BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang SM A Negeri 6 Yogyakarta adalah salah satu SM A favorit di Jogjakarta, SM A yang terkenal dengan kekompakan siswa -siswanya. Barubaru ini SM A Negeri 6 Yogyakarta mendapatkan peringkat ket iga daerah kota Yogyakarta dalam Standar Nasional Pendidikan setelah SM A Negeri 1 Teladan Yogyakarta dan SM A Negeri 2 Yogyakarta. Standar Nasional Pendidikan dinilai berdasarkan delapan indikator yaitu standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Jauh sebelum tahun 2012, SM A Negeri 6 Yogyakarta terkenal dengan siswa-siswanya yang berada di atas rata-rata siswa SM A biasa. Mereka mem punyai kelebihan energi yang tidak tersalurkan dalam hal positif, sehingga mereka diberikan stigma negatif oleh masyarakat sebagai siswa siswa yang tenar dengan kenakalannya. Hal itu disebabkan karena seringnya mereka terlibat tawuran. Sebenaranya murid-murid di SM A ini tidaklah bodoh, untuk masuk sebagai murid baru di sekolah ini saja harus menyingkirkan banyak calon siswa lain. Dari dulu, lulusan dari sekolah ini banyak yang menjadi orang -orang terpandang sukses menduduki jabatan-jabatan strategis dalam pemerintahan dan perusahaan-perusahaan. Banyak juga yang memilih menjadi pengusaha yang nama-namanya pun tak kalah tersohor. Hal yang disayangkan hanyalah kenakalan siswa SM A ini yang dulu pernah terdengar seantero kota karena seringnya mereka terlibat taw uran. Kumpulan anak-anak ini terkenal dengan organisasi ilegalnya yang bernama GNB. Organisasi ini sama sekali tidak diakui dan tidak pula diinginkan oleh sekolah. 1
Sesuatu yang sangat menarik adalah pihak birokrasi sekolah berhasil menghentikan kenakalan anak didiknya tersebut yang sudah berlangsung cukup lama. Belum sampai satu dekade sampai saat ini, SM A N 6 Yogyakarta mendulang banyak prestasi melalui karya ilmiah. Pihak birokrasi sekolah berhasil mengubah dan membimbing murid-muridnya menjadi apa yang diinginkan. Kemudian, hal ini diketahui oleh khalayak luas dengan buktibukti yang kuat. SM A N 6 Yogyakarta menjelma menjadi sekolah tingkat SM A berbasis research pertama di Jogjakarta dan Indonesia. Pada
mulanya
KIR
(Karya
Ilmiah
Remaja)
adalah
suatu
ekstrakurikuler di SM A N 6 Yogyakarta yang kurang diminati oleh sebagian besar siswa, meskipun pernah memenangkan lomba pada tahun ajaran 1998/1999. Namun, prestasi di bidang ini sempat tidak terdengar beberapa tahun lamanya hingga tahun 2003, ada seorang siswa bernama Arko Jatm iko memenangkan berbagai kejuaraan dari hasil penelitiannya selama 2 tahun. Penelitian itu menghasilkan kripik bonggol pisang. M eraih juara II dalam lomba Inovasi Bisnis bagi Pemuda Tingkat Nasional yang diselenggarakan Depdiknas tahun 200 3, juga mengantarkan Arko meraih sertifikat WIPO (World Intellectual Property Organization). Setelah itu, mulai bertambah peminat ekstrakurikuler KIR ini, meskipun belum begitu banyak. Titik balik SM A ini dimulai saat tahun ajaran 2006/2007, SM A N 6 Yogyakarta kembali memenangkan kejuaraan bergengsi Toyota Eco Youth yang diselenggarakan Toyota agar peduli dengan lingkungan sekitar. Diketuai Deo Wijaya dengan proposal penelitian pengolahan lim bah kedelai menjadi makanan ringan di Desa binaan Gedong G iwo yang dilakukan selama 3 bulan. M ereka mendapatkan juara I dalam perlombaan itu dengan hadiah uang untuk belajar mengajar sebanyak 75 juta rupiah. Peminat KIR di sekolah ini pun semakin banyak. Setelah memenangkan Toyota Eco Youth, kejuaraan -kejuaraan di bidang KIR diikuti dan prestasi satu demi satu diraih oleh SM A ini. Selang empat tahun setelah dimenangkannya Toyota Eco Youth tepatnya pada tahun
2
ajaran 2009/2010, sekolah ini mendapatkan gelar Research School of Indonesia of Jogjakarta yang berubah nama menjadi Research School of Indonesia. Gelar ini didapatkan setelah beberapa kali mewakili Indonesia pada ajang kejuaraan internasional. Beberapa tahun lalu, angka tawuran siswa SM A N 6 Yogyakarta mencapai titik nol yang berarti sudah pensiun dari kenakalannya. B erikut ini sebagian prestasi yang SM A Negeri 6 Yogyakarta tingkat internasional: Tabel 1.1 No
PRESTASI
1 O
Official Indonesia.
2
M edali Emas ICYS Indonesia
3
M edali Perak IEYI Vietnam
4
Special Awards ICYS di Belanda
5
M edali Perak Palangkaraya
6
Tim Indonesia Untuk ICYS 2013 di Bali
7
Tim Indonesia Untuk Olympiade Design Internasional Dreamline Turki.
