BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sekitar 3–71 % pasien critically ill mengalami hiperglikemia (Capes dkk., 2000). Hiperglikemia sendiri merupakan bentuk respon tubuh terhadap stres (perubahan fisiologis) yang dialami tubuh (Kavanagh dan McCowen, 2010). Peningkatan kadar gula darah dapat bermanfaat, karena menyediakan energi bagi organ yang bergantung glukosa, seperti otak dan sel darah (Faustino dan Apkon, 2005; Tiruvoipati dkk., 2012). Dilain pihak, kondisi hiperglikemia dan variasi nilai kadar gula dalam darah memicu perubahan-perubahan di tubuh (Ali dkk., 2009). Perubahan tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi, lambatnya perbaikan luka, kegagalan organ, memperlama masa tinggal di rumah sakit, serta kematian (Farrokhi dkk., 2011; Kavanagh dan McCowen, 2010). Kondisi tersebut didukung oleh penelitian cohort retrospektif yang dilakukan oleh Krinsley (2003). Penelitian ini menunjukkan bahwa sedikit peningkatan kadar gula darah akan meningkatkan risiko mortalitas pasien critically ill (p<0,001). Peningkatan risiko kematian pasien critically ill dengan hiperglikemia berasosiasi dengan peningkatan kadar gula darah pada saat awal pasien masuk ke ruang Intensive Care Unit (ICU) (Klein dkk., 2008). Kondisi hiperglikemia dapat meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas, maka pasien hiperglikemia di ICU memerlukan terapi insulin.
1
Penelitian randomized control trial yang dilakukan Van den Bergh dkk. (2001) telah membuktikan bahwa pemberian terapi insulin intensif akan menurunkan mortalitas pasien bedah (p<0,04). American Diabetes Association (ADA) (2012) menyarankan penggunaan drip insulin dimulai pada pasien critically ill yang mengalami peningkatan kadar gula darah lebih dari 180 mg/dL. Penurunan kadar gula darah ditargetkan pada rentang 140 – 180 mg/dL. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2007) menyarankan untuk memulai terapi insulin pada kadar gula darah lebih dari 140 mg/dL dengan target kadar gula darah 80 – 110 mg/dL pada pasien kritis bedah, dan 90-140 mg/dL pada pasien kritis non-bedah. Pengontrolan kadar gula darah ini diharapkan akan menghambat efek negatif dari hiperglikemia. Kadar gula darah yang tidak secara konstan mengalami penurunan, akan menimbulkan variasi kadar gula darah. Perubahan kadar gula darah yang cepat akan mempercepat perubahan osmolalitas darah, apoptosis endotel, kerusakan selular, dan peningkatan stres oksidatif (Collier dkk., 2008; Monnier dkk., 2006; Otto dkk., 2008; Risso dkk., 2001). Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi fungsi organ dan sel (Ali dkk., 2009). Variasi kadar gula darah yang tinggi berasosisasi dengan peningkatan risiko mortalitas pasien. Hal ini didukung oleh penelitian Egi dkk. (2006). Penelitian ini menyatakan bahwa nilai standar deviasi (SD) dari rerata kadar gula darah merupakan indikator independen dari kematian di ICU (OR (tiap mmol) 1,27, p<0,001) dan kematian di rumah sakit (OR (tiap mmol) 1,18, p = 0,013). Hermanides dkk. (2010) juga menyatakan bahwa semakin tinggi variasi kadar
2
gula darah berasosiasi dengan kematian di ICU dan rumah sakit. Penelitian terkini menunjukkan bahwa status diabetik ikut berperan dalam hubungan variasi kadar gula darah dengan kematian pada pasien critically ill dengan hiperglikemia (James S. Krinsley dkk., 2013; Krinsley dan Preiser, 2015; Sechterberger dkk., 2013). Pasien infark miokard akut, stroke, sepsis, trauma, serta pasien tanpa riwayat diabetes mellitus, merupakan kondisi pasien yang berisiko mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas dengan adanya peningkatan kadar gula darah (Lacherade dkk., 2007; Treggiari dkk., 2008). Profil kesehatan Daerah Istimewa (D. I.) Yogyakarta tahun 2011, menunjukkan bahwa penyakit-penyakit yang berisiko tersebut, termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap dan 10 besar penyakit yang menyebabkan kematian di rumah sakit (Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012). Jika hiperglikemia terjadi pada pasien critically ill dengan penyakit tersebut dan variasi kadar gula darah terlalu