BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Isu pemakaian zat aditif pada makanan menjadi perhatian serius bagi masyarakat barubaru ini. Zat aditif atau tambahan makanan adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama proses pengolahan, penyimpanan, ata pengepakan makanan1. Biasanya zat tambahan yang digunakan oleh masyarakat kita adalah gula, cabe, merica, garam, dll. Seiring perkembangan zaman, penggunaan senyawa-senyawa kimia menjadi lebih familiar pada pengolahan makanan seperti Monosodium Glutamat (MSG) yang terdapat pada beberapa merk bumbu penyedap instan. Ternyata pemakaian MSG tidak cukup oleh beberapa oknum pedagang nakal untuk mencari keuntungan berlapis. Mereka bahkan menambahkan senyawasenyawa kimia yang tidak boleh ada didalam makanan. Boraks adalah salah satu zat tambahan yang sering digunakan saat ini. Boraks adalah senyawa berbentuk kristal putih tidak berbau dan stabil pada suhu ruangan. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O). Jika larut dalam air akan menjadi hidroksida dan asam borat (H3BO3)2. Boraks atau asam boraks biasanya digunakan untuk bahan pembuat deterjen dan antiseptik, pembasmi kecoak dan mengurangi kesadahan air3 . Mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks tidak berakibat buruk secara langsung, tetapi boraks akan menumpuk sedikit demi sedikit karena diserap dalam tubuh konsumen secara kumulatif3. Gejala keracunan Boraks adalah pusing, kejang, kram, muntah,kolaps5. Larangan pemakaian Boraks sebagai senyawa aditif pada makanan sudah diatur oleh PERMENKES RI NO.1168 /MENKES/ PER / X / 1999 menyatakan bahwa salah satu BTM yang dilarang pemakaiannya adalah Boraks4.
1
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/
2
Ibid
3
http://www.bapelkescikarang.or.id
4
Ibid
1
Meskipun sudah dilarang dengan tegas tentang pemakaian Boraks sebagai zat aditif pada makanan, tetapi keberadaan Boraks masih ditemukan dalam jajanan favorit seperti bakso, mie, lontong dan kerupuk. Berdasarkan hasil penelitian dari Jansen Silalahi dkk pada tahun 2010 diketahui bahwa terdapat 80% sampel bakso yang ada di kota medan mengandung boraks. Hal ini cukup memberikan peringatan kepada kita tentang mudahnya pemakaian boraks, apalagi mengingat jarak medan dan Sumatera Barat tidak teralu jauh. Penambahan Boraks pada bakso akan memberikan efek kenyal dan tahan lama. Identifikasi Boraks dalam sampel makanan dapat dideteksi secara kualitatif,seperti tahan lama dan awet beberapa hari, warnanya tampak lebih putih, bakso yang aman berwarna abuabu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun tengah, bau terasa tidak alami dan bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel5. Salah satu metode pemeriksaan kualitatif boraks yang sederhana adalah
dilakukan
dengan mendestruksi boraks dan turunannya di dalam makanan kemudian diidentifikasi dengan reaksi nyala menggunakan asam sulfat. Pemeriksaan sampel dengan cara tersebut masih membutuhkan waktu yang lama dan menggunakan alat tanur yang mahal. Agar boraks dapat diidentifikasi dengan mudah oleh seluruh lapisan masyarakat perlu dikembangkan suatu metode identifikasi sampel secara singkat tanpa destruksi. Identifikasi boraks dengan menggunakan kertas kurkumin adalah metode yang dianggap paling sederhana. Kertas kurkumin dibuat dengan melarutkan kertas saring didalam ekstrak kurkumin yang diperoleh dari perasan kunyit.