8
Delegates
APCYS
IEYI,
PELAKSAN A
TINGKAT
TAHUN
LIPI
Internasional 2007 N
Kemdiknas
Internasional 2010
LIPI
Internasional 2011
Kemdiknas
Internasional 2012
Kemdikbud
Internasional 2012
Surya Institute
Internasional 2013
ISPO
Internasional 2013
di
Tim Indonesia Untuk IEYI 2013 LIPI Intenasional 2013 di M alaysia (Sumber: sman6-yogya.sch.id) Tim Indonesia Untuk IEYI 2013 M asih banyak lagi prestasi tingkat nasional dan internasional yang di M alaysia sudah diraih SM A Negeri 6 Yogyakarta yang belum bisa penulis sebutkan satu persatu. Dengan demikian, perlahan stigma negatif masyarakat yang disematkan pada sekolah ini berubah menjadi positif. Kini SM A Ne geri 6 Yogyakarta telah ditetapkan sebagai Research School of Indonesia yaitu sekolah tingkat SM A yang berbasis riset atau penelitian pertama di Indonesia. Stigma negatif untuk SM A Negeri 6 Yogyakarta hanya tinggal kenangan. Hal ini mengubah stigma negatif yang disematkan kepada sekolah ini menjadi hal yang positif untuk SM A Negeri 6 Yogyakarta sendiri dan stakeholders-nya. 3
Tentu saja ini memberikan tantangan tersendiri bagi Humas institusi pihak terkait dalam melakukan tugasnya pada tahun-tahun mereka meningkatkan prestasi yang drastis dalam perjuangannya memelihara gelar “Research School of Indonesia” agar berdampak positif bagi stakeholders. Secara garis besar peran humas adalah komunikator sebuah organisasi atau perusahaan untuk bersaing dalam era global isasi. Ruslan (2002:160) mengatakan bahwa untuk sebuah organisasi, humas sangat diperlukan untuk menjalin
komunikasi
dengan
para
stakeholders
ataupun
untuk
mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, dan program organisasi kepada publik. Penjelasan di atas sejalan dengan yang dikemukakan oleh Baskin, Aronof, & Lattimore (1997:5) mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh praktisi humas dalam membantu organisasi merumuskan filosofis, visi, dan misi, serta dalam menentukan dan mencapai tujuan -tujuan organisasi. Intinya, humas membantu organisasi dalam
melakukan perubahan agar dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Instansi bersangkutan akan semakin tumbuh dan berkembang menghadapi berbagai tekanan, serta berusaha bertahan di dalamnya dengan berbagai konsekuensi. Instansi tidak hanya dihadapkan pada masalah internal perusahaan namun juga terkait dengan publik-publiknya. Secara keseluruhan, hubungan di antara keduanya harus
mampu
menjaga
harmonisasi
yang
diwujudkan
dalam
mutual
understanding. M enurut Grunig & Repper (dalam Putra, 2008:5.13) mengatakan bahwa stakeholders adalah orang yang punya kaitan dengan organisasi, karena baik orang-orang tersebut maupun organisasi memiliki konsekuensi satu sama lainnya. Tentu semua pihak yang berkepentingan tidak ingin rugi dengan kebijakan yang dirum uskan perusahaan. Untuk itu, pola hubungan organisasi dan stakeholders tetap harus diperhatikan, termasuk strategi humas untuk membangun sinergi keduanya. Keberhasilan humas SM A Negeri 6 Yogyakarta dalam manajemen stakeholders menjadi menarik untuk dikaji lebih dalam mengingat perubahan 4
drastis yang mereka lakukan untuk menjaga dan meningkatkan prestasi di bidang penelitian penemuan-penemuan baru sehingga mendapat predikat “Research School of Indonesia”. Sedangkan, perubahan dan banyaknya prestasi yang mereka raih ini menarik perhatian banyak pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri. Tugas humas dalam hal ini adalah membuat keputusan dan kebijakan untuk mengatur siswa-siswanya. Juga pembinaan hubungan yang baik denga n stakeholders di atas melalui suatu proses komunikasi. Pihak-pihak tersebut adalah
khalayak
sasaran
kegiatan
humas
dan
disebut
stakeholders.
Stakeholders adalah setiap kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan
yang
mempunyai
peran
dalam
mene ntukan
keberhasilan
perusahaan atau instansi (Kasali, 2003:75). Stakeholders menjadi pihak yang penting bagi institusi dan perlu mendapat perhatian untuk mendukung tujuan institusi.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka rum usan masalah dari topik ini adalah : Bagaimana manajemen humas SM A Negeri 6 Yogyakarta dalam upaya memelihara gelar sebagai “Research School
of Indonesia“
dengan
meningkatkan prestasi penelitian ?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui manajemen Humas SM A Ne geri 6 Yogyakarta dalam upaya memelihara gelar sebagai “ Research School
of Indonesia“
dengan meningkatkan prestasi penelitian.
5
D. Manfaat Penelitian 1. M anfaat Teoritis Penelitian
ini
diharapkan
dapat
menjadi
referensi
yang
bermanafaat bagi penelitan sejenis dan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu komunikasi, khususnya bidang humas. 2. M anfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan dan kritik yang membangun terhadap fungsi-fungsi humas, khususnya tempat dimana penulis melakukan penelitian, yaitu SM A Negeri 6 Yogyakarta . Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi yang memotivasi bagi humas SM A lain di Indonesia dalam perbaikan sekolahnya masing masing sesuai dengan keahlian dan prestasi yang menonjol.