besar, maka pasien akan berisiko mengalami peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hasil penelitian Egi dkk. (2006) menunjukkan bahwa nilai Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) II (odds ratio (OR) = 1,18 (1,16-1,20), CI 95%, p<0,001), penggunaan ventilator mekanik (OR=3,30 (2,38-4,59), CI 95%, p<0,001), serta kadar gula darah yang tinggi saat masuk ICU (OR=0,94 (0,910,97), CI 95%, p<0,001), berasosiasi dengan kematian di ICU. Hasil penelitian Meyfroidt dkk. (2010) menunjukkan bahwa kanker (OR=3,159 (2,248-4,440), CI 95%, p<0,001), umur (OR=1,016 (1,006-1,025), CI 95%, p=0,0011), kadar gula
3
darah yang tinggi saat masuk ICU (OR=0,93 (0,902-0,976), CI 95%, p=0,0016), berasosiasi dengan kematian di ICU. Faktor risiko yang berhubungan dengan kematian pasien critically ill dengan hiperglikemia telah banyak dilakukan. Hubungan variasi kadar gula dengan kematian pasien critically ill telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. Akan tetapi, masih jarang ditemukan penelitian mengenai hubungan faktor risiko dengan variasi kadar gula darah pada pemberian terapi insulin pasien critically ill dengan hiperglikemia, terutama di Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito Yogyakarta merupakan rumah sakit rujukan di wilayah D. I. Yogyakarta. Dengan demikian, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui gambaran variasi kadar gula darah pasien critically ill setelah mendapatkan terapi insulin, serta gambaran faktor risiko yang berhubungan dengan variasi kadar gula darah setelah pemberian terapi insulin pasien critically ill dengan hiperglikemia.
B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana variasi kadar gula darah (CV) pasien hiperglikemia dengan terapi Insulin di Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta? 2. Bagaimana hubungan variasi kadar gula darah pasien hiperglikemia dengan faktor risiko pasien critically ill setelah mendapatkan terapi insulin?
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui variasi kadar gula darah pasien hiperglikemia dengan terapi Insulin di Intensive Care Unit (ICU) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Mengetahui hubungan variasi kadar gula darah pasien hiperglikemia dengan faktor risiko pasien critically ill setelah mendapatkan terapi insulin
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti
: sebagai pengetahuan dan pemahaman lebih mendalam mengenai terapi insulin di ICU dan variasi kadar gula darah pada pasien critically ill dengan hiperglikemia yang menerima terapi insulin.
2. Bagi rumah sakit : sebagai tambahan informasi mengenai gambaran variasi kadar gula darah setelah menerima terapi insulin sehingga diharapkan akan menjadi masukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien. 3. Bagi ilmu
: sebagai pelengkap penelitian tentang variasi kadar gula darah pada pasien critically ill dengan hiperglikemia yang menerima terapi insulin di Indonesia.
5
E. Keaslian Penelitian Penelitian terkait variasi kadar gula darah pasien critically ill dengan hiperglikemia telah banyak dilakukan. Penelitian Egi dkk., (2006) mengenai variasi kadar gula darah dengan kematian jangka pendek (kematian di ICU dan RS). Penelitian ini dilakukan secara retrospektif pada 7.049 pasien. Parameter variasi yang digunakan CV. Penelitian ini menunjukkan nilai Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) II (odds ratio (OR) = 1,18 (1,161,20), CI 95%, p<0,001), penggunaan ventilator mekanik (OR=3,30 (2,38-4,59), CI 95%, p<0,001), dan kadar gula darah yang tinggi saat masuk ICU (OR=0,94 (0,91-0,97), CI 95%, p<0,001) berasosiasi dengan kematian di ICU. Nilai rerata dan SD kadar gula darah secara signifikan berasosiasi dengan kematian di ruang ICU (p<0,001) dengan nilai odds ratio (tiap mmol) 1,23 dan 1,27. Penelitian ini menyimpulkan nilai rerata dan SD kadar gula darah berasosiasi dengan kematian di ICU. Hermanides dkk.(2010) melakukan penelitian tentang asosiasi variasi kadar gula darah terhadap kematian di ICU dan rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan cohort retrospektif pada 5.728 pasien. Parameter variasi yang digunakan rerata absolut perubahan kadar gula darah dan nilai SD. Penelitian ini menunjukkan nilai odds ratio pada kematian di ICU dan rumah sakit mengalami peningkatan, seiring dengan peningkatan nilai kwartil dari rerata absolut perubahan kadar gula darah (p<0,001). Nilai odds ratio kematian di ICU terbesar (OR=12,4 (3,2 – 47,9), CI 95 %, p<0,001). ditemukan pada kwartil terbesar nilai absolut perubahan kadar gula darah (> 15,8) pada kelompok pasien dengan rerata
