angin BTMA yang sempat mencuri perhatian di saat peluncurannya dengan menantang langsung sang pemimpin pasar - Tolak Angin Sidomuncul
dengan iklan
ditelevisi. Iklan BTMA ini bercerita tentang Sipenjaga toko berbincang dengan seorang pembeli yang sedikit kelihatan “bego. Kemudian si penjaga toko mengintimidasinya dengan pertanyaan yang aneh-aneh yang tidak bisa dijawabnya. Akhirnya muncul tagline, “minum tolak angin aja kok mesti pintar”, “ BTMA semua bisa minum”. Pada intinya, Bintangin ingin mengkomunikasikan tagline "Semua Orang Boleh Minum" dengan eksekusi yang mencoba menohok Tolak Angin Sidomuncul dengan pesan "Gak Harus Pintar Untuk Minum Jamu Tolak Angin" yang jelas-jelas menyerang tagline "Orang Pintar Minum Tolak Angin". Bagi orang awam tentu dengan sangat akurat akan mengasosiasikan iklan ini sebagai „serangan‟ terhadap Jamu Tolak Angin produksi Sido Muncul. Dengan format BTMA yang juga masuk disegment jamu tolak angin sachet tentu kehadiran Bintangin adalah perang terbuka dengan Sido Muncul, atau hampir sama dengan Kasus Perang Mie Sedaap VS Indomie atau Indofood dengan Wings. Sebagai leader dipasar, Sido Muncul adalah pelopor jamu tolak angin sachet yang menikmati pasar jamu tolak angin nyaris tanpa competitor, kemudian Bintangin mencoba menyainginya dengan cara menyerang tagline Tolak Angin
24
dan berusaha merontokkan citranya. Bintangin berusaha memperebutkan persepsi masyarakat agar Bintangin lebih menempel dibenak masyarakat. Bisa dikatakan bahwa bintangin mencoba merebut dominasi dari produk Tolak Angin Sido Muncul. Pada kasus Bintang Toedjoe vs Sido Muncul ini terdapat fenomena pergeseran makna iklan yang semula hanya bersifat persuasive dan menonjolkan keunggulan sendiri berubah menjadi saling menjatuhkan dan tanpa menonjolkan keunggulan produknya. Hal ini juga dilakukan oleh Bintangin dengan taglinenya . Gak Harus Pintar Untuk Minum Jamu Tolak Angin” . Dapat dilihat bahwa tagline tersebut sama sekali tidak memperlihatkan atau menyatakan keunggulan dari Bintangin akan tetapi hanya menyerang Tolak angin. Iklan terssebut hanya berusaha merontokkan citra tolak angin dan merubah persepsi masyarakat tanpa adanya kelebihan produk Bintangi yang seharusnya dinyatakan seperti iklan pada umumnya. Seperti yang sudah dijelaskan diatas salah satu perilaku konsumen Indonesia adalah berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri. Maka dari itu iklan-iklan yang unik menggelitik sperti ini memang tampaknya akan menarik perhatian masyarakat namun apakah iklan seperti ini benar-benar berpengaruh terhadap persepsi masyarakat akan sebuah brand atau produk selanjutnya dibahas dipenelitian ini. Maka dari itu, penelitian ini ingin membahas persepsi konsumen terhadap iklan BTMA dari segi pesam. Persepsi disini yang dimaksud didalam penelitian ini adalah suatu proses individu memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia. Persepsi itulah yang terbentuk dibenak masyarakat dan berperan penting terhadap pengambilan keputusan pembelian. Didalam penelitian ini akan diteliti bagaimanakah persepsi konsumen terhadap iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Menurut Schiffman & Kanuk (2000:72) persepsi individu (individu disini adalah
