BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Zikir adalah bentuk peng-Indonesiaan dari kata zikrun dan dari bentuk pengabstrakan kata kerja lampau (fi'lun madzi), yang berarti "mengingat". Obyek pengingatan di sini adalah Allah swt. yang esensinya untuk diamalkan dalam menegakkan tawhidullah lewat pengenalan dan penyebutan kepada-Nya semata, yang ditindaklanjuti bi al-qalb wa bi al-arkan (dengan kalbu dan laku lahir) juga. Adapun ghayrullah dalam kaitannya dengan konsentrasi zikir adalah sebagai hijab (tabir penghalang) kita dengan Allah, melalui berbagai wujud dan dimensinya yang harus dibersihkan. Bahkan dalam kaitan ini, kita dan diri kita juga sebagai hijab yang harus diwaspadai untuk dikalahkan dalam perjuangan spiritual multi dimensi menuju Allah. Potret ini jika distabilkan akan memunculkan satu posisi zikir yang kamil (sempurna) dalam "menemui" Allah SWT. Dunia sufistik menganalogikan zikir layaknya tubuh dengan ruhnya, sehingga tanpa zikir, mustahil derajat demi derajat dapat diperoleh. Dari sini dapat dipahami tentang pentingnya manusia bercerdas diri dalam menyadari fitrahnya yang semua bersumber dari-Nya. Sepintas zikir adalah aktivitas ubudiyyah 'alallah yang sangat kental dengan fokus pemaksimalan pasrah di hadapan-Nya. Namun demikian karena zikir pada kaitan ini diakses oleh manusia sebagai bentuk kepasrahan kepada Allah swt, tentu, akan menjadikan manusia, baik secara jasadiah maupun spiritual akan bersambungan atau meng-universal (bersambungnya lahir dan batin) 'bersama' Allah swt. Hal ini yang memunculkan sisi fenomenologis yang dinamakan kekhusyuan berzikir (berzikir dengan zikir). Tingkah laku pezikir akan mengarah pada tindakan manfaat dan peduli terhadap tuntunan Tuhan dalam bersikap terhadap alam materialnya, yakni tubuh yang menyelimuti jiwa dan alam semesta diluarnya (dunia). Namun demikian, zikir ternyata memiliki harmonisasi atau keterhubungan dengan saraf-saraf otak, secara neurologis. Hal ini sekaligus sebagai sisi pembedahan terbaru dalam melihat zikir. Adapun alat bedah yang
1
2
penulis gunakan dalam hal ini adalah dengan pisau psiko-neurologi, yakni satu intensitas pendalaman pemahaman terhadap otak dan gerakan-gerakan sarafnya yang berosilasi (kesana-kemari) yang berkecenderungan pada wilayah-wilayah yang penulis maksudkan1 sebagai spiritual, yang dikenal sebagai 'rumahnya' SQ (Spiritual Quotient). Wujud jasadiah manusia secara mendasar menunjukkan adanya wujud meta-biologis (non jasadiyah) sehingga dari sini dimensi empirik dalam menjalankan ibadah bi-al arkan dapat menyatu lewat zikrun bi-al fikri maupun zikrun bi-al qalbi. Persambungan dua hal ini dinamakan khusyu' dan dapat dirasakan dalam diri manusia lewat hati (qalbun). Zikir adalah obat suci untuk suci yang mengantarkan pada bimbingan langsung dari Allah swt. Di sini zikir sebagai sebab diturunkan rahmat (kasih-sayang) untuk membuka hati pezikir bersama Allah SWT melalui zikir-zikirnya. Zikir seperti ini adalah zikir yang sudah bertempat tinggal di kalbu pezikir dalam tiap gerak nafas dan aktivitasnya. Ini yang dinamakan pezikir bersama Allah SWT dalam berbagai ruang waktunya. Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, menyatakan bahwa zikir akan menambah kedekatan manusia pada Allah swt. karena setiap menyebut-Nya maka bersamaan itu pula kita akan bersama-Nya (dan begitupun sebaliknya-pen.).2 Berzikir adalah bersadar diri terhadap Tuhan, maka orang yang berzikir merupakan orang yang cerdas terhadap makna hidupnya (baca : SQ teraplikasikan) dalam melihat beragam fenomena lahir maupun batin kehidupan untuk menuju sumbernya, yakni Allah SWT. (baca : terbatas melihat Tak Terbatas). Setiap yang dicipta oleh Allah pasti kembali pada-Nya, baik raga lahir maupun "raga" batin dengan membawa tanggung jawab personalnya. Ini adalah bahwa kembali pada-Nya adalah misi pensucian, baik secara ragawi maupun ruhaninya. Adapun otak (brain) adalah power manusia dalam melangsungkan proses hidupnya yang ternyata mengalami penyesuaian dengan gerak dari
