BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global depresi merupakan penyebab nomor satu penyakit dan kecacatan pada remaja usia 10-19 tahun (WHO, 2014). Depresi adalah gangguan suasana perasaan, perubahan nafsu makan, perubahan pola tidur, penurunan berat badan yang signifikan dan ketidakmampuan untuk mengalami kesenangan (Durand and Barlow, 2006). Secara global, diperkirakan 350 juta orang menderita depresi. Depresi dapat menyebabkan bunuh diri, lebih dari 800.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun (WHO, 2012). Beberapa studi menunjukkan bahwa setengah dari semua orang yang mengalami gangguan mental, untuk gejala pertama pada usia 14 tahun (WHO, 2014). Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat (psikosis/skizofrenia) di Indonesia sebanyak 1.728 orang. Prevalensi penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat adalah 1,7 per-mil. Provinsi Yogyakarta merupakan provinsi dengan penduduk yang mengalami gangguan jiwa berat tertinggi yaitu 2,7 per-mil (Kemenkes RI, 2013a). Prevalensi gangguan mental emosional di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2013 pada penduduk usia 15-24 tahun adalah 6,0%. Penduduk Provinsi Yogyakarta memiliki angka prevalensi di atas nasional yaitu 8,1%. Berdasarkan hasil Riskesdas Provinsi Yogyakarta tahun 2013 gangguan mental emosional pada penduduk usia 15-24 tahun Kota Yogyakarta memiliki prevalensi tinggi diatas nasional yaitu 11,4% (Kemenkes RI, 2013b). Faktor genetik mempunyai kontribusi tertentu pada semua gangguan psikologis, tetapi hanya kurang dari 50%. Bila salah satu diantara pasangan kembar identik memiliki skizofrenia, maka kemungkinan pasangan kembarnya akan menderita gangguan yang sama kurang dari 50%. Gangguan psikologis berasal dari banyak gen, yang masing-masing memberikan efek relatif kecil. (Durand and Barlow, 2006).
1
2
Depresi lebih sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki, karena faktor biologis, siklus hidup, hormonal, dan psikososial. Banyak penelitian menunjukkan bahwa hormon secara langsung mempengaruhi kimia otak yang dapat mengontrol emosi dan suasana hati (National Institute Mental Health, 2011). Stressor psikososial dapat mempengaruhi terjadinya depresi, semakin besar stressor psikososial semakin besar kemungkinan untuk mengalami depresi. Stressor psikososial akan menyebabkan perubahan pada diri seseorang, sehingga orang tersebut harus beradaptasi atau menanggulangi stressor yang timbul. Namun demikian tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan menanggulanginya sehingga akan timbul keluhan-keluhan kejiwaan (Marchira, 2007). Remaja yang mengalami depresi akan berlanjut dan berulang sampai dewasa terutama jika tidak diobati. Depresi ditandai dengan gejala selama dua minggu atau lebih. Gangguan depresi mayor atau depresi berat, ditandai dengan gejala yang mengganggu kemampuan seseorang untuk bekerja, tidur, belajar, makan, dan menikmati kegiatan yang menyenangkan (National Institute Mental Health, 2011). Bullying didefinisikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan secara dominan, menyebabkan kerusakan atau tekanan. Tindakan agresif tersebut bisa secara fisik atau verbal (Messias et al., 2014). Perilaku bullying menyebabkan gejala psikologis, fisik dan emosional (Liu and Graves, 2011). Penelitian di Finlandia pada anak laki-laki usia 8 tahun yang terlibat dalam perilaku bullying menunjukkan gejala depresi ringan dan berat pada usia 18 tahun (Klomek et al., 2013). Bullying merupakan perbuatan intimidasi kepada orang lain yang merupakan faktor risiko untuk melakukan bunuh diri pada remaja. Dampak negatif dari perilaku bullying yaitu depresi, putus asa, penyalah gunaan zat berbahaya, dan penyakit mental (King et al., 2013). Prevalensi bullying di Amerika Serikat pada tahun 2009 adalah 20,8% pada bullying fisik, 53,6% verbal, 51,4% sosial, dan 13,6% elektronik (Wang et al., 2009). Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (2014) dari tahun 2011 sampai Agustus 2014 jumlah kasus bullying menduduki peringkat teratas. KPAI
3
