1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses yang dinamis dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Perubahan tersebut senantiasa mendapat respon dari stakeholder pendidikan untuk memformulasikan gagasan dan konsep mutakhir untuk melakukan inovasi agar pendidikan yang diselenggarakan dapat selaras dengan tuntutan tersebut. Pelaksanaan inovasi pendidikan, seperti inovasi kurikulum, tidak dapat dipisahkan dari inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri. Banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh pemerintah selama beberapa dekade terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), guru pamong, sekolah persiapan pembangunan, Sekolah kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar Jarak Jauh, SMP Terbuka, dan yang lainya, namun implementasi inovasi tersebut kurang menunjukkan keberhasilan, bahkan tidak jarang proses inovasi tersebut hilang tanpa evaluasi yang jelas. Inovasi dalam bidang pendidikan sangat diperlukan karena terkait dengan masalah relevansi, mutu, efisiensi, efektifitas dan masalah struktur. Selain itu, proses inovasi memiliki karakteristik mengenai adanya kebutuhan, kejelasan, kompleksitas, kualitas dan kepraktisan yang berjalan karakteristik masyarakat local, maka dibutuhkan peran agen pembaharu untuk menunjang keberhasilan proses inovasi pendidikan. Havelock (1995) mengemukakan agen pembaharu sebagai “the principal actors in any organization effort, change agents play many roles, including leaders, facilitators, negotiators and advisors”. Lebih lanjut Smither mengatakan, baik secara internal maupun eksternal, seorang agen pembaharu harus memiliki 4 karakteristik, yaitu:
1)
memiliki
ketrampilan
komunikasi
interpersonal
(interpersonal
communication skills), 2) memiliki kapabilitas pemecahan masalah (theory based problem solving capability), 3) memiliki kemampuan edukasional (educational skills), dan 4) memiliki kesadaran diri sendiri (self awareness). Kehadiran agen pembaharu diharapkan dapat menjadi stimulus untuk pencapaian tujuan inovasi pendidikan. Sehubungan dengan itu, makalah ini mengkaji peran agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan.
2
B. Permasalahan Permasalahan yang dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah peran agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan? 2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan? 3. Bagaimana strategi meningkatkan peran guru sebagai agen pembaharu? C. Tujuan Penulisan Makalah Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Untuk mengetatahui peran agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan. 2. Untuk mengetatahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan. 3. Untuk mengetatahui strategi meningkatkan peran guru sebagai agen pembaharu.
3
BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Agen Pembaharu Usaha-usaha pembangunan suatu masyarakat selalu ditandai oleh adanya sejumlah orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang disebut sebagai agen rubahan. Nama yang diberikan sesuai dengan misi yang ingin dibawa, yakni membuat suatu perubahan yang berarti bagi sekelompok orang. Menurut Soekanto (1992: 273), pihakpihak yang menghendaki perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Havelock (1995) mengemukakan bahwa agen pembaharu adalah orang yang membantu terlaksananya perubahan sosial atau suatu inovasi berencana. Ibrahim (1988: 100) mengemukakan bahwa agen pembaharu (change agent) ialah orang yang bertugas mempengaruhi klin agar mau menerima inovasi sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh pengusaha pembaharu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Rogers (1983: 313) bahwa: An wide variety of occupations fit our definition of change agent: teacher, consultants, public health workers, agricultural extention agents, development workers, sales people, and many other. All of these change agents provide a communication link between a resource system of some kind (commonly called a change agency) and a client system. Dari pengertian