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah Bakso merupakan jajanan populer bagi masyarakat, terutama di Batusangkar. Konsumen bakso meliputi berbagai usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Bakso juga divariasikan dalam berbagai bentuk jajanan seperti Miso (Mi dan Bakso), Bakso bakar, hingga Bakso tusuk (cilok). Penambahan boraks dalam bakso seperti yang sudah dilaporkan oleh berbagai media menjadi kekhawatiran tersendiri mengingat bakso adalah makanan favorit hapir semua orang. Oleh karena itu peneliti sangat tertarik untuk mengidentifikasi kandungan boraks dalam sampel bakso tersebut. Adapun yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah marak nya pemakaian boraks sebagai bahan tambahan dalam makanan sehingga dicurigai jajanan bakso yang ada di kota 5
Ibid
2
Batusangkar juga sudah ditambahkan dengan bahan ini. Oleh karena itu perlu untuk mendeteksian kadar boraks dalam sampel bakso.
C. Sasaran dan Tujuan Penelitian Sasaran dari penelitian ini adalah mengidentifikasi boraks dalam sampel bakso yang ada di kota Batusangkar dengan tujuan khusus yang hendak dicapai adalah: 1. Melakukan analisa kualitatif boraks dalam sampel bakso dengan menggunakan metode uji nyala dan uji warna 2. Mengetahui konsentrasi boraks dalam sampel.
D. Definisi Operasional 1. Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat (NaB4O7 10 H2O). 2. Boraks digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, keramik antiseptik dan juga digunakan sebagai pembasmi kecoak sehingga tidak boleh ada didalam bahan makanan. 3. Larangan tentang penambahan boraks dalam makanan diatur oleh PERMENKES RI NO.1168 /MENKES/ PER / X / 1999 menyatakan bahwa salah satu BTM yang dilarang pemakaiannya adalah Boraks. 4. Metode pemeriksaan kualitatif boraks yang sederhana adalah
dilakukan dengan
mendestruksi boraks dan turunannya di dalam makanan kemudian diidentifikasi dengan reaksi nyala menggunakan asam sulfat. 5. Kertas kurkumin adalah kertas indikator yang dibuat dengan cara melarutkan kertas saring kedalam ekstrak kurkumin yang diperoleh dari perasan kunyit.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Zat Aditif Makanan Zat aditif makanan adalah semua bahan yang ditambahkan ke dalam makanan selama proses pengolahan, penyimpanan, atau pegepakan makanan6. Zat aditif makanan dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu7: 1. Zat aditif alami Zat aditif alami merupakan bahan tambahan yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan yang dikonsumsi manusia. Contohnya: kunyit, lengkuas, daun pandan, daun seledri, dan lain-lain. 2. Zat aditif buatan Zat aditif buatan merupakan bahan tambahan hasil olahan manusia. Zat aditif buatan digunakan karena bahan alami sudah mulai berkurang dan sukar untuk dikembangkan. Contohnya: vetsin, sakarin, tartrazine. Diliteratur yang lain mengganti istilah zat aditif makanan dengan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan8. BTP ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. BTP pada umumnya merupakan bahan kimia yang telah diteliti dan diuji lama sesuai dengan kaidah – kaidah ilmiah yang ada. Pemerintah telah mengeluarkan aturan-aturan pemakaian BTP secara optimal. Dalam kehidupan sehari-hari BTP sudah digunakan secara umum oleh masyarakat. Kenyataannya masih banyak produsen makanan yang menggunakan bahan tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Efek dari bahan tambahan beracun tidak dapat langsung dirasakan, 6
Jansen, Pemeriksaan Boraks dalam Bakso di Medan, 2010
7
Ibid
8
Ibid
4
tetapi secara perlahan dan pasti dapat menyebabkan sakit. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau BTP yang melebihi batas akan membehayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Karena itu produsen pangan perlu mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai penggunaan BTP. B. Boraks Boras memiliki beberapa sifat kimia, diantaranya9: Rumus Molekul
: Na2B4O7.10H2O
Nama Kimia
: Natrium Tetra Borat
Berat Molekul
: 381,37
Berat Jenis
: 1,68 – 1,72
Titik didih
: 75° C
Boraks merupakan senyawa kimia yang mengandung unsur Boron (B). Boraks merupakan kristal lunak tidak bewarna, terjadi dalam suatu deposit hasil penguapan Hot Spring (pincuran air panas) atau danau garam. Beberapa jenis boraks jarang ditemui, dan terjadi pada beberapa daerah tertentu saja. Nevrianto (1991) dalam Indra Tubagus (2013) menyebutkan bahwa Boraks dinyatakan dapat mengganggu keseahatan bila digunakan dalam makanan, misalnya mie, bakso, kerupuk. Efek negatif yang ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Jika tertelan boraks dapat mengakibatkan efek pada susunan syaraf pusat, ginjal dan hati. Konsentrasi tertinggi dicapai selama ekskresi. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk dewasa 15-20 g dan untuk anak-anak 3-6 g.