6
kadar gula darah 137 – 160,1. Hal ini menunjukkan variasi kadar gula darah berasosiasi dengan kematian di ICU dan rumah sakit. Kontrol gula darah yang ketat dengan variasi yang rendah kemungkinan memberikan efek perlindungan, walaupun rerata kadar gula darah cenderung meningkat. Meyfroidt dkk.(2010) meneliti tentang asosiasi dinamika karakteristik gula darah pada kematian. Penelitian ini dilakukan secara cohort retrospektif pada 3200 pasien. Parameter variasi yang digunakan nilai rerata δ gula darah harian, SD. Penelitian ini menunjukkan faktor risiko kanker (OR=3,159 (2,248-4,440), CI 95%, p<0,001), umur (OR=1,016 (1,006-1,025), CI 95%, p=0,0011), dan kadar gula darah yang tinggi saat masuk ICU (OR=0,9394 (0,902-0,976), CI 95%, p=0,0016), berasosiasi dengan kematian di ICU. Kadar gula diluar rentang normal, nilai rerata δ gula darah harian yang lebih besar, nilai SD kadar gula darah yang besar secara independen berasosiasi dengan kematian di rumah sakit. Hal ini menunjukkan penurunan variasi kadar gula darah (penurunan nilai rerata δ gula darah harian) mungkin memiliki manfaat klinis. Krinsley dkk.(2013) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan status diabetik dan 3 domain pengontrolan kadar gula darah terhadap kematian. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif retrospektif cohort pada 44.964 pasien (multi-center). Parameter variasi yang digunakan yaitu Coefficient of Variation (CV). Penelitian ini menunjukkan pasien dengan diabetes memiliki risiko kematian lebih rendah pada pasien critically ill (OR=0,93 (0,87-0,97), CI 95 %, p=0,0030). Peningkatan variasi kadar gula darah (CV > 20 %) secara independen berasosiasi dengan peningkatan risiko kematian pada pasien non-DM.
7
Hiperglikemia, hipoglikemi, dan variasi kadar gula secara independen berasosiasi dengan kematian pasien critically ill, akan tetapi status diabetik memberikan efek protektif pada pasien critically ill dengan hiperglikemia. Tabel 1. Ringkasan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian yang Akan Dilakukan Egi dkk., Hermanides (2006) dkk.(2010) • Penelitian • Penelitian dilakukan dilakukan untuk melihat untuk melihat variasi kadar asosiasi variasi gula darah kadar gula dengan darah terhadap kematian kematian di jangka pendek ICU dan (kematian di rumah sakit. ICU dan RS). • Parameter • Parameter variasi yang variasi yang digunakan digunakan rerata absolut CV. perubahan kadar gula • Penelitian dilakukan di darah dan nilai Australia SD. • Penelitian dilakukan di Belanda
Meyfroidt dkk.(2010) • Penelitian dilakukan untuk melihat asosiasi dinamika karakteristik gula darah pada kematian. • Parameter variasi yang digunakan nilai rerata δ gula darah harian, SD. • Penelitian dilakukan di Belgia.
Krinsley dkk.(2013) • Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan status diabetik dan 3 domain pengontrolan kadar gula darah terhadap kematian. • Parameter variasi yang digunakan CV. • Penelitian dilakukan di beberapa negara
Penelitian yang dilakukan • Penelitian dilakukan untuk melihat gambaran variasi kadar gula darah dan hubungan variasi kadar gula darah dengan faktor pasien critically ill setelah mendapatkan terapi insulin. • Parameter variasi kadar gula darah: CV • Penelitian dikakukan di Yogyakarta
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian ini akan mengkaji variasi kadar gula darah pasien setelah menerima terapi insulin dan mengkaji hubungan variasi kadar gula darah dengan faktor risiko pasien critically ill setelah mendapatkan terapi insulin. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan secara retrospektif.
8