tersebut mencakup berbagai macam pekerjaan seperti: guru, konsultan, penyuluh kesehatan, penyuluh keluarga berencana, penyuluh pertanian, dan sebagainya, disebut sebagai agen inovasi. Tugas utama agen pembaharu adalah melancarkan jalannya arus inovasi dari pengusaha pembaharu ke klien. Dalam dunia pendidikan peran ini bisa dilakukan oleh guru sebagai penerus inovasi dari kepala sekolah, bahkan kepala sekolah sebagai penerus dari kebijakan Dinas Pendidikan. Fungsi utama agen pembaharu adalah sebagai penghubung antara pengusaha pembaharu (change agency), dengan klien (client), dengan tujuan agar inovasi dapat diterima (diterapkan oleh klien sesuai dengan keinginan pengusaha pembaharu (Ibrahim, 1988: 102). Kunci utama diterima
4
atau tidaknya inovasi tergantung dari proses komunikasi yang dilakukan oleh agen pembaharu dengan klien. Agen pembaharu harus mampu menjalin hubungan baik dengan pengusaha pembaharuan dan juga dengan system klien. Adanya kesenjangan heterophily pada kedua sisi agen pembaharu dapat menimbulkan masalah dalam komunikasi. Sebagai penghubung antara kedua system yang berbeda sebaiknya agen pembaharu bersikap marginal, ia berdiri dengan satu kaki pada pengusaha pembaharu dan satu kaki yang lain pada klien. Keberhasilan agen pembaharu dalam melancarkan proses komunikasi antara pengusaha pembaharu dengan klien, merupakan kunci keberhasilan proses difusi inovasi. Selain itu agen pembaharu melakukan seleksi informasi untuk dapat disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien
Gambar . Agen Pembaharu sebagai penghubung antara pengusaha pembaharudengan klien (Rogers, 1983)
Menurut Zaltman dalam Ibrahim (1988: 102), ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh agen pembaharu dalam usaha memantapkan hubungan dengan klien yaitu: 1. Di mata klien seorang agen pembaharu harus mampu dan secara resmi mendapat tugas untuk membantu klien dalam usaha meningkatkan kehidupannya atau memecahkan masalah yang dihadapinya. 2. Harus diusahakan terjadinya pertukaran informasi tentang hal-hal yang diharapkan akan dicapainya dalam proses perubahan (inovasi) antara agen pembaharu dengan klien.
5
3. Perlu diusahakan adanya sanksi yang tepat terhadap target perubahan yang akan dicapai Rogers dan Shoemaker (dalam Nasution, 2004:129), mengemukakan bahwa agen pembaharu berfungsi sebagai mata rantai komunikasi antardua (atau lebih) sistem sosial, yaitu menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam usaha perubahan tersebut. Hal itu tercermin dalam peranan utama seorang agen perubahan yaitu: (1) Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan perubahan; (2) Sebagai pemberi pemecahan persoalan; (3) sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta memberi petunjuk mengenai bagaimana:
(a)
mengenali
dan
merumuskan
kebutuhan;
(b)
mendiagnosa
permasalahan dan menentukan tujuan; (c) mendapatkan sumber-sumber yang relevan; (d) memilih atau menciptakan pemecahan masalah; dan (e) menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah. Rogers mengemukakan ada 7 langkah kegiatan agen pembaharu dalam pelaksanaan tugasnya memperkenalkan inovasi tunggal kepada sistem klien, yaitu: 1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah pada klien. Dalam tujuan untuk memulai proses perubahan, agen perubahan mengusulkan alternatif baru dari masalah yang terjadi, menguraikan dengan baik dan jelas pentingnya masalah tersebut untuk diatasi, dan meyakinkan klien bahwa mereka mampu untuk menghadapi masalah tersebut. Pada tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga membantu caranya menemukan masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif 2. Untuk memantapkan hubungan pertukaran informasi. Agen perubahan dapat meningkatkan hubungan dengan klien dengan sikap dapat dipercaya (credible), kompeten, dan terpercaya (trustworthy) dan juga empati terhadap kebutuhan dan masalah klien. Klien harus menerima agen perubahan sebelum mereka akan menerima inovasi yang dipromosikannya. Inovasi dinilai pada dasar bagaimana agen perubahan itu dirasakan oleh klien.