1
Donah Johar, Ian Marshal, SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, terj. Rahmani Astuti, et.al, Bandung : Mizan, 2001, Cet. Ke-4, hlm. 46 2 Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Rahasia Sufi, terj. Abdul Majid Hj.Khatib, Yogyakarta : Pustaka Sufi, 2002, Cet. Ke-3, hlm. 102
3
manusia itu sendiri, termasuk ruhaninya sekalipun. Di sini, otak mengadakan gerakan dan menjadi power untuk mewujudkan produk perbuatan dengan bekerja sama dengan gerakan hati yang tersucikan. Demikian juga otak, ia akan ikut menggambar proses data-data aktifitas manusia lewat gerakan osilasinya. Perlu ditegaskan, bahwa zikir pun merupakan penyebab bagi Allah menzikirkan manusia (membalas zikirnya) sebagaimana ditegaskan pada Q.S. alBaqarah ayat : 152 ("Maka ingatilah Aku (Allah), sehingga Aku (Allah) mengingatmu"). Zikir juga sebagai media pengembang terwujudnya ketenangan hati dari bolak-baliknya yang tak tentu, dan zikir inilah yang menjadi sebab dikembalikannya manusia ke tempat terpuji yakni Surga Allah (Jannat) sebagaimana tertuang dalam Q.S. 13 : 28. Inilah yang telah membuka mata dan hati manusia untuk membaca dan menyikapi, menerima atau menolaknya (kufur). Ini adalah pilihan yang Allah berikan pada manusia dengan disertai akibat-akibat tindakannya secara logis dan transenden. Maka, penolakan kembali pada Allah swt adalah kebodohan (jahiliyyah), karena ia tahu tapi tidak mampu untuk menegakkan tahu yang menjadi sebab jauh dari-Nya. Inilah manusia yang tertutupi nafsunya dan terjerat di dalamnya sehingga ia jatuh menjadi prajurit nafsu (jundun nafsi) dan abdun al-nafs (budak nafsu) karena ia terpedaya, tertipu dan mau ditipu oleh dirinya. Bentuk keluar dari hal ini adalah dengan jihadunnafsi (perjuangan diri), di antaranya dengan zikrullah dan kekuatan otaknya. Aksi dan reaksi adalah sunnatullah. Zikir dan pengaruhnya adalah bentuk aksi dan reaksi. Adapun gerakan osilasi saraf otak merupakan pengidentifikasian terhadap suatu gejala kejiwaan di mana letak terpenting bagian emosi sebagai wujud reaksi atas proses rumit halus hati yang bolak-balik dan akan menghadirkan aksi pada pola zikir, baik bi al-lisan, bi al-arkan maupun bi alqalbi semuanya berketerlibatan secara langsung dalam emosi yang bersaranakan di prefrontal-amigdala.3 Di sini pezikir akan menemukan diri melalui diri-Nya. Dunia ketasawufan menilai kondisi ini sebagai kondisi trans (melewati), sukr (ekstase) atau jandzab (tidak sadar diri karena terpesona terhadap pemberian
4
Allah yang tidak dapat dilukiskan, kecuali dipraktekkan sehingga bertemu dengan Rahman-Rahiim wa rahmatuhu. Hal ini dimaklumi bagi munculnya Syathahat (kata-kata yang keluar dari diri yang sudah melepaskan dirinya untuk Allah). Terkadang hal ini disejajarkan dengan istilah fana (kondisi "kemusnahan" diri dan "menyatu" bersama Allah. Secara implisit hal ini sedikit demi sedikit penulis kupas dalam skripsi ini dan sekaligus sebagai sajian diskursus baru dan menantang. Ada beberapa alasan yang penulis kokohkan dalam penulisan skripsi ini, antara lain, pertama, Islam adalah universal dengan penegasan bahwa sang Musthafa Muhammad Rasulullah saw adalah rahmat bagi alam semesta, yang berindikasi bahwa seluruh semesta adalah karena Allah rahmatkan pada beliau. Jadi, berita Islam adalah berita universal, larangan Islam adalah larangan universal, yang menuntut muslim-muslimat, mu'min-mu'minat harus cerdas untuk mampu menangkap