E. Kerangka Teori 1. Humas Hampir dalam setiap buku tentang public relations mengajukan definisi humas yang masing-masing tidak jauh berbeda. Definisi-definisi tersebut menekankan tentang hal-hal yang menjadi tugas humas. M emang ada beberapa unsur yang sama dengan beberapa definisi-definisi lain, tetapi
pada
dasarnya
hubungan
masyarakat
adalah
usaha
untuk
membangun hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik publiknya. Sebagaimana dinyatakan Cutlip, Center, & Broom
(2005:5)
mengenai evolusi konsep hubungan masyarakat berikut ini: Hubungan masyarakat merupakan fungsi manajemen yang membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dan masyarakat, yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya.
6
Pemahaman mengenai humas merujuk
pada
adanya
fungsi
manajerial yang dilakukan humas guna melakukan evaluasi terhadap sikap-sikap publik. H umas bertindak untuk dapat mengidentifikasi kebijakan dan prosedur dalam organisasi terhadap publiknya, menyusun rencana
serta
menjalankan
program -progam
komunikasi
untuk
memperoleh pemahaman dan penerimaan publik. Definisi yang tidak jauh berbeda diungkapkan R ex F. Harlow (dalam
Cutlip, Center, dan Broom, 2005:4), ilmuwan dan tokoh
profesional hubungan masyarakat kawakan mengumpulkan 472 definisi yang ditulis sejak awal 1990-an sampai 1976, ia membuat satu definisi yang mencakup aspek konseptual dan operasional humas, yaitu : Public relations merupakan fungsi manajemen khusus yang membantu pembentukan dan pemeliharaan garis komunikasi dua arah, saling pengertian, penerimaan, dan kerjasama antara organisasi dan masyarakatnya, yang melibatkan manajemen problem atau masalah, membantu manajemen untuk selalu mendapat informasi dan merespon pendapat umum, mendefinisi dan menekankan tanggung jawab manajemen dalam melayani kepentingan masyarakat (public); membantu manajemen mengikuti dan memanfaatkan perubahan dengan efektif; berfungsi sebagai sistem peringatan awal untuk membantu megantisipasi kecenderungan, dan menggunakan riset serta komunikasi yang masuk akal dan etis sebagai sarana utamanya. Humas menekankan kepada upaya mempengaruhi opini publik karena pada prinsipnya H umas bertujuan untuk dapat mempengaruhi opini publik. Dengan demikian, hal ini memberikan sebuah konsekuensi bahwa menggeluti profesi Humas bukanlah hal yang dianggap cukup mudah, sebab harus dilandasi dengan ilmu yang benar. Selain itu definisi ini menunjukkan bahwa Humas merupakan sebuah ilmu sosial yang perlu dipelajari secara mendalam, karena memberikan
suatu
konsekuensi
pada
tanggung
jawab
organisasi,
perusahaan, termasuk pemerintah atas kepentingan publiknya. Begitu juga dengan pernyataan Baskin, Aronof, & Lattimore (1997:5) mengenai halhal yang harus dilakukan oleh praktisi humas dalam membantu organisasi
7
merum uskan filosofis, visi, dan misi, serta dalam menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Intinya, humas membantu organisasi dalam melakukan perubahan agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah. Keberagaman definisi humas mencerminkan bahwa saat itu belum ada kesepakatan di kalangan praktisi, pengajar, dan pemakai jasa kehumasan tentang apa yang dimaksud dengan humas. Sampai tiba pada 6 November 1982, Asosiasi hubungan masyarakat di Amerika (PRSA) menulis definisi tentang bidang yang menekankan sumbangan hubungan masyarakat bagi publik. Namun, pada Desember 2012, PRSA kembali memimpin upaya internasional untuk memodernisasi definisi hubungan masyarakat yang akan mengganti definisi yang pernah dibuat pada November 1982 tersebut oleh M ajelis PRSA. M ereka menginisiasi sebuah kampanye dari sumber-sum ber publik dan mengambil voting dari mereka sehingga menghasilkan definisi PR terbaru, yaitu:
“Public relations is a strategic com munication process that builds mutually beneficial relation ships between organizations and their publics. “Process” is preferable to “management function,” which can evoke ideas of control and top-down, one-way comm unications. “Relationships” relates to public relations‟ role in helping to bring together organiza tions and individuals with their key stakeholders. “Publics” is preferable to “stakeholders,” as the former relates to the very “public” nature of public relations, whereas 1 “stakeholders” has connotations of publicly -traded com panies .” Definisi terbaru yang singkat, padat, dan jelas dari PRSA di atas apabila dijabarkan satu persatu adalah seperti berikut ini: “Proses” berarti fungsi manajemen yang mana fungsi tersebut bisa membangkitkan aplikasi kontrol dan komunikasi searah dari atas ke bawah. “Hubungan” dalam hal ini merupakan cara-cara public relations
1
dikutip dari www.prsa.org/aboutprsa 8
yang membantu menyatukan organisasi dan individu dibawah payung stakeholders. “M asyarakat” lebih kepada arti stakeholders atau masyarakat yang mempengaruhi organisasi baik di dalam atau luar organisasi y ang berpengaruh dan mempunyai peranan masing-masing terhadap organisasi sebagai pemangku kepentingan. Intisari dari definisi di atasa menyatakan bahwa hubungan masyarakat adalah proses komunikasi strategis yang membangun hubungan bermanfaat satu sama lain antara organisasi dan publiknya.