6
3. Untuk menganalisis masalah klien. Agen perubahan bertanggungjawab untuk menganalisis masalah yang dihadapi para klien untuk menentukan mengapa alternatif yang ada tidak cocok dengan kebutuhan mereka. Dalam menuju kesimpulan analisis, agen perubahan harus melihat situasi dengan empatik dari sudut pandang klien. 4. Untuk menumbuhkan niat berubah pada klien. Setelah agen perubahan menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen perubahan bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya untuk menerima inovasi. 5. Mewujudkan niat klien ke dalam tindakan. Agen perubahan mencoba untuk mempengaruhi sikap klien dalam menyesuaikan saran/rekomendasi berdasarkan kebutuhan para klien. Jaringan interpersonal mempengaruhi dari pengamatan jarak dekat yang paling penting pada tahap persuasi dan keputusan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. 6. Untuk menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinyu. Agen perubahan mungkin secara efektif menstabilkan tingkah laku baru sampai menguatkan pesan kepada klien yang telah mengadopsi, dengan demikian seperti “membekukan” tingkah laku/sikap baru dari klien. Bantuan ini diberikan ketika seorang klien sedang berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan inovasi. 7. Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir dari agen perubahan adalah untuk mengembangkan sikap memperbaharui diri (self-renewing) dalam bagian dari klien. Ketika perubahan telah terjadi pada klien dan dipandang telah stabil, maka seorang agen perubahan harus dapat menarik dirinya untuk keluar dari urusan dengan mengembangkan kemampuan klien untuk menjadi change agent bagi dirinya sendiri. B. Peran agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan Lembaga pendidikan membutuhkan agen-agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), atau menolak perubahan (resist to change). Agen perubahan yang dibutuhkan adalah agen perubahan yang memiliki pengetahuan tentang perubahan
7
serta pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang kritis bagi proses perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan evaluasi perubahan. Beberapa unsur yang termasuk dalam agen pembaharu dalam inovasi pendidikan adalah sebagai berikut. 1. Guru Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antara individu, baik dengan siswa maupun antara sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti administrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri. Peranan guru sebagai agen perubahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: (a) menumbuhkan kebutuhan dalam diri klien, (b) membangun hubungan pertukaran informasi, (c) mendiagnosa masalah klien, (d) menumbuhkan niat berubah pada klien, (e) menerjemahkan niat klien ke dalam tindakan, (f) menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinu adopsi dan (g) mencapai hubungan terminal dengan klien (yaitu ketika klien berubah menjadi agen perubahan). Dengan demikian, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan guru, maka sangat mungkin inovasi yang dilakukan tidak akan berjalan bahkan akan memunculkan resistensi karena guru menganggap inovasi tersebut bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya dianggap mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka.
2. Kepala Sekolah Kepala sekolah hendaknya dapat menjadi change maker di lembaga yang dipimpinnya. Kepala sekolah mempunyai tanggungjawab besar sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam pengembangan sekolahnya agar semakin berkualitas dan
8
dapat mempunyai daya saing tinggi dengan kemajuan sain dan teknologi yang terus menerus berkembang dengan semakin pesat. Selain itu, kepala sekolah menjadi penghubung antara administrator pendidikan dengan guru dan masyarakat di sekitarnya. Harold Geneen dalam Sergiovani (1987) menyatakan “It is clear that principals must manage, manage, manage and lead, lead, and lead”. Ini menunjukkan bahwa kepala sekolah bertugas memanajemen dan memimpin pembaharuan di sekolah. Pemahaman kepala sekolah terhadap hakekat perubahan menjadi keharusan agar mampu melakukan perubahan sekaligus menjadi agen perubahan di sekolah. Hanson (1991) menyatakan bahwa ”change is the process of implementing an innovation in an organization. Perubahan pada program pendidikan akan akan berimplikasi pada adanya perubahan pada komponen-komponen sekolah. Karena sebagai sistem perubahan pada salah satu komponen sekolah maka akan terjadi perubahan pada komponen lain. Misalkan perubahan pada komponen managemen akan terjadi perubahan pada komponen guru, sarana, dana, dan layanan pendidikan. Dalam membangun kualitas mental guru, kedudukan dan peran kepala sekolah adalah sangat sentral. Kepala sekolah harus mampu memainkan peran baru (new rules), ketrampilan baru (new skills), dan mampu mengaplikasikan sarana baru dari permasalahan yang timbul (new tools). Kepala sekolah harus: (a) berperan sebagai perancang (designer) kebijakan strategis terhadap aplikasi keenam konsep tersebut; (b) berfikir integral dalam mencermati tantangan pendidikan ke depan (visioner).; (c) mampu membangkitkan learning organization; (d) mendorong setiap guru untuk mengembangkan potensi profesinya secara maksimal; dan (e) terbuka pada kritik dan saran yang konstruktif; transparan dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya sekolah.