mencatat ada 369 kasus pengaduan masalah bullying di lingkungan pendidikan. Hasil penelitian Kaltiala-Heino and Fröjd (2011) yaitu sekitar 10%-20% dari remaja terlibat dalam bullying di sekolah baik sebagai korban, pelaku, atau keduanya. Laki-laki lebih sering terlibat bullying dibandingkan dengan perempuan (Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2014). Berdasarkan hasil survey kekerasan pada anak usia 10-18 tahun yang dilakukan oleh Badan Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat di Provinsi Yogyakarta terdapat kasus kekerasan yang dilakukan oleh teman sebaya sebesar 50,8%. Laki-laki lebih cenderung mengalami kekerasan di sekolah dibandingkan dengan perempuan yaitu 44,4% pada laki-laki dan 41,0% pada perempuan. Kasus kekerasan pada usia 11-18 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan usia 05 tahun dan 6-10 tahun. Pada usia 0-5 tahun kasus kekerasan sebanyak 46 orang, usia 6-10 tahun sebanyak 48 orang dan usia 11-18 tahun sebanyak 284 orang (BPPM, 2014). Remaja yang terlibat dalam bullying mengalami risiko seperti gejala kejiwaan, penyalahgunaan alkohol dan obat, dan bunuh diri (Kaltiala-Heino and Fröjd, 2011). Dampak negatif jangka pendek dan panjang dari perilaku bullying seperti depresi, kecemasan dan harga diri rendah (Shetgiri, 2013). Data dari RS Grhasia Yogyakarta pada tahun 2012 sampai 2013 terjadi peningkatan kunjungan klinik jiwa sebanyak 16,38%, dari 11.433 kasus pada tahun 2012 menjadi 13.071 kasus pada tahun 2013. Ganggaun kesehatan mental emosional di Yogyakarta pada usia remaja sebanyak 13,52%. Gangguan kesehatan mental yang sering terjadi pada remaja seperti depresi, kecemasan dan schizophrenia. Data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta pada tahun 2012 dan 2013 terjadi peningkatan kasus depresi yaitu 318 kasus pada tahun 2012 dan 333 kasus pada tahun 2013. Pelajar SMA berusia 18 tahun di Kabupaten Bantul mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh teman sebayanya pada tanggal 12 Februari 2015. Pelajar tersebut disekap dikamar kos dan dianiaya oleh teman-temannya dengan cara menggunting rambut, BH dan memasukan botol bir ke dalam kemaluannya. Penganiayaan tersebut berawal dari saling mengejek antara
4
korban dan pelaku melalui BBM (blackberry messengger). Pelaku merasa tidak senang karena korban memiliki tato hello kitty yang sama di lengan. Pelaku merasa tidak terima dengan pernyataan korban melalui BBM meminta bantuan teman-temannya untuk menyekap dan menganiaya korban (Kresna, 2015). Pelajar SMA berusia 17 tahun di India melakukan bunuh diri pada bulan Juli 2014. Pelajar tersebut melakukan bunuh diri karena mendapatkan pelecehan oleh temannya melalui cyber bully. Kasus pelecehan tersebut terjadi melalui jejaring sosial Facebook berawal dari pertemanan seorang siswi dengan laki-laki usia 23 tahun, keduanya menjadi teman dekat dalam beberapa bulan karena sesuatu hal siswi tersebut menjaga jarak dengan laki-laki, tetapi laki-laki tersebut tidak terima dengan perlakuan dari siswi dan membalas dendam dengan memfitnah siswi di depan umum melalui jejaring sosial Facebook dengan membuat
profil
palsu
tentang
siswi
dengan
merubah
foto-foto
dan
memfostingnya lengkap dengan nomor telpon siswi tersebut. Dalam profil ditulis bahwa siswi tersebut mencari teman tidur dan terbuka untuk berhubungan intim (Ningrum, 2014). Studi pendahuluan di SMA X di Kota Yogyakarta, melalui wawancara dengan guru bimbingan konseling (BK) terdapat kasus bullying disekolah tersebut. Seorang siswa laki-laki dibullying oleh teman-temannya karena menggunakan baju sporter bola milik sekolah lain. Teman-teman satu sekolahnya tidak senang melihat korban menggunakan baju bola tersebut dan melakukan penganiayaan dengan cara dipukul dan ditendang. Setelah mengalami bullying yang dilakukan oleh teman-temannya korban mengalami luka fisik dan menjadi takut untuk sekolah. Selain itu di sekolah tersebut terdapat kelompok genk perempuan di kelas yang sering mengganggu temantemannya di kelas. Tindakan sekolah dalam menangai perilaku bullying dengan memberikan bimbingan kepada pelaku bullying serta mengundang orang tua murid untuk datang ke sekolah dan mendiskusikan bagaimana perilaku bullying dapat dirubah sehingga tidak mengulangi perbuatan tersebut.