9
Ibid
5
C. Kurkumin Salah satu metode yang dianggap sederhana untuk identifikasi boraks dalam makanan adalah dengan menggunakan kertas kurkumin. Kertas kurkumin diperoleh dengan mencelupkan kertas saring kedalam larutan kurkumin . Larutan kurkumin diperoleh dari Kunyit. Ada beberapa sifat kimia dari kurkumin, diantaranya10: Nama Kimia
: 1,7 – bis- ( 4 – hydroxil – 3 – methoxyphenyl) – 1,6 – diene –
3,5- dione Rumus molekul
: C21H20O6
Berat Molekul
: 368,39
Titik leleh
: 179° C – 182° C
Kurkumin merupakan zat warna alam yang biasanya digunakan untuk pewarna makanan dan kosmetik juga sebagai penunjuk boraks. Sebagai indikator boraks, kurkumin akan bereaksi dengan asam boraks sehingga membentuk kompleks kelat rosasianin yang bewarna merah11. Kurkumin hanya bereaksi dengan asam boraks, oleh karena itu dalam pengerjaannya sampel makanan harus dibuat dalam suasana asam.
D. Metode Analisa Boraks Metode analisa kualitatif asam borat dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: 12 1. Penambahan asam sulfat pekat dengan bantuan panas. Ketika dipanaskan, asap putih asam borat dilepaskan. Reaksi 2. Uji nyala api. Uji nyala api dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan alkohol. Alkohol akan terbakar dengan nyala hijau disebabkan karena terbentuk etil borat atau metil borat.
10
http://www.bapelkescikarang.or.id
11
Ibid
12
Ibid
6
3. Uji kertas kunyit atau tumerik. Menggunakan sehelai kertas kunyit yang dicelup kedalam larutan borat yang sudah diasamkan dengan asam klorida encer kemudian dikeringkan. Warna kertas tumerik akan berubah dari kuning menjadi merah atau hijau biru gelap setelah ditambah amonia encer. 4. Menggunakan Natrium Karbonat dengan penambahan asam klorida dengan bantuan pemanasan akan mengidentifikasi boraks dengan perubahan warna residu dari merah ceri menjadi hijau kehitaman.