3. Dinas Pendidikan Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu rencana, menunjukkan dan memasukan seluruh perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas. Dinas Pendidikan setempat merupakan unsur penting untuk melakukan perubahan dalam wilayahnya. Mereka berperan pada tiga
9
tahap utama dari perubahan, yaitu keputusan inisiasi atau mobilisasi, implementasi, dan institusionalisasi. Hal-hal yang perlu dilakukan para administrator level kabupaten untuk mendorong proses inovasi adalah: 1) sesuai dengan kebutuhan dan dapat diuji, 2) menentukan inovasi tertentu sesuai kebutuhan, 3) mengklarifikasi dan mendukung peran kepala sekolah serta administrator lainnya dalam implementasi program pembaharuan, 4) menjamin dukungan implementasi pembaharuan, 5) memungkinkan adanya redefinisi dan adaptasi inovasi tertentu, dan 6) mengkomunikasikan dan memelihara dukungan orang tua dan dewan pendidikan (Zakso, 2010:17). 4. Pengawas Pendidikan Sejalan dengan pergeseran paradigma supervisi dari kontrol menuju membantu, hendaknya peran pengawas dalam memfasilitasi perubahan pada guru bersifat transformasional; bukan transaksional. Pengawas transaksional biasanya memberikan reward pada guru yang memiliki kinerja bagus dan sebaliknya memberikan teguran atau punishment bagi yang berkinerja rendah. Sedangkan pengawas transformasional bersifat lebih memanusiakan guru dan memberdayakan guru (self-empowering). Pengawas transformasional adalah pengawas yang membuat guru menyadari betapa pentingnya pekerjaan dan kinerja mereka terhadap sekolah dan menyadari akan kebutuhan untuk perbaikan diri sendiri dan pengawas yang bisa memotivasi guru untuk bekerja lebih baik demi sekolah. Peran pengawas dalam proses ini adalah: (a) mampu menstimulasi guru secara intelektual, (b) selalu mempertimbangkan perkembangan dan inovasi, (c) menyadarkan guru akan arti penting mereka di sekolah, (d) menyadarkan guru untuk selalu berkembang, (e) membuat guru bekerja keras demi kemajuan sekolah. Selain keempat komponen tersebut, siswa dan orang tua dianggap sebagai agen pembaharu. Hal ini dikarenakan proses perubahan dalam inovasi pendidikan, pada umunya ditujukan untuk meningkatkan prestasi siswa. Tetapi seringkali, inovator jarang memikirkan siswa sebagai partisipan dalam suatu proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka dianggap sebagai objek perubahan bukan sebagai subjek. Padahal jika siswa berpikir bahwa guru tidak memahami mereka, maka
10
biasanya akan timbul kesenjangan komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa ikut berpartisipasi dalam perubahan tersebut. Sedangkan pada sisi orang tua, kebanyakan orang tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Namun dalam pelaksanaanya sering terdapat beberapa rintangan yang dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan dalam rintangan fenomenologis dan logistis. Rintangan fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki dunia yang berbeda. Sedangkan rintangan logistis atau teknis berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan. Aktivitas atau bentuk keterlibatan orang tua akan lebih efektif untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi di sekolah. C. Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agen Pembaharu Keberhasilan pembaharuan pendidikan sesungguhnya sangat tergantung apa yang dipikirkan dan diperbuat oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Fullan dalam Zakso (2010:15) yang menyatakan bahwa improvements in schools will not occur without changes in the qualities of learning experiences on the part of those who run the schools. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) antara lain: 1. Membangun kualitas mentalitas positif guru Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan ’motivasi berprestasi’ dan sejenisnya secara periodik, misalnya pembinaan dan pelatihan ESQ. Meskipun setiap guru secara teoritik telah mengetahui sebagian teori-teori psikologi pembelajaran, namun tetap memerlukan penyegaran orientasi dan wawasan hidup prospektif dari para pakar psikologi atau para motivator dalam menghadapi beragam persoalan pekerjaan sebagai pendidik. Dalam hal ini fokus pelatihan lebih ditekankan pada upaya membangun konsistensi diri sebagai pendidik sepanjang karir profesinya untuk mengembangkan tentang: (a) prinsip selalu belajar (learning principle); (b) prinsip kebutuhan untuk berprestasi (need achievement principle); (c) prinsip kepemimpinan (leadership principle); (d)
