BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan yang menyebabkan jantung bekerja lebih keras. Coronary artery disease adalah kelainan pada arteri yang mensuplai darah dan oksigen ke jantung, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Heart attack terjadi pada saat arteri koroner tiba-tiba tersumbat, menghentikan aliran darah ke otot jantung. Keadaan yang menyebabkan jantung bekerja lebih keras diantaranya hipertensi, kelainan katup, kelainan tiroid dan kelainan ginjal (Dumitru, 2014). Aterosklerosis adalah penyebab paling sering dari ischemic heart disease (IHD) dan kelainan serebrovaskuler, yang merupakan penyebab utama kematian di masyarakat. Konsekuensi serius dan potensi mematikan dari aterosklerosis seperti sindrom koroner akut (unstable angina, infark miokard akut dan kasuskasus kematian mendadak) dan stroke iskhemik, biasanya disebabkan oleh trombosis akut yang menumpangi plak aterosklerotik kronis dengan kerusakan atau erosi permukaannya, yang dikenal sebagai aterotrombosis (Fuster et al., 1998). Coronary artery calcium (CAC) berhubungan erat dengan pembentukan plak aterosklerotik. Coronary artery calcium juga bisa memperkirakan mortalitas dan derajat resiko CAD
menurut kriteria Framingham. Tingginya CAC
2
mempunyai nilai diagnostik yang sangat kuat sebelum adanya tanda atau gejala iskemia jantung. Bebarapa penelitian menunjukkan ada hubungan antara tingkat kalsium arteri koroner dengan beratnya aterosklerosis dan kejadian klinis (Choi et al., 2011; Zsuzsanna et al., 2013). Jumlah kalsium pada arteri koroner bisa dihitung. Berbagai metoda dikemukakan untuk penggunaannya, yang paling banyak digunakan adalah Agatston score. Metode lainnya memberikan volume kalsium dan skor massa (mineral). Agatston et al. menguraikan cara baru untuk menghitung kalsium arteri koroner pada tahun 1990 (George dan Movahed, 2008). Kalsifikasi arteri koroner adalah tanda khas pada kelainan aterosklerotik, yang bisa ditentukan dengan menggunakan CT. Multidetector Computed Tomography saat ini merupakan metode non invasif untuk mengukur skor CAC secara akurat (Lau et al.; Gokdeniz et al., 2005). Tujuan Computed tomography calcium score (CTCS) untuk skor kalsium adalah untuk menemukan CAD pada stadium awal yang tanpa gejala dan menentukan keparahan. Pemeriksaan CTCS direkomendasikan oleh klinisi apabila seseorang memiliki faktor resiko CAD tapi tanpa disertai gejala. Coronary Artery Calcium yang terlihat pada stadium awal CAD, berhubungan erat dengan plak lunak lemak, bisa ruptur dan terjadi infark miokard (Reddy et al., 2006). Fungsi Ventrikel kiri (VKi) merupakan indikator untuk kelainan jantung. Pada pasien dengan gagal jantung penentuan fungsi VKi sering digunakan untuk mengidentifikasi disfungsi VKi sistolik dan diastolik dan untuk memonitor
3
perkembangan penyakit, FEVKi (Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri) merupakan tanda prognosis (Salm et al., 2005). Fraksi ejeksi merupakan persentase darah yang dipompa keluar dari ruang jantung selama fase kontraksi tiap denyut jantung (sistolik). Istilah itu secara khas merujuk pada ukuran VKi (ruang kiri bawah jantung), yang memompa darah yang kaya oksigen keluar ke tubuh melalui aorta. Fraksi ejeksi bisa diukur pada ventrikel kanan, yang memompa darah pengembalian dari seluruh tubuh ke paru (Anonymous, 2013).
Penentuan yang tepat FEVKi adalah penting untuk
diagnosis klinis, stratifikasi risiko dan perkiraan prognosis pada pasien dengan kelainan jantung (Vural et al., 2009). Fraksi ejeksi ventrikel kiri ditentukan menggunakan beberapa modalitas pencitraan baik non-invasif dan invasif, secara subyektif dengan penilaian visual atau secara obyektif dengan metode kuantitatif. Penghitungan kuantitatif FEVKi menggunakan metode non-invasif – seperti echocardiography, MRI, CT, radionucleid angiography dan SPEC atau PET (Foley et al., 2012; Bellenger et al., 2000). Pemeriksaan CTCS yang dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit DR. Sardjito adalah untuk menentukan adakah kelainan pada arteri koroner. Beberapa informasi yang diberikan diantaranya: penentuan jumlah kalsifikasi arteri koroner, stenosis, penilaian fungsi ventrikel, evaluasi stent dan anomali arteri koroner. Penilaian skor kalsium dengan CTCS bisa secara otomatis keluar nilainya apabila alat MSCT terdapat software yang sesuai.
