BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi seorang muslim, dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kewajiban dakwah merupakan suatu yang tidak mungkin dihindarkan dari kehidupannya, bersama dengan pengakuan dirinya sebagai seorang yang mengidentifikasi diri sebagai seorang penganut Islam. Sehingga orang yang mengaku diri sebagai seorang muslim, maka secara otomatis pula dia itu menjadi seorang juru dakwah.1 Dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim, bahkan tidak berlebihan apabila kita katakan bahwa tidak sempurna seseorang itu muslim, apabila dia menghindari tanggung jawabnya sebagai seorang juru dakwah. Dalam berdakwah, seringkali langkah yang ditempuh tidak mulus, akan tetapi banyak mengalami hambatan dan rintangan selalu menyertai usaha berdakwah. Untuk mengantisipasi segala kemungkinan ataupun ganjalan yang akan muncul, maka diperlukan siasat cermat dan strategi jitu harus segera diambil. Untuk menunjang dalam mencapai sukses atau keberhasilan dakwah, perlu diusahakan usaha-usaha yang tepat dan konkrit, baik dalam bentuk metode atau alat yang akan dipakai untuk berdakwah. Salah satu usaha memenuhi harapan itu, yang perlu diperhatikan yaitu semakin lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dakwah dalam
menyebarluaskan
agama
Islam,
juga
perlu
memperhatikan
hal tersebut. Di mana untuk mencapai tujuan ini, medialah yang harus kita pakai dengan tidak melupakan situasi dan kondisi.2 Walisongo atau Wali Sembilan merupakan pelopor masuknya Islam di Jawa. Mereka dalam berdakwah menggunakan media yang di antaranya yaitu: Kebudayaan Jawa-Hindu, lengkap dengan seni suara, seni karawitan, 1 2
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997, hlm. 32 Bambang Sugito, Dakwah Islam Melalui Media Wayang Kulit, Aneka, Solo, 1992, hlm. 11
1
2
seni wayang, seni tari, seni tulis dan lain-lain. Media tersebut tidak digunakan secara mentah-mentah begitu saja, melainkan setelah dibesut lebih dahulu, sehingga menjadi lebih indah dan menarik hati segala sesuatunya. Isi maknawi wejangannya ialah gagasan-gagasan serba ajaran agama Islam, pengganti yang serba Hindu dan atau animisme, malahan membangkitkan pengertian dan kecenderungan batin para penganut Hindu kepada Islam.3 Adalah Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari Walisongo. Pada waktu muda bernama Raden Said atau Jaka Said, putera Tumenggung Wilatikta, Adipati Tuban. Sedangkan tahun kelahiran Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan, hanya diperkirakan sekitar tahun ± 1450 M.4 Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Walisongo yang namanya paling tenar di kalangan masyarakat, karena beliau sangat pandai bergaul di segala lapisan masyarakat dan toleransinya yang sangat tinggi. Sunan Kalijaga sangat berjasa bagi perkembangan agama Islam dan perkembangan kebudayaan bangsa Indonesia, terutama kebudayaan wayang. Sejarah perkembangan wayang tidak lepas dari peranan Sunan Kalijaga. Wayang di dalam masyarakat Jawa sebelum agama Islam berkembang telah menjadi sebagian dari hidupnya, dan di dalam dakwah, Sunan Kalijaga menjadikan wayang ini sebagai alat atau media demi suksesnya dakwah Islam.5 Sunan Kalijaga terhadap kesenian wayang dipandang sebagai tokoh yang telah menghasilkan kreasi baru yaitu dengan adanya wayang kulit dengan
segala
perangkat
gamelannya.
Wayang
kulit
merupakan
pengembangan baru dari wayang beber yang memang sudah ada sejak zaman Erlangga. Di antara wayang ciptaan Sunan Kalijaga bersama Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari : Semar, Petruk, Gareng dan Bagong.6 3
K.M.A. Machfoedl, Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah dan Penerapannya, Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 14 4 Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Islamisasi di Jawa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 83-84 5 Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, Menara Kudus, Kudus, 1974, hlm. 24 6 Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Op. Cit., hlm. 121
3
Wayang mengandung makna lebih jauh dan mendalam, karena mengungkapkan gambaran hidup semesta. Wayang dapat memberikan gambaran lakon kehidupan umat manusia dengan segala masalahnya. Dalam dunia pewayangan tersimpan nilai-nilai pandangan hidup Jawa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan kesulitan hidup. Wayang sebagai titik temu nilai budaya Jawa dan Islam adalah suatu momentum yang sangat berharga bagi perkembangan kahasanah budaya Jawa.7 Wayang sebagai seni budaya klasik tradisional telah banyak berubah sesuai dengan kebutuhan masyarakat pendukungnya. Dapat berbentuk pagelaran wayang kulit, wayang golek ataupun wayang orang yang pementasannya tidak terlepas dari unsur-unsur multidimensional. Dalam pentas yang berbentuk pagelaran wayang kulit hanya pagelaran wayang kulit Purwa (Jawa) saja yang masih menonjol, sedang wayang Beber, wayang Menak serta wayang Gedong telah lama ditinggalkan.8 Wayang bagi masyarakat Jawa tidak hanya sekedar hiburan, tetapi juga merupakan alat komunikasi yang mampu menghubungkan kehendak dalang lewat alur cerita, sehingga dapat menginformasikan pendidikan dan penerangan. Termasuk di dalamnya juga dapat digunakan sebagai media Pengembangan Agama Islam (dakwah Islamiyah). Memperhatikan keunikan wayang serta hikmah dari Sunan Kalijaga sebagai seorang da’i yang lebih suka memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, maka penulis tertarik untuk mengambil judul : “Wayang Sebagai Media Dakwah Sunan Kalijaga dan Efektivitasnya Pada Masa Kini”. B. Penegasan Istilah Untuk memperjelas pengertian dari judul skripsi ini, agar tidak menimbulkan presepsi yang berbeda, di sini penulis akan menyampaikan beberapa penegasan istilah. Adapun beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut : 7 H. M. Darori Amin, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000, hlm.183 8 S. Haryanto, Bayang-bayang Adiluhung, Dahara Prize, Semarang, 1992, hlm. 22
4
1. Wayang Wayang adalah sebuah kata bahasa Indonesia (Jawa) asli yang berarti “bayang” atau bayang-bayang yang berasal dari akar kata “yang” dengan mendapat awalan “wa” menjadi kata wayang.9 Wayang menurut Amir Mertosedono S.H. adalah : dalam bahasa Jawa perkataan wayang berarti wayangan (layangan). Dalam bahasa Indonesia berarti bayang-bayang, samar-samar, dan tidak jelas. Dalam bahasa Aceh berarti bayang artinya wayangan. Sedangkan dalam bahasa Bugis berarti wayang atau bayang-bayang.10 Sedangkan yang dimaksud
wayang disini adalah wayang kulit
yaitu bayangan yang bergerak-gerak dan kadang-kadang juga menakutkan yang dibuat dari kulit yang diukir.11 2. Media Dakwah Media adalah alat (sarana) komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk.12 Dakwah دﻋﻮة- ﻳﺪﻋﻮ- دﻋﺎ Dakwah
adalah
secara
etimologis
berasal
dari
bahasa
Arab
yang berarti seruan, panggilan, dan ajakan.13 mengajak
manusia
kepada
jalan
kebaikan
dan
meninggalkan keburukan (amar ma’ruf nahi munkar). Media dakwah adalah alat yang dipakai sebagai perantara untuk melaksanakan kegiatan dakwah.14 Menurut penulis media dakwah adalah suatu alat yang dipakai untuk memberikan pesan dari da’i kepada mad’u, dalam rangka melaksanakan kegiatan dakwah, supaya tercapai tujuan dakwah. 3. Sunan Kalijaga 9
Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistikisme Dalam Wayang, Gunung Agung, Jakarta, 1983,
hlm. 53
10
11
Amir Mertosedono, Sejarah Wayang, Dahara, Prize, Semarang, 1993, hlm. 28
Ibid., hlm. 32 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm 569. 13 M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, 1984, hlm. 77-78 14 Ibid., hlm. 77 12
5
Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Walisongo yang dalam sejarah dakwahnya dipandang sukses dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa pada umumnya, dan Jawa Tengah pada khususnya. 4. Efektifitas Efektifitas berarti kegunaan, hasil guna dan menunjang tujuan
15
.
Efektivitas akan diukur melalui tanggapan para ahli dan para pecinta wayang kulit. 5. Masa Kini Masa kini berarti waktu yang terbaru atau saat yang terakhir.16 Sedangkan yang dimaksud masa kini pada penelitian ini adalah pandangan masyarakat (para ahli dibidang wayang serta masyarakat pecinta pertunjukan wayang) tentang efektifitas wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa kini atau pada waktu sekarang. Dengan adanya kemajuan teknologipun wayang sebagai media dakwah pada masa kini masih efektif, dimana manusia dengan mudah mendapatkan informasi dalam berbagai bentuk termasuk dalam hal informasi hiburan. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana latar belakang wayang digunakan sebagai media dakwah? 2. Siapa pencipta-pencipta wayang dan apakah filsafat yang terkandung dalam wayang? 3. Bagaimana wayang digunakan dalam dakwah Sunan Kalijaga? 4. Bagaimana pandangan masyarakat tentang efektivitas wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa kini? D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 15 16
Pius A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994, hlm. 128. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit., hlm. 561.
6
1. Menggambarkan latar belakang wayang digunakan sebagai media dakwah. 2. Mendeskripsikan pencipta-pencipta wayang dan filsafat yang terkandung dalam wayang. 3. Mengetahui bagaimana wayang digunakan dalam dakwah Sunan Kalijaga. 4. Mengumpulkan pandangan masyarakat tentang efektivitas wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa kini. E. Telaah Pustaka Untuk
menghindari
kesamaan
skripsi
ini,
maka
penulis
memberikan tiga karya skripsi yang pernah dibuat. Karya-karya itu antara lain : 1. Keberadaan Pandawa Lima dalam Wayang Purwa Ditinjau dari Segi Dakwah Islamiyah, oleh Suharto tahun 1995, antara lain berisi tentang : Bahwa keberadaan Pandawa Lima dalam wayang Purwa jika ditinjau dari segi dakwah Islam, maka mengandung makna yang dapat dipakai sebagai media dakwah Islam. Tetapi, ada juga hal-hal yang perlu ditinggalkan, terutama mengenai kepercayaan yang bersifat pholitheisme,
yaitu
kepercayaan terhadap beberapa dewa. Oleh karena itu bagi para dalang supaya lebih hati-hati serta bersikap bijaksana. 2. Pagelaran Wayang Purwo sebagai Media Dakwah di Kecamatan Karang Anom Kabupaten Klaten oleh Siti Muti’atun tahun 1991. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah : dalam memasukkan ajaran Islam, dalang dapat menyisipkan misi Islam melalui suluk, syair tembang ataupun saat punokawan beraksi (goro-goro). Pagelaran wayang purwo di karang anom mendapat tanggapan positif, baik dikalangan pelajar maupun masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan pada sebuah pelajaran wayang, yang mengambil lakon “Wahyu Tirto Nadi”. 3. Eksistensi Wayang Golek sebagai Media Dakwah bagi Masyarakat Kecamatan Mirit Kabupaten Kebumen oleh Gunawan tahun 1992. Hasil dari penelitian tersebut antara lain adalah : wayang golek merupakan salah satu bentuk kesenian yang telah mendapat tempat di hati masyarakat.
7
Wayang golek sangat cocok untuk dijadikan sebagai media penyampaian dakwah Islamiyah karena dilihat dari sumber cerita bertumpu dari negeri Arab. Dengan demikian penulis berasumsi bahwa judul yang penulis angkat adalah baru, sebenarnya banyak buku-buku rujukan dan karya ilmiah yang berbicara masalah media dakwah, akan tetapi obyek kajian yang kami teliti berbeda, baik tokoh maupun isi dakwahnya. Oleh karena itu, melalui kajian skripsi ini penulis hendak sedikit mengisi kekurangan tersebut. F. Kerangka Teori 1. Pengertian wayang kulit. Wayang kulit yaitu suatu bentuk pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang dengan menggunakan gambar, boneka atau semacamnya dari kulit, sebagai alat pertunjukan dengan diiingi musik yang telah ditentukan.17 Wayang merupakan suatu budaya manusia yang didalamnya terkandung seni estetis. Wayang berfungsi sebagai tontonan dan juga berfungsi sebagai tuntunan kehidupan. Dalam pertumbuhannya, fungsi wayang juga telah mengalami beberapa perubahan yaitu sejak dari fungsi sebagai alat suatu upacara yang ada hubungannya dengan kepercayaan hingga menjadi
alat
pendidikan yang bersifat didaktis dan sebagai alat penerangan, lalu menjadi kesenian daerah dan kemudian menjadi obyek ilmiah.18 2. Wayang kulit sebagai media dakwah Sunan
Kalijaga
merupakan
tokoh
yang
telah
berhasil
menghasilkan kreasi baru yaitu adanya wayang kulit dengan segala perangkat gamelannya. Wayang sebagai media dakwah itu selalu dipergunakan sunan Kalijaga dalam media dakwah diberbagai daerah dan ternyata wayang ini merupakan media yang efektif untuk berdakwah.19 17
Bambang Sugito, Op.Cit. hlm. 31 Sri Mulyono, Wayang Asal usul Filsafat dan Masa Depannya, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 2 19 Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Op.Cit., Hlm. 122. 18
8
Wayang kulit sebagai media dakwah yang bersifat auditif, visual, atau audio visual. Menurut sudut pandang mana kita melihatnya. Wayang kulit sebagai media, juga dapat digunakan alat untuk mencapai tujuan tertentu dalam bentuknya pagelaran. Wayang bagi masyarakat jawa tidak hanya sebagai hiburan atau tontonan tetapi juga sebagai media pendidikan bahkan sudah menjadi media dakwah. 3. Filsafat wayang Wayang sebagai pertunjukan adalah ungkapan dan peragaan religius yang terdapat bermacam-macam unsur lambang seperti bahasa, gerak, suara, warna, dan rupa. Didalam wayang terdapat religius kuno yang masih terdapat adanya mitos dan ritual. Dalam sejarah religius jawa wayang tidak lepas dari pengaruh agama-agama Hindu, Budha, dan Islam beserta mistiknya.20 Membicarakan wayang tak ubahnya membicarakan filsafat jawa. Menurut dunia pewayangan hidup harus senantiasa berdasarkan kebenaran, dan kebenaran sejati hanya dapat diperoleh dari Tuhan.21 Bagi orang jawa filsafat jawa mempelajari alam mistik dan tidak rasional. Sehingga alam mistik dan filsafat menjadi satu secara fiosofis dan religius. Inti dari filsafat wayang itu adalah berpusat pada pakem (lakon)nya. 4. Pandangan-pandangan masyarakat tentang wayang. Bagi orang jawa, dunia pewayangan merupakan dunianya sendiri, dunia kejawen. Karena orang jawa menilai bahwa wayang mengandung filsafat yang dalam dan memberi peluang untuk melakukan pengajian filsafat dan mistik religius.22 Bagi masyarakat jawa wayang merupakan sesuatu yang tampak langgeng, karena budaya tersebut tetap populer sejak jaman Hindu, Islam penjajahan Belanda ataupun Jepang serta pada jaman revolusi kemerdekaan maupun di zaman pembangunan sekarang ini. Sedangkan 20
S. Haryanto, Op.Cit., hlm. 153. H.M. Darori Amin, dkk., Op.Cit.,hlm. 178. 22 S. Haryanto, Op.Cit., hlm.20 21
9
pandangan masyarakat yang dimaksud adalah tanggapan para ahli dibidang wayang serta masyarakat pecinta pertunjukan wayang kulit. G. Metode Penulisan Skripsi Untuk memperoleh data yang valid, maka penulis menggunakan metode-metode antara lain: 1. Metode Pengumpulan Data, antara lain : a. Library
Research
(penyelidikan
kepustakaan)
yaitu
teknik
pengumpulan data melalui perpustakaan.23 Metode ini digunakan dalam rangka memperoleh data yang bersifat teori sebagai landasan ilmiah yakni memilih literatur yang ada relevansinya dengan penelitian, baik itu dari buku, koran, majalah, buletin, dan lain sebagainya. b. Wawancara yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab.24 Wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi mengenai pandangan masyarakat dan para ahli tentang efektifitas wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa kini. Jumlah responden tidak dibatasi, namun brhenti sampai ditemukan jawaban yang berulang-ulang dari masyaakat umum baik dari para ahli dibidang wayang maupun para pecinta wayang. 2. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka perlu dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan data penelitian ini. Dalam analisis data ini penulis menggunakan analisis reflektif, induktif dan komparatif . Analisis reflerif yaitu analisis yang lebih mengedepankan kerangka pikiran ide dan perhatian dari peneliti.25 Analisis ini digunakan untuk memahami isi-isi literatur tentang wayang digunakan sebagai media dakwah Sunan Kalijaga dan juga untuk memehami hubungan antar ide, 23
Winarno Surahmad, Paper Skripsi Tesis Desertasi, Tarsito, Bandung, l97l, hlm. 60. Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalis Indonesia, Jakarta, 1999, hlm. 234. 25 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi III, Penerbit Rake Sarasim, Yogyakarta, 1998, hlm. 102. 24
10
sehingga dapat ditemukan ide-ide yang merupakan kesimpulan dari hubungan tersebut. Untuk menganalisa pandangan masyarakat dengan para ahli tentang efektifitas wayang akan digunakan metode induktif dan komparatif. Analisis induktif yaitu analisis atas data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit yang dilanjutkan dengan kategorisasi.26 Sedangkan analisis komparatif yaitu analisis yang lebih menggunakan logika perbandingan dan juga dapat membuat generalisasi.27 Dengan analisis ini diharapkan didapatkan pendapat yang merupakan generalisasi dari para individu baik dari para ahli wayang maupun dari masyarakat pecinta wayang. H. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memberikan gambaran umum tentang skripsi ini, perlu kiranya penulis kemukakan sistematika penulisan sebagai berikut: Pertama, merupakan bab pendahuluan, yang terdiri atas, latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penulisan skripsi dan sistematika penulisan skripsi. Kedua, merupakan bab yang memuat landasan teori yakni tinjauan kepustakaan yang menjadi sudut pandang penelitian. Ini akan diuraikan menjadi dua sub bab. Sub bab pertama pengertian dakwah, dasar kewajiban dakwah dan unsur-unsur dakwah. Sub bab kedua masalah wayang kulit, yang meliputi : pengertian wayang kulit, sejarah dan perkembangan wayang kulit, pencpta-pencipta wayang dan filsafat yang terkandung didalam wayang dan latar belakang wayang digunakan sebagai media dakwah. Ketiga, mengenal Sunan Kalijaga yang meliputi: silsilah dan asalusul sunan Kalijaga, perjalanan spiritual/menjadi wali, karya dan jasa sunan Kalijaga, metode dakwah sunan Kalijaga, dan dakwah sunan Kalijaga dengan menggunakan media wayang. 26 27
Ibid., hlm 123. Ibid., hlm. 88
11
Keempat, efektivitas wayang sebagai media dakwah pada masa kini, meliputi: peran dalang dalam kehidupan masyarakat, manfaat nonton pergelaran wayang kulit dan pandangan masyarakat (para ahli wayang dan pecinta wayang) tentang keberadaan wayang sekarang ini. Kelima, merupakan bab analisis yang berisi: analisis tentang wayang digunakan dalam dakwah Sunan Kalijaga dan analisis tentang efektifitas wayang sebagai media dakwah pada masa kini. Keenam, merupakan bab penutup yang memuat tentang kesimpulan yang dapat ditarik dari bab-bab sebelumnya dan diakhiri dengan saran-saran serta penutup.
12
BAB II DAKWAH DAN WAYANG KULIT A. Pengertian Dakwah, Dasar Kewajiban Dakwah Dan Unsur-Unsur Dakwah 1. Pengertian Dakwah Pengenalan orang terhadap suatu istilah tidak selalu menjadi jaminan bahwa pengertian dan pengetahuan tentang istilah sudah bisa dipahami. Begitu juga dengan istilah dakwah. Meski istilah dakwah di Indonesia bukan hal baru, akan tetapi belum tentu setiap orang mengetahui dan memahami pengertian dakwah dengan segala seluk beluknya. Oleh karena itu tidaklah berlebihan bila penulis dalam membahas tentang dakwah, terlebih dahulu memaparkan pengertian dakwah. Pemaparan pengertian dakwah ini bukan berarti dengan mengumpulkan dakwah berdasarkan definisi secara keseluruhan, namun penulis menganggap cukup dengan mengemukakan beberapa definisi yang sifatnya saling melengkapi untuk dipedomani pengertianpengertian itu antara lain : Secara bahasa, “Dakwah” berasal dari kata Arab دﻋﻮة- -دﻋﺎ
ﻳﺪﻋﻮyang berarti: “ajakan, seruan, panggilan, undangan”.28 Sedang menurut pakar, pengertian dakwah sebagai berikut:
Dr. Hamzah Ya’kub mendefinisikan dakwah ialah mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan rasul-Nya.29
Drs. Barmawi Umari menambahkan bahwa dakwah mengajak orang kepada kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh kebahagiaan dimasa sekarang dan yang akan datang.30
28
Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, Penerbit Diponegoro, Bandung, 1981, hlm., 13 Ibid.,hlm 13. 30 Barmawi Umari, Azas-azas Ilmu Dakwah, Ramadhani, Sala, 1969, hlm.,52. 29
12
13
Setelah kita mengetahui pendapat-pendapat dari beberapa pakar mengenai dakwah ini, kita dapat mengetahui adanya persamaanpersamaan unsur tertentu, antara lain: a. Unsur mengajak ke jalan yang benar menurut garis-garis dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam agama Islam. b. Unsur amar ma’ruf nahi munkar, yakni menyuruh manusia untuk melakukan amal kebajikan serta melarang manusia untuk berbuat kurang baik. c. Unsur tujuan hidup manusia, yakni untuk memperolah kemaslahatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Melihat persamaan-persamaan tersebut maka penulis akan mengambil kesimpulan tentang pengertian dakwah yaitu mengajak dan sebagainya kepada manusia lain baik perorangan maupun kelompok agar melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sesuai ajaran Islam secara penuh guna memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. 2. Dasar Kewajiban Dakwah Dasar dari kewajiban dakwah ialah Al Qur’an surat Al-Imron ayat 104:
وﻟﺘﻜﻦ ﻣﻨﻜﻢ اﻣﺔ ﻳﺪﻋﻮن اﻟﻰ اﻟﺨﻴﺮ وﻳﺄﻣﺮون ﺑﺎﻟﻤﻌﺮوف وﻳﻨﻬﻮن ﻋﻦ .اﻟﻤﻨﻜﺮ واوﻟﺌﻚ هﻢ اﻟﻤﻔﻠﺤﻮن Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.31 Kemudian pada surat An-Nahl ayat 125, Allah menegaskan:
ادع اﻟﻰ ﺳﺒﻴﻞ رﺑﻚ ﺑﺎﻟﺤﻜﻤﺔ واﻟﻤﻮﻋﻈﺔ اﻟﺤﺴﻨﺔ وﺟﺎدﻟﻬﻢ ﺑﺎﻟﺘﻲ هﻰ .اﺡﺴﻦ ان رﺑﻚ هﻮ اﻋﻠﻢ ﺑﻤﻦ ﺿﻞ ﻋﻦ ﺳﺒﻴﻠﻪ وهﻮ اﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﻤﻬﺘﺪﻳﻦ 31
Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989, hlm. 113.