11
prinsip orientasi hidup ke depan (vision principle); dan prinsip menjadi pencerah dalam kehidupan kelompok (well organized principle) (Seligman, 2005). 2. Mendorong akselerasi pemahaman inovasi pembelajaran dan pemanfaatan TIK. Menyikapi kondisi guru yang masih belum memahami beragam inovasi pembelajaran dan arti pentingnya pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran, maka strategi yang dapat dilakukan adalah setiap satuan pendidikan harus mempunyai ’tim ahli inovasi pembelajaran’. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh tim ahli inovasi pembelajaran dalam meningkatkan kualitas guru adalah: (a) melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan konsep-konsep keilmuan dan perkembangan teknologi terkini; (b) melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan pelatihan penggunaan multi media berbasis IT; (c) melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas; (d) melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah (school self evaluation); dan (e) memberikan masukan tentang penerapan metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu: learning to know, learning to do, learning together, dan learning to be. . 3. Membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh. Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan harus menyatu bagaikan satu bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian layanan pendidikan harus diminimalisir. Oleh karena itu, dalam konteks pemberian layanan pembelajaran di satuan pendidikan yang berkualitas, seharunya setiap guru senantiasa belajar untuk memajukan satuan pendidikannya melalui enam konsep yaitu: (a) system thinking; (b) mental models; (c) personal mastery; (d) team learning and teaching; (e) shared vision; dan (f) dialog. 4. Pemantauan dan pembinaan terhadap kinerja guru. Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus melakukan
pemantauan
atau
pembinaan
terhadap
kinerja
guru
dalam
mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru profesional. Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pengawas dalam proses pembinaan guru agar mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran di sekolah, yaitu sosok
12
pribadi seorang pengawas sebagai pembina kinerja guru profesional harus betulbetul berkualitas, antara lain: (a) memahami secara teoritis dan aplikatif tentang beragam teori psikologi pembelajaran; (b) berwawasan integral, demokratik, visioner dan mempunyai keunggulan IESQ; (c) memiliki kemampuan multi, baik menyangkut disiplin keilmuan tertentu, managerial, komunikator/motivator, dan humanis; (d) menguasai secara konseptual dan aplikatif tentang penelitian pendidikan dengan beragam strategi atau pendekatan pembelajaran. 5. Dalam rangka memudahkan aktivitas guru untuk mewujudkan beragam kompetensi profesinya, maka pemerintah dan warga masyarakat harus tetap punya komitmen dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran dengan baik, karena ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara baik akan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah. Ketika sarana dan prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru terjamin dan diikuti dengan tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka diasumsikan guru akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya sehingga guru akan mampu berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan Menurut Rogers, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu, berkenaan dengan hal-hal sebagai berikut: 1. Usaha dari agen perubahan itu sendiri Satu faktor dalam kesuksesan agen perubahan adalah dari banyaknya waktu yang dihabiskan dalam aktivitas komunikasi dengan klien. Kesuksesan agen perubahan dalam menjaga adopsi inovasi oleh klien merupakan sesuatu yang positif berhubungan dengan usaha agen dalam menghubungi/melakukan mengkontak dengan klien. 2. Orientasi klien Posisi agen perubahan sosial adalah pertengahan antara agensi perubahan dan sistem klien. Agen perubahan adalah subjek kebutuhan untuk peran persaingan,