7
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposive pada penjual bakso yang ada di wilayah Lima Kaum, Dobok, Parak Juar, Pasar Batusangkar dan Pedagang keliling. Sampel diambil masing- masing sebanyak 10 buah di setiap lokasi. Penelitian analisis dilakukan di Laboratorium IPA STAIN Batusangkar. Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2014. 3.2 Sampel Sampel yang diambil adalah sampel bakso dari penjual MISO (Mi dan Bakso), penjual bakso Bakar dan Bakso Tusuk yang ada di kecamatan Lima Kaum Batusangkar meliputi 4 nagari yang sudah diterangkan diatas, dengan rincian sebagai berikut: 1. Penjual MISO (mi dan bakso) di wilayah Dobok, Lima kaum, Parak Juar. 2. Penjual miso keliling yang berjualan di pasar Batusangkar dan sekitarnya 3. Penjual Bakso Tusuk yang berjualan di Nagari Lima Kaum 3.3 Prosedur Penelitian Alat-alat yang digunakan adalah: seperangkat alat kimia, timbangan listrik, kertas saring, Bahan yang digunakan adalah: Boraks proanalisa (merck), kurkumin proanalisa (Merck), Asam asetat pekat, alkohol 96%, asam oksalat, aquades, sampel bakso. 3.4 Cara Kerja a. Metode Uji Nyala Menurut Roth (1988) di Indra Tubagus,dkk (2013), metode uji nyala pada boraks adalah (1) sampel ditimbang sebanyak 10 g dan dipotong-potong kecil lalu di oven pada suhu 120° C selama 6 jam; (2) Kemudian sampel dimasukkan kedalam cawan porselin; (3) Dimasukkan kedalam tanur dan dipijarkan pada suhu 800°C Sisa pemijaran ditambahkan 1-2 tetes asam sulfat pekat dan 5-6 tetes metanol;(4)Kemudian dibakar; (5) Bila timbul nyala hijau, maka 8
menandakan adanya boraks. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemijaran didalam tanur karena ketidak tersediaan alat.
b. Metode Uji warna dengan kertas tumerik Metode uji warna menurut Depkes(1993) adalah (1) Kurang lebih 10 g sampel di gerus masukkan ke kurs porselin; (2) Ditambahkan 10 ml natrium karbonat 10%, aduk rata; (3) Diuapkan diatas penangas air sampai mengering; (4) Dimasukkan ke dalam tanur dan dipijarkan pada suhu 550°C sampai pengabuan sempurna; (5) Setelah dingin dtambahkan 10 ml air panas. Panaskan. Ditambahkan HCl (1:1) sampai asam; (6) Disaring sampai didapat filtrat; (7) Celupkan kertas tumerik kedalam filtrat; (8) Jika bewarna merah, maka positif mengandung boraks.
c. Pembuatan Kertas Tumerik Pembuatan Kertas tumerik menurut Jansen, dkk ( 2006) adalah (1) Timbang 125 mg kurkumin; (2)Masukkan kedalam labu ukur 100 ml dan larutkan dengan menggunakan asam asetat sampai tanda batas. Larutan ini disebut dengan larutan kurkumin. Siapkan kertas saring dengan merk Wheatman; (3) Celupkan kertas saring tersebut kedalam larutan kurkumin yang sudah dibuat sampai merata diseluruh permukaan kertas saring; (4) Kering angin kan selama 24 jam. Kertas tumerik siap digunakan.
Identifikasi boraks dibatasi pada uji nyala dan uji warna. Identifikasi boraks tidak dilakukan secara kualitatif karena tidak diperoleh nya natrium boraks sehingga menentukan panjang gelombang unsur tersebut.
9
kesulitan dalam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 5 lokasi di kota Batusangkar. Sampel yang diambil berupa bakso yang dibeli di tempat penjualan Miso dan bakso dari pedagang bakso tusuk. Kode sampel dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kode sampel bakso di tiap lokasi No
Lokasi pengambilan
Nama usaha
Kode sampel
1
Parak Juar
Miso mas narno
SP 1
2
Pasar batusangkar
Miso Bakri
SP 2
3
Pasar batusangkar
Miso dari gerobak keliling
SP 3
4
Dobok
Miso Handayani
SP 4
5
Limo Kau
Bakso tusuk
SP 5
Pemeriksaan kualitatif boraks pada sampel bakso dilakukan secara Uji nyala dan Uji warna dengan kertas tumerik.
UJI NYALA Dari hasil pemeriksaan dengan metode uji nyala yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan akan terlihat bahwa semua sampel tidak mengandung boraks.