bahasa agama Islam dalam al-Qur'an dan Sunnah Nabi-Nya dan mempraktekannya. Sholawat kepada Nabi-Nya saja mendapatkan kebaikan kelipatan sepuluh apalagi penyebutan terhadap Pencipta segala hal, tentu, tidak dapat dibayangkan besarnya rahmat bagi pezikir-Nya. Kedua, perkembangan dunia modern yang mengarah pada pola pikir positivistik dan materialistic yang melihat realitas tidak balance karena melulu fisik yang disebut nyata atau ilmiah.. Inilah kelemahan yang perlu dibenahi para ilmuwan muslim yang sekaligus akan penulis sampaikan bahwa berita perintah dalam ajaran Islam adalah realistik dan berdimensi praktis juga, dengan sebab ada kemampuan untuk melakukan perintah-perintah didalamnya walaupun dalam perjalanannya dimensi fisik ini tidak mampu menemani kebenaran secara sempurna sehingga membutuhkan ruhani. Hal ini sekaligus menambah wacana terapi bagi manusia modern agar jujur dalam melihat realitas agama bukan sebagai mitos tapi justru mitos itulah yang menganggap agama sebagai mitos. Zikir dalam perspektif Psycho-Neurologi" memiliki dimensi terapi kesufistikan juga, yakni adanya kemampuan menangkap sesuatu yang melampaui fisik (trans-physical) dan hal ini adalah ilmiah karena dapat dibuktikan dalam 3 Silahkan perhatikan pada kutipan Moh. Sholeh pada pernyataan D. Goleman di Moh. Sholeh, Tahajud : Manfaat Praktis Ditinjau Dari Ilmu Kedokteran, Yogyakarta : Forum tudi
5
kaca mata badaniah yang dapat diamati oleh mata dan psycho-neurologi yang mampu mendeteksinya. Perlu diketahui bahwa molekul adalah bagian terkecil dari benda dan berkemandirian. Satu molekul panjangnya 1/1.000.000.000 cm atau dalam tiap 1 cm benda terdapat 1.000.000.000 molekul. Tiap molekul terdapat beberapa atom. Atom pun terbagi lagi dalam elektron, proton dan neutron. Ketiganya adalah inti atom (nukleus).4 Adapun semua itu ada dalam diri manusia termasuk saraf-saraf pun yang berjumlah mencapai 10-100 milyar pun pemadatan dari semua itu. Neuron yang berbentuk seperti pohon, di mana padanya ada akar (dendrit), tubuh sel (soma), dahan (akson), dan cabang (ujung akson). Sebenarnya selalu bersifat on line, yakni selalu menerima input-input cerapan ke dendrit yang terstimulasikan dan tersimpan. Input ini terus menjalar ke tubuh sel (soma) dengan makin melemah. Potensi aksi ini akan terkirim ke sepanjang sel saraf (akson) dan terus merambat ke ujung akson yang kemudian membentuk sambungan melalui dendrit (akar dari sel saraf) ke dendrit berikutnya. Jalur antar saraf ini terangkai seri sehingga jika satu saja rusak maka akan rusak semuanya. Adapun cara kerja saraf adalah sambung-menyambung untuk mendapatkan pengetahuan yang dinamis, logis dan rasional. Ini yang kemudian disebut dengan otak IQ (Intellectual Quotient).5 Adapun cara kerja EQ (Emotional Quotient) ada pada jaringan saraf (neural network). Hasil dari cara kerja EQ adalah cara berpikir asosiatif (menghimpun). Cara berpikir ini menggunakan hati dan tubuh. Maka EQ dikenal sebagai kecerdasan emosi dan sebagai kecerdasan tubuh. Dari sini sejarah memberi istilah "bakat" (talented) yang terlahir dari EQ. Adapun wilayah tehnik bentuk berpikir asosiatif adalah dengan metode percobaan sehingga sangat bergantung pada pengalaman kebiasaan. Jadi, semakin terus berlatih maka semakin mudah orang akan melakukan kembali. Pusat kontrol emosi di otak manusia ada pada sistim limbik dan bertempat di dua jaringan saraf yakni di antara seri dan asosiatif. Cara terapi dari psikoterapi dalam hal ini adalah dengan
HIMANDA dan Pustaka Pelajar, 2001, Cet. Ke-1, hlm. 136. 4 Ibid., hlm. 132 5 Untuk lebih jelasnya, silahkan cermati dan baca, sub-bab dari bukti ilmiah untuk SQ (Spiritual Quotient) pada buku karya Donah Zohar dan Ian Marshal, op. cit., 39 – 42.