14
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.32 Meskipun seorang muslim mendapat perintah Allah untuk menyerukan manusia, memperbaiki kehidupan sesuai jalan Allah, akan tetapi dalam prakteknya Islam memberi kebebasan manusia untuk menentukan agamanya. Firman Allah dalam surat Al Baqarah: 256.
.ﻻاآﺮﻩ ﻓﻰاﻟﺪﻳﻦ ﻗﺪ ﺕﺒﻴﻦ اﻟﺮﺷﺪ ﻣﻦ اﻟﻐﻲ Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang Salah....”33 3. Unsur-unsur Dakwah Suatu aktifitas bila berjalan sebagaimana mestinya pastilah ada unsur-unsur yang saling mendukung satu sama lain. Begitu juga dengan aktivitas dakwah, terdapat unsur-unsur yang saling mempengaruhi. Dakwah ini memiliki lima unsur pokok yaitu: a. Subyek (da’i) Da’i merupakan pelaksana kegiatan dakwah, baik secara individu maupun secara kelompok (organisasi). Da’i merupakan Salah satu unsur dari dakwah. Dakwah tidak mungkin terselenggara walaupun unsur-unsur yang lainnya terpenuhi dengan sempurna. Da’i adalah seorang muslim yang memiliki syarat-syarat dengan kemampuan tertentu yang dapat melaksanakan dakwah
32 33
Ibid, hlm. 421. Ibid, hlm. 63.
15
dengan baik. Da’i biasa juga disebut dengan mubaligh yang merupakan pelaksana dakwah serta juru dakwah.34 Adapun syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi seorang da’i menurut Hafi Anshari antara lain: 1. Persyaratan jasmani (fisik) Kesehatan
jasmani
menjadi
faktor
yang
penting
dalam
memperlancar dakwah disamping itu juga kondisi jasmani dan penampilan fisik seorang da’i akan menjadi kebanggaan bagi mad’u. Persyaratan yang dimaksud meliputi: kesehatan jasmani secara umum, keadaan tubuh bagian dalam dan keadaan tubuh mengenai cacat atau tidak 2. Persyaratan ilmu pengetahuan Persyaratan ilmu pengetahuan ini berkaitan dengan pemahaman da’i terhadap unsur-unsur dakwah yang ada seperti mad’u, materi, media serta tujuan dakwah. 3. Persyaratan kepribadian Sebagai pemimpin yang akan menjadi panutan, sudah barang tentu haruslah mempunyai kewibawaan, sedangkan kewibawaan itu terwujud ditentukan oleh faktor kemampuan da’i untuk memulai dari dirinya lebih dahulu sebagai contoh dan keteladanan. Seorang da’i haruslah mempunyai kepribadian yang baik, watak dan sikapnya menyenangkan, perlakunya baik dan bisa dijadikan contoh, perkataannya selalu benar, sedangkan sifat-sifatnya mulia dan terpuji, akhlaknya juga baik, yang kesemuanya itu tercermin didalam kepribadian Rasulullah SAW.35 b. Obyek (mad’u) Masyarakat sebagai penerima dakwah, sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah itu ditujukan. Karena penerima dakwah adalah 34
Hamzah Ya’kub, Op.Cit., hlm. 36 HM. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah, Al Ikhlas, Surabaya, 1993, hlm. 105-106. 35
16
individu ataupun masyarakat, tentu akan dijumpai mad’u yang latar belakangnya berbeda-beda. Untuk menghadapi ini da’i atau mubaligh melengkapi dirinya dengan pengetahuan ilmu jiwa (psikologi), sosiologi, ilmu politik, ilmu sejarah, antropologi dan lain sebagainya. Dalam menghadapi mad’u yang latar belakangnya berbedabeda seperti jenis kelamin, tingkat umur, tingkat pendidikan, sosial ekonomi, dan lain-lain maka da’i harus membekali diri dengan disiplin ilmu yang mendukung. Oleh sebab itu mad’u memiliki keunikan individu artinya setiap individu memiliki karakteristik, sifat, kebutuhan dan sebagainya yang berbeda-beda. c. Materi dakwah Materi dakwah kadang-kadang disebut dengan ideologi dakwah yaitu ajaran Islam itu sendiri. Ajaran Islam berpangkal pada dua pokok yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.36 Kedua hal tersebut menjadi landasan da’i dalam menyampaikan pesannya. Ia tidak boleh menyimpang dan harus selalu belajar dan menggali ajaran Islam guna menambah wawasan keIslaman, yang nantinya diharapkan menjadi modal da’i untuk lebih menguatkan mad’u dalam memahami Islam. Adapun materi dakwah itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok yaitu: 1. Akidah,
yaitu
menyangkut
sistem
keimanan/kepercayaan
terhadap Allah SWT. 2. Syariah, yaitu serangkaian ajaran yang menyangkut aktifitas manusia muslim didalam semua aspek hidup dan kehidupannya, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan, mana yang halal dan haram dan lain sebagainya
36
Ibid.,hlm 29.
17
3. Akhlak, yaitu menyangkut tata cara berhubungan dengan Allah maupun sesama makhluk dan seluruh makhluk-makhluk Allah.37 d. Media dakwah Media dakwah adalah alat yang dipakai sebagai perantara untuk melaksanakan kegiatan dakwah. Adapun alat-alat tersebut antara lain: 1. Dakwah melalui saluran lisan Yang dimaksud dakwah secara lisan adalah dakwah secara langsung dimana da’i menyampaikan ajakan dakwahnya kepada mad’u. 2. Dakwah melalui saluran tertulis Dakwah dengan saluran tertulis adalah kegiatan dakwah yang dilakukan melalui tulisan-tulisan. Kegiatan dakwah tertulis ini dapat dilakukan melalui surat-surat kabar, majalah, buku-buku, buletin dan lain sebagainya. 3. Dakwah melalui alat-alat audio visual Alat audio visual adalah peralatan yang dipakai untuk menyampaikan pesan dakwah yang dapat dinikmati dengan mendengar dan melihat. Peralatan audio visual ini antara lain: TV, seni drama, wayang kulit, video cassete dan lain sebagainya. 4. Dakwah melalui keteladanan. Dakwah yang paling efektif adalah bentuk penyampaian pesan dakwah melalui bentuk percontohan atau keteladanan dari da’i. Dengan demikian akan menampakkan adanya bentuk yang konsekuen antara pernyataan dan pelaksanaan. 38 e. Tujuan dakwah
37 38
Hafi Anshari, Op.Cit., hlm 146. M. Aminudin Sanwar, Op.Cit.,hlm. 77.
18
Dalam hidup orientasi manusia mencari kebahagiaan seperti makan, minum, bergaul, menempuh pendidikan, bekerja dan sebagainya adalah contoh-contoh keseharian. Namun menurut Islam, kebahagiaan yang hakiki hanyalah mengingat Allah. Jadi bukan sebab tingginya jabatan status sosial seseorang maupun harta berlimpah,
manusia
mencapai
derajat
kebahagiaan
yang
sesungguhnya. Firman Allah dalam surat Ar-Ra’du ayat 28:
.اﻟﺬﻳﻦ اﻣﻨﻮا وﺕﻄﻤﺌﻦ ﻗﻠﻮﺑﻬﻢ ﺑﺬآﺮاﷲ اﻻﺑﺬآﺮاﷲ ﺕﻄﻤﺌﻦ اﻟﻘﻠﻮب Artinya: “(yaitu) orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram”.39 Lebih lanjut Abdur Rasyid Saleh mengatakan bahwa usaha dakwah baik dalam bentuk menyeru atau mengajak umat manusia agar bersedia menerima dan memeluk Islam, maupun dalam bentuk amar
ma’ruf
nahi
munkar,
tujuannya
dalam
terwujudnya
kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridloi Allah SWT.40 B. Pengertian Wayang Kulit, Sejarah dan Perkembangan Wayang Kulit 1. Pengertian wayang kulit Menurut Amir Mertosedono wayang kulit biasa disebut juga dengan wayang purwa yaitu bayangan yang bergerak-gerak dan kadang-kadang juga menakutkan yang dibuat dari kulit yang diukir, yang jatuh pada kelir putih, biasanya tepi kelir berwarna merah. Wayang purwa merupakan wayang yang tertua.41
39
Depag. RI, Op.Cit.,hlm 373 Abdur Rasyid Saleh, Op.Cit., hlm.21-22. 41 Amir Mertosedono, Op.Cit., hlm. 32 40
19
Sedangkan menurut Bambang Sugito, wayang kulit yaitu suatu bentuk pertunjukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang dengan menggunakan gambar boneka atau semacamnya dari kulit sebagai alat sebagai alat pertunjukan dengan diiringi musik yang telah ditentukan.42 Wayang merupakan warisan kebudayaan leluhur, yang telah mampu bertahan dan berkembang berabad-abad. Dengan mengalami perubahan dan perkembangan sampai mencapai bentuknya yang sekarang ini. Wayang juga dikenal dan didukung oleh sebagian besar masyarakat jawa, yang memiliki corak yang bentuk yang khusus dan bermutu tinggi sehingga dapat disebut kebudayaan nasional. Wayang kulit merupakan seni kebudayaan nasional untuk melaksanakan dakwah agama yang dibungkus dalam seni kata-kata yang digunakan untuk nama-nama, tokoh-tokoh, kejadian-kejadian dan sebagainya. Tidak mengherankan apabila dalam seni wayang terdengar nama-nama yang baru pada saat itu, bahkan banyak yang diberi nama dan peranan yang baru. 2. Sejarah dan perkembangan wayang kulit Wayang telah dikenal sejak zaman purba yang merupakan perwujudan dari bayang-bayang nenek moyang. Dalam kepercayaan animisme dan dinamisme suatu kepercayaan yang dianut masyarakat pada zaman itu berkaitan dengan roh nenek moyang yang telah lama mati menjadi pelindung bagi manusia yang masih hidup. Roh tersebut tinggal di bukit-bukit, gunung-gunung, pohon besar dan benda-benda lainnya. Menurut Dr. Hazeu, wayang telah ada sejak zaman airlangga (950 caka = 1028 M permulaan abad XI Sesudah Masehi) didalam kerajaan Kediri yang makmur. Pertunjukan bayang-bayang (wayang)
42
Bambang Sugito, Op.Cit., hlm. 31.
20
mempergunakan boneka dari kulit (walulang inukir), dan bayangbayangnya diproyeksikan pada tabir (kelir).43 Kemudian pada tahun 1443 Sunan Kalijaga membuat wayang dijadikan satu-satu, tiap wayang satu dibuat pada kulit satu lembar, jadi penggunaan kulit kambing sebagai wayang adalah oleh Sunan Kalijaga pula.44 Bahkan lebih jauh dari itu Ir. Sri Mulyono memberikan penjelasan bahwa wayang kulit purwa itu merupakan bentuk kesenian klasik tradisional yang timbul kurang lebih pada tahun 1500 SM. Jadi hingga sekarang sudah berusia 35 abad.45 Perkembangan wayang kulit menurut Sunarto diketahui ada dua macam teori yang cukup dikenal dalam dunia pewayangan. Pertama, perkembangan wayang yang berkaitan dengan maSalah morfologi wayang. Teori ini menjelaskan tentang asal usul wayang yang bermula dari gambar relief candi kemudian dipindah pada lembaran kertas yang disebut wayang beber. Perkembangan selanjutnya wayang beber dipisah-pisahkan, sehingga dapat digerak-gerakkan dan dibuat dari kulit kerbau yang selanjutnya disebut wayang kulit. Kedua, teori perkembangan wayang berdasarkan perkembangan sejarah atau sumber-sumber sejarah yang lebih dapat dipercaya kebenarannya.46 Dr. Hazeu mengupas secara ilmiah tentang pertunjukan wayang kulit dan menyelidiki istilah-istilah sarana pertunjukan wayang kulit yaitu: wayang, blencong, kepyak, dalang, kotak, istilah tersebut diatas hanya terdapat dipulau jawa. Jadi bahasa jawa asli.47 Jadi jelaslah kini bahwa wayang merupakan budaya asli Indonesia bukan budaya Hindu atau Budha. Yang harus kita garis bawahi adalah meskipun begitu lamanya namun pewayangan hingga
43
Sri Mulyono, Op.Cit.,hlm. 21. Umar Hasyim, Op.Cit., hlm. 25 45 Sri Mulyono, Op.Cit., hlm. 3. 46 Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit, Dahara Prize, Semarang, 1997, hlm. 16. 47 Sri Mulyono, Op.Cit., hlm. 8 44
21
kini masih saja digemari. Hal itu dikarenakan di dalam pewayangan terdapat berbagai macam unsur-unsur: hiburan, seni, pendidikan, dakwah, musik, vokal, ukir dan sebagainya. C. Pencipta-pencipta Wayang dan Filsafat yang Terkandung dalam Wayang 1. Pencipta-pencipta wayang Dr. Hazeu mengatakan bahwa wayang telah ada sejak zaman kahuripan, malahan dalam kedaton Erlangga telah diadakan pertunjukan wayang. Zaman sang Prabu Jayabaya, dan seterusnya sampai zaman Majapahit, wayang dinamakan wayang beber. Karena wayang digambar diatas kertas yang lebar maka dikatakan wayang beber.48 Sejak zaman timbulnya wayang, wayang telah mengalami perubahan dan perkembangan. Sehingga sampai sekarang terdapat bermacam-macam wayang. Menurut K.P.A. Kusumodilogo jenis wayang beserta penciptanya yaitu: a. Wayang purwo rontal. Pada tahun 939 M atau 861 C dengan cronogram/sengkalan gambaring wayang wolu, prabu Jayabaya membuat wayang purwo pada daun rontal. b. Wayang kertas. Pada tahun 1244 M. atau 1166 C. dengan sengkalan/kronogram wayang diperbesar dan digambar diatas kertas jawa oleh Raden Kudalaleyan/Prabu Surya Hamiluhur di Padjajaran. c. Wayang beber. Pada tahun 1361 M. atau 1283 C. dengang sengkalang/ kronogram Prabu Bratono di kerajaan Majapahit membuat wayang beber untuk ruwatan, lengkap dengan sesajen dan kemenyan. d. Wayang demak. Pada tahun 1518 M. atau 1440 C. Sultan Alam Akbar/Raden
Patah
di
kerajaan
Demak
menyempurnakan
pertunjukan wayang agar tidak bertentangan dengan agama, dan
48
Umar Hasim, Op.Cit., hlm. 24
22
sebelumnya pada tahun 1511 M. atau 1433 C. mengangkut semua wayang beber beserta gamelan dan perlengkapannya ke Demak. e. Wayang semalam suntuk. Pada tahun 1521 M. atau 1443 C. para wali (Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijogo dan Sunan Kudus) menyempurnakan
pertunjukan
wayang
dengan
kelir,
debog,
blencong dan lain sebagainya untuk pertunjukan wayang semalam suntuk. f. Wayang gedog. Tahun 1556 M. atau 1478 (saliro dwija dadi raja) sinuwun tunggul ing Giri membuat wayang kidang kencana dengan prada.dan pada tahun 1563 M. atau 1485 (gegamaning naga kinaryeng dewa) sinuwun tunggul ing Giri juga membuat wayang gedog cerita panji. g. Wayang beber gedog. Pada tahun 1393 M. atau 1315 dan tahun 1565 M. atau 1486 (wayang wolu kinarya tunggal) sunan Bonang membuat wayang beber gedog. h. Wayang purwo gedog. Tahun 1583 M. atau 1505 (panca boma marga tunggal) Raden Joko Tingkir yang memerintah pada tahun 1568 – 1586 M. dikerajaan Pajang membuat wayang Purwo Gedog. i. Wayang golek. Diciptakan oleh Sunan Kudus pada tahun 1584 M. atau 1506 (wayang sirna gumulunging wisma). j. Wayang krucil. Tahun 1648 M. atau 1571 (waktu tunggangane buta widadari) Prabu Hamangkurab Tegal Arum membangun kembali wayang gedog. Pada waktu itu juga Raden Pekik di Surabaya membuat wayang Krucil. k. Wayang Sabrana. Pada tahun 1703 M. atau 1625 (buta nembah ratu tunggal) Paku Buwono I (1704 – 1719) di Kartasura membuat wayang sabrangan memakai baju. l. Wayang pramukanya. Pada tahun 1733 M atau 1655 (buta lima ngoyak jagat) Prabu Paku Buwono II (1719-1744) di Kartasura membuat wayang Kyai Pramukanyo.
23
m. Wayang kyai banjed. Pada tahun 1731 m atau 1656 (wayang misik rasaning midodari) Sinuwun Paku Buwono II juga membuat wayang Kyai Banjet. n. Wayang wong. Tahun 1761 M atau 1687 (warasta wayaning jalma) Mangkunegara I (1757-1795) membuat wayang wong. o. Wayang kyai mangu dan kyai kanyut diciptakan oleh Pangeran Adipati Anom II. Pada tahun 1771 M atau 1697 (resi truska wayang tunggal). p. Wayang Pramukanyo kadipaten diciptakan oleh Pangeran Adipati Anom. Pada tahun 1774 M atau 1700 (tanpa mukswa pandita praja).49 Menurut kesusasteraan jawa II oleh S. Patmosukotjo yaitu: a. Wayang purwa tahun 939 M, Sri Jaya Baya, raja Kediri memulai membuat wayang purwa, berujud rontal. Kemudian dibangun kembali oleh Raden Panji di Jenggal pada tahun 1223 M. Waktu itu suluknya masih menggunakan bahasa kawi, bahannya masih dari rontal. b. Wayang kertas tahun1244 M. Lembuamiluhur dari Pajajaran, putra dari Raden Panji memulai membuat wayang dari kertas dan juga mengguanakan gamelan slendro. c. Wayang beber tahun 1283 M. wayang yang dibuat dari kertas dinamakan wayang beber. Sang Prabu Brawijaya memulai gemar memberi warna pada wayang mulai zaman Sunan Giri memberikan sumbangan wayang berujud raksasa yang diberi dua biji mata. d. Pada tahun 1400 lebih Raden Patah membuat gunungan wayang purwa makin menanjak sedang wayang beber kalah terkenal.50 Sedangkan menurut Drs. Bambang Sugito macam-macam wayang yaitu:
49 50
Sri Mulyono, Op. Cit., hlm. 35-38. Amir Merto Sedhana, Op. Cit., hlm. 18.
24
a. Wayang purwa (dahulu) diciptakan oleh Prabu Jaya Baya dari Kediri yang pokok ceritanya dari kitab Mahabarata. Cerita wayang ini semula diujudkan sebagi lukisan pada daun rontal. Kemudian mengalami perubahan pada zaman Majapahit dan Demak, bentuk dan bahannya sehingga berujud wayang kulit. b. Wayang madya (zaman tengah). Ceritanya merupakan lanjutan dari wayang purwa. Wayang ini diciptakan oleh Mangkunegara di Surakarta. c. Wayang gedog (kedok = topeng). Ceritanya adalah lanjutan wayang madya sedangkan yang menciptakan wayang ini adalah Sunan Giri. d. Wayang dupara. Wayang ini diciptakan oleh Susuhunan Paku Buwono ke-X Surakarta. Ceritanya menggambarkan kerajaan Demak, Pajang Mataram sampai Kartasura. e. Wayang jawa. Penciptanya Dutadilaga di Solo. Isi ceritanya sejarah kerajaan Demak sampai dengan Mataram habis. f. Wayang menak. Penciptanya Trunadipa K. Dukun di Bateuretna, Solo. Isinya menggambarkan khusus riwayat menak. g. Wayang kancil. Pencptanya Mbah Bo Liem, seorang Tiong Ho, pada tahun 1925 di Solo. Isi ceritanya dongeng kancil dan binatang untuk dipertunjukkan terutama pada anak-anak. h. Wayang perjuangan atau wayang sandiwara. Isi ceritanya tentang penjajahan Belanda dan Jepang hingga zaman kemerdekaan. Penciptanya R.M Sayed Solo tahun 1944 dan jawatan penerangan R.I menamakan wayang suluh, karena untuk suluh penerangan. i. Wayang beber (benteng). Diciptakan pada zaman Majapahit. Isi ceritanya adalah wayang purwa. j. Wayang wong. Diciptakan sejak Mangkunegara IV Surakarta. Isi cerita seperti wayang purwa. Hanya tokoh-tokoh pelakunya
25
dimainkan di panggung dengan dekor-dekor semacam sandiwara, tetapi masih menggunakan dalang.51 Demikianlah macam-macam (jenis) wayang beserta penciptapenciptanya
menurut
perubahan
dan
perkembangannya
wayang
merupakan budaya masyarakat Indonesia yang cukup unik, satu sama lainnya mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri. Dari sekian macam-macam wayang yang ada yang mendapat tempat dan digemari oleh masyarakat sampai sekarang dalam berbagai lapisan adalah wayang kulit. Disamping itu wayang kulit telah mencapai bentuk yang sempurna sehingga mempunyai kesan tersendiri setelah menontonnya. 2. Filsafat yang terkandung dalam wayang Membicarakan
tentang
wayang
dan
pewayangan
selalu
menaikkannya dengan kata-kata filsafat. Kata filsafat itu sendiri berasal dari bahasa Yunani Philosophia yang berarti cinta kebijaksanaan sedang yang melakukannya disebut filsuf yang berasal dari kata Yunani Philosophos.
