BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sejak tahun 2004, Indonesia telah mempunyai Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan dikeluarkannya Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 (UU SJSN). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dicanangkan pada tanggal 1 Januari 2014 merupakan bagian dari SJSN tersebut dengan menggunakan mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory). Pemberlakuan SJSN ini diharapkan seluruh masyarakat dapat terlindungi dalam sistem asuransi pada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Dalam pemenuhan pelayanan kesehatan kepada seluruh peserta maka diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu fasilitas yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan. Upaya tersebut bersifat perseorangan yaitu berupa promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013, Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Ada dua jenis fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL). FKTP yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dapat berupa puskesmas, Praktik Dokter, Praktik Dokter Gigi, Klinik Pratama dan Rumah Sakit Kelas D Pratama (Kemenkes, 2013).
No 1 A 1 2 3 4
Jenis Faskes 2 FKTP: Dokter Praktek Perorangan Faskes TNI/ Polri Klinik Pratama Puskesmas
Tabel 1. Jenis dan Jumlah FKTP S.d Oktober 2014 s.d Juli 2016 3 4 3.786 1323 2.034 9778
4.447 1.280 3.524 9.815
5 B
RS D Pratama Sub total A FKTP gigi: Dokter gigi Praktek Mandiri Total (A+B)
8 16.929
13 19.079
887 17.816
1.160 20.239
Sumber: BPJS Kesehatan
Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat menghilangkan atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut dan pensiun. Pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Untuk melengkapi Undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah, diterbitkan pula Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Permenkes RI No. 75 tahun 2014 menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan. Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan milik pemerintah sebagai penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan jenjang tingkat pertama. Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD) yang berperan dalam penyelenggaraan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan dan merupakan ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas memiliki dua fungsi utama lainnya yaitu sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Fungsi puskesmas lainnya adalah sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yaitu Upaya Kesehatan Perorangan dan Upaya Kesehatan Masyarakat (Kemenkes, 2004). Puskesmas mempunyai peran strategis dan keunggulan dalam mendukung terlaksananya JKN dibandingkan dengan praktik dokter pribadi dan klinik swasta. Dikarenakan puskesmas
berfungsi sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Sementara itu, pemberlakuan JKN belum didukung dengan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana yang memadai di puskesmas. Sampai saat ini banyak daerah tertinggal yang belum dapat memenuhi persyaratan mengenai kebutuhan sumber daya pelaksana (provider). Daerah terpencil atau tertinggal dapat diidentifikasi sebagai daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Penetapan kriteria daerah tertinggal ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan pada perhitungan enam kriteria yakni mencakup perekonomian masyarakat yang tergolong miskin, sumber daya manusia, ketersediaan infrastruktur, aksesabilitas yang diukur dari rata-rata jarak pusat desa ke ibu kota kabupaten, kemampuan keuangan daerah, dan karakteristik daerah (Bappenas, 2015). Pada FKTP sistem pembayaran yang dilaksanakan adalah melalui tarif kapitasi dan non kapitasi. Kapitasi adalah sebuah metode pembeyaran untuk pelayanan kesehatan dimana penyedia layanan dibayar berdasarkan jumlahh pasien / peserta secara tetap tanpa memerhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan, dimana pengelolaan dana kapitasi JKN pada FKTP milik Pemerintah Daerah yang belum menerapkan BLUD diatur pada Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan dana Kapitasi JKN serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 tahun 2014 tentang penggunaan dana kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan dukungan biaya operasional pada FKTP milik Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014, dana kapitasi pada FKTP adalah dari BPJS Kesehatan yang selanjutnya akan dimanfaatkan untuk pembiayaan jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. untuk setiap FKTP telah ditetapkan alokasi dana pembiayaan jasa pelayanan kesehatan yaitu sekurang-kurangnya sebesar 60% dari dana kapitasi yang diberikan. Enam puluh persen (60%) dari dana kapitasi tersebut dimanfaatkan untuk tenaga kerja yang terdiri atas tenaga kerja kesehatan dan non kesehatan. Sedangkan sisanya dialokasikan untuk dukungan biaya operasional, yaitu seperti obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Besaran tarif kapitasi sudah ditentukan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 Tahun 2014. Sehingga besarnya dana kapitasi yang diberikan kepada FKTP tergantung dari jumlah peserta yang terdaftar di FKTP.
Pembayaran pelayanan kesehatan di FKTP sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan pasal 39, sistem pembayaran terhadap fasilitas kesehatan tingkat pertama dilakukan dengan Kapitasi dan cara pembayaran lain. Maka standar tarif pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 69 tahun 2013 tentang standar tarif pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dalam penyelenggaraan program jaminan kesehatan dan digunakan oleh BPJS Kesehatan untuk membayar Kapitasi Puskesmas. Di beberapa daerah, perjanjian kerjasama FKTP milik pemerintah atau Puskesmas dilakukan antara Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan BPJS Kesehatan. Hal ini membuat Puskesmas tidak mengetahui isi kontrak yang disepakati oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 71 tahun 2013, perjanjian kerja sama Fasilitas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan dilakukan antara pimpinan atau pemilik Fasilitas Kesehatan yang berwenang dengan BPJS Kesehatan. Dalam Implementasi kebijakan pelaksanaan JKN pada FKTP masih banyak terdapat kendala, diantaranya sumberdaya manusia baik secara kuantitas maupun kualitas, sarana dan prasarana, regulasi tentang Program jaminan Kesehatan Nasional belum tersosialisasai secara merata, belum adanya petunjuk teknis penggunaan dana kapitasi sehingga dana kapitasi belum terserap, dana kapitasi masuk kedalam anggaran penerimaan asli daerah (PAD) sehingga ada kekhawatiran dana tersebut tidak kembali 100% ke Puskesmas sebagai FKTP milik pemerintah (Atik, 2014). Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) tahun 2004 telah melakukan pemetaan ketertinggalan daerah. Hasilnya, teridentifikasi 199 kabupaten tergolong daerah tertinggal di Indonesia. Berdasarkan sebaran wilayahnya, sebanyak 123 kabupaten kategori daerah tertinggal (63%) berada di kawasan Timur Indonesia, 58 kabupaten (28%) berada di Pulau Sumatera, dan 18 kabupaten (8%) berada di Pulau Jawa dan Bali. Namun demikian, data terkini menunjukkan, terdapat 183 daerah tertinggal (Bappenas, 2015). Standar tarif kapitasi yang ditetapkan di FKTP juga akan berbeda antara daerah yang masuk dalam karakteristik perkotaan dan daerah terpencil. Tarif kapitasi untuk non daerah terpencil ditetapkan sebagai berikut: puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp.