6
cara mengubah kebiasaan kumpulan emosinya.6 Perlu diketahui ketenteraman yang didapati dari zikir memiliki beragam pembentukan seperti, senang, damai, relaks, optimis, keindahan dekat dengan Tuhan dan seterusnya. Semua tentu akan memerlukan wilayah otak tertentu dan semuanya terolah menjadi sistem sirkuit yang terkoordinasi dalam organ otak.7 Adapun berpikir unitif (menyatu) atau otak SQ (Spiritual Quotient) adalah lebih berorientasi pada ketegasan untuk bersadar akan pengalaman dan sadar pada kesadaran itu sendiri.8 Pada otak ini manusia dapat mengembangkan penjelajahan ke sesuatu yang tak terbatas, seperti sikap menyatukan diri kepada Tuhan (khusyu') melalui zikir yang ada dalam kerja otak SQ. Diri pada tataran ini akan mengejar ke Tuhan sampai akhirnya diri itu akan musnah karena tidak dibutuhkan ego lagi pada tahapan ini. Bersama Yang Maha Sempurna semua akan hilang dari pecahan-pecahan dan ego adalah bentuk halus pecahan maka ia akan musnah. Berangkat dari sini manusia mampu menemukan makna kontekstualisasi (meninndak-lanjuti keadaan atau teks), sehingga memiliki daya transformatif tanpa batasan dalam konteks kemanusiaan yakni mencari Tuhannya) dan zikir jelas sangat berhubungan dalam hal ini. Dalam perspektif psycho-neurologi cara berpikir menuju Yang Esa dapat diterapkan dikarenakan zikir akan mengikat pezikir pada Tuhan dan "bersatu" dengan-Nya (kondisi fana). Dr. Ali Ansori menyebutnya sebagai hubungan spiritualitas-biologi dan psikologi, dimana anatomi raga manusia yang seperti binatang (jika tanpa akal-pen.) atau sama dengan jiwa primata-manusia (binatang tertinggi) yang akan mampu berevolusi (berbangkit) menuju jiwa meta-primata (jiwa yang hakiki). Evolusi ini dengan peniadaan diri (fana).9 Zikir dalam kondisi puncak akan memenuhi kalbu manusia dan hanya peduli terhadap Allah. Inilah fenomena keakraban yang tak terbendung bagi para pezikir di tingkatan para sufi atau wali-wali Allah yang telah meniadakan dirinya
6
Ibid., hlm. 44-47. Ibid, hlm. 135 8 Ibid., hlm. 52. 9 Dr. Ali Ansari, Tasawuf Dalam Sorotan Sains Modern, terj. Ilyas Hasan, Bandung : Pustaka Hidayah, 2003, Cet. Ke-1, hlm. 15, 21. 7
7
menjadi suatu kesadaran baru dengan melepaskan diri sebagai harga mati sebuah rasionalitas untuk menemukan Allah. Zikir adalah kesadaran (ber-SQ). Pelaku zikir (zakir) menyadari bahwa selain-Nya adalah bukan wujud, terbukti adanya proses pemusnahan semesta (kiamat). Berzikir adalah beruniversal (bersatu dengan Sumber Segala Sebab tanpa sebab) dan berhilang diri menuju-Nya yang Dia tidak akan binasa, yakni Allah. Sebagaimana tegaskan pada Q.S. al-Qashash : 88, yang artinya : " Segala sesuatu pasti binasa kecuali Allah". Secara psikologis, konsentrasi pada yang Allah akan menurunkan tekanan darah dan memperlambat metabolisme tubuh yang selanjutnya akan meredakan stress, sebagaimana diterangkan pada Q.S. ar-Ra'du : 28. Adapun jika pikiran dalam kondisi kosong (fana) sebagai puncak kekhusyuan dalam bahasa kesufian pada dasarnya sebagai fenomena yang masuk pada gelombang-alfa yang padu (koheren), atau yang disebut dengan nama "kondisi relaksasi-waspada". Pada Tahap ini gelombang otak koheren pada beberapa frekuensinya dan akan mengalami