25
para konsumen yang melihat kedua iklan produk tersebut) terhadap sesuatu dibentuk karena dua faktor yaitu: a. Faktor stimulus Menciptakan suatu karakteristik obyek secara fisik seperti ukuran, warna, berat, dan bentuk. Tampilan suatu produk baik kemasan maupun karakteristiknya akan mampu menciptakan suatu rangsangan pada indra manusia, sehingga memberi persepsi terhdap produk yang dilihatnya. b. Faktor Individu Karakteristik individu yang termasuk didalamnya tidak hanya dalam proses panca indra tetapi juga pengalaman yang serupa dan dorongan utama serta harapan dari individu itu sendiri. Berdasarkan teori teori yang dikemukakan diatas maka kerangka konsep dapat dijabarkan sebagai berikut :
Persepsi Mahasiswa Komunikasi (y1)
Isi Pesan (x1)
Persepsi Positif Negatif
Persepsi Mahasiswa Teknik (y2)
Format Pesan (x2)
Hasil penelitian
Analisis kuantitatif
26
G. Definisi Operasional Variabel
Definisi
Indikator
Skala Pengukuran(Likert)
Isi Pesan
Isi pesan adalah suatu
1. Kemudahan
1. Sangat tidak setuju
rangkaian informasi
pesan untuk
2. Tidak setuju
mengenai suatu hal
diingat
3. Ragu-Ragu
yang akan
2.Daya Tarik
4.Setuju
disampaikan, meliputi
Pesan
5.Sangat Setuju
kemudahan iklan
3. Kepercayaan
untuk dipahami,
terhadap isi pesan
kemampuan
4. pesan berisi
memberikan reaksi
keunggulan
pada khalayak, dan
produk
besarnya manfaat pesan. Format Pesan
Merupakan susunan
1. Visual yang
1. Sangat tidak setuju
pesan yang memuat
ditampilkan
2. Tidak setuju
bagaimana
2. Daya Tarik
3. Ragu-Ragu
menyatakan pesan
Ungkapan kata-
4.Setuju
secara simbolik, yaitu
kata Tagline
5.Sangat Setuju
melalui symbol
3.Selebrity
symbol seperti music,
Endorser dapat
kalimat, kata kata,
menyampaikan
warna gambar dan
informasi dengan
sebagainya.
baik.
27
H. Hipotesa Berdasarkan landasan teori dan tinjauan empiris yang ada, hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :
Ho1 : Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ha1 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ho2 : Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ha2 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin.
I.
Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena analisanya akan berdasarkan angka-angka sehingga gejala-gejala yang diteliti dapat diukur dengan menggunakan skala-skala, tabel, indeks atau rumus-rumus yang menggunakan perhitungan matematis. Sementara metode dari penelitian ini yaitu survey. Pada umumnya pengertian survey dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Penelitian survey adalah penelitian-penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan mengunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. 2. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek/subjek keseluruhan yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi bisa saja tidak berbentuk orang tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah tetapi juga karakteristik yang terdapat diobjek atau subjek tersebut.