Kedua kata tersebut dipakai sejak abad ke-5 sebelum
masehi Socrates dan Plato, seorang filsuf berarti seorang pecinta kebijaksanaan. Apa bila seseorang telah mencapai kebijaksanaan berarti orang tersebut telah mencapai adi manusiawi.52 Berfilsafat yaitu berfikir dengan menggunakan akal budi sedalam-dalamnya dengan penuh tanggungjawab, mengikuti metode dan sistem yang teratur dan tertib untuk mengungkapkan misteri permasalahan yang ingin kita pecahkan. Setelah itu dicari kesimpulan yang umum dan universal.53 Dr, Hazim Amir berpendapat bahwa wayang menawarkan ajaran-ajaran filosofis yang pada dasarnya bersumber pada ajaranajaran religius. Dalam penjabarannya sehari-hari ajaran-ajaran tersebut 51 52
Bambang Sugito TH, Op.Cit., hlm. 33-34. Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang, Gunung Agung, Jakarta,
1983, hlm. 16. 53
Budiono Heru Santoso, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, PT. Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 2000, hlm. 61.
26
termaktub dalam suatu konsep etika tradisional yang lengkap dan semua itu di ekspresikan dalam suatu karya seni yang amat tinggi nilai estetisnya. Dengan demikian wayang merupakan bukti bahwa filsafat, etika dan estetika tidak perubahan dipisahkan dari yang lain.54 Dalam filsafat Jawa bagi orang-orang yang membahas dunia pewayangan tidak pernah ditemukan kesamaan pendirian dan pendapat. Karena
titik
tolaknya
berlainan.
Hal
tersebut
tidak
perlu
dipermasalahkan karena justru sangat diperlukan karena perbedaan tersebut akan bersifat saling melengkapi satu dengan lainnya. Wayang
sebagai
pertunjukan
merupakan
ungkapan
dan
peragaan pengalaman religius yang merangkum bermacam-macam unsur lambang seperti bahasa,gerak (tari), suara (sastra), warna dan rupa. Dalam wayang terekam ungkapan pengalaman religius kuna, masih berperannya mitos dan ritus yang terdapat dalam lakon ruwat. Dalam sejarah kehidupan religius jawa kesusasteraan dan wayang saling mendukung dan menghidupkan, perumusan pengalaman religius jawa dalam sejarahnya tidak lepas dari pengaruh agama-agama Hindu, Budha dan Islam beserta mistiknya.55 Dalang dan wayang lebih baik bagi masyarakat jawa tengah memegang peranan penting dalam pengembangan kebudayaan daerah. Wayang bukanlah sekedar pagelaran episode-episode tertentu. Dari kisah Ramayana ataupun Mahabarata. Meskipun termasuk
bahan
mentah yang amat baik, tetapi kenikmatan rasa dan intisari filsafat wayang hanya dapat kita resapi melalui bumbu khas jawa yang bernama sanggit itu, yaitu kemampuan dalang yang lahir dari kedalaman filsafat dan kemahiran penguasaan bahasa sehingga dapat menghidupkan dan mendramatisir setiap adegan dan dialog untuk menyampaikan pesan dan kesan tertentu sesuai dan embanan (mission) yang dipikulnya.56
hlm.14.
54
Hazim Amir, Nilai-nilai Etis dalam Wayang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997,
55
S. Haryanto, Op.cit., hlm. 153 Sujatmo, Sabda Pandita Ratu, Dahara Prize, Semarang, 1993, hlm.126-126
56
27
Pewayangan sesungguhnya dunianya orang jawa. Karena pewayangan bagi orang jawa merupakan dunia kejawen. Bagi dunia kejawen pengajian kebenaran dilakukan melalui rasio dan indera batin yang memegang peranana utama. Jawa dan kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di tanah jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme. Dalam perkembangannya, penyebaran Islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyerantara Islam di tanah Jawa. Unsur-unsur dalam Islam berusaha ditanamkan dalam budayabudaya Jawa semacam pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa, ular-ular (petuah yang berupa filsafat), cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan.57 Wayang sebagai produk budaya Indonesia sebelum zaman Hindu merupakan visualisasi perwatakan serta perilaku individual maupun sosial bangsa Indonesia sejalan dengan masuknya agama Islam di Indonesia kesempurnaan wayang turut berkembang dalam segala aspeknya terutama dalam bidang seni rupa dan falsafahnya. Khusus dalam bidang falsafah pewayangan tampaklah penggambaran sifat-sifat atau perilaku-perilaku yang sangat mendasar pada para tokoh yang diteladankan. Sifat-sifat tersebut sangat relevan bahkan sesuaidengan falsafah hidup bangsa Indonesia pada zaman apapun.58 Pertunjukan wayang kulit purwa tidak hanya merupakan suatu kesenian semata, tetapi telah menjadi kesenian sakral atau kesenian sakti yang etap merupakan sebagian dari kebudayaan Jawa. Wayang tidak sekedar seni pertunjukan .wayang adalah ekspresi nilai-nilai masyarakat, khususnya Jawa. Wayang lokus di mana semua teori-teori umum dipatahkan. Dalam wayang kita ditawari 57 58
http://joewono.tripod.com/moch djoko yuwono/id6.html 23 Juli 2003 S. Haryanto, Op.Cit., hlm. 157
28
kemungkinan-kemungkinan
hidup
manusia.
Kemungkinan
bukan
kepastian. Wayang membangun sebuah filosofi yang paling manusiawi. Filsafat wayang adalah filsafat yang kompleks, karena ia adalah filsafat moral yang kongkrit. Pada prinsipnya, wayang menawarkan jawaban yang simpel tentang hidup.59 Pandangan hidup orang Jawa lazim disebut kejawen atau yang dalam kesusasteraan jawa dinamakan ilmu kesempurnaan jawa/jiwa. Ilmu kesempurnaan jiwa ini termasuk ilmu kebatinan dan dalam filsafat Islam disebut tasawuf atau orang jawa menyebutkan suluk atau mistik. Kejawen
atau
agama
jawa,
sebenarnya
bukan
agama,
tetapi
kepercayaan. Disana ada ajaran-ajaran yang berlandaskan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Lebih tepat disebut pandangan hidup atau falsafat hidup orang jawa.60 Filsafat hidup orang jawa ini terbentuk karena perkembangan kebudayaan jawa akibat pengaruh filsafat Hindu atau filsata Islam. Orang hindu datang ke Jawa menyebarkan agama Hindu seraya membawa filsafatnya. Demikian juga saat orang-orang gujarat datang ke
Jawa,
tidak
hanya
menyebarkan
agama
Islam,
tetapi
mengembangkan alam pemikiran Islam. Akhirnya tradisi Jawa, Hindu, tasawuf Islam dan agama melebur menjadi satu, dalam pikiran orang Jawa. Orang Jawa mengatakan bahwa wayang dan pewayangan mengandung filsafat yang dalam dan dapat memberi peluang untuk melakukan pengkajian filsafati dan mistis sekaligus. Gejala yang tampak pada dunia filsafat menurut versi kejawen bermunculan dalam bentuk yang serba lambang, serba simbolis yang dulu istilah Jawa disebut pasemon banyak terdapat pada dunia pewayangan.61 Setiap orang mempunyai perasaan, anggapan, pandangan hidup yang berbeda dan berfilsafat yang berbeda pula. Namun uniknya dalam 59
http://wayang.1-2.co.id/arsip/menantangwayang.htm 23 Juli 2003 Budiono Herususanto, Op.Cit., hlm.65 61 S. Haryanto, Op.Cit.,hlm.158 60
29
dunia kejawen umumnya atau dunia pewayangan khususnya perbedaan pendapat tersebut belum pernah diperdebatkan ataupun dipolemikkan. Agaknya para penggemar wayang dan pewayangan dikalangan orang Jawa cukup arif, dan beranggapan bahwa tidak adanya suatu anggapan yang mutlak benar dan mutlak Salah. Pada umumnya mereka mempunyai sikap toleransi. Sikap toleransi ini terungkap dalam selogan yang sangat populer yakni aja dumeh (jangan mentang-mentang) dan aja nggugu benere dewe (jangan menuruh kebenaran sendiri). Membicarakan wayang tak ubahnya membicarakan falsafah jawa. Karena wayang adalah sebagai simbol filsafat jawa.menurut dunia pewayangan hidup harus senantiasa berdasarkan kebenaran, dan kebenaran sejati hanya dapat diperoleh dari Tuhan. Untuk memperoleh kebenaran sejati harus terlebih dahulu mencapai kesadaran sejati harus memiliki ilmu-ilmu sejati, untuk mendapatkan ilmu sejati harus mendapatkan kenyataan sejati dan selanjutnya manusia harus tahu tentang apa sejatining urip. Agar dapat melihat sejatining urip manusia harus melakukan dua hal yaitu: 1. Menyiapkan jiwa raganya agar menjadi manusia yang kuat dan suci ing pambudi. 2. Manusia harus senantiasa mohon berkah pada Sang Hyang Tunggal agar dirinya tinarbuko artinya ada kesedian menerima kebaikan dan kebenaran yang datangnya dari manapun.62 Dalam kehidupan umumpun ada falsafah Jawa yang menjelaskan tentang ajining diri saka pucuke lathi, ajining raga saka busana. Artinya harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaliknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya). Sehingga tak heran jika seorang yang karena ucapan dan pandai menempatkan dirinya akan dihargai oleh orang lain. D. Latar Belakang Wayang Kulit Sebagai Media Dakwah 62
H.M Darori Amin, dkk., Op.Cit., hlm.178
30
Sejarah Islam Indonesia terutama di Jawa, berhutang besar terhadap kearifan para wali dizaman walisongo. Betapa tidak keluesan tabiat manusia jawa yakni alergi terhadap hal-hal baru, dapat dimanfaatkan dengan baik oleh walisongo dengan menebarkan Islam ala Jawa, yakni Islam yang tidak bertabrakan dengan Hindhu dan Budha. Wayang kulit berasal dari Jawa dikemukakan oleh Hazeu. Hazeu berpendapat
bahwa
orang
Jawa
pada
zaman
dahulu
mempunyai
kepercayaan menyembah roh nenek moyang/leluhur yang telah meninggal, sebab menurut kepercayaannya roh dari nenek moyang itu dapat menampakkan didunia sebagai bayangan. Oleh karena itu orang Jawa untuk menghormati nenek moyangnya dengan cara membuat lukisan yang menyerupai bayangan nenek moyang dan gambar-gambar tersebut dijatuhkan pada kelir atau gedhek/tembok. Sehingga menurut Hazeu wayang berasal dari upacara penyembahan roh nenek moyang.63 Wayang memang kesenian tradisional milik kita yang sah. Kesenian ini diciptakan oleh para wali untuk syiar agama Islam sekali gus mengumandangkan rasa persaudaran antara agama khususnya Islam dan Hindhu. Suluk-suluk dan tembangnya disadur dari ayat-ayat suci Al Qur’an. Gamelan atau musiknya dikembangkan dari karawitan yang ada dilengkapkan menjadi seperti sekarang, yaitu slendro dan pelog. Setiap komponen diberi makna sesuai tuntunan hidup dalam agama Islam. Sedangkan ceritanya disadur dari kisah Mahabarata dan Ramayana.64 Sunan kalijaga yang merupakan Salah satu dari walisongo mempunyai pandangan bahwa dakwah itu harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Adat istiadat rakyat yang berbau Hindhu dan Budha jangan langsung diberantas, akan tetapi diperlihara dan dihormati sebagai suatu kenyataan. Adapun cara mengubahnya dengan sedikit demi sedikit memberi warna baru kepada budaya yang lama (Hindhu dan Budha)
63
Sutarno, Wayang Kulit Jawa, Cendrawasih, Surakarta, t.t, hlm.5 http://www.indosiar.com/welcome/forum/topic.asp?TOPIC_ID=1729 tanggal 24 April 2003. 64
31
mengikuti sambil mempengaruhi dan mengisinya dengan jiwa Islam, maka dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang. Sunan Kalijaga merupakan wali yang suka berdakwah dengan menggunakan sarana kesenian dan kebudayaan. Sunan Kalijaga merupakan tokoh walisongo yang suka menggunakan wayang kulit untuk berdakwah. Dalam buku Suluk Linglung Sunan Kalijaga yang digubah pada tahun1984 oleh Iman Anom, Salah seorang keturunan dekat Sunan kalijaga yang berisi: “Badarina dipun kadi wayang, kinudang aneng enggone, padhange blincongipun, ngibarate panggunggireki, damare ditya wulan, kelir alam suwung, ingkang nenggo cipta keboh bumi tetepe adege ringgit, sinangga maring nanggap”. Artinya: anggaplah ragamu wayang digerakkan ditempatnya, terangnya blencong itu, ibarat panggung kehidupanmu, lampunya bulan purnama, layar ibarat alam jagat raya yang sepi kosong yang selalu menunggununggu buah pikir/kreasi manusia, batang pisang ibarat bumi tempat mukimnya wayang/manusia, hidupnya ditunjang oleh yang nanggap.65 Dari pernyataan di atas dapat di gambarkan bahwa Sunan Kalijaga dalam berdakwah mengemukakan bahwa raga manusia itu dianggap sebagai wayang, sedangkan panggung kehidupan diibartakan seperti blencong atau lampu. Sedangkan layar diibaratkan sebagai alam yang selalu menunggu kreasi manusia supaya tidak sepi dan kosong. Batang pisang yang fungsinya untuk menancapkan wayang diibaratkan bumi tempat tinggal manusia. Yang mengatur seluruh hidup manusia adalah Allah SWT. Sunan Kalijaga memanfaatkan pagelaran wayang sebagai media dakwah untuk penyebaran agama/kepercayaan Islam. Sebagai dalang beliau terkenal dengan sebutan “Kidalang sang Kuncoro Purwo”. Ini berarti dizaman itu wayang sudah merupakan media informasi dan komunikasi yang efektif, edukatif dan persuatif.66
65
Imam Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga, Terj. Muhammad Khafidz Basri , dkk., Balai Pustaka, Jakarta, 1993, hlm. 61-61. 66 http://wayang.i-2.co.id/sejarah wayanggolek.htm tanggal 15 Maret 2003
32
Disamping itu media wayang yang dipergunakan pengislaman wayang (yang waktu itu menganut agama Hindhu dan Budha) yang konon dilakukan oleh sunan kalijaga pada saat pertunjukan akan diadakan dengan cara setiap pengunjung membaca kalimat sahadat sebagai “Tanggapannya” (menurut bahasa cirebon tanggapan berarti pembayaran untuk dapat menonton suatu pertunjukan).67 Berhasil tidaknya dakwah itu diantaranya tergantung pada da’i, sedangkan dakwah dengan menggunakan media wayang itu berhasil tidaknya tergantung pada dalangnya dalam memainkan wayang dan menyisipkan ajaran-ajaran Islam. Peran dalang sangat penting dalam pertunjukan wayang. Karena pertunjukan wayang itu tidak mungkin ada tanpa adanya dalang. Bagi masyarakat jawa, wayang tidaklah hanya sekedar tontonan tetapi juga sebagai tuntunan. Wayang bukan hanya sekedar sebagai saran hiburan, akan tetapi juga sebagai media komunikasi, media penyuluhan, media pendidikan dan juga bisa digunakan sebagai media dakwah. Kwalitas pertunjukan wayang, baik fungsinya sebagai tontonan maupun sebagai tuntunan, memang sangat ditentukan oleh sang Dalang. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa peranan anggota yang lain seperti wiraswara, pesinden atau swarawati itu hanyalah sebagai timun wungkuk jaga imbuh atau sebagai embel-embel yang tidak berarti. Khususnya dilihat dari aspek wayang sebagai peran dalang.iringan karawitan baik dilengkapi dengan wiraswara dan swarawati yang baik dan dapat merupakan kemestian yang bersifat tan keno ora. Namun dalang yang pada hakekatnya merupakan dirigen dan sekaligus sutradara terhadap pertunjukan wayang seutuhnya itu, tetaplah sebagai pengendali dan penentu keberhasilan pertunjukan wayang.68 Dilihat dari aspek wayang sebagai tuntunan, peranan dalang hampir-hampir sangat mutlak. Untuk bisa memberikan tuntunan kepada 67 68
Ibid. Sujamto, Wayang dan Budaya Jawa, Dahara Prize, Semarang, 1992, hlm.28
33
masyarakat, khususnya para penonton, seorang dalang harus menguasai hampir segala hal. Dalam istilah Jawa ia harus mumpuni. Seorang dalang memang seharusnya memiliki kwalitas diri yang melampaui anggota masyarakat lainnya. Seorang dalang itu bukan saja hanya sebagai penghibur tetapi juga sebagai komunikator, sebagai penyuluh, sebagai penutur, pendidik atau guru bagi masyarakat dan juga diharapkan rohaniawan yang selalu berkewajiban mengajak masyarakat untuk berbuat kebaikan dan melarang kejahatan, menanamkan kepada masyarakat semangat amar ma’ruf nahi munkar, sesuai dengan ajaran agama. Adapun lakon-lakon yang ditayangkan oleh para wali dari lakon karangan Mahabarta dan Ramayana yang diambil tokoh-tokohnya sebagai pelaku. Ditambahkan pula tokoh-tokoh karangan sendiri yaitu figur punokawan antara lain semar, nala gareng, petruk, dan bagong, bukan merupakan sebutan bahasa jawa kuno, tetapi berasal dari bahasa arab yaitu: Semar yang berasal dari Ismaar Nala gareng berasal dari Naala qariin Petruk berasal dari Fatruk Bagong berasal dari Baghaa.69 Adegan
punokawan
(goro-goro)
memang
banyak
diminati
penonton disetiap pertunjukan. Humor, kritik merupakan isi adegan ini, jadi sangat tepat apabila pesan Islam masuk goro-goro. Sedangkan lakon pertama yang ditayangkan oleh sunan Kalijaga adalah Bhimo suci. Lakon ini menggambarkan bagaimana seseoarang mendapat godaan dalam menuntut keimanan. Keimanan sepeti pusaka atau jimat yang adanya di samudra minang kalbu. Artinya didalam hati sanubari yang bagaikan lautan luas tuhan itu berwujud Hyang Nawa Ruci yang mirip diri sendiri dan keluar cahaya dari dada sendiri. Maksudnya tuhan itu ada di setiap diri makhluknya, lebih dekat dari urat nadi kita. Lantas Bhima disuruh masuk kelubang telinga. Artinya dengarkan dakwah meskipun ruci
69
M. Darori Amin, dkk., Op.Cit., hlm. 179-180.
34
hanya sebesar kelingking, tetapi dalam ruci. Ruci ternyata memuat alam semesta, artinya kekuasaan tuhan tak terbatas.70 Dalam perkembangannya banyak wujud wayang kulit dalam kreasi baru yang dintaranya adalah wayang sadat. Wayang sadat ini berdasarkan pada paham (ajaran) Islam yang berfungsi sebagai sarana dakwah. Wujud wayang sadat masih masih berdasasr pada wayang kulit purwa, baik atribut maupun stilasinya. Hanya saja bagian muka dan tangan serta irah-irahan (ikat kepala) mendapat beberapa gubahan. Cerita wayang sadat berkisar pada masa penyebaran ajaran Islam di Jawa (pada masa dikenalnya para wali di Demak) hingga pada masa berdirinya berdirinya kerjaaan mataram.71 Sesuai dengan misinya wayang sadat disamping wujud wayang yang bercorak Islam, sarana lainnya juga disesuaikan dengan Islam. Baik dalang maupun niyaga memakai
memakai serban, serta anggota
lainnyapun memakai busana muslim. Awal pertunjukan wayang sadat biasanya dimulai dengan pemukulan beduk yang kemudian dibuka dengan Salam.
70
http://www.indosiar.com/welcome/forum/topic.asp?TOPIC_ID=1729 tanggal 24 April 2003 71 Sunarto, Op.Cit., hlm. 141.