2. Manajemen Humas M anajemen humas adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan hubungan masyarakat. M cElreath (dalam Putra, 2008: 1.11) menyatakan “Managing public realtions means researching, planning, implementing and evaluating an array of comm unication activities sponsored by the organization-from small group meetings to intrnational satellite-linked press conference, from sim ple brochures to m ultimedia national campaigns, from open house to grassroats political campaign, from public services announcement to crisis management”. Pada kehidupan sehari-hari kata manajemen bisa digunakan dalam empat pengertian yang berbeda. Pertama, kata menajemen dapat dipahami sebagai
proses-proses
pengorganisasian
seperti
perenc anaan,
pengorganisasian, pengarahan, penggiatan, dan pengevaluasian. Kedua, kata manajemen juga berarti suatu karier, pekerjaan. Ketiga, kata manajemen juga berarti kelompok atau orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sebuah organisasi. Keempat, ka ta manajemen juga berarti sebuah ilmu atau seni tentang perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian. M anajemen dalam konteks strategi, mempunyai peran untuk membantu perusahaan menyesuaikan diri dengan perubahan -perubahan
9
dalam lingkungan usaha. Secara um um, fungsi-fungsi dasar dalam manajemen meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam
beberapa buku dijabarkan bahwa manajemen humas
menyangkut empat bagian pokok, yaitu: Definisi Permasalahan / Penelitian (Research) Dalam tahap ini praktisi PR perlu melibatkan diri dalam penelitian dan pengumpulan fakta. Selain itu praktisi PR perlu memantau dan membaca terus pengertian, opini, sikap, dan perlikau mereka yang berkepentingan dan terpengaruh oleh sikap dan tindakan perusahaan. Singkat kata, tahap in i merupakan penerapan atau fungsi intelejen
perusahaan
dalam
menganilisis
Strength,
Weakness,
Opportunity, Threat (SWOT). Ini bertujuan untuk mempunyai kecakapan dan kepekaan yang lebih untuk mengumpulkan data. Segmentasi publik sangat diperlukan dengan
memilah
stakeholders
setelah
itu
melakukan
prioritasi
stakeholders agar manajer humas dapat melihat gambaran jelas tentang karakter, hubungan, dan pengaruhnya terhadap organisasi. Dengan melakukan segmentasi, manajer humas dapat menentukan strategi kehum asan yang efektif untuk mencapai sasaran (goals) dan tujuan (objective). A nalisis ini adalah “pekerjaan belakang meja” dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integr al yang kait mengait.
Segmentasi Publik Humas mem erlukan segmentasi publik untuk memudahkan perencanaan program
dan
aksi sasaran.
Segmentasi publik
dilakukan karena perusahaan diha dapkan pada masalah yang berbeda-beda, program kehuma san yang dibuat mencakup semua stakeholders. 10
M enurut
Kendall
segmentasi
(seperti
sendiri
dapat
dikutip
oleh
diartikan
Putra,
2008:5.23),
sebagai
kegiatan
mengidentifikasi kelompok-kelom pok khusus dalam publik, yang didasarkan
pada aktivitas, keanggotaan, orientasi medianya,
sehingga menjadi le bih mudah untuk dijangkau sebagai kelompok. Dalam pemasaran, segmentasi sering kali dilakukan untuk memilih salah satu segmen pasar untuk dilayani, dan mengabaikan segmen pasar yang lain. Lebih lanjut, segmen pasar itu dianalisis melalui gaya hidup dan sebagainya. Berdasarkan analisis ini kemudian disusun kegiatan pemasaran dan kegiatan promosi untuk produk ini. Jadi perusahaan dapat memilih melayani pasar segme n yang mana yang akan dilayani. Dalam
kehumasan,
segmentasi
tidak
dibuat
untuk
melakukan pengabaian terhadap publik tertentu, tetapi lebih sebagai usaha untuk mengenali karakteristik khas masing -masing segmen yang ada. Berdasarkan ciri khas segmen yang sudah teridentifikasi itulah bagian humas merancang strategi dan taktik komunikasi yang tepat untuk masing-masing segmen. Jadi, masing-masing segemen harus dilayani dengan program yang berbeda agar perusahaan dapat menjalin hubungan dengan semua segmen.
Konsep Linkages Organisasi dan Stakeholders Linkages Praktek hubungan masyarakat dalam suatu organisasi seperti sebuah sistem yang dibawahnya mempunyai subsistem yang saling berinterkasi dan bergantung satu sama lain, sistem itu juga berhubungan dengan sistem lain yang lebih besar. Dalam sebuah teori organisasi yang digagas oleh seorang b iolog Ludwig Von Bertalanffy (dalam Putra, 2008: 5.3) bernama „ general system theory‟. Dalam teori ini, sebuah organisasi diibaratkan sebagai
11
sebuah sistem, yakni suatu satuan yang terdiri atas berbagai bagian yang saling berinteraksi dengan sistem yang le bih besar, yang disebut dengan suprasistem (Jablin & Krone, 1987: 71). Sebagai sebuah sistem, perusahaan memiliki subsistem di dalamnya. M isalnya
setiap
perusahaan
memiliki
subsistem
produksi,
subsistem pemasaran, subsistem keuangan, dan subsistem lainnya yang saling bergantung dan berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan sistem dan keberlangsungan sistem. Dengan melihat organisasi sebagai sebuah sistem, maka penting sekali untuk melihat lingkungan internal dan eksternal dari sebuah
organisasi,
yan g
menjadi
faktor
penentu
dan
mempengaruhi efektifitas organisasi seperti dikemukakan oleh Lewis & Slade (1994). Jadi efektivitas organisasi tidak hanya ditentukan oleh para pengelola organisasi, tetapi juga ditentukan oleh lingkungan tempat organisasi berada (dalam Putra, 2008:5.5). Praktek hubungan masyarakat dalam suatu organisasi erat kaitannya dengan kesadaran bahwa sebuah organisasi punya konsekuensi lingkungan
terhadap juga
lingkungan
mempunyai
atau
publik.