beberapa peningkatan di hampir tiap bagian-bagian otak.10 Hal ini menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk lahir-batin, dan tidak ada pemisahan antara keduanya. Prof. Dr. Hamka menyebut kondisi ini sebagai suatu kesedihan apabila 'lahir' dengan 'batin' sudah bertentangan tentu terdapat kekosongan pada kedua pihak.11 Penulis menggaris-bawahi, bila 'otak' dalam penulisan skripsi ini tidak sama sebagaimana pernyataan : "kalau bicara, otaknya dipakai". Otak di sini hanya dalam artian "logika" yang merupakan manifestasi dari otak berpikir seri (otak IQ). Adapun "otak" yang dimaksud di sini adalah otak beserta gelombanggelombang sarafnya yang di dalamnya ada tiga karakter kecerdasan, yakni IQ, EQ dan SQ yang punya ragam gejolak pikiran selalu berubah bersama waktu, baik dalam skala dekat (detik atau dibawah detik) maupun skala jauh (bulan, tahun, windu dan seterusnya) akan selalu berubah-ubah dan membutuhkan kekuatan pengendali yakni zikrullah yang kemudian zikrullah penulis potret secara psychoneurologis. Jadi kondisi trans-personal (melewati ego atau fana) pun akan 10
Danah Zohar dan Ian Marshal, op. cit., hlm. 54-55.
8
terjelajahi dalam penulisan skripsi ini. Sebagai pemertegas, penulis kutipkan pendapat
Francis
Crick,
peraih
Nobel
yang
mengajukan
hipotesis
mencengangkan, yakni, bahwa diri kita, kesedihan dan kesenangan, memori dan ambisi kita, kesadaran akan identitas diri dan kehendak bebas, secara mendasar pada hakikatnya tidak lebih dari perilaku sel-sel saraf dan molekul-molekul yang dibangunnya.12 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari pemaparan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut : 1.
Bagaimana zikir dilihat dalam perspektif psycho-neurologi?
2.
Bagaimana zikir secara efektif mampu meredakan stress bahkan melampaui dirinya, bahkan menyatu 'bersama' Allah?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENYUSUNAN SKRIPSI Penulisan ini dimaksud untuk menganalisis zikir lewat alat pembedahan psycho-neurologi. Maka dari itu penulisan ini memiliki tujuan untuk : 1. Mengetahui tentang seluk beluk zikir dilihat dalam kaca mata pyschoneurologi, 2.
Mengetahui tentang kemampuan zikir yang secara efektif mampu meredakan kondisi-kondisi kejiwaan dari ketidak-stabilannya bahkan termasuk melampaui dirinya sehingga menyatu bersama Allah. Dari hal di atas untuk kemudian penulis merefleksikan ke tingkat analisis dalam menemukan dan membuat jembatan serta mengembangkan warna penelaahan zikir dalam warna yang sangat baru. Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.
Menyadarkan secara khusus pada akademisi umum maupun muslim, untuk menggali pada setiap apa yang ada dalam khazanah ke-Islaman dan hal-hal kesufistikannya.
11
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf : Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta : Pustaka Panji mas, 1993, Cet. Ke-XIX, hlm. 106. 12 Danah Zohar dan Ian Marshal, cp. cit., hlm. 60.
9
2.
Memberikan kontribusi pemikiran dalam memahami bahwa setiap pesan ubudiyyah ke-Islaman dalam ragamnya mengandung berbagai dimensi yang sangat komprehensif dan menegaskan bahwa Islam adalah agama ilmiah, dan agama sempurna sehingga umat mengikutinya.