35
BAB III UPAYA SUNAN KALIJAGA DALAM MEMANFAATKAN WAYANG KULIT SEBAGAI MEDIA DAKWAH Silsilah dan Asal-usul Sunan Kalijaga Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Syahid atau disebut pula dengan Syaikh Melaya karena beliau adalah putera Tumenggung Melayakusuma di Jepara. Tumenggung Melayakusuma semula berasal dari seberang, keturunan Adipati Tuban oleh Sri Prabu Brawijaya, sehingga ia berganti nama dengan Tumenggung Wilatikta. (Majapahit). Kemungkinan besar Tumengung Melayakusuma adalah seorang imigran Jawa pada koloni Jawa di Malaka yang setelah memeluk agama Islam di Malaka, kemungkinan dia kembali lagi dan seterusnya menetap di Jawa.72 Mengenai kapan hari kelahiran dan wafat Sunan Kalijaga tidak di ketahui dengan pasti, hanya diperkirakan ia mencapai usia lanjut. Diperkirakan lahir kira-kira 1450 M. berdasarkan atas suatu sumber yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga kawin dengan putri Sunan Ampel pada usia kira-kira 20 tahun. Yakni pada tahun 1470 M. Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya, yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai dengan akhir abad ke-16.73 Sedangkan menurut Umar Hayim Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, dan mendapatkan 3 orang putera yaitu Raden Umar said yang kemudian bergelar Sunan Muria, Dewi Rukayah dan Dewi sofiah.74 Masa hidupnya Sunan Kalijaga mengalami 3 masa pemerintahan yaitu masa akhir Majapahit (Kerajaaan Majapahit runtuh pada tahun 1478 M.), zaman Kasultanan Demak (berdiri pada tahun 1481-1546 M.) dan kesultanan Pajang (diperkirakan berakhir pada tahun 1568 M.) Dengan demikian Sunan Kalijaga diperkirakan hidup lebih dari 100 tahun lamanya yakni sejak pertengahan abad ke-15 sampai akhir abad ke-16.75 Tentang asal usul keturunannya ada beberapa pendapat bahwa Sunan Kalijaga kelahiran Arab asli, keturunan Cina dan ada pula yang menyatakan keturunan Jawa asli. Masing-masing pendapat mempunyai sumber-sumber yang berbeda. Menurut buku “De Hedramaut et les colonies Arabies danS’l 34 Van den Berg, Sunan Kalijaga adalah Archipel Indien” Karya Mr. CL.N. keturunan Arab asli. Tidak hanya sunan Kalijaga akan tetapi semua wali yang ada di Jawa adalah keturunan Arab. 72
Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Mizan, Bandung, 1995, hlm. 30 Ridin S. dkk, Op.Cit, hlm. 84. 74 Umar Hasyim, Op.Cit., hlm. 12. 75 Ridin S. dkk, Op.Cit., hlm. 85. 73
36
Menurut buku tersebut silsilah Sunan Kalijaga adalah sebagai berikut: Abdul Muthalib (kakek Nabi Muhammad), berputera Abbas, berputera Abdul Wakhid, berputera Abdullah, berputera Madro’uf, berputera Arifin, berputera Abbas, berputera Kourames, berputera Abdur Rakhim (Ario Tejo, Bupati Tuban), berputera Tejo Laku (Bupati Majapahit), berputera Lembu Kusuma (Bupati Tuban), berputera Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) berputera Raden Syahid (Sunan Kalijaga).76 Kemudian yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga keturunan Cina adalah didasarkan pada buku “kumpulan ceritera lama dari kota wali (Demak)” yang ditulis oleh S. Wardi dan diterbitkan oleh “Wahyu” menuturkan bahwa Sunan Kalijaga sewaktu kecil bernama Said. Dia adalah keturunan Cina bernama Oei Tik Too yang mempunyai putera bernama Wilatikta (Bupati Tuban). Bupati Wilatikta ini mempunyai anak laki-laki bernama Oei Sam Ik, dan terakhir dipanggil Said.77 Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga berdarah Jawa asli, didasarkan atas sumber keterangan yang berasal dari keturunan dari sunan Kalijaga sendiri. Silsilah menurut pendapat yang ketiga ini menyatakan bahwa moyang Kalijaga adalah seorang panglima Raden Wijaya, raja pertama Majapahit, yakni Ronggolawe yang kemudian diangkat menjadi Bupati/Adipati Tuban. Seterusnya Adipati Ronggolawe berputera Aria Teja I (Bupati Tuban), berputera Aria Teja II (Bupati Tuban) berputera Aria Teja III (bupati Tuban) berputera Raden Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban), berputera Raden Mas Said (Sunan Kalijaga). Menurut keterangan Aria Teja I dan II masih memeluk agama Shiwa. Hal ini terbukti dari makamnya yang berada di Tuban yang memakai tanda Syiwa. Sedangkan Aria Teja III sudah memeluk agama Islam.78 Perjalanan Spiritual/Menjadi Wali Sunan Kalijaga adalah seorang berandal yang terkenal dengan sebutan Lokajaya. Raden Syahid setelah meninggalkan Kadipaten Tuban terkenal sebagai pengadu ayam dan juga sebagai penyamun/perampok. Suatu hari Lokajaya bertemu dengan seorang ulama (yang tidak lain adalah Sunan Bonang) dengan pakaian yang nampak serba indah dan serba mahal harganya. Lokajaya segera menghentikannya dan meminta mereka dan semua yang dibawa, kalau berani menolak maka akan dibunuh. Lokajaya terkejut ketika orang setengah baya tersebut menyebut namanya dan meminta supaya Sunan 76
Umar Hasyim, Op.Cit., hlm.4 Ibid. 78 Ibid., hlm. 5 77
37
Kalijaga melihat pohon aren. Alangkah terkejutnya Lokajaya melihat buah kolang kaling itu adalah emas. Tampak pada pandangan Lokajaya semua tirisan kolang kaling tersebut adalah emas yang berkilau indah dalam sinar matahari. Kemudian / seketika Lokajaya berjongkok kepada orang tersebut sambil meminta maaf dan minta supaya diterima sebagai muridnya.79 Berkat dakwahnya Sunan Bonang, berandal Lokajaya bertobat kejalan yang benar bahkan menjadi ulama yang berhak mendapat kehormatan yaitu menjadi wali penutup dan wali pusat.80 Kemudian berandal Lokajaya atau Raden Syahid bergelar dengan sebutan Sunan Kalijaga. Tentang asal usul Sunan Kalijaga berasal dari perkataan Jaga Kali. Sunan Bonang yang merupakan guru Raden Syahid (Sunan Kalijaga) kemudian mengujinya untuk menunggu kali atau bertapa. Setelah lama dipendam di kali Sunan Bonang baru teringat tentang Raden Syahid. Kemudian Sunan Bonang beserta sahabatnya pergi ke tempat Raden Syahid dipendam untuk mengeluarkannya. Raden Syahid telah menjadi mayat, akan tetapi tubuhnya tidak membusuk hanya tinggal tulang dan kulit. Kemudian mayat Raden Syahid dibawa ke Ngampel Gading untuk dikembalikan kekuatannya. Semua wali ikut mengembalikan kakuatan Raden Syahid. Sedikit demi sedikit kekuatannya kembali seperti semula. Dan kemudian oleh para wali Raden Syahid diangkat menjadi wali dengan sebutan Sunan Kalijaga.81 Sunan Kalijaga adalah satu-satunya wali dan faham yang mendalami segala pergerakan aliran atau agama yang hidup dikalangan rakyat. Sunan Kalijaga sangat terkenal disegala lapisan masyarakat Jawa. Beliaulah yang banyak mendekati rakyat baik itu dari kalangan raja-raja, para penguasa dan juga dari kalangan rakyat jelata dan orang-orang kecil didesa-desa.
79
Ridin S. dkk., Op.Cit., hlm. 105 Widji Saksono, Op.Cit., hlm. 30 81 Ridin S., dkk., Op.Cit., hlm. 92 80
38
Karya dan Jasa Sunan Kalijaga Sunan Kalijaga dalam berdakwah lebih memilih menggunakan sarana kesenian dan kebudayaan. Sebagai mubaligh beliau sangat terkenal, sebagai seorang wali yang berjiwa besar, serang pemimpin, muballigh, pujangga dan filosofi daerah operasinya tidak terbatas. Oleh karena itu Sunan Kalijaga terkenal sebagai muballigh keliling. Karena dalam berdakwah beliau tidak hanya di kota-kota saja, akan tetapi sampai kepelosok desa-desa. Sunan Kalijaga tenar disegala kalangan, baik dikalangan bawah karena bisa menyesuaikan diri dengan rakyat jelata dan bisa menyelami kehidupan rakyat kecil. Sunan Kalijaga juga pandai bergaul dikalangan atas, karena sangat kritis terhadap segala sesuatu hal dan mempunyai toleransi yang besar terhadap semua golongan dan segala hal. Kaum bangsawan dan cendekiawan amat simpatik kepada beliau, karena caranya menyiarkan agama Islam yang disesuaikan dengan aliran zaman beliau adalah seorang wali yang kritis, banyak toleransi dalam pergaulannya dan berpandangan jauh serta berperasaan semasa hidupnya. Sunan Kalijaga terhitung seorang wali yang ternama serta disegani, beliau terkenal sebagai seorang pujangga yang berinisiatif mengarang cerita-cerita wayang yang disesuaikan dengan ajaran-ajaran Islam, dengan perkatan lain dalam cerita-cerita wayang itu dimasukkan sebanyak mungkin unsure keislaman. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa masyarakat di Jawa pada waktu itu masih tebal kepercayaannya terhadap Hindu dan Budha atau Syiwa Budha, atau dengan kata lain masyarakat masih memegang teguh tradisi-tradisi atau adat lama.82 Sunan Kalijaga selain sebagai seorang muballigh juga sebagai budayawan. Perkembangan kebudayaan Indonesia terutama mengenai kebudayaan daerah (jawa) tidak bisa lapas dari peranan Sunan Kalijaga dan juga para wali lainnya. Peranan yang dimainkan sebagai muballigh yang menyiarkan agama dikalangan masyarakat luas dan berbagai lapisan dan golongan masyarakat yang telah mempunyai bentuk-bentuk kebudayaan dan
82
http://mujarobat.tripod.com/index6.html tanggal 23 Juli 2003
39
kepercayaan serta pola hidup tertentu, sangat besar artinya bagi sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia. Masyarakat pada waktu itu masih suka pertunjukan wayang, gemar pada gemelan dan beberapa cabang kesenian lainnya, sebab-sebab inilah yang mendorong Sunan Kalijaga untuk mengatur siasat yaitu dengan cara menempuh jalan mengawinkan atau menggabungkan adat istiadat lama (Hindu dan Budha) dengan ajaran-ajaran Islam yang biasa disebut dengan asimilasi kebudayaan. Jalan dan cara tersebut berdasarkan atas kebijaksanaan para walisongo dalam menggabungkan ajaran agama Islam.83 Diantara karya dan jasa Sunan Kalijaga dalam menyiarkan agama di kalangan masyarakat yang mempunyai efek dan sikap hidup disegala bidang kehidupan atau mempunyai akibat yang luas dalam bidang hidup dan kebudayaan yang mendapat pengaruh darinya yaitu: 1. Seni pakaian Sunan Kalijaga yang menciptakan seni batik yang bermotifkan ilustrasi gambar burung diberbagai macam bentuk. Beliau juga menciptakan baju taqwa. Nama tersebut berasal dari bahasa Arab yang artinya taat dan berbakti kepada Allah. 2. Seni suara Mencipta lagu jawa dandang gula dan lagu dandang gula semarangan adalah Sunan Kalijaga. Suatu nada toleransi antar melodi Arab dan jawa. Adapun para wali yang lainnya juga turut menciptakan lagu seperti sunan Giri menciptakan lagu asmara dana dan Pucung, Sunan Bonang menciptakan lagu Mas Kumambang dan Mijil. Sunan Muria menciptakan lagi sinom dan kinanti. Sunan Drajat menciptakan lagu pangkur. 3. Seni ukir Seni ukir yang berbentuk manusia dan binatang yang telah ada pada zaman sebelum Islam tidak dikembangkan oleh para wali, hanya mengembangkan menjadi seni ukir berbentuk dedaunan, bentuk gayau 83
Ibid.
40
atau alat menggantungkan gamelan, bentuk ukiran rumah-rumah adat di Kudus, Demak dan bentuk yang lainnya. 4. Seni gamelan Sunan Kalijaga adalah yang menciptakan gamelan, diantaranya gong sekaten yang menurut nama aslinya sewaktu diciptakan dahulu oleh Sunan adalah shahadatain, yaitu dua shahadat. Asal mulanya adalah gong ini ditabuh pada perayaan mauludan di halaman masjid Demak, untuk mengundang orang-orang supaya berbondong-bondong datang untuk di beri ceramah. Adapun falsafah dari gamelan adalah: a. Kenong, bunyinya nong, nong, nong. Sekarang ditambah dengan saron berbunyi ning, ning. b. Kempul, suaranya peng, pung, pung. c. Kendang, tak ndang, tak nang, tak ndang. d. Genjur, berbunyi nggur. Kesemuanya dari bunyi gamelan itu bila diselaraskan bunyinya sebagai berikut: ningnong, nong kono nang kene (disana, disitu, disini), pung pung mumpung-mumpung (mumpung masih ada waktu) yang dihubungkan dengan pul pul, kumpul-kumpul, ndang ndang (cepat-cepat) dan terakhir berbunyi nggur artinya supaya lekas njegur atau masuk kedalam masjid. 5. Seni kentong dan bedug Sunan Kalijaga memerintahkan Sunan Pandanaran yaitu mantan Bupati Semarang supaya membuat bedug untuk mengundang orang-orang agar berkumpul di masjid atau langgar untuk sholat berjamaah. Falsafah bedug menurut para ahli otak atik adalah sesuai dengan bunyinya, deng-deng artinya masih sedang atau masih muat yaitu dalam masjid masih muat untuk sholat berjamaah. Dan kentongan berbunyi tong tong artinya masih kosong atau kotong. 6. Grebeg maulud Setiap setahun sekali pada bulan maulud di halaman masjid Demak diselenggarakan tabligh akbar oleh para wali atas prakarsa oleh Sunan
41
Kalijaga. Tabligh ini adalah dalam rangka memperingati maulud Nabi Muhammad SAW. dan waktu itu sekaligus sebagai musyawarah para wali. Orang yang ingin melihat harus melewati gapura atau pintu gerbang yang dikatakan sebagai pintu pengampun (ghofuura artinya memberi ampun). Orang yang masuk hendaknya membaca kalimat syahadat artinya sudah masuk Islam. 7. Wayang Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu jalan untuk mendekatkan dan menarik simpati rakyat, atau untuk menyambung antara pengertian agama dengan rakyat yaitu dengan menggunakan media. Maka dari itu jasa beliau terhadap wayang tidak sedikit.84 Dalam perkembangan selanjutya sang wali juga menyebarkan lagulagu yang bernuansa simbolisasi yang kuat. Yang terkenal dari karangan Kalijaga adalah ilir-ilir. Tidak semua syair menimbulkan suatu ajaran Islam, mengingat diperlukannya suatu keindahan dalam mengarang sebuah lagu. Metode Dakwah Sunan Kalijaga Sunan
Kalijaga
merupakan
salah
satu
wali
yang
senang
menggunakan kesenian dan kebuadayaan. Diantara yang digunakan sunan Kalijaga adalah Al Hikmah, Al Mujadalah billati hiya ahsan, dan pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru dakwah ke berbagai daerah.85 Metode Al Hikmah sebagai sistem dan cara para wali merupakan jalan kebijaksanaan yang diselenggarakan secara popular, atraktif dan sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat awam. Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyrakat awam itu mereka hadapi secara massal. Dalam rangka metode ini sunan Kalijaga dengan gamelan sekatennya. Maka dibuatlah keramaian dengan gamelan sekatenan (dua kalimah persaksian kunci keislaman). Yang diadakan di masjid agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgaman lagu 84 85
Umar Hasyim, Umar Hasyim, Menara Kudus, Kudus, 1974, hlm. 16-24. Ridin S., dkk, Op.Cit., hlm. 268-270
42
maupun komposisi instrumental yang lazim pada waktu itu. Karawitan diadakan menjelang peringatan hari maulud Nabi Muhammad saw.86 Sekaten berasal dari kata arab syahadatain, artinya dua syahadat, yakni nama dua buah gamelan yang diciptakan oleh sunan Kalijaga dan ditabuh pada hari tertentu atau pada perayaan maulid nabi di masjid Demak itu. Masing-masing namanya gamelan tersebut adalah kanjeng kyai Nagawilaga dan kanjeng kyai Guntur Madu, yang kemudian sampai sekarang disebut Nyai Sekati dan Kyai Sekati. Gamelan itu ditabuh umpamanya pada malam jum’at atau perayaan hari besar Islam dan karena rakyat senang pada gamelan tersebut, maka berkumpullah mereka kemudian diberi ceramah.87 Menurut adat istiadat kebiasaan pada setiap tahun, diserambi masjid Demak diadakan perayaan maulid nabi yang diaramaikan rebana menurut irama seni Arab. Hal ini oleh Sunan Kalijaga hendak disempurnakan dengan pengertian disesuaikan dengan alam pikiran masyarakat jawa, maka gamelan itupun ditempatkan di halaman masjid Demak dengan dihiasi bermacammacam bunga-bungaan yang indah. Gapura masjid juga dihiasi sehingga banyaklah masyarakat yang tertarik untuk berkunjung kesana. Gamelan itupun kemudian dipukul bertalu-talu tanpa henti-hentinya. Kemudian dimuka gapura masjid, tampillah kedepan podium bergantian para wali memberikan wejangan-wejangan serta nasehatnasehatnya, uaraian-uraiannya diberikan dengan gaya bahasa yang sangat menarik sehingga orang yang mendengarkan hatinya tertarik untuk masuk kedalam masjid untuk mendekati gamelan yang sedang ditabuh, dan mereka diperbolehkan masuk ke dalam masjid. Akan tetapi terlebih dahulu harus mengambil air wudlu di kolah masjid melalui pintu gapura. Upacara yang demikian itu mengandung simbolik yang diartikan bahwa barang siapa telah mengucapkan dua kalmah syahadat kemudian masuk kedalam masjid melalui
86 87
Ibid. Umar Hasyim, Op.Cit., hlm.23
43
gapura (dari bahasa arab Ghafura) maka berarti bahwa sejak dosanya sudah diampuni oleh Tuhan.88 Perayaan sekaten dipusatkan di alun-alun ibukota kerajaan Islam di Demak, yang dapat dinikmati bersama rakyat jelata beserta khalayak ramai pada umumnya. Perayaan sekaten ini dimulai tujuh hari sebelum tiba peringatan Maulid Nabi saw. Yang tepat jatuh pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Sekaten di akhiri dengan upacara garebeg, yaitu upacara yang berpuncak pada pembacaan siratun nabi (riwayat hidup Nabi saw.) dan sedekah selatan, yakni membagi-bagikan makanan hadiah dari Sultan di masjid Besar. Acara ini dihadiri oleh sultan dan pembesar-pembesar kerajaan. Sekaten ini merupakan satu-satunya upacara dan perayaan terbesar karena pergelarannya merupakan upacara memperingati hari lahir Nabi Besar Muhammad saw.89 Selain menggunakan gamelan sekatenan, dalam berdakwah Sunan Kalijaga juga mengarang lakon wayang baru dan menyelenggarakan pagelaran-pagelaran wayang. Metode selanjutnya yang digunakan Sunan Kalijaga adalah al Mujadalah billati hiya ahsan (berdebat dengan cara yang baik). Cara ini diterapkan terhadap tokoh yang secara terang-terangan menunjukkan kurang simpati dan kurang setuju terhadap dakwah Islam. Cara ini digunakan Sunan Kalijaga ketika mengajak Adipati Pandanaran di Semarang untuk masuk Islam. Pada mulanya terjadi perdebatan seru, tetapi perdebatan itu berakhir dengan rasa tunduk sang Adipati untuk masuk Islam. Bahkan ketika ceritacerita tradisional, sampai-sampai adipati ini rela mengorbankan pangkat dan meninggalkan kemewahan dunia dan keluarganya demi untuk syarat-syarat yang diminta oleh sunan Kalijaga untuk dapat diterima sebagai murid dalam berguru ilmu keIslaman.90 Sedangkan metode yang lainnya ialah dengan pembentukan dan penanaman kader, serta penyebaran juru dakwah keberbagai daerah. Tempat yang dituju ialah daerah-daerah yang sama sekali kosong dari penghuni 88
http://mujarobat.tripod.com/index6,html 23 Juli 2003 Ridin S, Op.Cit., hlm.278 90 Ibid.,hlm. 268 89
44
ataupun kosong dari penghuni ataupun kosong dari penghuni Islam. Sunan Kalijaga mengkader Kyai Gede Adipati Pandanaran yang kemudian dikenal dengan debutan Sunan Tembayat. Selain itu Sunan Kalijaga juga mendidik ki Cakrajaya dari Purworejo dan setelah menjadi wali naubah dianjurkan untuk pindah ke lowanu agar mengislamkan masyarakat disekitar daerah itu.91 Metode dakwah tersebut pada waktu itu sangat efektif. Sebagian besar Adipati di jawa memeluk Islam melelui Sunan Kalijaga. Diantaranya adalah Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas serta Pajang (yang sekarang Kotagede Yogyakarta) Dakwah Sunan Kalijaga dengan Menggunakan Media Wayang Sejarah perkembangan wayang tidak bisa lepas dari peranan Sunan Kalijaga. Wayang di dalam masyarakat jawa sebelum agama Islam telah berkembang menjadi sebagian dari hidup mereka, dan kemudian Sunan Kalijaga dalam berdakwah menjadikan wayang sebagai media atau alat demi suksesnya dakwah Islam. Pengaruh adat atau kebiasaan dari kebudayaan Majapahit atau Syiwa Budha terhadap masyarakat sangat besar. Maka seni wayang termasuk rangkaiannya seperti gamelan dan sebagainya sangat diagungkan oleh rakyat. Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu jalan untuk mendekatkan dengan rakyat dan juga untuk menarik simpati rakyat.92 Karena pada waktu itu masyarakat lebih suka dengan keramaian, maka sangat cocok apabila Sunan Kalijaga dalam berdakwah dengan menggunakan wayang yang diiringi dengan musik gamelan. Jasa Sunan Kalijaga terhadap perkembangan wayang yang sekarang ini sangat besar. Diantaranya Sunan Kalijaga melengkapi pementasan wayang dengan menciptakan debog (pohon pisang) yang gunanya untuk menancapkan wayang, layar atau geber sebagai sandaran wayang dan blencong yang diletakkan di atas ki dalang. Juga bala tentara kera, binatang-binatang gajah,
91 92
Ibid., hlm. 270 Umar Hasyim, Op.Cit., hlm.24
45
kuda, celeng atau babi, rampogan dan senjata-senjatanya dan gunungan adalah tambahan pada zaman Sunan Kalijaga.93 Sunan Kalijaga adalah pengarang dari kitab-kitab cerita wayang yang dramatis serta diberi jiwa agama, banyak cerita-cerita yang dibuatnya yang isinya menggambarkan etnik keislaman, kesusilaan dalam hidup sepanjang tuntunan dan ajaran Islam, hanya diselipkan ke dalam cerita kewayangan. Karena Sunan Kalijaga mengetahui bahwa pada waktu itu keadaan masyarakat menghendaki yang sedemikian, maka taktik perjuangan beliaupun disesuaikannya pula dengan keadaan ruang dan waktu. Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agam syiwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya maka akan berbahaya sekali kiranya apabila dalam menyairkan agama Islam selanjutnya tidak dilakukan dengan cara yang bijaksana. Para wali termasuk didalamnya Sunan Kalijaga mengetahui bahwa rakyat masih lekat/suka sekali kebudayaan kesenian dan kebudayaan mereka, diantaranya masih gemar kepada gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa-Budha. Para wali kemudian musyawarah dan dapat ditemukan suatu cara yang lebih supel, dengan maksud untuk mengislamkan orang-orang yang belum masuk Islam. Cara ini ditemukan oleh Sunan Kalijaga, salah seorang yang berjiwa besar dan berpandangan jauh, berfikiran tajam, serta berasal dari suku Jawa asli. Disamping itu berliau juga ahli dan faham pula gamelan serta gending (lagu-lagunya).94 Sunan Kalijaga juga dipandang sebagai tokoh yang menghasilkan kreasi baru yaitu dengan adanya wayang kulit dengan segala seperangkat gamelannya. Wayang kulit ini merupakan pengembangan baru dari wayang beber yang memang sudah ada sejak zaman Erlangga. Diantara wayang ciptaan Sunan Kalijaga beserta Sunan Bonang dan Sunan Giri adalah wayang Punakawan pandawa yang terdiri dari semar, petruk, gareng dan bagong.
