BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan
merupakan hak
asasi manusia. Setiap
orang berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin. Untuk itu Negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada pasal 28 H, menetapkan bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga Negara berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.(Depkes, 2009). Dalam rangka pelaksanaannya tentunya banyak mengalami hambatan terutama masalah dana yang harus disediakan oleh pemerintah. Pembiayaan kesehatan masih rendah yaitu hanya rata-rata 2,2% dari Produk Domistik Bruto (PDB) atau rata-rata antara USD 12-18 per kapita per tahun. Sedangkan untuk premi orang miskin per orang per tahun dianggarkan Rp 60.000 ($7). Persentase ini masih jauh dari anjuran Organisasi Kesehatan Sedunia yakni paling sedikit 5% dari PDB per tahun. Tiga puluh persen dari pembiayaan tersebut bersumber dari pemerintah dan sisanya sebesar 70% bersumber dari masyarakat termasuk swasta, yang sebagian besar masih digunakan untuk pelayanan kuratif. Pengalokasian dana bersumber dari pemerintah yang dikelola oleh sektor kesehatan sampai saat ini belum efektif. Mobilisasi sumber pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas serta bersifat perorangan dari sakunya (out of pocket). Jumlah masyarakat yang memiliki jaminan kesehatan masih terbatas, masih kurang dari 20% penduduk Indonesia. Metode pembayaran kepada pemberi pelayanan kesehatan masih didominasi oleh pembayaran tunai (fee for service) sehingga mendorong penyelenggaraan dan pemakaian pelayanan kesehatan secara berlebihan serta 1
2
meningkatnya biaya kesehatan (Mukti, 2008). Untuk memenuhi hak masyarakat miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dan untuk mewujudkan kendali mutu dan kendali biaya. Sejak tahun 2000 terjadi perkembangan baru, yaitu pengembangan sistem jaminan sosial, yang kemudian ditetapkan dalam UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU tersebut ditetapkan bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia dikembangkan kearah Sistem Asuransi Kesehatan Sosial. Tujuan akhir dari sistem pembiayaan ini adalah meningkatkan pemerataan akses terhadap pelayanan kesehatan, meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, meningkatkan efisiensi pembiayaan kesehatan, meringankan beban financial masyarakat dalam membayar pelayanan kesehatan. Tahun 2008 pemerintah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang dikelola oleh Departemen Kesehatan. Sebagai dasar pertimbangan untuk pengendalian biaya pelayanan kesehatan, peningkatan mutu, transparansi dan akuntabilitas, maka telah dilakukan
perubahan
pada
pengelolaan
Program
Jaminan
Kesehatan
Masyarakat Miskin sejak tahun 2008. Perubahan mekanisme yang mendasar adalah adanya pemisahan peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket Jaminan Kesehatan Masyarakat di RS, penempatan pelaksana verifikasi di setiap rumah sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim Koordinasi di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/ kota serta penugasan PT. Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan. Untuk mengurangi dampak kenaikan biaya maka dikembangkanlah bentuk pembayaran “Prospective Payment System” yaitu suatu sistem pembayaran pada Pemberi Pelayanan Kesehatan, baik rumah sakit maupun dokter, dalam jumlah yang
ditetapkan
sebelum
suatu
pelayanan
medik
dilaksanakan,
tanpa
memperhatikan tindakan medik atau lama perawatan. Salah satunya adalah Diagnosis Related Group (DRG) adalah sistem pembayaran prospektif, atau tarif paket dimana biaya pelayanan telah ditetapkan sebelum pelayanan diberikan dengan system klasifikasi jenis penyakit dikaitkan dengan mutu dan efisiensi