13
seorang agen perubahan sering diharapkan untuk menjanjikan dalam perilaku pasti oleh agensi perubahan, dan pada waktu yang sama klien mengharapkan agen perubahan untuk mewujudkan tindakan-tindakan yang benar-benar berbeda. Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk orientasi seorang klien lebih daripada orientasi agensi perubahan. 3. Kesesuaian inovasi dengan kebutuhan klien Sebuah peranan penting dan sulit untuk agen perubahan untuk mendiagnosis kebutuhan para klien. Kesuksesan Agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk derajat dimana sebuah program difusi sesuai dengan kebutuhan para klien. 4. Empati dari agen perubahan Empati dapat diartikan sebagai derajat untuk individu yang dapat meletakan dirinya sendiri ke dalam peran dari orang lain. Empati dari agen perubahan dengan klien adalah ketika klien mengalami kesulitan secara ekstrim yang berbeda dari agen perubahan, diharapkan agen perubahan lebih sukses jika mereka mendapatkan empati dengan klien mereka. Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi secara positif berhubungan untuk empati dengan para klien. 5. Homofilitasnya dengan klien Homophily adalah interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki kesamaan pada pandangan, pengetahuan dan lainnya. Sedangkan heterophily adalah kebalikan dari homophily yaitu merupakan interaksi antar individu yang memiliki perbedaan. Agen perubahan memiliki banyak perbedaan dalam banyak hal dari kliennya dan mereka memiliki kontak dengan kilen yang memiliki lebih banyak kesamaan pada diri mereka. 6. Kredibilitas agen perubahan Meskipun asisten agen perubahan kurang memiliki kredibilitas kompetensi, yang didefinisikan sebagai sejauh mana sumber komunikasi atau saluran dianggap berpengetahuan dan ahli, mereka memiliki keuntungan khusus yaitu kredibilitas keamanan, sejauh mana sumber komunikasi atau saluran dianggap sebagai dipercaya. Sumber heterophilous/saluran (seperti agen perubahan profesional) dianggap memiliki kredibilitas kompetensi, sedangkan sumber homophilous/saluran (seperti asisten)
14
dianggap memiliki kredibilitas keamanan. Seorang agen perubahan yang ideal akan memiliki keseimbangan antara kompetensi dan kredibilitas keamanan. 7. Sejalan dengan pemimpin opini Pemimpin opini adalah sejauh mana seorang individu dapat mempengaruhi individu lain secara informal. Kampanye difusi akan lebih berhasil jika agen perubahan mengidentifikasi dan memobilisasi para pemimpin opini. Waktu dan energi dari agen perubahan adalah sumber daya yang langka. Dengan memfokuskan kegiatan komunikasi pada pemimpin opini dalam suatu sistem sosial, agen perubahan dapat memanfaatkan sumber daya yang langka ini dan mempercepat laju difusi suatu inovasi di antara klien. 8. Kemampuan evaluasi klien Salah satu masukan unik agen perubahan untuk proses difusi kompetensi teknis. Tetapi jika agen perubahan membutuhkan pendekatan jangka panjang untuk melakukan perubahan, ia harus berusaha untuk meningkatkan kompetensi teknis klien dan kemampuan klien untuk mengevaluasi potensi inovasi sendiri. Sayangnya, seringkali agen perubahan lebih peduli dengan tujuan-tujuan jangka pendek seperti peningkatan laju adopsi inovasi. Sebaliknya, dalam banyak kasus, kemandirian klien harus menjadi tujuan utama dari agen perubahan, sehingga dapat menghentikan ketergantungan klien terhadap agen perubahan. Tujuan ini, jarang dicapai oleh sebagian besar agen-agen perubahan, mereka biasanya lebih mementingkan untuk mempromosikan adopsi inovasi, daripada mencari klien untuk diajarkan keterampilan dasar tentang bagaimana untuk mengevaluasi inovasi bagi diri mereka sendiri.