93 94
Ibid. http://mujarobat.tripod.com/index6.html , 23 Juli 2003.
46
Adapun falsafah dari arti nama keempat punakawan pandawa itu adalah sebagai berikut: 1. Semar, berasal dari bahasa Arab Ismar yang artinya paku berfungsi sebagai pengokoh yang goyah. Ibarat ajaran agama Islam yang didakwahkan para walisongo diseluruh kerajaan Majapahit, yang pada waktu itu sedang dalam pergolakan dengan awal didirikannya kerajaaan Demak oleh Raden Patah. Hal senada sesuai dengan hadist Al Islami Ismaraddunya yang berarti Islam adalah pengokoh (paku pengokoh) keselamatan dunia. 2. Gareng, dari bahasa Arab Naal Qariin oleh orang jawa menjadi naala gareng yang berarti memperoleh banyak teman, dan tugas konsepsional para walisongo sebagai juru dakwah (da’i) ialah untuk memperoleh sebanyak-banyaknya kawan untuk kembali kejalan tuhan dengan sikap arif dan harapan yang baik. 3. Petruk, berasal dari bahasa Arab Fatruk oleh pengucapan lidah jawa menjadi petruk. Kata tersebut merupakan kata pangkal kalimat pendek dari sebuah wejangan tasawuf tinggi yang berbunyi. Fat-ruk kulla man siwallahi, yang artinya tinggalkan apapun selain Allah. Wejangan tersebut kemudian menjadi watak pribadi para wali danmuballigh pendidikan pada waktu itu. 4. Bagong, dari bahasa Arab Baghaa oleh orang jawa menjadi bagong yang berarti berontak, yaitu berontak terhadap kebatilan atau kemungkaran kesalahan. Dlamversi lain berasal dari kata baqa’ (arab) yang berarti kekal. Menurut versi lain lagi bagong berasal dari kata Bahar (arab) yang berarti bumbu. Betapa gayengnya ki dalang mementaskan tokoh bagong sebagai bumbu penyedap lakon. Dia dikenal sebagai punakawan yang kritis, blokosuto, dan tidak segan-segan mengkritik dan menyindir keadaan yang dipandang tidak pas.95 Ditinjau dari makna serta isi dari seni wayang, jelas bahwa punakawan adalah bentuk atau lambing atau visualisasi dari ide masyarakat 95
H.M. Darori Amin, dkk., Op.Cit., hlm. 180-181.
47
jawa. Masyarakat gemar wayang menyadari bahwa manusia sebetulnya memerlukan pamomong dalam perjalanaan hidup. 96 Dalam berdakwah dengan media wayang Sunan Kalijaga terkenal sebagai dalang dengan sebutan/julukan Ki Dalang Sang Kancara Purwa. Kemampuannya dalam mendalang (memainkan wayang) begitu memikat, sehingga terkenallah berbagai nama samaran baginya. Jika menalang di berbagai daerah seperti di pajajaran dikenal dengan nama Kidalang Sida Brangti, bila mendalang didaerah Tegal dengan nama Ki Dalang Bengkok, tetapi bila mendalang didaerah Purbalingga terkenal dengan sebutan Ki Dalang Kumendung.97 Di zaman Pajang terkenal seorang tukang kendang bernama Kyai Pengulu Dipaningrat. Konon pada zaman Sunan Kalijaga orang yang bertugas menabuh gamelan dan dalangnya tidak boleh menanggung hadast, yakni harus selalu suci, abadi wudlunya, karena hal ini memang dianggap sebagai tugas suci agama.98 Dalam pertunjukan wayang kulit cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang Surat Kalimasada (lembaran yang berisi mantera/sesuatu yang sakral) yang cukup ampuh dalam melawan segala keangkaramurkaan dimuka bumi. Dalam cerita itu dikisahkan bahwa sipembawa surat ini akan menjadi keangkaramurkaan di muka bumi. Dalam cerita itu dikisahkan bahwa sipembawa surat ini akan menjadi sakti mandraguna. Tidak ada yang tahu apa isi surat ini. Namun akhir cerita, isi dari surat itupun dibeberkan oleh dalang. Isi surat kalimasada berbunyi “aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya”. Isi ini tak lain adalah kalimat syahadat. Sunan Kalijaga hingga kini namanya masih tetap harum serta dikenang oleh seluruh lapisan masyarakat dari yang atas sampai yang bawah. Hal ini merupakan suatu fungsi bahwa beliau itu benar-benar manusia yang besar jiwanya. Sebagai pujangga telah banyak mengarang berbagai cerita yang 96
Ibid. Ridin S., dkk., Op.Cit., hlm. 122 98 Ibid.4 97
48
mengandung filsafat serta berjiwa agama. Seni lukis yang bernafaskan Islam, seni suara yang berjiwakan taukhid. Disamping itu beliau berjasa pula bagi perkembangan dari kehidupan wayang yang sekarang ini.
49
BAB IV EFEKTIFITAS WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH PADA MASA KINI Peran Dalang dalam Kehidupan Bermasyarakat Penjelasan wayang adalah suatu bentuk kesenian yang bersifat hiburan yang mellibatkan banyak orang sebagai pendukung, baik penabuh gamelan atau biasa disebut niyaga. Walaupun yang mengiring lagu (pesinden), yang dipimpin oleh seorang dengan memainkan wayang yang tebentuk dari kulit. Sedangkan lakon ceritanya diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata yang aslinya berasal dari India, namun sudah digubah kedalam kebudayaan Indonesia. Dalam pagelaran wayang seorang dalang mempunyai wewenang untuk mengatur segala sesuatunya dalam pertunjukan itu. Sebagai tokoh sentral ia mengatur pembagian tugas dan mengkoordinasikan niyaga dan pesinden supaya mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berhasil tidaknya dalam pertunjukan wayang ditentukan oleh dalang. Seorang dalang dapat bertindak sebagai produser dengan menyuguhkan permainan sesuai dengan keinginan penonton ataupun pendengarnya. Pesan-pesan yang disampaikan banyak berupa simbol yang bisa dimengerti atau dipahami oleh penonton. Penonton wayang dapat bertemu dengan sejumlah besar pribadi yang beraneka ragam yang ditampilkan oleh sang dalang melalui tokoh-tokoh wayang seperti raksasa, dewa, ksatria, punakawan dan lain-lain. Dalam pertunjukan wayang selain penonton memperoleh hiburan juga mendapat pendidikan moral yang sangat berharga dalam hidupnya. Dalam penjelasan wayang, dalang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan upacara yang bersifat religius sejak dulu hingga sekarang. Misalnya upacara bersih desa, ruwatan anak, khitanan, perkawinan, tujuh bulanan, dan peringaran ‘Assyura. Untuk peringatan bersih desa dan ruwatan anak biasanya dilaksanakan anak biasanya dilaksanakan oleh dalang ruwat.99 48 99
Kanti Waluyo, Dunia Wayang¸Pustaka Palajar, Yogyakarta, 2000, hlm. 71.
50
Pertunjukan wayang untuk menolak bala nampak antara lain dalam acaranya “ngruwat”. Ngruwat mungkin dari kata nguduri ruwet, maksudnya menolak bahaya yang mengancam atau mengatasi keruwetan batin. Pertunjukan wayang untuk kepentingan ngruwat biasanya diambil cerita tertentu yang berisi piwulang, pameling, atau ajaran tertentu yang tersirat didalam cerita. Pertunjukan wayang yang disajikan dalam bentuk seni itu sekaligus untuk menghibur orang yang sedang ruwet batinnya.100 Pada zaman yang serba maju saat ini yang ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang serba canggih namun dikalangan masyarakat jawa kebiasaan dan keyakinan pembersih dosa orang yang nandang sukerta masih dilakukan antara lain dengan cara menyelenggarakan pertunjukan wayang kulit. Kata Sukerta berasal dari kata suker yang artinya gangguan, mala, balak, kerawanan dan sebagainya. Dalam kondisi jiwa yang keberadaanya nandang sukerta harus diruwat. Oleh karena itu harus diruwat petaka itu yang diistilahkan dengan ruwatan atau ngruwat.101 Upacara ruwatan merupakan suatu upacara yang lekat agami jawi yang dimaksudkan untuk melindungi anak-anak terhadap bahaya-bahaya gaib yang dilambangkan oleh Bathara Kala, yakni dewa kehancuran. Berbagai jenis kombinasi dalam satu keluarga yang dianggap berbahaya menyebabkan bahwa anak-anak tersebut mudah terkena bahaya penyakit dan kematian karena mereka menjadi mangsanya Bathara Kala. Dalam upacara ruwatan dengan pertunjukan wayang dalang ruwat merupakan tokoh yang bertanggungjawab secara spiritual apapun yang terjadi terhadap pelaksanaan upacara ruwatan. untuk itu dalang yang diperbolehkan melaksanakan ruwatan menurut tradisi para dalang adalah mereka yang telah lanjut usia, atau setidak-tidaknya dalang yang sudah mengawinkan anaknya. Dalam arti mereka yang telah matang pengetahuannya dalam hal ruwatan. Kehidupan teknologi yang dari hari kehari makin canggih, ternyata mempengaruhi bentuk dari kebudayaan maupun kesenian. Upacara ruwatan dengan pertunjukan wayang juga tidak luput dari pengaruh tersebut. Dalam 100 101
Suwaji Bastomi, Gemar Wayang, Dahara Prize, Semarang, 1995, hlm. 17. Sutarno, Wayang Kulit Jawa, Cendrawasih, Solo, t.t., hlm. 58.
51
hal ini mempengaruhi penyajian, pandangan hidup masyarakat serta sikap dalam ruwat. Pandangan hidup masyarakat jawa seperti “anak nggawa rejeki” (ada anak ada rejeki) serta “mangan ora mangan kumpul” (makan tidak makan asal kumpul) tentunya tidak sesuai dengan zaman sekarang. Orang tidak menginginkan anak banyak tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehingga hanya akan mencetak “kere” (orang miskin). Oleh karena itu kita harus mengindahkan anjuran pemerintah yaitu dua anak saja cukup, sehingga dapat menciptakan keluarga bahagia. Demikian juga dengan sekarang karena terbatasnya lapangan kerja maka konsep yang sesuai dengan situasi sekarang adalah ngumpul ora ngumpul asal mangan (berkumpul tidak berkumpul asal makan). Pertunjukan wayang untuk keperluan ruwatan dewasa ini ada kecenderungan yang befungsi sebagai setengah ritual dan setengah tontonan. Akhirnya tehnik penyajiannya mengalami perubahan. Misalnya tahun 1950 – 1960 pertunjukan penuh dengan keseriusan, dengan suasana sakralnya sangat kuat. Namun sekarang wujud penyajiannya diselingi dengan humor (dagelan) pada adegan tertentu seperti pakeliran semalam suntuk. Setiap dalang ruwat yang melakukan pertunjukan wayang adalah setengah ritual dan setengah tontonan. Oleh karena itu tidak ingin kehilangan pekerjaan.102 Dalang dianggap oleh masyarakat sebagai orang yang sakti, yang memenuhi kekuatan gaib yang mempunyai tuah yang bermanfaat bagi masyarakat.
Anggapan
masyarakat
seperti
itu
dihubungkan
dengan
kepercayaan bahwa wayang adalah bayangan roh nenek moyang. Oleh karena itu sering diadakan pertunjukan wayang sebagai pemujaan atau penolak bala untuk meluhurkan nenek moyang. Dengan bersih desa itu dimaksudkan agar ki dalang dapat mengusir roh jahat. Dalam hal ini setan atau roh halus yang tidak berbaik budi terhadap penduduk desa yang bersangkutan.103
102 103
Ibid., hlm. 64. Suwaji Bastomi, Op. Cit., hlm. 17.
52
Upacara bersih desa masih sering diadakan didesa-desa sehabis panen. Mereka menganggap wayang untuk membersihkan desanya dari unsurunsur yang mengganggunya. Dalam hal ini adalah arwah-arwah serta roh-roh halus yang tidak berbuat baik (berbuat jahat) terhadap masyarakat tersebut. Pada masa pemerintah kolonial Inggris (1923) membahas peranan dalang dalam upacara-upacara yang ada hubungannya dengan pertanian, misalnya mencegah terjadinya hama tanaman dan mencegah kegagalan panen. Masyarakat petani di daerah Jawa tengah khususnya didesa Kalirejo, Kecamatan Karang Gayam Kabupaten Kebumen. Setiap tahun mengadakan ruwatan bumi untuk mencari keselamatan bagi warga desa dan supaya tanaman yang ditanam oleh petani tersebut tidak mengalami gangguan.104 Seorang dalang dalam setiap pergelaran wayang selalu membeberkan nilai-nilai baik dan buruk yang disajikan dalam berbagai dilema dan konflik yang dapat menyentuh hati nurani. Pada akhirnya nilai yang baik akan mengalahkan nilai-nilai yang buruk, sekalipun untuk mencapai dengan cara yang sulit. Serorang dalang itu perlu mempunyai pengetahuan umum yang luas yang dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun non formal. Seorang dalang juga harus memiliki kelebihan pengetahuan tentang kenegaraan, pandangan hidup, filasafat, kesusilaan dan lain-lain. Sehingga ia dapat diterima sebagai pemimpin dan guru dalam masyarakat yang menonton. Selain itu juga seorang dalang bertindak sebagai produser dengan memberikan permainan sesuai dengan keinginan penonton. Pesan-pesan yang disampaikan oleh dalang banyak yang berupa simbol-simbol yang bisa dipahami oleh penontonnya. Dalam cerita pewayangan dalang menggunakan simbol-simbol dalam bentuk cerita terutama dalam ajaran budi pekerti, misalnya cerita Dewaruci adalah gambaran seseorang yang mencari tujuan hidup sebenarnya. Media wayang kulit sudah lama berakar pada masyarakat, sehingga dalang mempunyai pendekatan dalam berkomunikasi dan juga dalam 104
Kanti Wakuyo, Op.Cit., hlm. 103.
53
berdakwah dengan penonton tersebut dibandingkan dengan media yang lain seperti surat kabar, televisi dan film. Kelebihan media wayang jika dibandingkan dengan media yang lain adalah antara dalang dengan penonton bisa langsung bertatap muka. Mahalnya biaya pergelaran wayang kulit dengan menghadirkan dalang yang kondang atau terkenal membuat makin sedikit warga desa yang dapat kesempatan untuk menonton wayang kulit yang bagus di desa. Masyarakat lebih akrab dengan pementasan wayang kulit lewat siaran radio maupun televisi ataupun lewat media yang lain seperti kaset-kaset rekaman pada pesta sunatan dan perkawinan wayang kulit bagi masyarakat didesa menjadi wahana yang tepat untuk mengikat masyarakat. Peran dalang dalam pementasan wayang sangat penting karena kalau tidak ada dalang maka pementasan wayangpun tidak aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan tidak ada dalang maka pementasan wayangpun tidak akan ada. Dalang adalah manusia utama dan manusia inti dalam pergelaran wayang. Ditinjau secara tehnis, dalanglah yang memantau dan mewakili pembicaraan tokoh-tokoh wayang. Dalang harus menguasai perangai watak dan perilaku manusia seperti yang dilambangkan dalam tiap-tiap boneka wayang. Dalang harus pandai memerankan beberapa watak seperti, pemarah peramah, pengecut dan lain-lain. Dengan kata lain dalanglah yang memberi jiwa kepada boneka wayang sehingga boneka-boneka wayang yang menjadi tokoh yang hidup. Dalanglah yang berperan menghayati kehidupan manusia melalui kehidupan tokoh-tokoh wayang.105 Seorang dalang juga bisa berperan sebagai seorang juru dakwah. Ki Manteb Sudarsono selain seorang dalang ia juga sudah dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu muballigh yang sering diundang untuk memberikan ceramah keagamaan. Dalam hal menjalankan peranannya sebagai juru dakwah itu. Ki Manteb juga menggunakan idiom-idiom jawa seperti tembang macapat Dandang Gula untuk menyampaikan pesan-pesan Qur’aniah seperti dalam kutipan dibawah ini. 105
Suwaji Bastomi, Op.Cit., hlm. 15.
54
I.
Rukun Islam kinitung memanis Pangeran kang limang prakoro Mungguh merdine mangkene Syahadat kang lumuwun Shalat iku kang ongko kalih Ramadhan wulan pasa iku kang kaping telu Kaping pat zakat fitrah Yen sembada kaping lima munggah kaji ing tanah suci mekkah. Yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia Rukun Islam ada lima peraturan Adapun peraturan itu artinya seperti ini Pertama membaca syahadat Kedua menegakkan shalat Ketiga menjalankan puasa pada bulan ramadhan Keempat membayar zakat fitrah Kelima menunaikan haji bagi yang mampu.106 Sedangkan metode yang digunakan oleh Ki Manteb dalam berdakwah lebih mengandalkan penyampaian materi melalui simbol-simbol kehidupan yang nyata. Sebab dalam pandangan Ki Manteb hampir semua orang sekarang ini rata-rata sudah menguasai tentang Islam, jadi tidak lagi diberikan arahan yang bersifat menggurui.107 Tugas seorang dalang lambat laun dalam bidang keagamaan makin berkurang lebih-lebih pada masa sekarang. Namun seorang dalang tetap menyandang tugas mulia karena dalang berperan sebagai pendidik, juru penerang, penghibur dan juga sebagai ahli dalam seni pertunjukan. Ditinjau dari sudut profesinya, kedudukan dalam tengah-tengah masyarakat dahulu maupun sekarang sama atau sederajat sebagai guru. Kedudukan sebagai guru berarti sebagai pendidik. Dalang menjadi panutan atau sebagai penuntun masyarakat karena yang diajarkan oleh 106
Won Purnomo, dkk., Menjadikan Wayang Enak Dipandang, Yayasan Dwara Budaya, Solo, 2000, hlm. 81-82. 107 Ibid., hlm. 83.
55
dalang akan dianut dan menjadi petunjuk bagi kehidupan masyarakat. Oleh karena itu masyarakat memberi sebutan Ki Pada dalang yang artinya adalah guru atau orang tua yang tidak terpuji apabila dalang pada saat memperjelaskan pertunjukan wayang mengungkapkan hal-hal yang kotor dan juga kata-kata yang jorok. Peran dalang menjadi sangat penting dalam pergelaran wayang karena dalang menjadi sumber dari ajaran kehidupan sebagai guru, juru dakwah, tauladan, dan juga menjadi panutan atau penuntun. Dengan demikian akan sangat tidak terpuji apabila dalang pada saat memperjelas pertunjukan wayang mengungkapkan hal-hal yang kotor dan juga kata-kata yang jorok. Peran dalang menjadi sangat penting dalam pergelaran wayang karena dalang menjadi sumber dari ajaran kehidupan, sebagi guru, juru dakwah, tauladan dan juga menjadi panutan masyarakat. Keberadaan dalang dan kehidupan masyarakat keduanya saling meneladani Manfaat Nonton Pagelaran Wayang Kulit Wayang kulit merupakan salah satu jenis kesenian tradisional yang dikenal di Indonesia. Wayang itu sudah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia terutama masyarakat di Jawa sunda dan Bali. Di daerah-daerah pedesaan di jawa tengah maupun di Jawa Timur, sejak kecil anak-anak telah mengenal wayang. Wayang kulit ini masih memiliki banyak penggemar sehingga dapat lestari sejak hidup dalam masyarakat. Hal ini, tidak mengherankan karena wayang kulit memiliki banyak nilai-nilai yang sesuai dan dibutuhkan oleh anggota masyarakat. Hampir seluruh lakon yang dibawakan oleh dalang dalam wayang berasal dari kitab Mahabarata dan Ramayana yang aslinya berasal dari India, namun telah dirubah menjadi budaya Indonesia. Cerita-cerita wayang banyak mengandung masalah budi pekerti yang sangat bermanfaat bagi penonton. Dalang kondang Ki Manteb Sudarsono mengatakan, bahwa wayang itu merupakan sebuah hiburan, yang di dalamnya berisisebuah ajaran moral. Wayang disebut sebagai budaya yang adiluhurnya karena memang isinya ajaran moralnya yang luhur.108 108
http://groups.Yahoo.com/group/Padepokan/message/240, tgl 20 Agustus 2003.