3
pelayanan kepada pasien. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1663/Menkes/SK/XII/2005, DRG mulai diuji cobakan di Indonesia pada tahun 2006. Program ini harus dilaksanakan oleh semua Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) setelah adanya surat edaran Menteri Kesehatan Nomor 807/Menkes/E/VIII/2008. Pelaksanaan system pembayaran INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 untuk rumah sakit vertikal dan 1 Januari 2009 untuk rumah sakit daerah serta Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) lainnya. Mulai Agustus 2010 sistem pembayaran ini berubah nama menjadi INACBG’s ( Indonesia Case Based Groups). Adapaun sasaran program adalah masyarakat miskin dan tidak mampu di seluruh Indonesia, sejumlah 19,1 juta rumah tangga miskin (RTM) atau sekitar 76,4 juta jiwa, yang bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 yang dijadikan dasar penetapan jumlah sasaran peserta secara nasional oleh Menteri Kesehatan RI. Berdasarkan jumlah sasaran nasional tersebut, Menkes membagi alokasi sasaran kuota kabupaten/kota. Dengan sistem Jamkesmas, dana program yang berjumlah Rp 4,6 trilliun untuk tahun 2008 disimpan bendahara negara, dibayarkan langsung kepada pemberi layanan kesehatan, sehingga pembayaran menjadi lebih singkat dan cepat (Depkes,2008). Menurut Tabor (2005) bagian dari desentralisasi bahwa pembiayaan kesehatan merupakan tanggung jawab manajemen sektor kesehatan, pemerintah dimungkinkan mencari metode alternatif pembayaran pelayanan kesehatan, selain biaya untuk layanan seperti pembayaran bentuk kapitasi dan pembayaran biaya per episode memungkinkan pengendalian biaya. Rumah Sakit Umum Daerah Rumah Sakit Brigjend H.Hasan Basry Kandangan adalah sebuah rumah sakit milik pemerintah dengan tipe C. Memiliki kapasitas 120 tempat tidur dan kelas III ada 53 tempat tidur ( 44,2%). Pada bulan Desember 2010 RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan diresmikan sebagai Badan Layanan Umum Daerah “bertahap” sehingga masih mendapat subsisi Pemda (Gaji, pembelian alat-alat kesehatan, biaya rujukan pasien Jamkesmas), kemudian pada bulan Januari 2012 RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan diresmikan sebagai Badan Layanan Umum Daerah “Penuh”, Pemerintah Daerah
4
h hanya mensubsidi gaji pegawai, pembangun nan gedungg tetapi un ntuk biaya o opersional tiidak lagi disu ubsidi. Berik kut adalah data kunjunngan pasienn umum, A Askes, Jamkeesmas dan J Jamkesda r rawat jalan dan rawatt inap di RSUD R Briggjend H.Haasan Basry K Kandangan. Gambaar 1. Kunjunngan Rawat JJalan di RSU UD Brigjendd H. Hasan Basry B K Kandangan. 14000.0 117765.0 11720.0
12000.0 10000.0 8000.0 6000.0
5501.0 54 455.0
4000.0
2727.0 2705.0 1288.0 1278.0
2000.0 ‐ UMUM M
ASKES 2010
JAMKESMA AS
JAM MKESDA
2011
S Sumber: Instalaasi Rekam Mediis BLUD RS Brrigjend H. Hassan Basry Kanndangan, tahun n 2011
Gam mbar 1 menu unjukkan bahwa jumlaah kunjungaan pasien rawat jalan J Jamkesmas tahun 2010 sebesar 6,1% dan 20111 sebesar 6% % dari total kunjungan r rawat jalan rumah sakitt, tidak menngalami peniingkatan cennderung tetaap. Hal ini d karenakaan pihak rum di mah sakit m memberlakuukan rujukann balik ke Puskesmas P b bagi pasien yang sudahh sembuh daari perawataan dan hany a melakukaan satu kali k kontrol ulaang berikuutnya diberrikan rujukkan balik untuk peraawatan di P Puskesmas dan bisa akibat a persyyaratan pasiien Jamkesm mas yang berobat b ke r rumah sakitt harus mem miliki surat rujukan, Puskesmas P h hanya merujjuk pasien J Jamkesmas yang mem mang tidak bisa ditanggani di Pusskesmas saja yang di r rujuk ke rum mah sakit.