28
Sementara itu sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Maka dari itu sampel yang diambil dari populasi harus benarbenar representative karena apa yang dipelajari dari sampel tersebut harus bisa diberlakukan dalam populasi. Sementara sampel dalam penelitian ini diambil dengan rumus Yamane dikarenakan jumlah populasi yang besar. n
N Nd 2 1
Keterangan: n : ukuran sampel N : ukuran populasi d : batas toleransi kesalahan pengambilan sampel yang digunakan
atau
prosentase kelonggaran kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada angkatan 20122014 dan mahasiswa jurusan Diploma Teknik Elektro Universitas Gadjah mada angkatan 2011-2013. Dari semuanya didapat jumlah populasi 840, kemudian dengan rumus diatas dengan batas toleransi 0,1 didapat jumlah sampel sebanyak 90 orang. Berdasarkan jumlah sampel tersebut, peneliti mengambil sampel untuk mahasiswa jurusan komunikasi sebanyak 45 orang dan untuk jurusan Teknik Elektro sebanyak 45 orang. 3. Pengukuran Variabel Cara pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert. Skala Likert ini digunakan karena biasanya cara ini dipakai untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2010:120). Dalam skala Likert terdapat dua pernyataan, yaitu pernyataan positif yang mengukur sikap positif dan pernyataan negative untuk menggambarkan sikap negative pada objek. Skor pernyataan negative dimulai dari 5 untuk Sangat Tidak Setuju (STS), 4 untuk Tidak Setuju (TS), 3 untuk Netral atau Tidak Pasti (N), 2 untuk Setuju (S), dan 1 untuk Sangat Setuju). Sementara untuk pernyataan
29
positif dimulai dari 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS), 2 untuk Tidak Setuju (TS), 3 untuk Netral atau Tidak Pasti (N), 2 untuk Setuju (S), dan 1 untuk Sangat Setuju). 4. Pengumpulan Data Pengumpulan data di penelitian ini dilakukan dengan cara membagikan kuesioner penelitian kepada responden yang telah dipilih sebelumnya. Kemudian data dari lembar kuesioner tersebut diolah dan ditelaah sesuai dengan tujuan penelitian. 5.Sumber Data a. Data Primer Data primer yng dibutuhkan dalam penelitian ini adalah jawaban yang didapat dari lembar kuesioner yang diberikan kepada responden. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer ataupun oleh pihak lain misal dalam bentuk tabel maupun diagram (Umar, 2011: 42). Dalam penelitian ini data sekunder yang dimaksud adalah data responden yang ditampilkan dalam bentuk tabel.Selain itu data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari studi pustaka, penelitian-penelitian sebelumnya dan juga berbagai sumber diinternet. 6.Uji Coba Instrumen Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Oleh karena itu perlu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui keampuhan suatu instrumen penelitian untuk dapat digunakan sebagai alat penelitian.
Subyek uji coba yang diambil adalah
30 mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. a. Uji Validitas Pengujian validitas
adalah pengujian
yang digunakan untuk
mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Nilai validitas dicari dengan menggunakan rumus koefisien korelasi Product Moment dari Kalr Pearson (Arikunto, 2010: 170). Adapun kriteria pengambilan keputusan untuk menentukan valid atau tidaknya
30
instrumen penelitian, adalah jika r hitung sama dengan atau lebih besar dari harga r tabel pada taraf signifikan 5%. Jika r hitung diperoleh lebih kecil dari harga r pada tabel taraf signifikan 5%, maka butir instrumen yang dimaksud dikatakan tidak valid. Butir instrumen yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian selanjutnya dianggap gugur. b. Uji Reliabilitas Instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut cukup baik sehingga mampu mengungkap data yang dapat dipercaya. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana suatu pengukuran dapat memberikan hasil yang relatif sama bila dilakukan pengukuran kembali pada subyak yang sama.
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Cronbach Alpha
(Arikunto, 2010: 196). Dalam penelitian ini untuk melihat apakah reliabel atau tidak dengan menggunakan Cronbach alpha. Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel apabila r hitung > 0,6. Bila r hitung < 0,6 maka instrumen tersebut tidak reliabel, butir instrumen yang tidak reliabel tidak digunakan dalam penelitian selanjutnya dianggap gugur. 7. Analisis Data a. Analisis Diskriptif Digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian sehingga diketahui sebaran datanya. Data yang diperoleh dari lapangan disajikan dalam bentuk deskripsi data dari masing-masing variabel bebas maupun variabel terikat. Analisis deskripsi data yang dimaksud meliputi penyajian mean, median, modus, tabel distribusi frekuensi, histogram dan tabel kategori kecenderungan masing-masing variabel. 1) Mean, median, modus Mean merupakan rata-rata hitung dari suatu data. Mean dihitung dari jumlah seluruh nilai pada data dibagi banyaknya data. Median merupakan nilai tengah data bila nilai-nilai dari data disusun urut menurut besarnya data. Modus merupakan nilai data yang paling sering muncul atau nilai data dengan frekuensi terbesar. Penentuan mean, median, dan modus dilakukan dengan bantuan SPSS.