konsekuensi
Sebaliknya,
terhadap
sebuah
organisasi. Kegiatan perusahaan memiliki konsekuensi pada konsumen,
lingkungan
sekitar,
pemerintah
dan
kelom pok
pemegang saham, dan sebagainya. Perusahaan atau organisasi perlu melakukan identifikasi kelompok-kelompok berkepentingan yang mempengaruhi dan berpengaruh pada organisasi ini secara kontinu. Dua konsep yang relevan untuk menjelaskan ini adalah konsep „linkages‟ dan „stakeholders‟. Konsep linkages dapat membantu praktisi humas dalam mengidentifikasi kelompok-kelompok yang mempengaruhi dan terpengaruh oleh organisasi. M enurut Grunig dan H unt (1984), keterkaitan organisasi didefinisikan sebagai „organization set‟ yang terdiri dari input set dan output set (dalam Putra, 2008:5.8). 12
Input set adalah suplaian masuk organisasi dari organisasi lain, termasuk didalamnya, organisasi yang menyuplai bahan baku atau tenaga kerja dan pemerintah yang mengeluarkan peraturan peraturan untuk input bagi organisasi. Sedangkan output set adalah organisasi lain yang memanfaatkan keluaran organisasi seperti para agen, dealer, agen periklanan, konsumen.
Stakeholders Stakeholders
adalah publik yang mempengaruhi dan
terpengaruh dengan tindakan yang dilakukan organisasi. Tentu saja organisasi dalam menentukan keputusan mempertimbangkan kelompok-kelom pok atau individu-individu ini. Grunig & Repper (dalam Putra, 2008:5.13) menyatakan bahwa orang yang terkategori sebagai stakeholders karena mereka dipengaruhi oleh kepuasan yang diambil oleh organisasi atau keputusan-keputusan
yang
diambil orang tersebut dapat
mempengaruhi organisasi. Seperti pernyataan Freeman (dalam Putra, 2008:5.13), “Stakeholde rs as any individual or groups who can affect or is affected and business ethics that addresses morals and values in managing an organizations”. Seperti dinyatakan Kasali (2003:10) bahwa istilah publik dalam public relations merupakan khalayak sasaran dari kegiatan public relations. Publik itu disebut juga stakeholders, yakni kumpulan dari orang-orang atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Secara umum stakeholders dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu internal
dan eksternal. Stakeholders internal
merupakan pihak-pihak kelompok- kelompok internal perusahaan. Stakeholders internal relatif mudah dikendalikan dan pekerjaan
13
untuk kom unikasi intern bisa diserahkan kepada bagian lain seperti bagian kepegawaian, atau malah dirangkap langsung oleh manajem en puncak. Sedangkan stakeholders eksterna l adala h unsur-unsur yang berada di luar kendali perusahaan (uncontrollable). Stakeholders eksternal memiliki karakter yang berbeda-beda dan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi kepentingan masingmasing.
Para
pimpinan
perusahaan
sela yakn ya
mendesain
perusahaan sesuai dengan keadaan lingkungan eksternalnya. M enurut Cutlip, Center, & Broom (2006:176) publik internal dan eksternal kunci untuk sekolah um um mencakup kelompok-kelom pok berikut ini : a)
Orang tua yang memainkan peran kunci dalam
proses
pendidikan dan dalam membangun dukungan untuk anggaran yang memadai. b)
Staf sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, sampai dengan pengemudi bis, penjaga, dan perawat sekolah harus dilibatkan dalam program hubungan masyarakat.
c)
Siswa mungkin mewakili publik yang paling penting di sekolah.
d)
Kemitraan komunitas bisnis-sekolah yang banyak bentuknya.
e)
Kelompok komunitas yang m encakup banyak kelompok, yaitu orang tua, pembayar pajak, dan warga negara lainnya yang peduli pada “apa yang seharusnya diajarkan sekolah kita.”
f)
M edia berita lokal yang merupakan kunci untuk memberi publik informasi tentang apa yang dilakukan sekolah dan apa mereka perjuangkan.
g)
Dewan anggota pendidikan yang bertindak sebagai perantara antara publik sekolah dan administrator profesional.
14
Perencanaan (Planning) Pada tahap ini, institusi sudah menganalisis masalah dan membagi prioritas stakeholders. Persiapa n langkah-langkah pemecahan atau pencegahan pun disusun, langkah ini dirumuskan dalam bentuk rencana dan program dengan meninjau kembali objective, prosedur, dan program pengendalian yang diarahkan pada masing-masing khalayak sasaran. Humas
SM A
Negeri
6
Yogyakarta
sendiri
sudah
pasti
mendapatkan dukungan penuh dari pimpinan puncak perusahaan karena langkah
yang
diambil
akan
sangat
strategis
dan
melibatkan
keikutsertaan banyak bagian. Adakalanya pelaksanaan program itu membutuhkan peranan langsung Kepala Sekolah, Kepolisian atau Komite Sekolah.