5
G Gambar 2. Kunjungan K R Rawat Inap ddi BLUD RS S Brigjend H. H Hasan Baasry Kandangan K 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0
890 738 654 563
542
342 265 98
UMUM
KES ASK 2010
JAMKESMAS
JAMKESDA
2011
S Sumber: Instalaasi Rekam Mediis BLUD RS Brrigjend H. Hassan Basry Kanndangan, tahun n 2011
Padaa Gambar 2 menunjuukan bahwa jumlah kkunjungan rawat r inap p pasien Jam mkesmas 2010 sebesar 33,8% kem mudian padda tahun 20011 terjadi k kenaikan m enjadi 46,77%, ini dipenngaruhi oleeh kerena ruaangan rawatt inap kelas I juga ditem III mpati oleh pasien p Jamkeesda sehinggga ada beberrapa pasien Jamkesmas J d dengan kasuus yang massih ringan ddirawat di Puskesmas P pperawatan yaang ada di t tiap-tiap keccamatan dan n ada beberrapa yang harus h dirujukk ke rumahh sakit lain k karena tidakk ada dokterr spesialisnyya. Gambar diatas jugaa menunjukkkan bahwa a angka kunnjungan paasien rawatt inap Jam mkesmas m masih sanggat tinggi d dibandingka an dengan pasien lainnnya, sehinggga dapat m mempengarruhi beban k kerja, kepaddatan aktiviitas dan prooduktivitas tenaga t keseehatan di ruuang rawat i inap. s dalam memberikann pelayanann secara tidakk langsung Kineerja Rumah sakit a akan membberikan dam mpak terhaddap penilaian konsum men terhadap p asuransi k kesehatan yang menangggung konsuumen tersebut. Perlu disadari bahw wa baik RS m maupun peruusahaan asuuransi kesehaatan, keduannya dapat terrkena UU No. N 8 tahun 1999 tentanng perlinduungan konsuumen. Oleh h karena siifat kerjasaama antara
6
keduanya, maka hal tersebut harus menjadi perhatian bersama untuk tidak saling dirugikan (Andari, 2000). Dalam proses pengklaiman mempunyai beberapa tahapan pengklaiman yang dimulai dari Unit Pelayanan Fungsional/Instalasi pelayanan ke unit Rekam Medik dan selanjutnya diproses oleh petugas koding kemudian diteruskan ke bagian keuangan untuk dibuatkan klaim. Klaim tersebut diteruskan kepada verifikator
independen
untuk
diverifikasi,
apabila
ada
yang
tetjadi
ketidaklengkapan berkas klaim maka akan dikembalikan ke RS untuk dilengkapi. Tahapan-tahapan tersebutlah yang dilalui, sehingga perlu waktu, dan kemampuan petugas dalam melaksanakan tahapan-tahapan proses klaim. Berkas klaim yang tidak lengkap akan berdampak pada jumlah berkas klaim yang disetujui dan tidak disetujui juga kecepatan dalam hal pengklaiman biaya. Klaim merupakan suatu permintaan dari salah satu atau dua pihak yang mempunyai ikatan agar haknya terpenuhi. Satu dari dua pihak yang mempunyai ikatan tersebut akan mengajukan klaim kepada pihak lainnya sesuai dengan perjanjian atau provisi polis yang disepakati bersama oleh kedua pihak tersebut (Ilyas, 2006). Klaim ditangguhkan penyelesaiannya bila persyaratan klaim belum lengkap dan memerlukan penyelesaian kedua belah pihak (Ilyas, 2003). Berbagai masalah dalam klaim salah satunya disebabkan oleh keterlambatan. Hal ini terjadi oleh kurangnya tenaga. Jumlah petugas yang tersedia tidak sebanding dengan beban kerja yang ada (Ramli, 1999). Penyebab ketidaklengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas disebabkan beban kerja terlalu besar, sistem informasi dan sistem administrasi yang kurang memadai serta kurangnya disiplin sumber daya manusia (Tuti, 2010). Mahesa (2009), melaporkan bahwa terdapat satu klaim yang bermasalah terhadap Gakin dan SKTM pelayanan rawat inap karena tidak sesuai dengan pelayanan yang dijamin. Hal ini disebabkan karena pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan prosedur. Selanjutnya, klaim bermasalah berdasarkan batas biaya paling banyak disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan surat persetujuan Dinas Kesehatan lainnya yang terdiri dari persetujuan obat, tanggungan jaminan
7
perawatan, selisih di surat pernyataan, melewati batas tanggungan katastropik dan kelebihan tagihan pengobatan. Berikut adalah data jumlah berkas klaim pasien Jamkesmas rawat jalan dan rawat inap Jamkesmas yang ditolak oleh verifikator independen tahun 2011. Tabel 1. Berkas Klaim Pasien Jamkesmas Rawat Jalan yang Ditolak Tahun 2011 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
berkas yang diklaim 150 123 167 154 189 151 150 194 179 228 179 212 2.076