D. TELAAH PUSTAKA Telaah pustaka yang penulis kembangkan pada dasarnya berawal dari berbagai ragam informasi yang ada yang berkecenderungan terpisah-pisah. Terpisah-pisah yang penulis maksud adalah masih sedikitnya ragam kajian agama yang bermuatan spiritual sebagai suatu disiplin keilmuan dalam dunia tasawuf yang ditelaah dengan menggunakan metode disiplin lain untuk mencari titik temunya. Sebenarnya dalam kajian sekarang manusia sering diberi beberapa wacana yang tetap memiliki bobot intelektual baik. Tapi pada sisi lain kita pun sering dibentuk oleh teori yang berarahkan positivistik, dan terlalu materialistic. Inilah yang memunculkan ragam kubu dan semua dalam kubunya, dan kalaupun ada maka masih lebih bersifat pengantar yang belum dikembangkan secara lebih komprehensif. Misalnya, buku "Pedoman Zikir dan Doa" karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, "Meredakan Ketegangan Saraf Anda" karya Dr. Claire Weeks, "Hikmah Zikir" karya K.H. M. Arifin Ilham, dan beberapa buku yang lainnya. Buku-buku tersebut sangat bagus tapi kondisi kekinian juga perlu diarahkan pada alasan empirik untuk membukakan mata-mata positivis bahwa agama Islam sangat ilmiah. Hal seperti ini bagi penulis adalah upaya untuk menemukan alasan-alasan dari bukti-bukti ilmiah dari setiap yang diserukan agama Islam. Penulis mengemas lebih lanjut dalam menemukan informasi agama dan rahasianya melalui wacana ilmiah tanpa membuang apa yang menjadi landasannya yaitu informasi dari agama itu sendiri. Buku-buku tersebut, misalnya karangan Prof. DR. Mahar mardjono dan Prof. DR. Priguna Sidharta, Jean Marie Stine dalam "Double Your Brain Power-terj.", Drs. Kus Irianto dalam "Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia Paramedis", Dr. Lynn Wilcox dalam "Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf : Sebuah Upaya Spiritualisasi Psikologi, kemudian Dr. Ali Ansari dalam "Tasawuf Dalam Sorotan Sains
10
Modern, kemudian ada juga, "SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan", karya Donah Zohar dan Ian Marshal, serta beberapa buku yang penulis anggap sejalan dengan warna-warna buku tersebut. Berangkat dari sini, akhirnya penulis merasa berkepentingan untuk memperkuat tekad mengupas tuntas seputar zikir menggunakan kaca mata Psycho-Neurologi sekaligus sebagai satu upaya mempertemukan antara manusia sebagai makhluk ragawi dan sebagai makhluk ruhani di sisi lainnya. Hal ini sangat mendesak untuk segera dijembatankan agar pemikir dari ragam kubu dapat memaknai realitas dan keilmiahan seruan ubudiyyah agama Islam secara apa adanya dalam kehidupan sosial sehari-hari maupun dalam suasana akademis keilmuan baik di barat maupun di Timur. Karena itu sebagai sesuatu kajian yang baru tentu penulis berusaha memaksimalkan daya jelajahnya sebaik mungkin. Bagi penulis, ini adalah masukan baru untuk menyambungkannya ke wilayah keilmiahan dari sudut lain lagi tanpa menegasikan sudut sebelumnya. Penulis akan menelaah, mengkritisi dan mengolah berbagai referensi yang ada, baik dari Barat maupun Timur, untuk disinkronisasikan zikir dan sains, yang dalam hal ini penulis ambil pada pyscho-neurologi-nya. Adapun nilai plus yang menjadi kekuatan penulisan ini adalah wacananya yang benarbenar fresh dan cenderung baru untuk dikembangkan dalam diskursusdiskursus selanjutnya. Hal ini pun secara mendasar penulis sambungkan juga dengan jurusan penulis di Fakultas Ushuluddin, yakni Tasawuf Psikoterapi dengan mengarahkan ke bagian-bagian penyembuhan sufi (sufi healing). E. METODE PENELITIAN 1. Bentuk dan Sumber Penelitian Secara metodologis, penelitian ini termasuk penelitian literatur (literature research) sehingga data penelitian, disumberkan pada bahanbahan yang berkaitan erat dengan permasalahan yang penulis teliti yang kemudian penulis sistematisasikan dalam sumber primer dan sumber sekunder.
11
2.
Metode Pengumpulan Data, meliputi : a.