5
B. Perumusan Masalah Bullying merupakan perilaku agresif berulang yang di sengaja di lakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap korban yang lemah. Perilaku bullying bisa berupa fisik (misalnya: mendorong, menampar dan mencubit), verbal (misalnya: mengejek, menghina dan menyoraki), sosial (misalnya: menyebarkan rumor dan mempermalukan depan umum), dan cyber (misalnya: menghina melalui facebook, twitter dan whatsApp). Dampak negatif pada remaja yang mengalami bullying seperti depresi, akademis, sakit kepala, merasa lesu, ngompol, kesulitan tidur, sakit perut, merasa tegang, lelah, nafsu makan menurun, cemas dan harga diri rendah (Kowalski et al., 2012). Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada perbedaan kejadian depresi pada remaja yang mengalami bullying dengan remaja yang tidak mengalami bullying di SMA Kota Yogyakarta”. C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan kejadian depresi pada remaja SMA yang mengalami bullying dan tidak mengalami bullying di Kota Yogyakarta.
2.
Tujuan khusus a.
Mengetahui kejadian depresi pada remaja SMA di Kota Yogyakarta.
b.
Mengetahui kejadian bullying pada remaja SMA di Kota Yogyakarta.
c.
Membandingkan proporsi depresi pada remaja yang mengalami bullying dan tidak mengalami bullying, dikontrol dengan jenis kelamin, kelas, dan sosial ekonomi pada remaja SMA di Kota Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat praktis a.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi sekolah, orang tua, dan remaja tentang dampak yang akan terjadi dari perilaku bullying sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan yang efektif untuk mengurangi masalah bullying pada remaja.
6
b.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Puskesmas, agar dapat melakukan sosialisasi kepada sekolah dan orang tua tentang pentingnya masalah bullying dan depresi pada remaja.
2.
Manfaat teoritis a.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada.
b.
Sebagai bahan acuan peneliti lain yang berkaitan dengan bullying dan depresi pada remaja.
E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain: 1.
Klomek et al. (2013), melakukan penelitian tentang “Suicidal adolescents’ experiences with bullying perpetration and victimization during high school as risk factors for later depression and suicidality”. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai hubungan antara perilaku bullying dan depresi serta keinginan bunuh diri. Sampel dalam penelitian ini adalah remaja SMA di New York. Penelitian ini menggunakan studi kohort dan analisis data Chisquare. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, analisis data. Perbedaan dengan penelitian ini desain penelitian, besar sampel dan lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keinginan dan usaha bunuh diri lebih tinggi terjadi pada remaja yang terlibat bullying, tetapi remaja perempuan yang jarang terlibat bullying terjadi peningkatan risiko depresi dan keinginan untuk bunuh diri.
2.
Fekkes et al. (2004), melakukan penelitian tentang “Bullying behavior and associations with psychosomatic complaints and depression in victims”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perilaku bullying dan berbagai keluhan kesehatan psikosomatis dan depresi. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dan analisis data menggunakan Chi-square. Sampel penelitian 2.766 anak sekolah dasar usia
7
9-12 tahun di Belanda. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat, desain penelitian dan analisis data. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sampel penelitian dan lokasi penelitian. Hasil penelitian menunjukkan anak yang menjadi korban bullying memiliki peluang lebih tinggi untuk mengalami depresi dan gejala psikosomatik dibandingkan dengan anak yang tidak terlibat dalam perilaku bullying. 3.
Gustina (2011), melakukan penelitian tentang “Korban Bullying dan Depresi Pada Siswa Sekolah Menengah Pertama Di Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara korban bullying dengan depresi pada siswa Sekolah Menengah Pertama. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan analisis data menggunakan Chi-square. Sampel penelitian siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Yogyakarta. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, desain penelitian. Perbedaan dengan penelitian ini adalah sampel penelitian dan lokasi penelitian. Hasil penelitian terdapat hubungan antara korban bullying dan depresi. Siswa yang sering menjadi korban bullying berisiko 1,6 kali mengalami depresi dibandingkan dengan siswa yang jarang menjadi korban bullying.
4.
Pangestuti (2011) melakukan penelitian tentang Konsep Diri Pelaku Bullying Pada Siswa SMPN Y Di Jawa. Tujuan penelitian ini mengidentifikasikan adanya perbedaan yang bermakna antara konsep diri positif dan negatif berdasarkan kecenderungan menjadi pelaku bullying pada siswa SMP Y di Jawa. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dan analisis data Chi-square. Persamaan dengan penelitian ini adalah desain penelitian, analisis data. Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel bebas, variabel terikat, lokasi penelitian, sampel penelitian. Hasil penelitian menunjukkan konsep diri sosial dan konsep diri fisik pelaku bullying di SMPN Y di Jawa adalah positif, sedangkan konsep diri moral serta konsep diri keluarga negatif. Perbedaan antara pelaku dan bukan pelaku yaitu konsep diri fisik negatif, sedangkan bukan pelaku konsep diri sosial, keluarga dan moral positif.