56
Dalam cerita wayang, pekerti yang jahat akan kalah dengan pekerti yang baik. Misalkan saja dalam cerita Barathayuda yaitu perang saudara antara kurawa dengan pandawa. Meskipun kurawa berjumlah 100 orang tetapi kalah dengan pendawa yang hanya 5 orang. Hal ini desebabkan oleh para kurawa suka berbuat kejahatan dan juga perbuatannya tersebut tidak disukai oleh para dewata. Sedangkan pandawa walaupun Cuma lima orang akan tetapi mereka suka berbuat kebaikan seperti senang mencari ilmu dengan bertapa sehingga mereka memperoleh ketangkasan. Kebaikan hati merekalah yang membuat para dewa untuk selalu melindunginya. Dari contoh diatas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa segala sesuatu perbuatan yang jahat yang tidak diridloi olah Allah itu akan selalu kalah dengan perbuatan yang baik walaupun tidak secara langsung. Akan tetapi sedikit demi sedikit perbuatan yang jahat itu akan kalah. Orang yang suka berbuat kebajikan akan selalu di lindungi oleh Allah. Sebagian orang yang tidak suka dengan wayang berpendapat bahwa menonton wayang itu menghabiskan waktu dan membosankan. Mereka juga berpendapat bahwa wayang itu dipandang tidak mengandung dan membawa ajaran Islam. Akan tetapi berbeda dengan orang yang suka wayang baik itu kaum muda maupun kaum tua menganggap menonton wayang itu adalah sesuatu hal yang sangat menyenangkan dan bisa menghibur hati seseorang yang sedang gundah. Salah seorang pecinta wayang, Musthofa mengatakan bahwa menonton/mendengar dan juga mengikuti alur cerita wayang itu gayeng dan mengasyikkan.109 Masyarakat pada umumnya dalam penerimaan terhadap wayang itu masih bersifat adat istiadat maksudnya masih berdasarkan kebisaaan yang masih berlaku, hanya terdapat pada masyarakat yang penerimaannya disesuaikan dengan ajarannya yakni seperti ajaran agama Islam. Disamping penerimaan mereka ada yang masih terikat dengan dengan hal-hal yang ditentukan oleh orang tua (pinisepuh, sesepuh) atau orang yang dipandang tua 109
2003.
Wawancara dengan Musthofa di Desa Bageng, Gembong, Pati, tanggal 29 Juli
57
dan
juga
lebih
tahu
dalam
hal
ini,
termasik
dalang
juga
ikut
110
menentukannya.
Pertunjukan wayang masih banyak penggemarnya. Hal ini terbukti setiap ada pertunjukan wayang di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati apakah itu acara sedekah bumi atau yang diadakan setiap tahun sekali, khitanan, perkawinan, memperingati hari 17 Agustus ataupun acara yang lainnya selalu penuh oleh pengunjung. Bagi kaum tua sajian wayang kulit dianggap tidak pernah menggurui akan tetapi lebih banyak mempersilahkan penonton untuk mencari sendiri yang terkandung dalam pertunjukan wayang kulit tersebut. Bagi sebagian orang yang suka dengan wayang pertunjukan wayang berpendapat bahwa wayang itu dapat menambah pengetahuan seseorang. Menurut Riyono salah satu pecinta wayang mengatakan bahwa menonton pertunjukan wayang itu dapat menambah pengetahuan seseorang diantaranya tentang filsafat ketuhanan, akhlak/etika/budi pekerti, bidang sosial, politik dan juga agama.111 Wayang juga dapat merubah sikap sesorang, dalam arti merubah sikap seseorang menjadi baik. Maksum menambahkan bahwa wayang itu dapat merubah sikap seseorang selam orang yang menonton wayang tersebut memperhatikan serta mengambil hikmah yang ada didalam wayang tersebut.112 Wayang kulit memberikan hiburan yang sehat bagi penontonnya. Didalamnya terdapat unsur-unsur tragedi, komedi dan juga tragikomedi. Ada percintaan yang mengharukan, ada dilema-dilema yang berat, pengorbanan yang berat, pengorbanan yang besar, dan juga hiburan yang berupa lawakan.113
110
Bambang Sugito TH., Op.Cit., hlm. 47. Wawancara dengan Riyono, di Desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati,. tanggal 29 Juli 2003. 112 Wawancara dengan Ma’sum di Desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 30 Juli 2003. 113 Kanti Waluyo, Op.Cit., hlm. 55. 111
58
Menurut Herbert Mead masyarakat mempunyai kesadaran sendiri dan tahu bahwa apa yang ditontonnya adalah dirinya sendiri lebih lanjut dijelaskan bahwa apa yang ditonton dari teater akan menggambarkan kehidupan manusia itu sendiri. Apabila dikaitkan dengan pergelaran wayang kulit penonton akan menentukan sendiri penjelasan dari dalang siapa yang akan ia tonton. Selama delapan jam pertunjukan wayang banayak hal yang bisa diambil oleh penonton sebagai pendidikan budi pekerti.114 Manfaat menonton wayang kulit bagi penonton selain mendapatkan ajaran moral (budi pekerti) yang bernilai tinggi, juga mendapatkan yang disampaikan oleh ki dalang. Pesan-pesan dari pemerintah seperti KB, pembangunan desa dan koperasi. Sedangkan pesan yang dari agama adalah mengajak untuk berbuat kebaikan dan menjauhi segala larangan Allah. Dalang sebagai seorang komunikator sekaligus sebagai seorang da’i dapat menyampaikan pesan dari pemerintah dan juga ajaran dari agama kepada masyarakat penonton. Pesan dari pemerintah dan juga dalam berdakwah seorang dalang dalam menyampaikan pesan bisa dalam bentuk dialog, tembang dan juga lawak melalui adegan goro-goro ini dianggap oleh para dalang sebagai adegan yang paling mbeling untuk bisa membicarakan apa saja, baik itu pesan dari pemerintah maupun dari agama. Pasan yang disampaikan melalui goro-goro tidak akan merusak keindahan ataupun merusak pakem (lakon) dalam pertunjukan wayang. Lakon apapun dalam wayang sebenarnya sebuah ajaran moral yang sekaligus disampaikan dengan bentuk hiburan. Hal itu menjadi lebih pas disampaikan daripada mengunakan media lain. Walisongo saat itu memang melihat efektifitas wayang ini sebagai media dakwah.115 Pergelaran wayang kulit semalam suntuk sampai sekarang tetap menarik perhatian penonton terutama dari masyarakat desa, walaupun lakon-lakonnya sudah seringkali didengar maupun ditonton akan tetapi 114 115
2003.
Ibid., hlm. 16. Http://groups.Yahoo.com/group/padepokan/message/240, tanggal 20 Agustus
59
tidak membuat bosan bagi pecinta wayang. Didalam pertunjukan wayang ada pesan-pesan moral yang dapat diserap penonton yang sangat bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Pandangan Ahli Wayang (Para Ahli Wayang dan Pecinta Wayang) tentang Keberadaan Wayang Sekarang Ini. Dalam menggali dan mengembangkan budaya asal sesuai dengan wawasan nusantara serta ketahanan nasional menuju kejayaan bangsa dan menjamin keutuhan manusia Indonesia dunia pewayangan sangat meyakinkan sebagai sumber pendidikan budi pekerti bangsa Indonesia.116 Wayang merupakan salah satu warisan budaya yang mempunyai kelangsungan hidup, khususnya dimasyarakat Jawa sebagai hasil kebudayaan, wayang mempunyai nilai hiburan yang mengandung cerita pokok dan juga sebagai media komunikasi dan dakwah. Wayang dijadikan sebagai media dakwah pertama kali adalah oleh para wali untuk penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Pada masa penyebaran agama Islam di Jawa walisongo bahkan menggunakan media wayang kulit yaitu suatu seni pertunjukan yang lekat dengan ajaran Hindu untuk dakwah Islam. Istilah-istilah baru diciptakan dan cerita sampiran (larangan) juga dihadirkan dalam format besar Mahabharata itu. Ini membuktikan bahwa sejak lama dakwah dikalangan Islam begitu kreatif mengambil media pertunjukan dan diwariskan sampai kini.117 Wayang merupakan tradisi budaya warisan leluhur dan kita perlu mempertahankan dan melestarikannya. Namun kita harus mengetahui bahwa budaya Jawa yang menjadi pendukung eksistensi wayang sedang mengalami perubahan. Tradisi itu perlu dihargai dan dihormati tetapi jangan sampai menyebabkan kita bersikap tradisionalisme. Dengan kata lain kita perlu mengembangkan tradisi tanpa harus bersikap tradisionalisme. Dengan kata lain perlu membangun tradisi tanpa harus bersikap tradisional. Dengan berpegang pada sikap yang demikian maka kita dengan besar hati akan mengakui; pertama, wayang tidak akan lagi hidup secara utuh seperti dahulu, baik dari bentuk seninya, fungsinya maupun penggemarnya. Kedua, wayang hanya merupakan dalam satu alternatif dan memiliki derajat yang sama dengan karya-karya seni lainnya yang datang dari luar. Dengan demikian tindakan yang dapat diambil adalah merubah merefisi dan memodifikasi wayang supaya tetap dapat melanjutkan kehidupannya didalam budaya masyarakat yang sedang berubah.118 116 117
2003 .
118
S. Haryanto, Op.Cit.,hlm. 175. Http://www.geocities.com/hidurditya/budaya/bud_43.htm, tanggal 20 Agustus Kanti Waluyo, M.Si., Op.Cit., hlm.11.
60
Wayang sampai sekarang masih digemari oleh masyarakat di pedesaan yang menganggap wayang itu adalah kesenian tradisional yang sudah menyatu dengan masyarakat terutama suku jawa. Apalagi pergelaran wayang tersebut didukung oleh dalang kondang dan juga lihai dalam memainkan boneka wayang. Wayang merupakan salah satu media yang digunakan dalam berdakwah. Yang pertama kali mempelopori dakwah dengan media wayang adalah para wali. Diantara walisongo yang lebih suka berdakwah dengan menggunakan kesenian wayang adalah Sunan Kalijaga. Dalam rangka menyebarluaskan agama Islam Sunan Kalijaga bertindak sebagai juru penerang dengan menggunakan wayang sebagai medianya. Oleh karena itu pada waktu itu Sunan Kalijaga bertugas sebagai seorang dalang. Seorang dalang bisa juga disebut sebagai mass media (alat penyambung lidah) pemerintah atau kelompok tertentu kepada rakyat, maka seorang dalang dibekali dengan hal-hal yang berhubungan dengan program pemerintah sperti dalam bidang pembangunan desa, termasuk juga dalam usaha pemanfaatan dakwah islamiyah. Wayang kulit sebagai alat dakwah, dari sekian jumlah dalang yang ada itu dapat kita jumpai yang berusaha untuk memanfaatkan wayang sebagai alat dakwah dalam praktek pementasan. Sebut saja Ki Manteb Sudarsono seorang dalang kondang. Selain sebagai seorang dalang Ki Mateb juga berperan sebagai juru dakwah. Tidak saja secara verbal dalam sisipan-sisipan pesan melalui tokoh punakawan, tetapi pengaruh akidah islami ini juga memantau dalam menterjemahkan posisi dan sikap tokoh-tokoh wayang dalam lakon yang disajikan.119 Adapun yang menjadi dorongan berjalannya pemanfaatan wayang sebagai media dakwah adalah sebagai berikut: a. Mereka melaksanakan dakwah, karena terdorong ingin mencoba menyampaikan ajaran yang dimilikinya kepada para penggemarnya. b. Sebenarnya banyak cerita-cerita wayang itu yang mengandung ajaranajaran budi pekerti dan agama. c. Hal itu telah dilakukan ternyata mendapat perhatian pula dari para penggemarnya sehingga pernah mendalang dilingkungan kaum (para santri).120 Wayang dahulu berfungsi sebagai penggambaran roh (arwah) nenek moyang untuk keperluan upacara-upacara atau persembahan yang bersifat ritual, sehingga keberadaan wayang sangat berkaitan dengan kegiatan upacara. Kemudian oleh para wali yang didukung para wali yang 119 120
Wan Punomo, dkk., Op.Cit., hlm. 80. Bambang Sugito TH., Op.Cit., hlm. 49.
61
didukung oleh para raja yang berkuasa pada waktu itu yaitu Raden Patah (1476-1518) dan Pangeran Sabrang Lor (1520-1521) mengadakan penyerbuan dan perubahan bentuk wayang kulit purwa yang berasal dari Majapahit, sehingga tidak bertentangan dengan ajaran ajaran Islam.121 Prof. Ki. M.A. Machfoed seorang Guru Besar Filsasat Agama di IAIN dan Universitas Gajahmada mengajak kita untuk tidak mengharamkan wayang ditempatkan kembali seperti pada zaman wali yaitu sebagai media dakwah islamiyah.122 Keberadaan wayang sampai sekarang digunakan sebagai media dakwah menurut Dra. Misbah Zulfah Elizabeth bahwa pada saat sekarang ini wayang masih bisa digunakan untuk dakwah islamiyah, karena seni pertunjukan wayang itu sangat familier bagi masyarakat Jawa, yang didalamnya mengandung ide-ide apa saja termasuk ide-ide yang bernilai Islami.123 Drs. Muzakki juga mengatakan bahwa wayang itu masih bisa digunakan untuk dakwah islamiyah pada masa sekarang ini, karena masih banyak para penggemar wayang terutama di daerah pedesaan. Wayang kulit juga merupakan budaya jiwa peninggalan dari para walisongo yang perlu dilestarikan.124 Para pecinta wayang suka dengan wayang itu mulai kecil yaitu ketika sudah dapat membedakan yang baik dan yang buruk (mumayiz). Mereka dapat menonton wayang dari tanggapan masyarakat dan juga dari televisi. Mustofa seorang pecinta wayang mengatakan bahwa setiap ada tontonan wayang selalu disempatkan untuk menonton. Misalkan dari orang punya kerja, setiap ada wayang peringatan tanggal 1 Muharram dan juga dari TV. Menonton wayang / mendengarkan wayang dalam 1 bulan ratarata 3 kali.125 Dari pihak keluarga para pecinta wayang, juga banyak yang suka dengan wayang. Banyak pecinta wayang suka menonton pada saat adegan goro-goro. Selain adegan goro-goro juga ada yang suka secara keseluruhan dari tahap pementasan wayang. Zein Darmadi sebagai pecinta wayang mengatakan bahwa di dalam adegan goro-goro itu banyak mengandung etika (yaitu antara hamba dan tuhan).126 Sedangkan menurut Maksum bahwa suka dengan adegan wayang secara keseluruhan dari tahap 121
Ibid., hlm. 77. Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang, Gunung Agung, Jakarta, 1983. hlm. 72 123 Wawancara dengan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth di kampus Dakwah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 25 Agustus 2003. 124 Wawancara dengan Drs. A. Muzakki, Da’i, di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 23 Agustus 2003. 125 Wawancara dengan Mustofa, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 29 Juli 2003. 126 Wawancara dengan Zein Darmadi, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 30 Juli 2003. 122
62
pementasan, wayang.127
tergantung
kelihaian
dalangnya
dalam
memerankan
Dari hasil pengamatan dan wawancara yang dilalui penulis bahwa banyak yang tidak setuju kalau wayang dihilangkan, karena wayang merupakan budaya nasional. Wayang juga tidak menentang ajaran agama negara. Wayang justru sudah dimasuki unsur-unsur keagamaan serta falsafah ketuhanan. Sedangkan menurut para pecinta/penggemar wayang bahwa wayang itu merupakan tontonan yang menyenangkan karena wayang dapat menambah pengetahuan seseorang dan juga bisa merubah sikap seseorang. Surawi menambahkan bahwa menonton wayang itu dapat menambah pengetahuan seseorang tentang cerita rakyat dan juga pengetahuan tentang moral (budi pekerti).128 Bagi kelompok yang suka/menerima wayang berpendapat bahwa wayang kulit itu merupakan hiburan yang meriah karena semalam suntuk dapat dinikmati dan juga ada yang mengatakan paling meriah karena berjalan atau berlangsung sehari semalam. Selain itu juga wayang banyak mengandung tuntunan, manambah pengetahuan dan juga filasafat kehidupan yang dalam terutama bagi bangsa Indonesia. Bagi kelompok yang tidak suka dengan wayang berpendapat bahwa menonton wayang kulit semalam suntuk itu menghabiskan waktu, selain itu mereka juga berpendapat bahwa di dalam wayang itu tidak mengandung ajaran-ajaran Islam. Perkembangan teknologi yang semakin maju membuat para penggemar wayang dapat menikmati wayang tidak harus menonton wayang secara langsung dapat menikmati wayang tidak harus menonton secara langsung seperti melalui orang yang menanggap wayang dalam acara sunatan, perkawinan dan lain-lain. Akan tetapi merka bisa menikmati wayang lewat televisi, radio ataupun kaset-kaset pertunjukan wayang. Wayang dianggap mendukung dalam dakwah menurut salah satu ahli wayang oleh Dra. Misbah Zulfa Elizabeth yaitu dalam hal materimaterinya yang mempunyai nilai-nilai kebaikan religius baik dalam muatan isinya maupun karakteristik dari tokoh-tokohnya. Selain menonon secara langsung, wayang dapat dinikmati melalui media audio, video maupun media audio video.129
127
Wawancara dengan Maksum, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 30 Juli 2003. 128 Wawancara dengan Surawi, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 29 Juli 2003. 129 Wawancara dengan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth, Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 25 Agustus 2003.
63
Wayang kulit pada dasarnya diterima oleh masyarakat, walaupun cara dalang menyampaikan cerita berupa bimbingan penyuluhan atau dakwah, mereka tetap menikmatinya sampai pertunjukan selesai sebagaimana biasanya. Dalam pelaksanaan pewayangan yang berisi dakwah itu sebenarnya tidak diadakan perubahan dalam seni pedalangannya. Disamping sulit (tidak mudah) juga akan mempunyai resiko yang tidak kecil hanya menyajikan cerita-cerita banyak, disana-sini dapat diselipkan atau dimasukkan tentang ajaran tauhid kepada Tuhan Yang Maha Esa, ibadah, shalat, mua’amalat, dan akhlak.130 Dakwah dengan menggunakan media wayang juga mempunyai kendala-kendala, diantaranya menurut para ahli wayang yaitu waktu pergelaran wayang yang biasanya malam hari, bahkan bisa juga semalam suntuk, sedangkan waktu malam adalah untuk istirahat. Untuk itu waktu pergelaran wayang bisa dirubah tidak harus malam hari. Sedangkan menurut para pecinta wayang, kendala dakwah dengan mengunakan media wayang adalah dalam hal bahasa. Bahasa yang merupakan alat untuk komunikasi, didalam pertunjukan wayang biasanya seorang dalang yang merupakan tokoh utama dalam pertunjukan wayang menggunakan bahasa jawa kuno yang sulit dipahami oleh masyarakat, lebih-lebih masyarakat zaman sekarang. Kalau penontonnya bukan dari orang jawa asli seperti orang Sunda, maka akan sulit untuk bisa memahami isi dari cerita pertunjukan tersebut. Maka dari itu sedikit demi sedikit bahasa bisa diganti sehingga pergelaran wayang tersebut dapat dipahami oleh masyarakat umum. Contoh cerita yang dapat dan banyak mengandung atau diisikan ajaran-ajaran agama (Islam) adalah sebagai berikut: a. Jimat Kalimasada menceritakan tentang keampuhan dari kalimat tauhid yakni dua kalimat sahadat sebagai sebagai kalimat Tayyibah yang dipertahankan oleh para pendawa sampai titik darah penghabisan. Dalam cerita itu dari berbagai rongrongan pihak musuh yang berusaha menghancurkannya. b. Petruk dadi ratu (petruk jadi ratu), ini menceritakan siapa saja orang yang senantiasa berpegang kuat pada kalimat tauhid, akan jaya. Digambarkan segala apa yang dikehendaki berkat rakhmat dan petunjuk Allah akan terlaksana. Demikian Petruk yang memegang kuat jimat kalimasada bisa menjadi raja yang tak terkalahkan.
130
Bambang Sugito, Op.Cit., hlm. 53.
64
c. Cerita Syekh Siti Jenar (disebutnya Syekh Lemah Abang, Syekh Jalijali) dalam usahanya menyelewengkan ajaran Islam, yang kemudian pada akhir ceritanya mati terbunuh, oleh para pandawa sebagai penegak ajaran agama Islam atas perintah Sunan Kalijaga.131 Sukses tidaknya dakwah penyelenggaraannya menjadi tangungjawab da’i sebagai subyek dakwah. Begitu pula dengan wayang, dalang sebagai faktor primer yang menyampaikan ajaran-ajaran, hidup tidaknya dalam sebuah pewayangan terletak tanggugjawab yang pertama. Dakwah dengan menggunakan media wayang juga mempunyai kendala-kendala diantaranya menurut para ahli wayang yaitu waktu pergelaran yang biasanya malam hari, bahkan bisa semalam suntuk. Sedangkan waktu malam untuk istirahat. Untuk itu waktu pergelaran bisa diubah tidak harus malam hari. Sedangkan menurut para pecinta wayang kendala dakwah dengan menggunakan media wayang adalah bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi. Dalam pertunjukan wayang biasanya seorang dalang yang merupakan tokoh utama dalam pertunjukan wayang menggunakan bahasa jawa kuno yang sulit dipahami oleh masyarakat awam, lebih-lebih masyarkat jaman sekarang. Kalau penontonnya bukan orang jawa asli seperti orang sunda, maka akan sulit untuk bisa memahami isi dari cerita pertunjukan tersebut maka dari itu sedikit demi sedikit bahasa bisa diganti sehingga pagelaran wayang tersebut dapat dipahami oleh masyarakat umum. Dimasa kinipun wayang hendaknya lebih difungsikan sebagai media dakwah islamiyah, mengingat mayoritas penonton beragama Islam. Sedangkan didalam agama Islam itu sendiri menyuruh umatnya untuk saling menasehati antar satu dengan yang lainnya dengan kebenaran dan sabar.
131
Ibid., hlm. 54.