M odel & Strategi Humas Ditulis dalam bahasan “M anajemen Humas” diatas bahwa cutlip dkk mengemukakan 4 langkah proses humas yakni definisikan permasalahan, perencanaan dan program, aksi dan komunikasi, evaluasi Program. Terdapat berbagai model manajemen humas atau
model
proses manajemen humas dalam suatu organisasi. Walaupun demikian, model-model proses manajemen humas yang ada secara umum mengandung unsur-unsur yang relatif sama. Kalaupun ada perbedaan, sifatnya bukanlah substansif. Umumnya, proses pengelolaan kegiatan humas dikenal dengan sebutan empat langkah proses, seperti yang dikemukakan oleh Baskin dkk (dalam Putra, 2008: 2.24) yang mengatakan bahwa empat langkah proses tersebut terdiri atas penelitian, perenca naan, tindakan, dan komunikasi serta evaluasi. Proses ini meliputi strategi yang diutarakan Smith (2005:10) terdiri dari dua yakni proaktif yang terdiri dari strategi action (meliputi performa lembaga, partisipasi audience, special
15
event, aliansi dan koalisi, sponsorship, philanthropy, dan activism) dan strategi
komunikasi
(publisitas,
newsworthy
inform ations,
dan
transparent comm unications) serta strategi reaktif yang terdiri dari strategi pre- em pative defensive
action,
strategi
offensive
respon,
strategi
respon, strategi pengelakan, strategi vocal comm iseration,
strategi rectifying behavior, dan strategi inaction. Strategi proaktif tidak hanya meng-cover dari luar saja tapi juga menelusuri sampai ke dalam nya hingga akhirnya menemukan langkah antisipasinya. Hunt dan Grunig (dalam Putra, 2008: 1.12) menyatakan humas sebagai manajemen komunikasi antara sebuah organisasi dengan berbagai publiknya. Kegiatan kehumasan pada dasarnya dapat dipilah menjadi tiga, yakni: 1) Event Event adalah kegiatan
kehumasan yang terjadi dalam
kerangka waktu terbatas dan jelas kapan dim ulai dan kapan berakhir, misalnya kegiatan jumpa pers yang diadakan suatu instansi. 2) Campaign Campaign hampir sama dengan event, namun biasanya diadakan dalam waktu yang lebih panjang dan terdiri dari beberapa event. Dengan contoh, kampanye disiplin pegawai, kampanye sosialisasi budaya perusahaan, kampanye hemat energi, dan lain sebagainya. 3) Program Program terdiri dari berbagai event, pada umumnya untuk jangka panjang dan tidak mempunyai batas yang jelas kapan berakhirnya. M isalnya seperti program hubungan dengan media.
M enurut Cutlip, Center, dan Broom (dalam Putra, 2008: 6.10) humas harus didefiniskan sebagai “something much more than publicity and persuasive communication”, artinya humas merupakan suatu bidang kerja yang lebih dari sekedar melakukan kegiatan publisitas dan 16
komunikasi persuasif. Strategi tindakan yang diambil perusahaan sebenarnya merupakan bagian dari penerapan humas model simetris dua arah, seperti yang diajukan Grunig & Hunt (1984) dan juga Grunig & Grunig (1992) (dalam Putra 2008:6.10). M odel ini mempunyai tiga asumsi penting, yakni: 1). Perubahan harus terjadi baik pada organisasi maupun pada publik; 2). Perubahan yang terjadi harus didasarkan pada prinsip “ win-win”, yakni kedua belah pihak sama-sama diuntungkan; 3). Berkaitan dengan ungkapan “Clean up your act, not just your image” , artinya jika humas harus punya impak pada hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi dengan berbagai publiknya, maka humas harus berpar tisipasi dalam pengkoordinasian strategi tindakan dengan komunikasi yang akan mengikutinya. U ntuk strategi reaktif, humas tidak memberikan celah pada isu-isu tersebut untuk berkembang, dimana strategi ini merupakan langkah sigap dan tanggap humas terhadap munculnya berbagai isu. Konsep strategis perusahaan kemudian dikuatkan oleh Cutlip dkk (2006:352), sebuah pemikiran strategis adalah memprediksi atau menentukan
tujuan
masa
depan
yang
diharapkan,
menentukan
kekuatan apa yang akan membantu atau menghalangi upaya mengejar tujuan, dan merumuskan rencana untuk mencapai keadaan yang diharapkan tersebut. O leh karena itu, ke tika merencanakan sebuah program, perusahaan berarti membuat keputusan untuk esok hari pada hari ini. Sehingga untuk menghasilkan pemikiran strategis harus dapat mempertimbangkan segala aspeknya. Seperti pernyataan Grunig dan H unt (dalam Putra, 2008: 2.19) bahwa humas pada dasarnya adalah manajemen komunikasi antara sebuah organisasi dengan berbagai publiknya, maka kegiatan humas pada
dasarnya
komunikasi
yang
adalah
kegiatan
dijalankan
pengelolaan
perusahaan.
program -program
Pengelolaan
kegiatan
komunikasi ini pada dasarnya bertujuan untuk membangun hubungan 17
yang saling menguntungkan dengan berbagai publiknya, sehingga perusahaan dapat mencegah munculnya konflik yang muncul antara organisasi dengan berbagai publiknya. Bagan 1.1
Model of Strategic Management of Public relations Grunig (dalam Putra, 2008:2.20) Organisasi menginginkan perilaku publiknya selalu positif, tetapi dalam kenyataanya, publik bisa berperilaku tidak seperti yang diharapkan organisasi. Sehubungan dijalankan
sebuah
dengan
strategi
instansi/perusahaan,
yang
Jacobus
akan
(1992:128)
menjelaskan mengenai kom ponen dalam membentuk strategi sebuah instansi/perusahaan (Corporate Strategy):
Secara
makro,
lingkungan
perusahaan
dipengaruhi oleh unsur-unsur; policy),
kebijakan
tersebut
akan
umum
(public
budaya (culture) yang dianut, sistem perekonom ian, dan
teknologi yang dikuasai oleh organisasi yang bersangkutan.