4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.
Skor kalsium menunjukkan nilai CAC berhubungan erat dengan pembentukan plak aterosklerotik pada CAD.
2.
Computed tomography calcium score merupakan alternatif non invasif yang bagus untuk diagnosis dan follow-up CAD, dalam hal ini untuk penilaian skor klasium.
3.
Fungsi Ventrikel kiri (VKi) merupakan indikator untuk kelainan jantung, di antaranya yaitu dengan menilai FEVKi.
4.
Fraksi ejeksi ventrikel kiri adalah penting untuk diagnosis klinis, stratifikasi resiko dan perkiraan prognosis pada pasien dengan kelainan jantung dalam hal ini CAD.
5.
Selama ini belum pernah dilakukan penelitian terhadap korelasi CTCS dengan nilai FEVKi. C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan di atas,
memberikan dasar bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat korelasi antara skor kalsium dari CTCS dengan nilai FEVKi dari Echocardiography? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah korelasi korelasi antara skor kalsium dari CTCS dengan nilai FEVKi dari Echocardiography.
5
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan : 1. Bermanfaat bagi pasien atau pelayanan rumah sakit dalam penegakan diagnosis CAD. 2. Bermanfaat secara teoritis untuk mengetahui korelasi antara nilai skor kalsium dari CTCS dengan nilai FEVKi dari echocardiography. 3. Secara medis menunjukkan pentingnya pemeriksaan CTCS untuk mengetahui nilai skor kalsium. 4. Bermanfaat bagi pendidikan, melatih cara berpikir dan melakukan penelitian, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan. 5. Bermanfaat bagi penelitian selanjutnya, sebagai dasar teori atau sumber pustaka. F. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai korelasi antara beratnya kalsifikasi koroner dan perburukan FEVKi dilakukan di negara Romania namun
peneliti belum
menemukan penelitian ini di Indonesia. Peneliti menemukan beberapa jurnal penelitian yang mirip yang akan dijadikan referensi penelitian. Beberapa penelitian mengenai korelasi antara skor kalsium dengan nilai FEVKi bisa dilihat pada tabel 1.
6
Tabel 1. Penelitian mengenai korelasi skor kalsium dan fraksi ejeksi. Peneliti, Tempat tahun Zsuzsanna Romaet al., nia 2010
Subyek
Topik
Hasil
81 pasien dengan gejala angina
Korelasi antara beratnya Skor kalsium yang tinggi kalsifikasi koroner dan berkorelasi positif dengan perburukan fraksi ejeksi penurunan FEVKi. ventrikel kiri.
Colletti et Califor al., 2010 nia
386 pasien subklinis ateroskle rosis
Skor kalsium untuk memprediksi fungsi jantung, hubungan aterosklerosis subklinis dengan disfungsi ventrikel kiri pada MRI.
Gokdeniz Turki et al., 2013
108 pasien suspek CAD
Werkhoven Switzer et al., 2009 land
432 pasien suspek CAD
Schuijf et Netheral., 2006 lands
108 pasien suspek CAD
Aterosklerosis subklinis ditentukan dengan menggunakan CAC, berhubungan dengan peningkatan RWMA (regional wall motion abnormality) sebagai tanda CAD subklinis) Nilai skor kalsium arteri Pada pasien CAD koroner untuk simptomatik, skor memprediksi keparahan kalsium total atau kompleksitas CAD. berhubungan dengan Syntax score, SS>35 bisa terdeteksi dengan skor Agatston yang tinggi. Nilai prognostik MSCT angiografi melalui skor kalsium arteri koroner pada pasien dengan suspek CAD. Komparasi aterosklerosis koroner dan skor kalsium pada MSCT versus perfusi miokard pada SPECT.
MSCTA memberikan informasi tambahan untuk stenosis koroner mengenai keparahan stenosis dan komposisi plak. Meskipun ada hubungan antara tingkat keparahan CAD pada MSCT dan kelainan perfusi miokard pada SPECT, analisis secara regional menunjukkan kesesuaian sedang antara aterosklerosis dan perfusi abnormal.
Belum pernah dilakukan penelitian yang mencari korelasi antara nilai skor klasium dengan FEVKi pada pasien di Indonesia khususnya di Yogyakarta.