65
BAB V EFEKTIFITAS WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH PADA MASA SUNAN KALIJAGA DAN MASA KINI
A. Analisis Efektifitas Wayang Sebagai Media Dakwah Pada Masa Sunan Kalijaga Wayang pertama kali muncul berfungsi sebagai penggambaran roh (arwah) nenek moyang untuk keperluan upacara-upacara atau persembahan yang bersifat ritual, sehingga keberadaan wayang sangat berkaitan dengan kegiatan upacara-upacara keagamaan. Kemudian wayang digunakan sebagai sarana penyebaran atau kepercayaan, pada masa masuknya agama Hindu. Oleh karena itu banyak cerita kepahlawanan yang menjadi pedoman dalam pergelaran wayang. Pada zaman madya (masa islam di jawa), fungsi wayang masih berperan sebagai sarana dakwah atau penyebaran agama, namun pada masa ini banyak hal yang diberlakukan terhadap wayang kulit, terutama menyangkut bentuk, misi, materi dan sebagainya. Sehubungan dengan bentuk wayang kulit purwa, seperti yang dapat dilihat pada masa sekarang ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari puncak perkembangan pada zaman madya itu, sehingga dapat ditentukan bentuk kesempurnaannya. Oleh karena itu wayang kulit purwa temasuk dalam seni yang disebut klasik. Bila dicermati dari bentuknya, dalam bentuk puncak menuju kesempurnannya itu tidak terlepas dari berbagai pengaruh sekelilingnya. Salah satu budaya yang berperan dalam penyempurnaan wujud wayang kulit purwa dan banyakmemberi warna serta penampilan adalah budaya Islam. Oleh karena itu Islam memiliki arti penting dalam perkembangan wayang kulit purwa, khususnya di Jawa. Walisongo sebagai kelompok pemuka pengembangan/penyebaran Islam di Jawa meletakkan dasar-dasar penyebaran Islam dan pengembangannya, utamanya dalam struktur politik dan budaya. Dalam
66
66
spektrum yang terakhir yaitu budaya, walisongo mengedepankan corak tasawuf yang fleksibel, lentur dan inklusif menjadi wacana. Dalam kaitannya dengan wayang, watak fleksibel, lentur dan dan inklusif meniscayakan pemanfaatan wayang sebagai salah satu media dakwahnya.132 Para wali dalam penyebaran agama Islam selalu melihat kondisi masyarakat pada waktu itu baik dari adat istiadat maupun dari budaya yang berkembang saat ini. Sunana Kalijaga yang merupakan salah satu dari walisongo yang dibantu oleh wali yang lain menggunakan media wayang untuk berdakwah, karena wayang merupakan suatu media wayang untuk berdakwah, karena wayang meruapakan suatu media yang efektif untuk menyampaikan emisi ini. Sebab masyarakat pada waktu itu masih suka dengan keramaian. Sunan Kalijaga memandang bahwa cerita wayang diusung dari asalnya yaitu India ternyata banyak yang berbau Hindu, animisme dan dinamisme. Sunan Kalijaga juga melihat bahwa pakem (lakon) wayang India tersebut kurang komunikatif. Masyarakat hanya diminta duduk diam melihat sang dalang memainkan lakonnya. Tentu tidak semua orang main untuk menikmati adegan demi adegan senacam ini dalam waktu semalam suntuk. Maka Sunan Kalijaga dengan wali yang lain menciptakan suatu tokoh yaitu punakawan yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng. Semar yang sekiranya mampu berkomunikasi dengan penonton, lebih fleksibel, mampu menampung aspirasi penonton, lucu dan juga yang terpenting, dalam memainkan para tokoh punakawan ini sang dalang dapat lebih bebas menyampaikan misinya karena tidak harus terlalu terikat pada pakem. Adapun lakon yang disajikan dari cerita Ramayana dan Mahabaratha yang telah digubah dalam sedemikian rupa oleh Sunan Kalijaga, sehingga penonton seakan-akan kisah tersebut benar-benar terjadi di pulau Jawa. Penampilan tokoh Rama dan para pandawa dalam pergelaran seolah-olah 132
HM. Nafis, Dewaruci(Jurnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa) Edisi 5 tahun 2002, IAIN Walisongo Semarang.
67
merupakan pemunculan kembali para leluhur yang sengaja memberi tuntunan hidup kepada anak cucunya, agar berbhakti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, menegakkan keadilan dan kebenaran serta menghindari kepalsuan dan kemungkaran. Sunan Kalijaga merupakan seorang ahli taktik didalam menyampaikan seruannya kepada umat dan menjaga masyarakat kepada agama Islam, kesemuanya itu dengan menggunakan taktik dan strategi yang bijaksana pada saat itu, sesuai dengan situasi dan kondisi, pada waktu itu masyarakat masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan mereka, yaitu gemar kepada gamelan dan keramaian-keramaian yang bersifat keagamaan Syiwa Budha. Oleh Sunan Kalijaga adat itu tidak di lenyapkan akan tetapi dibiarkan dan memasuki dengan unsur-unsur keIslaman. Pengaruh adat atau kebiasaan dari kebudayaan Syiwa Budha terhadap masyarakat sangat besar. Maka seni wayang termasuk rangkaiannya seperti gamelan dan sebagainya sangat diagungkan oleh rakyat. Dalam hal ini Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu jalan untuk mendekatkan dan menarik simpati rakyat, atau jelasnya untuk menyambung antara pengertian agama dengan rakyat, sedangkan wayang sebagai medianya. Sistem dakwah yang dilakukakan oleh walisongo bukan merupakan perubahan atau perubahan kebudayaan Hindu Budha dan diganti dengan kebudayaan Islam, melainkan melakukan penyelarasan penggabungan dengan kebudayaan tradisional yang ada kemudian terjadilah sinkronisasi keagamaan yang dikenal hingga sekarang adalah Islam kajawaan.133 Toleransi yang tinggi terhadap semua aliran dan juga tidak memperlihatkan sikap antipati atau bahkan seakan-akan menimbulkan adaptasi, asimilasi, dan juga akulturasi terhadap segala adat dan kepercayaan dalam masyarakat. Didalam hal ini Sunan Kalijaga sangat pandai dalam meyakinkan kepada masyarakat atas kebenaran agama Islam dengan berbagai jalan, antar lain dengan menggunakan wayang. 133
S. Haryanto, Op.Cit., hlm., 179.
68
Sunan Kalijaga dalam menjalankan syiar Islam dengan menggunakan media wayang tetap menggunakan bahasa wayang, tetapi dengan mempelajari dengan sungguh-sungguh sistematika Islami supaya dapat diterima oleh masyarakat luas sebagai dasar penalaran yang digunakan untuk menjalankan nilai-nilai moral, dan norma-norma sosial yang menjadi dalam muatan yang menjadi pakelirannya.134 Sedangkan maksud yang ingin dicapai dalam pertunjukan wayang itu adalah untuk melestarikan dan mengembalikan khittah wayang pemerintahan Raden Patah di Kerajaan Demak dapat disebut sebagai simbol modernisasi kebudayaan yang dihasilkan oleh sentuhan ajaran Islam dalam proses interaksi kebudayaan. Di Jawa wayang kulit oleh Sunan Kalijaga dipergunakan sebagai media dakwah dan juga syiar agama, memperolehkan inovasi yang cukup pelik dan merubah makna hirarkhis struktur lakon itu sendiri, sehingga menentukan fenomena lakon baru, yakni dengan ditambahnya unsur Semar dan jajaran punakawan dalam hirarkhis lakon.135 Prof. K.M.A. Machfoeld menerangkan bahwa Semar, Petruk, Nalagareng dan Bagong kelompok figur wayang dan nama-namanya itu sama sekali tidak terdapat dalam cerita Hindu sebagai sumber cerita wayang aslinya. Segala sesuatunya berasal dari kelompok figur punakawan itu adalah kreasi wali sanget tinelon untuk memperagakan dan mengabdikan diri sebagai fungsi, watak, tugas konsepsionil walisongo oleh para muballigh Islam.136 Sistem dakwah yang dilakukan oleh walisongo bukan merupakan perombakan kebudayaan Hindu dan Budha dan kemudian diganti dengan kebudayaan Islam, melainkan melakukan penyelarasan atau penggabungan
134
Wan Purnomo, Op.Cit., hlm. 84. Ibid., hlm. 84. 136 Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989, hlm 80. 135
69
dengan kebudayaan tradisionil yang ada. Kemudian terjadilah sinkronisasi keagamaan yang dikenal hingga sekarang yaitu Islam kejawaan.137 Sunan Kalijaga merupakan salah satu dari walisongo berpendirian bahwa rakyat akan lari bila terus begitu saja dan diserang pendiriannya. Dakwah harus sesuai dengan keadaan, yaitu harus sesuai dengan situasi dan kondisi. Adat istiadat yang ada jangan terus diberantas, tetapi hendaknya terus dipelihara dan dihormati oleh suatu kenyatan. Oleh karena itu dakwah haruslah diselaraskan/disesuaikan dengan kepercayaan lama. Adapun cara merubahnya sedikit demi sedikit dengan memberi warna baru kepada yang lain dan juga mengikuti sambil mempengaruhi, yang nantinya bila masyarakat telah mengerti yang tidak perlu, merombak atau menghilangkan sendiri nama yang tidak sesuai dengan agama. Sunan Kalijaga dalam pewayangan mempunyai jasa paling besar dengan membuat perlengkapan seperti kelir (layar). Layar secara simbolis melambangkan langit serta alam semesta, debog (batang pisang yang berfungsi untuk menancapkan wayang) melambangkan bumi, serta blencong (pelita besar/lampu) yang melambangkan matahari. Sunan Kalijaga juga yang telah memberi karakter pemeran utama wayang agar tidak menyalahi aturan Islam. Kesenian wayang itu dalam proses berdakwah oleh para wali bukan dihapus akan tetapi justru digunakan semaksimal mungkin menjadi alat pendukung dan menyebarkan agama Islam.138 Sunan Kalijaga sebagai seorang wali mengikuti dari belakang sambil mempengaruhi (tut wuri handayani) atau mengikuti kebudayaan lama sambil mengisi dengan kebudayaan yang baru yaitu dengan jiwa Islam (tut wuri hangi seni).139
137
S. Haryanto, Op.Cit., hlm. 277-278 Ridin S., dkk., Op.Cit., hlm. 277-278. 139 Umar Hasyim, Op.Cit., hlm 81. 138
70
Kebijaksanaan Sunan Kalijaga dalam berdakwah yaitu dengan menggunakan metode yang benar-benar sesuai pada waktu itu. Metode itu ialah tidak sekaligus melaksanakan ajaran-ajaran Islam dengan radikal tetapi dengan hikmah kebijaksanaan yaitu yang sesuai dengan situasi dan kondisi orang jawa yang pada saat itu masih teguh memegang kepercayaankepercayaan lama. Berkat dakwah Sunan Kalijaga yang dapat menyesuaikan diri didalam dakwahnya kepada masyarakat, ternyata yang paling berhasil pada saat itu. Sunan Kalijaga adalah orang yang bijaksana dan mempunyai pandangan yang luas serta jauh kedepan. Maka pada dasarnya kebijaksanaan dakwah menurut Sunan Kalijaga adalah hal-hal yang sangat menyolok disingkirkan sementara dari perkara-perkara yang sudah menjadi adat kebiasaan rakyat dibiarkan berjalan begitu saja, hanya cukup diubah dengan cara yang bijaksana tanpa kekerasan. Wayang dipergunakan sebagai dakwah islamiyah oleh walisongo berfungsi tut wuri sarwi ngiseni yaitu ikut serta dibelakang sambil mengisi dapat kita benarkan juga. Namun pendapat yang menyatakan bahwa wayang merupakan satu-satunya fungsi sebagai dakwah tidak dapat kita benarkan, yang benar adalah wayang sebagai salah satu fungsinya adalah sebagai dakwah.140 Wayang digunakan sebagai media dakwah pada waktu itu sangat efektif, karena pada waktu itu masyarakat sangat menyukai kesenian wayang termasuk gamelan dan lain sebagainya. Dan kemudian oleh Sunan Kalijaga wayang digunakan sebagai media dakwah dengan menyisipkan pesan-pesan tentang agama Islam dengan cara sedikit demi sedikit. Dan juga menciptakan tokoh baru yaitu punakawan yang teridiri dari Semar, Gareng, Bagong dan Petruk.
140
Srimulyono, Op.Cit., hlm. 81.
71
B. Analisis Efektifitas Wayang Sebagai Media Dakwah Pada Masa Kini Kesenian merupakan bagian dari kebudayaan dan selalu mempunyai peranan tertentu dalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Salah satu diantaranya adalah kesenian wayang kulit. Wayang merupakanm warisan kebudayaan leluhur bangsa Indonesia yang mempu bertahan berabad-abad lamanya dengan mengalami berbagai macam perubahan dan perkembangan, sehingga akhirnya berbentuk seperti yang kita lihat sekarang ini. Wayang, baik sebagai boneka maupun sebagai seni pertujukan tradisional yang disajikan oleh seorang dalang, mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan sebagaian masyarakat Indonesia dan karena keberadaannya yang didukung oleh mereka dan memiliki sifat dan corak yang khas serta bermutu tinggi, wayang dapat dianggap sebagai salah satu kebudayaan nasional. Wayang dalam perjalanan hidupnya dari zaman kezaman telah mengalami berbagai macam perubahan akibat adanya perubahan dalam pemerintahan, politik, sosial budaya dan kepercayaan, sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam pikiran manusia serta kemajuan teknologi yang mendorong manusia untuk lebih maju dan kreatif lagi. Daya tahan wayang yang luar biasa membuktikan bahwa wayang mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan masyarakat. Fungsi dan peranan wayang tidaklah tetap, tergantung pada kebutuhan, tuntutan dan penggarapan masyarakat pendukungnya. Fungsi dan pernaan wayang akhirakhir ini tidak lagi di fokuskan pada upacara-upacara ritual dan keagamaan, namun telah beralih ke hiburan dengan mengutamakan inti cerita dan berbagai macam pengetahuan, filsafat hidup, nilai-nilai budaya dan berbagai unsur seni yang terpadu dalam pedalangan. Dunia pedalangan ikut serta mendewasakan masyarakat dengan jalan membekalinya dengan konsepsi-konsepsi yang mudah dihayati dan diresapkan dalam mengahadapi persoalan hidup. Filsafat pewayangan membuat para pendukungnya merenungkan hakekat hidup, asal dan tujuan
72
hidup, manunggaling kawulo gusti (hubungan gaib antara dirinya dengan Tuhan), kedudukan manusia dan alam semesta, dan sangkan parning dumadi (kembali ke asal), yang dilambangkan dengan tancep kayon oleh sang dalang pada akhir pergelaran.141 Seni pedalangan juga memberi santapan rohani, kesegaran jiwa dan meningkatkan kesadaran budi para penggemarnya. Dunia pewayangan merupakan khazanah budaya dan merupakan sumber yang tiada habishabisnya bagi yang mau menggalinya, menyerap suri tauladannya, menghayati dalam rangka pembentukan pribadinya. Pertunjukan wayang sejak dari pembukaannya hingga berakhirnya pergelaran, banyak mempunyai kandungan filosofis Jawa. Wayang bukan saja sudah melekat dihati masyarakat penggemarnya namun juga telah mempengaruhi sikap hidup dan perilaku mereka. Wayang supaya tetap hidup dan menjadi tradisi budaya Jawa harus ditempatkan dalam konteks budaya, khususnya budaya Jawa. Wayang disosialisasikan secara turun temurun dari generasi ke generasi maka wayang akan tetap hidup dan menjadi tradisi budaya Jawa.142 Di dalam pergelaran wayang lebih banyak cerita yang membuka persoalan hidup, bukan kepastian hidup. Ajaran-ajaran wayang tidak menghadapkan pada teori-teori yang pasti, melainkan model-model tentang hidup dan kelakuan manusia. Moral wayang memberikan gambaran keaneka ragaman hidup manusia tentang beratnya tanggungjawab yang terdapat dalam setiap pengambilan keputusan, tetapi tidak memutuskan sesuatu. Masyarakat penonton wayang itu sendiri yang harus menemukan apa yang menjadi tugas, hak dan kewajiban masing-masing serta harus siap mempertanggungjawabkan.
hlm. 1-2.
141
S. Haryanto, Seni Kriya Wayang Kulit, PT Pusaka Utama Grafiti, Jakarta, 1991,
142
Kanthi Waluyo, Op.Cit., hlm. 6.
73
Wayang yang merupakan seni yang komprehensif, yang memiliki fungsi, estetika, hiburan, sarat dengan nilai sakralitas, serta berisikan ajaran agama dan misi hidup yang cenderung membuka persoalan hidup dari pada kepastian hidup.143 Wayang merupakan tradisi budaya warisan leluhur dan kita perlu mempertahankan dan melestarikan. Wayang akan tetap menjadi budaya Jawa apabila budaya Jawa itu sendiri belum banyak mengalami perubahan. Sementara saat ini telah banyak unsur budaya jawa yang berubah akibat dari tekanan yang cukup kuat dari unsur-unsur budaya itu berubah secara total, masih tampak adanya unsur budaya Jawa yang masih tetap hidup dan bertahan. Dengan demikian wayang masih menampakkan kehidupannya, masih ada unsur-unsur dan wilayah budaya yang menampung dan memberi dukungan pada keberadaan wayang ini. Di desa-desa pertunjukan wayang sampai sekarang masih merupakan bagian yang terpenting dari kehidupan budaya masyarakatnya. Mengadakan pertunjukan wayang kulit di desa menarik perhatian semua golongan, mulai dari anak kecil, anak muda sampai orang tua. Dikalangan masyarakat dewasa ini minat dan kegemaran akan pertunjukan wayang kulit tampak sangat meningkat, terutama dimasyarakat pedesaan. Kemajuan teknologi modern juga sangat besar peranannya dalam sejarah perkembangan wayang. Penggunaan alat-alat seperti pengeras suara, alat-alat pemancar radio, televisi, tape recorder, dan kaset-kaset, semuanya sangat membantu pergelaran wayang, sehingga para penggemar bertambah menjadi lebih banyak karena tidak harus menonton secara langsung lewat tanggapan para masyarakat. Padahal dulu, sebelum ada alat-alat yang serba modern, jumlah penonton pertunjukan wayang kulit sangat terbatas/sedikit sekali jumlahnya. Karena suara dalang tidak dapat mencapai jaarak yang lebih jauh dan juga sinar blencong (lampu minyak untuk pertunjukan wayang kulit) terbatas 143
Ibid., hlm. 10.
74
kemampuannya untuk menerangi layar. Apalagi wayang jika dilihat dari tempat yang agak jauh, wayang yang ditampilkan dan bayangan yang ditampilkan wayang kurang jelas hanya tampak remang-remang, sehingga kurang mendapat perhatian dari penonton. Karena sifat dari hiburannya, pertunjukan wayang sering menyerap banyak penonton. Unsur-unsur hiburan yang terkandung dalam pertunjukan wayang tersebut merupakan lagu-lagu kegemaran penonton, tehnik memainkan wayang oleh dalang, dan yang paling menonjol daya tariknya adalah lawakannya dalang, baik melalui tokoh punakawan maupun tokohtokoh lainnya. Dewasa ini sering kita saksikan tokoh-tokoh wayang yang seriuspun digunakan untuk membawakan lawakan. Pada saat adegan yang seharusnya penuh dengan suasana keagungan, seringkali disisipi dengan lawakan-lawakan. Menurut seni pedalangan tradisional hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran yang memerosotkan seni, namun beberapa dalang yang sudah kenamaan/terkenal sekalipun sulit memegang teguh persyaratan pedalangan, karena pertimbangan komersial sering lebih diutamakan dari pertimbangan mutu.144 Para penonton sering memberikan reaksi mendukung kepada dalang yang mengadakan penyimpangan tapi dapat menggembirakan hatinya daripada kepada dalang yang patuh pada seni pedalangan, yang terlalu serius. Seorang dalang sering dihadapkan pada dilema, lebih mementingkan seni atau keinginan para penonton. Wayang bagi masyarakat Jawa, merupakan sesuatu yang langgeng, dan juga abadi karena kesenian tersebut tetap popular pada segala zaman, mulai pada zaman Hindu, zaman Islam, zaman penjajahan Belanda dan Jepang, zaman revolusi kemerdekaan, zaman pembangunan maupun pada zaman reformasi sekarang ini. Penggemarnya sekarang bahkan lebih banyak bila dibandingkan dengan zaman dahulu. Karena adanya perlengkapan 144
S. Haryanto, Op.Cit., hlm. 4.
75
pergelaran yang modern seperti televisi, radio, dan juga banyak beredarnya kaset-kaset pewayangan. Wayang merupakan inti dari kebudayaan masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Pada cerita dan watak tokoh-tokoh wayang, kita dapat melihat inti dan tujuan hidup manusia. Dan secara filosofis, wayang adalah pencerminan dari watak manusia, tingkah laku dan juga kehidupannya. Wayang purwo yang merupakan salah satu dari wayang yang ada di Indonesia umurnya sudah ribuan tahun, akan tetapi hingga saat ini khususnya wayang kulit masih dapat bertahan dan berfungsi dengan baik. Padahal jenis kesenian lain yang senafas banyak yang telah punah atau terdesak oleh perkembangan zaman yang semakin modern. Walaupun demikian harus diakui frekuensi para pemakai jasa sudah jauh berkurang apabila dibandingkan dengan enam atau tahun puluhan yang lalu. Tak berlebihan kiranya apabila waktu itu wayang tampil sebagai primadona diantara jenis kesenian yang ada. Dikota wayang ditanggap, di desa semarak dan juga disukai oleh berbagai kalangan mulai dari anak-anak kecil sampai orang-orang dewasa. Katakanlah bahwa waktu itu orang nanggap wayang seolah-olah sudah menjadi keharusan tradisi yang tidak pernah terlewatkan dalam setiap hajatan. Surutnya para pemakai jasa wayang dapat dimaklumi mengingat arus modernisasi telah demikian melanda kehidupan, terutama dikota-kota besar seperti Jakarta. Wajah kota telah berubah menjadi ajang kehidupan yang serba glamour, ditunjang dengan berbagai fasilitas yang serba mewah, dan juga jenis hiburan yang serba modern terdapat hampir disetiap sudut kehidupan kota. Namun sekali lagi ditengah gemerlapnya kehidupan yang serba wah itu, akan tetapi wayang masih tetap disenangi dan masyarakat masih
76
dapat menikmati indahnya kisah Ramayana dan Mahabarata, diiringi bunyi gamelan dan juga olah kata dalang dan juga suara lembut dari para pesinden. Maka tidak disangsikan lagi masih bertahannya wayang di abad modern ini menunjukkan bahwa betapa canggihnya nilai-nilai budaya yang menjadi dasar ketahanan dirinya selama ini. Hal lain yang menyebabkan bahwa wayang tetap masih disukai karena sifatnya tidak khusus bagi golongan tertentu saja, melainkan terbuaka bagi semua golongan, mulai dari golongan kecil, golongan menengah sampai kaum elite. Wayang bukan sekedar bentuk yang indah dan menyenangkan, tetapi mempunyai nilai khusus bagi bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya, atau mengandung maksud-maksud yang lebih mendalam, yaitu memberikan suatu gambaran tentang hidup dan kehidupan. Wayang merupakan karya seni rupa yang mempunyai makna atau merupakan lambang, simbol bagi falsafah hidup bagi anggota-anggota masyarakat pendukungnya. Wayang selain sebagai media hiburan juga bisa dipergunakan sebagai media dakwah. Dalam memaksimalkan wayang sebagai media dakwah islamiyah tidaklah mudah. Memang disatu sisi dapat memaksimalkan wayang sebagai sarana dakwah adalah sumber kemajuan. Namun disisi lain pengalaman dan pengetahuan tentang keislaman para dalang kurang bahkan minim. Dalang sebagai sosok pendidik masyarakat punya tanggungjawab moral terhadap khalayak, sebab dalang merupakan orang yang banyak memberi wejangan. Dari kondisi ini apakah mungkin, seorang pemberi wejangan tetapi sikap dan perilakunya tidak sesuai dengan yang diwejangkan? Berpijak dari ini kembali kepada agama adalah keniscayaan. Karena hanya agamalah yang bisa mengantarkan manusia untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih mulia.