Secara
mikro,
tergantung
dari;
misi
perusahaan,
sumber-
sumber daya guna lainn ya yang dikuasai, sistem pengorganisasian dan rencana
atau
program
dalam
jangka
waktu
pendek
maupun panja ng, serta tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.
18
Aksi dan Komunikasi Seperti yang Cutlip dkk (dalam Kasali, 2003: 82) bahwa banyak praktisi PR yang sering melupakan kedua proses diatas dan langsung masuk ketahap ketiga, yakni langsung melakukan aksi dan kom unikasi berdasarkan asumsi pribadi. M eskipun tidak jarang tindakan itu membawa hasil yang tidak buruk, langkah ini sama sekali tidak disarankan karena terlalu tinggi resikonya bagi citra perusahaan. M anajer PR yang melakukan hal ini biasanya kurang paham kemana citra perusahaan hendak diarahkan dan dimana ia berada kini. Sekali lagi aksi dan komunikasi harus dikaitkan dengan objective dan goal yang spesifik. Pelaksanaan ini membutuhkan kesabaran dari humas SM A Negeri 6 Yogyakarta dan pihak-pihak terkait. Tahap ini adalah tahap untuk melakukan aksi dengan melakukan penjadwalan, menyusun anggaran, dan menyampaikan kepada semua pihak terkait yang sudah disegmentasi dengan masing -masing kegiatan yang sudah direncanakan pada tahap sebelumnya.
Evaluasi Program Proses PR selalu dimulai dari mengum pulkan fakta dan d iakhiri pula dengan pemgumpulan fakta. Untuk mengetahui apakah prosesnya sudah selesai atau belum, seorang praktisi PR perlu melakukan evaluasi atas langkah-langkah yang telah diambil. Seperti biasa, selesainya suatu permasalahan selalu akan diikuti oleh permasalahan baru. M aka, pada tahap ini akan melibatkan pengukuran atas hasil tindakan di masa lalu. Seperti penulis nyatakan dalam “perencanaan dan program” di atas bahwa strategi pesan dilancarkan setelah fokus strategi dan program utama dalam meningkatka n prestasi penelitian untuk mencapai nama “Research school of Indonesia”.
19
Ada banyak pengertian tentang evaluasi, diantaranya Parsons (dalam Putra:8.3) mendefinisikan evaluasi sebagai a measurement of an organization‟s success in dissem inating planned messages to its targeted publics to reach spesific communicatio and relationship goals and objectives. M enurut definisi di atas evaluasi adalah pengukuran terhadap keberhasian sebuah organisasi dalam menuyebarkan pesan pesan yang direncanakan kepada publik yang ditargetkan, melalui kegiatan komunikasi yang spesifik, untuk mencapai suatu hubungan yang telah ditetapkan. Broom dan D ozier (dalam Putra:8.3) menyatakan bahwa evaluasi adalah usaha untuk menentukan nilai dari sesuatu sedangkan Quarles dan Row lings menyatakan bahwa evaluasi sebuah program adalah kegiatan mengukur keberhasilan program dengan cara membandingkan antara apa yang terjadi dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana. Ada dua alasan yang menjadikan evaluasi menjadi penting, yaitu:
Dengan evaluasi, manajer humas
sebuah
perusahaan dapat
mempertahankan program -program kehumasan dan keberadaan bagian humas dalam perusahaan dengan menunjukkan nilai program humas bagi perusahaan.
Adanya tuntutan manajemen perusahaan terhadap setiap bagian dalam
perusahaan,
perusahaan
agar
pada
setiap
bidang
pengeluaran apapun
sumber harus
daya dapat
dipertanggungjawabkan.