Sumber Primer Sumber primer merupakan sumber utama dan diambil secara langsung dari kenyataan yang dibuat individu pertama kali.13 Sumber data primer yang penulis gunakan untuk mengurai paradigma teori ini, meliputi : Neurologi Klinis Dasar karya Prof. Dr. Mahar mardjono dan Prof. Dr. Priguna Sidarta, Struktur dan Fungsi Tubuh manusia untuk Paramedis, karya Drs. Kus Irianto, Ilmu Jiwa Berjumpa Tasawuf : Sebuah Upaya Spiritualisasi Psikologi karya Dr. Lynn Wilcox, seorang Mursyid Sufi dan Professor Psikologi pada California State University, USA, SQ : Memanfaatkan Jean Marie StineKecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, karya Danah Zohar dan Ian Marshal, Tasawuf dalam Sorotan Sains Modern, karya Dr. Ali Ansari, Psycho-Cybernetics Untuk Sukses, dan Tehnik Penggunaan Bawah sadar Untuk Mencapai Sasaran, keduanya karya I. Navare, Tahajud : Manfaat Praktis Ditinjau Dari Ilmu Kedokteran, karya Moh. Sholeh, Power Sleep, karya Dr. James B. Maas, Tasawuf di Mata Kaum Sufi, karya William C. Chitick, Rahasia Sufi, karya Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Pengantar Psikologi karya Dr. Singgih Dirgagunasa, Pedoman Zikir dan
Do'a,
karya
Tengku
Hasbi
ash-Shiddiqy,
Tasawuf
:
Perkembangan dan Pemurniannya, karya Prof. Dr. Hamka, Hakikat Zikir, karya H.M. Arifin Ilham, Rahasia Zikir dan Do'a, karya Imam al-Ghozali. b.
Sumber Sekunder Sumber sekunder merupakan sumber data yang kenyataan deskripsinya bukan berasal dari penemu teori,14 tetapi mengacu dari sumber primer. Adapun yang penulis gunakan meliputi :
13
Dr. Anton Bekker dan Drs. Achmad Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius. 1994, hlm. 24. 14 Ibid, hlm. 43.
12
-
buku-buku atau karya penelitian tentang zikir dan ilmu saraf, psikologi, yang penulis gunakan sebagai sumber sekunder,
-
karya-karya lain yang mendukung penelitian ini sebagai sumber pendukung seperti buku-buku, artikel, jurnal ilmiah maupun tulisan-tulisan ilmiah yang lainnya.
3.
Pendekatan Data Analisis Pendekatan yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan pendekatan hermeneutika (hermeneutic approach) sebagai upaya untuk memahami, menafsirkan dan menerjemahkan pesan teks.15 Pendekatan haermeneutika merupakan kekuatan untuk melihat bahwa segala hal memiliki makna termasuk makna yang bisa jadi masih dalam wilayah tersirat. Namun demikian mengangkatnya menjadi sesuatu yang tersurat (eksplisit) merupakan satu kemungkinan yang harus dimanfaatkan sepanjang bersifat mungkin dengan mengambil sisi-sisi yang mungkin di balik itu (buq'at al-imkan). Pendekatan hermeneutika secara mendasar terdiri dari tiga unsur yakni to say (menyampaikan), to explain (menjelaskan) dan to translate (menterjemahkan).
F. SISTEMATIKA PENULISAN SKRIPSI BAB I : Pendahuluan, meliputi : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penyusunan Skripsi, telaah Pustaka, Metode Penelitian Skripsi dan Sistematika Penulisan. BAB II : Bab ini meliputi tiga sub pembahasan tentang Aspek-aspek Zikir Ditinjau Dari Sisi Pycho Neurologi, meliputi : A. Zikir, terdiri dari : 1. Pengertian Zikir, 2. Macam-macam Zikir, yang meliputi anak sub :
a. Zikir yang Ditentukan Bacaannya, b. Zikir Yang Tidak
Ditentukan Waktu Pembacaannya. 3. Cara Kerja Zikir. B. PsychoNeurologi, meliputi : 1. Pengertian Psycho-Neurologi 2. Cara Kerja
15
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama : Sebuah Kajian Hermeneutika, Jakarta : Paramadina, 1996, hlm. 14.
13
Psycho-Neurologi, yang terdiri dari : a. Psycho-Neurologi dan Kesehatan. b. Psycho-Neurologi dan Agama BAB III : Bab ini meliputi : Hubungan Zikir Perspektif Pycho-Neurologi, terdiri dari: a. Otak Sebagai Media Bagi Manusia, b. Pengaruh Zikir dalam Syaraf Otak, dan c. Sel-sel Syaraf Otak Sebagai Penggambar dari Kerja Zikir BAB IV : Analisis, meliputi : Manfaat Zikir Dalam Psycho –Neurologi, a. Orang yang Berzikir adalah Orang yang Menemukan Jiwanya. b. Zikir : Menyatukan Antara Berpikir Ke Tuhan Sekaligus Merasakan Kehadiran-Nya, dan c. Zikir Mengharmonisasikan Antara Lahir dan Batin BAB V. Penutup, meliputi : Kesimpulan, saran-saran dan Kata Penutup.