77
Membandingkan pemanfaatan wayang kulit sebagai media dakwah di zaman wali dengan kondisi sekarang tidaklah bijaksana. Di zaman tersebut, wayang kulit begitu menyatu dengan dakwah islamiyah dan juga merupakan media yang efektif pada waktu itu, sebabwalisongo sengaja menggunakan media wayang kulit untuk mengajak manusia kepada Islam. Memang idealnya seseorang yang akan berdakwah, haruslah mumpuni baik dalam pengetahuan ke Islaman maupun pengalaman. Dalam hal ini keimanan dan ketakwaannya tidak diragukan. Ini diutamakan oleh karena, ia dalam membawa misi dakwahnya diharuskan terlebih dahulu dirinya sendiri dapat memerangi hawa nafsunya. Bila hal ini ditekankan, dakwah tidak sebatas jarkoni atau biso ngajar ora biso nglakoni alias bisa mendidik tapi tidak bisa melakukannya sendiri. Terhadap dalang dimasa kini yang tampaknya mulai sadar memanfaatkan wayang sebagai media dakwah islamiyah, meski dengan kemampuan terbatas khususnya materi dakwah, menyikapi hal ini kita tidak perlu sentimen atas usaha orang lain. Bahkan kita patut bersyukur dan berkhusnuzdlon terhadap usaha para dalang. Menurut penulis seorang dalang sebagai sosok panutan bisa juga dikatakan dengan guru, mereka (para dalang) harus terus belajar dan mendalami hal-hal yang berkaitan dengan materi keIslaman. Minimal untuk membenahi diri sebelum membenahi orang lain. Ki Manteb Sudarsono yang merupakan dalang kondang, dalam menyisipkan materi dakwah dengan tidak memberikan arahan yang bersifat menggurui secara verbal, akan tetapi memanfaatkan tokoh-tokoh wayang yang ada.145 Menurut penulis bagi penonton khususnya masyarakat yang awam terhadap agama akan lebih akrab untuk menyimaknya. Wayang sampai sekarang masih bisa digunakan untuk berdakwah menurut para ahli wayang dan para pecinta wayang. Hal ini karena wayang 145
Won Poerwono, dkk., Op.Cit., hlm. 83.
78
merupakan media wayang yang sampai sekarang masih banyak digemari oleh masyarakat dan merupakan budaya nasional yang perlu dilestarikan. Pertunjukan wayang rupanya masih dianggap sebagai media yang efektif untuk berdakwah. Penyebaran agama Islam yang sangat berkembang di tanah Jawa sejak ratusan tahun yang lalu dan tidak bisa lepas dari peran para wali yaitu Sunan Kalijaga dan juga dibantu oleh para wali yang lain dengan memanfaatkan wayang sebagai media dakwah. Bertolak dari sana Lembaga Dakwah Nahdlotul Ulama (LDNU) berbuat hal serupa, yaitu dengan melakukan napak tilas lewat pertunjukan wayang kulit dengan dalang mbeling yaitu Ki Enthus Susmono di lapangan Tugu Api Pancasila, Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta pada hari Jum’at, 4 Juli 2003 mulai pukul 19.30 WIB. Dalam pergelaran wayang itu Ki Enthus yang asal Tegal (Jawa Tengah) dengan menampilkan lakon Babad Alas Metropolis yang mengacu pada etos Mahabarata Babad Alas Hutani.146 Dalam pergelaran tersebut Ki Enthus bakal mencoba menyisipkan dakwah dalam lakon Babad Alas Metropolis. Akan tetapi tanpa mengesampingkan unsur hiburannya. Supaya tidak membuat penonton bosan unsur hiburan merupakan pengikat, penyampaian nilai-nilai agama dan moral bisa lewat pertunjukan wayang akan lebih mudah diterima oleh masyarakat awam. Pementasan wayang dengan dalang dalang tunggal, sudah kita jumpai. Bahkan pentas wayang dengan dalang lebih dari satu juga sudah biasa. Namun pentas dua dalang yang dikolaborasikan dengan seorang da’i, bisa jadi merupakan acara yang belum pernah kita jumpai. Pergelaran wayang kulit dengan kolaborasi dakwah itu diadakan dilapangan Tegalsari, Sidorejo, Cilacap, Minggu (3 Agustus 2003), mulai pukul 20.00 WIB. Pentas tersebut menampilkan kolaborasi dakwah dan 146
September 2003.
Http://www.Kompas.com/gayahidup/news/0307/04/115311.htm,
tgl
9
79
wayang kulit dengan lakon Gatotkaca Nagih Janji, sedangkan dua dalang yang akan tampil adalah Ki Enthus (Tegal) dan Sugino Siswo Carito (Banyumas) sedangkan yang akan di kolaborasikan adalah da’i remaja dari Madiun Kharisma Yogi Noviana.147 Pergelaran tersebut diadakan bertujuan untuk melestarikan kebudayaan yang telah ada, memberikan hiburan, selain itu juga sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa. Dari dua contoh pergelaran wayang yang baru-baru ini ditampilkan membuktikan bahwa selain sebagai hiburan wayang pada saat ini juga masih efektif digunakan sebagai media dakwah, ditambah lagi banyaknya dalang yang menggunakan wayang sebagai media dakwah. Dalang merupakan sosok yang terpenting atau utama dalam pergelaran wayang. Seorang dalang yang menggunakan wayang sebagai media dakwah bisa memunculkan nilai-nilai religius/Islam. Dari Islam, wayang juga menyerap nilai-nilai yang lengkap tentang bagaimana manusia harus hidup. Islam percaya bahwasannya manusia itu dilahirkan untuk menjadi wakil tuhan diatas bumi (Khalifah Fil Ardli) dengan tugas khusus mengatur tata tertib kehidupan didunia. Untuk itu manusia harus menjalankan semua perintah Tuhan dan menjauhi semua larangan-Nya dengan menjalankan semua itu manusia harus memiliki iman yang kuat, menjalankan seluruh syariat atau peraturan tentang peribadatan dan juga melakukan diri sendiri, manusia yang lain dan alam menurut peraturan yang sudah ditetapkan. Selain sebagai suatu sumber pencarian nilai-nilai yang amat diperlukan bagi kelangsungan hidup bangsa, akan tetapi wayang juga merupakan salah satu wahana atau alat pendidikan watak yang baik sekali. Pertunjukan wayang itu sendiri merupakan alat pendidikan watak yang menawarkan metode pendidikan yang amat menarik. Wayang mengajarkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang baik, akan tetapi semua itu terserah kepada 147
http://www.suaramerdeka.com/harian/0308/01/bud2.htm , 9 September 2003.
80
penonton (masyarakat dan individu-individunya) untuk menafsirkannya dan juga bebas untuk menilai dan memilih mana ajaran dan nilai-nilai dengan pribadi masing-masing. Wayang mengajarkan nilai-nilai dan ajaran tersebut tidak secara teoritis saja malainkan secara konkrit dengan menghadirkan kehidupan tokoh-tokohnya sebagai teladan. Wayang selain mengajak penonton untuk berpikir juga mendidik penonton melalui hati/rasanya dengan jalan adeganadegan lucu, adegan mengharukan atau menyentuh hati, membikin hati geram dan lain-lain. Wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa kini menurut pandangan masyarakat, baik dari para ahli wayang maupun para pecinta wayang, masih efektif. Karena wayang merupakan salah satu media yang masih banyak penggemarnya. Keefektifan wayang digunakan sebagai media dakwah terletak pada dalang. Karena dalang merupakan faktor yang utama dalam pertunjukan wayang. Oleh karena itu seorang dalang haruslah menguasai ilmu-ilmu agama yang mumpuni untuk berdakwah. Seorang dalang juga bisa sebagai guru yang bisa menjadi panutan masyarakat. Untuk itu seorang dalang haruslah mempunyai banyak ilmu pengetahuan, baik itu ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu agama, maupun ilmu-ilmu yang lain. Di Indonesia khususnya di Jawa wayang bukan hanya sudah melekat dihati masyarakat penggemarnya, akan tetapi juga telah mempengaruhi pola hidup dan perilaku mereka. Disamping itu wayang juga sebagai sarana hiburan, media pendidikan maupun sebagai media dakwah. Menggunakan wayang sebagai media dakwah cukup dilematis. Disatu sisi wayang identik dengan hal-hal yang syirik, sementara disisi lain wayang kulit sebagai wayang kesenian yang cukup menarik. Maka seyogyanyalah dimanfaatkan sebagai media dakwah sebab salah satu fungsi wayang adalah sebagai pendidikan bagi masyarakat. Dan peminat wayang itu mayoritas beragama Islam maka sudah sepantasnya mendapatkan pendidikan tentang keIslaman melalui media wayang.
81
BAB VI PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan dalam uraian dibawah ini. Dakwah adalah mengajak (dan sebagainya) kepada manusia baik perorangan maupun kelompok agar melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sesuai ajaran agama Islam secara penuh guna memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sunan Kalijaga dalam berdakwah lebih memilih menggunakan kesenian dan kebudayaan. Ia sangat toleran pada budaya lokal dan berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika di serang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap dengan mengikuti sambil mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami dengan sendirinya kebisaan yang lama akan hilang. Sunan
Kalijaga
dipandang
sebagai
tokoh
yang
telah
menghasilkan kreasi baru yaitu dengan adanya wayang kulit dan segala perangkat gamelannya. Wayang kulit ini merupakan perkembangan baru dari wayang keber yang memang sudah ada sejak zaman Erlangga. Sunan Kalijaga beserta Sunan Bonang dan Sunan Giri menciptakan wayang Punakawan Pandawa yang terdiri dari Semar, Petruk, Gareng dan Bagong. Dalam rangka menggunakan wayang sebagai alat dakwah, Sunan Kalijaga beserta para wali lainnya membuat beberapa cerita atau lakon buatan sendiri, dalam artian cerita wayang itu tidak bersumber dari kitab Mahabarata atau dari kitab Ramayana. Diantara cerita karangannnya adalah cerita Dewa Ruci, Jimat Kalimasada (kalimat syahadat, Petruk jadi raja dan lain-lain). Bagi orang Jawa, dunia pewayangan merupakan dunianya sendiri yaitu dunia kejawen. Karena orang Jawa menilai bahwa wayang mengandung filsafat yang dalam dan memberi peluang untuk melakukan
81
82
suatu pengajian filsafat dan mistik. Sedangkan inti dari filsafat wayang adalah berpusat pada pakem (lakon)nya. Wayang mengandung makna yang lebih jauh dan mendalam karena mengungkapkan gambaran hidup semesta, memberikan gambaran lahan kehidupan umat manusia dengan segala masalahnya dan juga mengandung nilai-nilai pandangan hidup Jawa dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan kesulitan hidup. Bagi orang Jawa wayang tidak hanya sekedar sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai media pendidikan maupun media dakwah. Menurut pandangan masyarakat (para ahli wayang dan para pecinta wayang) wayang digunakan sebagai media dakwah pada masa sekarang ini masih efektif, karena wayang merupakan seni pertunjukan yang sangat familiar bagi masyarakat Jawa. Komunitas-komunitasnya masih menganggap bahwa wayang masih bisa digunakan sebagai media dakwah. Wayang didalamnya mengandung ide apa saja, termasuk ide-ide yang barnilai Islam. Menurut para ahli wayang bahwa dakwah dengan menggunakan media wayang mempunyai kendala-kendala diantaranya adalah waktunya pergelaran wayang yang biasanya malam hari, bahkan bisa semalam suntuk sedangkan waktu malam untuk istirahat. Oleh karena itu waktunya bisa diganti tidak harus malam hari. Menurut para pecinta wayang, kendala dalam berdakwah dengan menggunakan media wayang itu diantaranya dalam hal bahasa yang merupakan alat komunikasi. Didalam pertunjukan wayang seorang dalang biasanya menggunakan bahasa jawa kuno yang sulit dipahami oleh masyarakat umum lebih-lebih masyarakat jaman sekarang. Kalau penontonnya bukan dari orang jawa asli, maka akan sulit untuk bisa memahami isi dari cerita pertunjukan tersebut. Kendala dakwah dengan menggunakan media wayang menurut penulis pada masa sekarang ini adalah karena semakin majunya teknologi dan ilmu pengetahuan membuat banyak hiburan sehingga para penonton
83
wayang menjadi berkurang. Anak kecil dan juga para pemuda yang seharusnya menjadi penerus untuk melestarikan budaya wayang ternyata lebih suka memilih hiburan yang lain, dan juga semakin mahalnya biaya untuk mengadakan pertunjukan wayang membuat masyarakat jadi enggan untuk mengadakan pertunjukan wayang. Saran-saran Ki dalang sebagai seorang da’i hendaknya membawa perubahan dalam pementasannya dengan tetap mempertahankan nilai-nilai moral yang selama ini terpatri kuat, dalam budaya jawa yang penuh kehalusan budi pekerti. Kidalang sebagai subyek dakwah hendaknya meningkatkan pengetahuan keagamaannya, disamping selalu memajukan tehnik pentas dan ilmu pengetahuan. Pergeseran budaya menuju wayang sebagai alat hiburan semata, hendaknya selalu kita sikapi, agar nantinya wayang tidak merupakan pertunjukan yang hampa dari nilai-nilai moral (budi pekerti). Masyarakat
hendaknya
mau
memperhatikan
dan
mempertahankan seni wayang dengan seksama, bukan hanya sebagai sarana hiburan semata dan mengenalkan pada generasi berikutnya, agar seni yang penuh dengan nilai budi pekerti itu tidak hilang dari langit dan masyarakat yang kita cintai ini. Seorang menyesuaikan
dalang
garapannya
dalam sesuai
pertunjukan dengan
wayang tuntutan
hendaknya zaman
dan
menyesuaikan pula dengan tingkat kemampuan apresiasi penonton. Wayang digunakan sebagai media dakwah perlu diusahakan materi-materi yang mempunyai nilai-nilai kebaikan religius/Islami. Dan juga dikembangkan lebih baik lagi dalam rangka untuk melestarikan kesenian tradisional klasik yang adi luhung itu
84
Wayang supaya lebih efektif digunakan sebagai media dakwah adalah perlu diperbaiki. Perbaikan yang pokok adalah terletak pada dalang. Karena dalang merupakan pelaku utama dalam wayang maka seorang dalang dalam pergelaran wayang perlu memunculkan nilai-nilai yang religius/Islami. Penutup Demikian hasil penelitian yang telah penulis lakukan dengan judul: “WAYANG SEBAGAI MEDIA DAKWAH SUNAN KALIJAGA DAN EFEKTIVITASNYA PADA MASA KINI”. Hanya demikian yang dapat penulis pesembahkan, yang tentunya masih jauh dari harapan para pembaca sekalian. Oleh karena itu demi kesempurnaan penelitian ini kritik dan saran selalu penulis harapkan sehingga akan dapat menjadi masukan yang positif bagi penulis dan akan menjadikan koreksi untuk penulis dimasa mendatang. Sebagai insan biasa yang tidak luput dari kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, semoga apa yang dapat penulis berikan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, amin.
85
DAFTAR PUSTAKA
Amir Mertosedono, Sejarah Wayang, Dahara, Prize, Semarang, 1993. Bambang Sugito, Dakwah Islam Melalui Media Wayang Kulit, Aneka, Solo, 1992.
Barmawi Umari, Azas-azas Ilmu Dakwah, Ramadhani, Sala, 1969. Budiono Heru Santoso, Simbolisme Dalam Budaya Jawa, PT. Hanindita Graha Widya, Yogyakarta, 2000. Darori Amin, dkk., Islam dan Kebudayaan Jawa, Gama Media, Yogyakarta, 2000.
Depag. RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang, 1989.
Toha Putra,
Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, Penerbit Diponegoro, Bandung, 1981. Hazim Amir, Nilai-nilai Etis dalam Wayang, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997. HM. Hafi Anshari, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah, Al Ikhlas, Surabaya, 1993. HM. Nafis, Dewaruci(Jurnal Dinamika Islam dan Budaya Jawa) Edisi 5 tahun 2002, IAIN Walisongo Semarang. Http://groups.Yahoo.com/group/padepokan/message/240, tanggal 20 Agustus 2003. Http://Joewono.Tripod.Com/Moch Djoko Yuwono/Id6.Html 23 Juli 2003 Http://Mujarobat.Tripod.Com/Index6.Html , 23 Juli 2003. Http://Mujarobat.Tripod.Com/Index6.Html 2003
tanggal
23
Juli
86
Http://Wayang.1-2.Co.Id/Arsip/Menantangwayang.Htm 23 Juli 2003 Http://Wayang.I-2.Co.Id/Sejarah Wayanggolek.Htm tanggal 15 Maret 2003 Http://www.geocities.com/hidurditya/budaya/bud_43.htm, tanggal 20 Agustus 2003 . Http://Www.Indosiar.Com/Welcome/Forum/Topic.Asp?Topic_ Id=1729 tanggal 24 April 2003. Http://www.Kompas.com/gayahidup/news/0307/04/115311.ht m, tgl 9 September 2003. http://www.suaramerdeka.com/harian/0308/01/bud2.htm, September 2003.
9
Imam Anom, Suluk Linglung Sunan Kalijaga, Terj. Muhammad Khafidz Basri , dkk., Balai Pustaka, Jakarta, 1993. Kanti Waluyo, Dunia Wayang¸Pustaka Palajar, Yogyakarta, 2000. M. Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, Semarang, 1984. Machfoedl, Filsafat Dakwah, Ilmu Dakwah dan Penerapannya, Bulan Bintang, Jakarta, 1975.
Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalis Indonesia, Jakarta, 1999. Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi III, Penerbit Rake Sarasim, Yogyakarta, 1998. Pius A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 1994. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990.
87
Ridin Sofwan, Wasit, Mundiri, Islamisasi di Jawa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000. S. Haryanto, Bayang-bayang Adiluhung, Dahara Prize, Semarang, 1992, hlm. 22
_________, Seni Kriya Wayang Kulit, PT Pusaka Utama Grafiti, Jakarta, 1991. Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989. ___________, Simbolisme dan Mistikisme Dalam Wayang, Gunung Agung, Jakarta, 1983.
___________, Wayang Asal usul Filsafat dan Masa Depannya, Gunung Agung, Jakarta, 1982. Sujamto, Wayang dan Budaya Jawa, Dahara Prize, Semarang, 1992. Sujatmo, Sabda Pandita Ratu, Dahara Prize, Semarang, 1993. Sunarto, Seni Gatra Wayang Kulit, Dahara Prize, Semarang, 1997. Sutarno, Wayang Kulit Jawa, Cendrawasih, Solo, t.t. Suwaji Bastomi, Gemar Wayang, Dahara Prize, Semarang, 1995. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1997. Umar Hasyim, Sunan Kalijaga, Menara Kudus, Kudus, 1974.
Wawancara dengan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth di kampus Dakwah IAIN Walisongo Semarang, tanggal 25 Agustus 2003. Wawancara dengan Drs. A. Muzakki, Da’i, di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 23 Agustus 2003.
88
Wawancara dengan Ma’sum di Desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 30 Juli 2003. Wawancara dengan Musthofa di Desa Bageng, Gembong, Pati, tanggal 29 Juli 2003. Wawancara dengan Riyono, di Desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati,. tanggal 29 Juli 2003. Wawancara dengan Surawi, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 29 Juli 2003. Wawancara dengan Zein Darmadi, di desa Bageng Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, tanggal 30 Juli 2003. Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa, Mizan, Bandung, 1995, hlm. 30 Winarno Surahmad, Paper Skripsi Tesis Desertasi, Tarsito, Bandung, l97l. Won Purnomo, dkk., Menjadikan Wayang Enak Dipandang, Yayasan Dwara Budaya, Solo, 2000.