15
BAB III. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada pembahasan, maka kesimpulan yang dikemukakan dalam makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Agen pembaharu dalam inovasi pendidikan adalah sekelompok orang yang mempelopori, menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan pendidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Guru menjadi faktor utama dalam proses inovasi karena merekalah yang berperan penting dalam menyebarluaskan gagasan perubahan yang terkait dengan kurikulum dan pembelajaran kepada siswa. Kepala sekolah berperan dalam mempengaruhi, menggerakkan dan mengkoordinir proses inovasi pendidikan di sekolahnya. Pengawas pendidikan berperan dalam menstimulasi guru untuk melaksanakan proses inovasi, sedangkan dinas pendidikan berperan dalam hal keputusan inisiasi atau mobilisasi, implementasi, dan institusionalisasi. 2. Langkah strategis dalam meningkatkan peran guru sebagai salah satu agent of change di sekolah adalah: a) membangun kualitas mentalitas positif setiap guru; b) melalui ’tim inovasi pembelajaran’ di setiap satuan pendidikan, guru dilibatkan secara aktif-kreatif dalam mengembangkan kemampuan prefesionalnya; c) membangun kerjasama sebagai team work dalam memajukan satuan pendidikan melalui enam konsep; d) pengawas sekolah melakukan pembinaan secara intens dan sistematis tentang pengembangan kualitas profesional guru; dan e) meningkatkan kualitas sarana parasarana pembelajaran di sekolah dan meningkatkan kesejahteraan guru. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu antara lain: usaha agen pembaharu, orientasi pada klien, sesuai dengan kebutuhan klien, empati, homophily, kontak agen pembaharu dengan klien yang berstatus lebih rendah, pembantu para-profesional, kepercayaan klien terhadap agen pembaharu (credibility), profesional semu, pemuka pendapat dan kemampuan klien untuk menilai inovasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
Rogers, Everett, M. 1983. Diffusion of Innovations. Collier MacmillanPublishers. London. Glickman, Carl D. Et. al., 2010, Supervision and Instructional Leadership, Boston: Pearson Education Inc. Hanson, E. M. 1991. Educational Administrasion And Organisation. London: Allyn and Bacon, Inc. Havelock, Ronald G. 1995. The Change Agent’s Guide 2ed., NJ: Educational Technology Publ Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud. Dikti. Jakarta. Nasution, 2004. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Segiovani T.J.1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. London: Allin and Bacon, Inc. Seligman, Marttin.E.P. 2005. Authentic Happiness: Using the New Positive Psychology to Realize Your Potential For Lasting Fulfillment. Penerjemah. Eva Yulis. Authentic Happiness, Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. PT. Mizan Pustaka. Bandung Zakso, Ahmad. 2010. Inovasi Pendidikan di Indonesia Antara Harapan dan Kenyataan. Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora Vol. 1 No. 1 April 2010.
17
MAKALAH AGEN PEMBAHARU DALAM INOVASI PENDIDIKAN
OLEH:
SAFARI SRI ANANDARI SAFARIA
(G2I1 012 013) (G2I1 012 005)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI, 2013
18
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan kepada sehingga kami dapat menyusun makalah “Agen Perubahan dalam Inovasi Pendidikan”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Halu Oleo Kendari Tahun 2013, yang dibimbing oleh Bapak Dr. Lambertus, M. Pd dan Bapak Dr. Muhamad Sudia, M. Pd. Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kelemahan dalam hal kedalaman teoritis dan analisis empirisnya. Karena itu, kami mengharapkan saran dan kriktik konstruktif dari Bapak Dosen dan juga rekan-rekan mahasiswa, serta khalayak pada umumnya demi kesempurnaan makalah ini.
Kendari, Penyusun
ii
November 2013
19
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................... PENGANTAR ................................................................................................ DAFTAR ISI....................................................................................................
i ii iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... A. Latar Belakang ........................................................................ B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penulisan Makalah........................................................
1 1 2 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. A. Konsep Agen Pembaharu .......................................................... B. Peran agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan ......... C. Strategi Meningkatkan Peran Guru Sebagai Agen Pembaharu ................................................................................ D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan ...........................
3 3 6 10 12
BAB III KESIMPULAN ................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
16
iii