31
2) Tabel distribusi frekuensi a) Menentukan kelas interval Untuk menentukan panjang interval digunakan rumus Sturges yaitu: K=1+3,3.log n Keterangan : K
: Jumlah kelas interval
n
: Jumlah data observasi
log
: Logaritma
b) Menghitung rentang data Untuk menghitung rentang data digunakan rumus berikut: Rentang = skor tertinggi – skor terendah c) Menentukan panjang kelas Untuk menentukan panjang kelas digunakan rumus sebagai berikut: Panjang kelas = rentang/jumlah kelas 3) Histogram Histogram dibuat berdasarkan data frekuensi yang telah ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi. 4) Tabel kecenderungan variabel Deskripsi selanjutnya adalah melakukan pengkategorian skor yang diperoleh dari masing-masing variabel. Dari skor tersebut kemudian dibagi dalam 2 kategori kecenderungan variabel yaitu: (Hadi, 2003:135) Nilai 3,00 s/d 5,00 = Positif Nilai 1,00 s/d 2,99 = Negatif b. Uji Persyarat Analisis Data 1) Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah data berdistribusi normal ataukah tidak. Dalam penelitian ini menggunakan Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test, dimana pengambilan keputusan adalah dengan melihat angka probabilitas signifikansinya. Apabila lebih besar dari signifikansi 0,05, maka data berdistribusi normal (Ghozali, 2001). 2) Uji Homogenitas
32
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil dari populasi memiliki varian yang sama atau tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan satu sama lain. Untuk mengkaji homogenitas varians perlu dilakukan uji statistik (test of variance) pada distribusi skor kelompokkelompok yang bersangkutan. Kriterianya yaitu apa bila F hitung lebih kecil dari F tabel maka variannya homogen, sebaliknya jika F hitung lebih besar dari F tabel maka variannya tidak homogen. c. Pengujian Hipotesis Teknik analisis dilaksanakan dengan menggunakan uji beda T-test untuk menguji perbedaan persepsi responden berdasarkan gender, usia, pendapatan, frekuensi melihat iklan, dan pernah tidaknya mengkonsumsi terhadap strategi menyerang iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Uji beda Ttest digunakan untuk menentukan apakah dua sampel yang tidak berhubungan memiliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji beda T-test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai rata-rata dengan standar error dari perbedaan rata-rata dua sampel. Standar error perbedaan dalam nilai rata-rata terdistribusi secara normal. Jadi tujuan uji beda T-test adalah membandingkan rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lain (Ghozali, 2006). Hipotesis yang ditentukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Ho1 : Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ha1 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap isi pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ho2 : Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Ha2 : Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa terhadap format pesan dalam iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Langkah-langkah pengujian hipotesis : 1) Membuat formulasi uji hipotesis 2) Menentukan besarnya α untuk mengetahui tingkat signifikasi hasil pengolahan data. Nilai α ditetapkan 5 % atau tingkat keyakinan 95 %.
33
3) Kriteria pengujian hipotesis : - Jika nilai signifikan ≤ , maka hipotesis diterima - Jika nilai signifikan>, maka hipotesis ditolak 4) Pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengujian 8. Limitasi Penelitian Limitasi penelitian disini menunjukkan keterbatasan penelitian baik secara cakupan, metodologi, maupun hasil. Limitasi penelitian juga dibuat untuk membuat penelitian lebih fokus agar pembahasan tidak melebar. Maka dari itu, limitasi penelitian ini meliputi: a.Pengukuran persepsi dipenelitian ini hanya berdasarkan pesan iklan b.Subyek penelitian hanya mahasiswa komunikasi UGM tahun 2011-2013 dan mahasiswa Diploma Teknik Elektro UGM angkatan 2012-2014.