F. Kerangka Konsep Dalam
perjuangan memperbaiki nama
baik, sebuah instansi
membutuhkan upaya serius untuk memperoleh tujuan itu. Sedangkan, untuk mempertahankan nama baik akan menjadi sesuatu yang lebih besar lagi karena opini publik belum benar-benar berubah dan masih labil dalam
20
menilai instansi bersangkutan. Perbaikan dan penjagaan nama baik tentu saja bukan rekayasa semata, tetapi harus dimula i dengan usaha keras dalam meraih dan memelihara nama baik tersebut apabila instansi yang bersangkutan sebelumnya
diberikan stigma
yang berlawanan oleh
masyarakat. Instansi tersebut harus mampu membaca situasi dan memanfaatkan kesempatan. Hal ini dilakukan dengan perencanaan yang matang dalam menentukan sasaran dan meraih tujuan. Untuk mewujudkan visi dan misi instansi
dibutuhkan
pengelolaan
hubungan
yang
baik
dengan
stakeholders. Dalam m ewujudkannya, instansi harus mampu mengelola kehumasan dengan baik. M anajemen humas dilakukan dengan melewati empat prosesnya. Empat proses tersebut menyangkut banyak hal yang berkaitan dengan stakeholders dan strategi yang diambil. Salah satunya adalah segmentasi publik dengan identifikasi stakeholders agar mudah dalam menentukan aksi yang akan dilakukan terhadap masing -masing stakeholders. Seperti pernyataan Cutlip, Center, dan Broom (dalam Putra 2008: 6.9) strategi tindakan yang diambil meliputi perubahan atau perbaikan dalam kebijakan, prosedur, produk, layanan dan perila ku organisasi. Perubahan ini dirancang untuk mencapai tujuan program ( program objective) dan sasaran organisasi (organizational goals), disam ping tentunya sebagai respon terhadap kebutuhan dan kesejahteraan publik. Strategi kehumasan yang dikaji dalam penelitian ini lebih kepada pengelolaan stakeholders yang mencakup strategis proaktif & reaktif. Konsep inilah yang diterapkan SM A Negeri 6 Yogyakarta dalam meningkatkan prestasi penelitiannya dalam memelihara gelar “Research School of Indonesia” sebagai sekolah menegah atas pertama di Indonesia yang berbasis penelitian. Hal ini dilakukan untuk upayanya memperoleh kedudukan teguh dan mapan yang berdampak pada perubahan nama baik yang diperoleh SM A N 6 Yogyakarta di mata masyarakat.
21
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus deskriptif kualitatif. Seperti yang diungkapkan Strauss (2007:6) pendekatan kualitatif dapat digunakan untuk meneliti organisasi, kelompok, dan individu. Penelitian ini merupakan penelitian yang berfo kus pada suatu peristiwa yang terjadi, sehingga pendekatan kualitatif dipilih dengan alasan karena penulis ingin mencoba mengetahui dan memahami sesuatu dibalik peristiwa. Dalam hal ini dilakukan untuk mengetahui secara mendalam strategi kesuksesan humas S M A Negeri 6 Yogyakarta dalam upaya meraih dan memelihara gelar sebagai “Research School
of Indonesia“ dengan meningkatkan prestasi
penelitian sehingga menjadikan satu-satunya sekolah tingkat SM A pertama yang berbasis penelitian di Indonesia. Studi kasus lebih dikehendaki untuk melacak peristiwa-peristiwa kontemporer, bila peristiwa-peristiwa ya ng bersangkutan tak dapat dimanipulasi.
Studi
kasus
memiliki
kekuatan
unik
dengan
kemampuannya untuk berhubungan sepenuhnya dengan berbagai jenis bukti seperti dokum en, peralatan, wawancara, dan observasi (Y in, 1996:12). Studi tentang strategi kehumasan SM A Negeri 6 Y ogyakarta dalam dalam upaya meningkatkan prestasi penelitian ini adalah studi kasus ganda. Baik kasus secara umum menyangkut masalah yang dihadapi setiap stakeholder dan juga kasus khusus yang bersifat unik.
2. Lokasi dan W aktu Penelitian Lokasi :
SM A Negeri 6 Yogyakarta (Jl. C. Simanjuntak 2, Yogyakarta)
Waktu
M aret 2015 – agustus 2015
:
22
3. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan: A. Data Primer Wawancara M endalam. Wawancara
merupakan
sumber informasi
yang
esensial
bagi studi kasus. Wawancara dalam hal ini terkait dengan tema yang telah ditentukan dengan menggunakan interview guide yang telah disusun menurut kebutuhan data terkait dengan tema yang ada. Wawancara dilakukan lebih mendalam pada pihak -pihak yang berkompeten juga untuk mendukung data -data yang ada. Sehingga baik responden maupun hal-hal yang ditanyakan memiliki fokus yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dengan narasumber M anajer Humas SM A Negeri 6 Y ogyakarta: Eko Sulistyo ,S.Pd, M .PdI.
B. Data Sekunder i. Studi pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh sum ber-sumber literatur yang diperlukan dan mendukung dalam penelitian. Hal ini juga untuk mendukung diperolehnya teori-teori relevan terhadap kasus yang dibahas. Sehingga data yang d idapatkan bisa dikaji menurut teori atau pedoman yang ada. ii. Observasi Observasi dilakukan untuk lebih mendekatkan diri antara peneliti
dengan
objek
studi
atau
kasus
yang
sedang
dikaji. Peneliti akan secara langsung mengetahui tentang segala hal yang terjadi bersama aspek ya ng mempengaruhi tentang
23
permasalahannya. Dengan begitu peneliti dapat secara objektif melihat fenomena yang terjadi, bahkan bersentuhan langsung dengan sumber informasi yang diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dan pengetahuannya. 4. Analisis D ata Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik kualitatif, yaitu teknik penelitian yang analisisnya tanpa menggunakan perhitungan. Teknik analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan data hingga dapat ditampilkan sebagai hasil penelitian sebagaimana diungkapkan Bogdan (dalam Sugiyono 2009: 24 4) bahwa “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan
lain,
sehingga
dapat
mudah
dipahami,
dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.” Selain itu juga dilakukan perbandingan antara data yang diperoleh dengan suatu pola yang sudah dibuat dari beberapa teori yang telah disusun, yang biasa disebut pattern matching. Teknik
penjodohan
pola
merupakan
teknik
yang
membandingkan suatu pola berdasarkan acuan yang pasti atau empiris dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola tersebut ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus (Yin, 1996:140).
24