berkas yang ditolak 3 5 3 3 3 4 10 7 5 12 12 67
kerugian (Rp) 383.259 740.297 1.584.201 819.823 415.877 1.347.890 3.775.230 2.396.032 1.854.199 3.290.397 4.099.591 20.706.796
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat berkas klaim yang ditolak dan potensi kerugian untuk rawat jalan yang diajukan rumah sakit dan setelah dilakukan verifikasi oleh verifikator dari bulan Januari sampai bulan Desember 2011. Berkas klaim yang ditolak 3,2% dari total berkas klaim rawat jalan Jamkesmas dan potensi kerugian Rp. 20.706.796,-
8
Tabel 2. Berkas Klaim Pasien Jamkesmas Rawat Inap yang Ditolak Tahun 2011 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
berkas yang diklaim 65 60 79 48 70 65 90 81 110 115 95 133 1.011
berkas yang ditolak 9 3 2 0 0 1 1 4 5 3 9 7 44
kerugian (Rp) 13.138.372 3.618.302 2.497.674 3.316.227 1.417.737 6.889.071 9.712.725 4.954.545 14.640.010 7.815.470 68.000.133
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat berkas klaim yang ditolak dan potensi kerugian untuk rawat Inap yang diajukan rumah sakit dan setelah dilakukan verifikasi oleh verifikator dari bulan Januari sampai bulan Desember 2011. Berkas klaim yang ditolak 4,4% dari total berkas klaim rawat inap Jamkesmas dan potensi kerugian Rp. 68.000.133,-. Ketidaklengkapan berkas klaim tersebut sebagian besar disebabkan karena ketidaklengkapan pengisian rekam medis/berkas klaim. Berkas yang tidak lengkap membutuhkan waktu cukup lama untuk melengkapinya dan berpengaruh pada keterlambatan klaim sehingga sangat berdampak terhadap manajemen rumah sakit seperti : 1) aspek financial (keuangan), rumah sakit dirugikan karena terganggunya arus kas (cash flow) keuangan rumah sakit, 2) rumah sakit mendapat kesulitan untuk membayar pengadaan bahan medis habis pakai, obat-obatan dan lain-lain yang sifatnya tidak bisa ditunda dan terus menerus kepada pihak ke tiga, 3) keterlambatan pembagian jasa pelayanan kepada PPK dan akan berdampak pada kepuasan PPK dalam memberikan pelayanan kepada pasien dan dapat menimbulkan pelayanan
9
terhadap pasien menjadi kurang bermutu sehingga tingkat kepuasan pasien dapat menurun (Depkes, 2011). Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas. Dengan demikian, pihak rumah sakit akan mendapatkan bahan masukan / data dari hasil penelitian ini nantinya untuk perbaikan ke dalam dan ketidaklengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas tidak terjadi lagi, sehingga potensi kerugian terhadap rumah sakit dapat dihindari serta mutu pelayanan akan membaik.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum : Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas di RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan. 2. Tujuan khusus : a. Melakukan identifikasi berkas klaim pasien Jamkesmas yang tidak lengkap. b. Mengetahui pengaruh faktor beban kerja petugas administrasi klaim terhadap kelengkapan berkas klaim. c. Mengetahui pengaruh faktor kinerja petugas koding terhadap kelengkapan berkas klaim. d. Mengetahui pengaruh faktor pengetahuan dokter terhadap kelengkapan berkas klaim. e. Mengetahui pengaruh faktor beban kerja dokter terhadap kelengkapan berkas klaim.
10
f. Mengetahui pengaruh faktor regulasi terhadap kelengkapan berkas klaim.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut : 1.
Bagi rumah sakit, dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan berkas klaim pasien Jamkesmas.
2.
Bagi pemerintah pusat/daerah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu tambahan informasi dalam pelaksanaan klaim Jamkesmas di rumah sakit. E. Keaslian Penelitian
Penelitian Tuti (2010) tentang evaluasi dokumen klaim yang tidak lengkap dan dokumen klaim tidak sesuai ketentuan pada pasien Jamkesmas , sehingga sering terjadi penundaan klaim di RSUD. Dr. Zainoel Abidin Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian Tuti mengidentifikasi proporsi dokumen klaim yang tidak lengkap dan tidak sesuai, hambatan yang menyebabkan dokumen tidak lengkap dan tidak sesuai serta potensi kerugian. Persamaan dengan penelitian ini adalah unit analisis kelengkapan berkas klaim. Perbedaan dengan penelitian Tuti pada variabel yang diteliti yaitu tidak sampai menghitung potensi kerugian.