3.000,- (tiga ribu rupiah) sampai dengan Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah); rumah sakit Kelas D Pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau fasilitas kesehatan yang setara sebesar Rp8.000,(delapan ribu rupiah) sampai dengan Rp10.000,- (sepuluh ribu rupiah); dan praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp2.000,- (dua ribu rupiah), yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.69 tahun 2013. Untuk daerah terpencil dan kepulauan, ditetapkan ketentuan sebagai berikut: tarif pelayanan kesehatan tingkat pertama pada daerah terpencil dan kepulauan yang diberikan oleh dokter atau bidan/perawat, ditetapkan berdasarkan tarif kapitasi, tarif kapitasi bagi dokter ditetapkan sebesar Rp.10.000,-(sepuluh ribu rupiah) per jiwa perbulan, tarif kapitasi bagi bidan/perawat ditetapkan sebesar Rp.8.000,- (delapan ribu rupiah) per jiwa perbulan, dan jika jumlah peserta terdaftar pada FKTP kurang dari 1000 jiwa maka FKTP akan dibayarkan sejumlah kapitasi untuk 1000 jiwa (Surat Edaran Menteri Kesehatan No.HK/Menkes/31/I/2014).
B. Perumusan Masalah Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah : a. Apakah ada perbedaan ketersediaan regulasi daerah di daerah tertinggal dan non tertinggal? b. Apakah ada perbedaan penetapan jasa pelayanan dalam pembayaran kapitasi JKN di daerah tertinggal dan non tertinggal? c. Apakah ada perbedaan ketersediaan regulasi daerah dengan jasa pelayanan dalam pembayaran kapitasi JKN? d. Ada perbedaan pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan Puskesmas di daerah tertinggal dan non tertinggal.
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian adalah Menganalisis perbandingan implementasi pemanfaatan dana kapitasi dalam penyelenggaraan program JKN di daerah tertinggal dan non tertinggal.
Tujuan khusus penelitian ini adalah : a.
Mengetahui perbedaan ketersediaan regulasi daerah di daerah tertinggal dan non tertinggal.
b.
Mengetahui perbedaan pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan Puskesmas di daerah tertinggal dan non tertinggal.
c.
Mengetahui ketersediaan regulasi daerah dengan pemanfaatan (utilisasi) pelayanan kesehatan puskesmas.
d.
Mengetahui perbedaan jasa pelayanan dalam pembayaran kapitasi JKN di daerah tertinggal dan non tertinggal.
rta D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat penelitian ini adalah memberikan masukan dan saran dalam rangka mengembangkan dan menyempurnakan kebijakan yang terkait dengan implementasi pelaksanaan program JKN di puskesmas khususnya di Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kementerian Kesehatan. 2. Memberikan manfaat bagi peneliti dalam menambah pengalaman dan menerapkan ilmu yang peneliti peroleh selama masa perkuliahan.
E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang “Implementasi Pembayaran Kapitasi JKN di Puskesmas tahun 2014 dan 2015: Perbandingan Di Daerah Tertinggal dan Non Tertinggal” belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian tersebut, yaitu: 1. Alamudin, 2009, meneliti tentang Evaluasi Kebijakan dan implementasi Jaminan Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008. Metode penelitiannnya secara dekriptif dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dan penggunaan data sekunder. Persamaan penelitian ini pada topik penelitian tentang evaluasi implementasi program, sedangkan perbedaannya pada rancangan studi penelitian. 2. Muslimin 2009, meneliti tentang evaluasi pendanaan jaminan kesehatan masyarakat di Puskesmas Kab. Purbalingga. Penelitian secara deskriptif kualitatif, dengan unit analisis
dinas/instansi yang terkait dengan pembiayaan kesehatan dan Puskesmas untuk mendapatkan gambaran model pembayaran dana serta pemanfaatan dan pengelolaannya. Persamaan penelitian ini adalah topik dan konsep penelitian, sedangkan perbedaannya pada rancangan studi penelitian. 3. Wasis Budiarto dan Lusi Kristiana tahun 2015, meneliti tentang Pemanfaatan Dana Kapitasi
Oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Dalam Penyelenggaraan JKN. Penelitian ini dilakukan di 2 provinsi dengan kriteria Fiscal Capacity Index (FCI) sangat tinggi (Kalimantan Timur) dan rendah (Jawa Tengah). Tiap provinsi dipilih 2 kabupaten dan 1 kota, dan dari masing-masing Kabupaten/Kota dipilih 2 puskesmas, 2 klinik pratama, 2 dokter dan 2 dokter gigi praktek perseorangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan pemikiran logis melalui expert judgment.