Tabel 2. Hasil analisis boraks dengan metode uji nyala Kode sampel
Pengamatan
Hasil I
II
III
SP 1
Nyala biru kekuningan
-
-
-
SP 2
Nyala biru kekuningan
-
-
-
SP 3
Nyala biru kekuningan
-
-
-
SP 4
Nyala biru kekuningan
-
-
-
10
SP 5
Nyala biru kekuningan
-
-
-
UJI WARNA DENGAN KERTAS TUMERIK Data hasil pemeriksaan dengan uji warna menggunakan kertas tumerik dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Hasil analisis boraks dengan uji warna kertas tumerik Kode sampel
Uji warna kertas tumerik
Hasil I
II
III
SP 1
Warna kuning
-
-
-
SP 2
Warna kuning
-
-
-
SP 3
Warna kuning
-
-
-
SP 4
Warna kuning
-
-
-
SP 5
Warna kuning
-
-
-
Keterangan: -
: Tidak terdeteksi boraks
Hasil uji kualitatif kedua metode tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada
boraks yang
terdeteksi pada sampel bakso yang diambil secara acak dikota Batusangkar. Pada penelitian tidak terdapat data kontrol positif karena sulitnya untuk mendapatkan di pasaran.Pengukuran secara kuantitatif juga tidak dilakukan karena tidak berfungsinya spektrofotometer UV/VIS di Lab. Biologi STAIN Batusangkar.
11
4.2
Pembahasan
Penelitian dilakukan karena isu pemakaian boraks sangat marak pada penjualan bakso. Penambahan boraks pada sampel bakso merupakan pelanggaran terhadap Permenkes RI No. 1168/Menkes/PerX/1999 tentang bahan pangan. Boraks dalam bahan pangan jika dikonsumsi dalam lambung akan berubah menjadi asam borat. Menurut Almatsier (2002), sel-sel lambung selama mencerna makanan akan akan mengeluarkan cairan yang terdiri dari campuran air, enzim dan Asam Klorida. Asam Klorida akan menguraikan borat menjadi asam borat. Reaksi nya adalah sebagai berikut: Na2B4O7 + 2 HCl + 5 H2O ͢ 2NaCl + 4H3BO3 Asam borat ini akan dicerna lebih lanjut, tetapi selama dicerna asam borat ini akan terakumulasi didalam organ-organ. Pada penelitian pengambilan sampel bakso dilakukan dengan cara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2013), Metode purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Sampling dilakukan
di kota Batusangkar. Pengambilan
dilakukan sebanyak 5 tempat dengan rincian sebagai berikut : penjual miso di parak juar, dobok, pasar batusangkar, penjual miso keliling dan penjual bakso tusuk. Penjual miso dari 3 lokasi tersebut dianggap mewakili penjual miso kota batusangkar karena penjual miso di lokasi yang berdekatan merupakan cabang dari penjual miso di ke tiga lokasi tersebut. Begitupun hal nya dengan miso keliling diambil satu sampel saja karena beberapa pedagang miso keliling mengambil bakso di tempat yang sama. Analisa boraks dengan menggunakan uji nyala dilakukan dengan mendestruksi boraks dan turunannya kemudian diidentifikasi dengan reaksi nyala menggunakan asam sulfat( Jansen, 2010). Warna nyala yang mengindikasikan adanya boraks adalah wana nyala hijau. Tetapi pada penelitian tidak teridentifikasi warna hijau melainkan warna biru kekuningan. Hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdeteksi boraks didalam sampel bakso. Akan tetapi, tidak terdeteksi nya boraks bisa saja disebabkan karena prosedur penelitian yang tidak sesuai dengan prosedur dari referensi yang sudah ada. Menurut Roth di dalam Tubagus, dkk (2013) sebelum pengujian nyala menggunakan larutan asam sulfat, sampel harus dimasukkan didalam tanur dengan suhu 800°C sampai terbentuk abu. Hal ini tidak dilakukan didalam penelitian ini. Pengabuan hanya dilakukan dengan cara konvensional yaitu menguapkan 12
sampel di atas bunsen sehingga tidak diperoleh pengabuan yang sempurna. Menurut Jansen (2010), pengabuan ini bertujuan untuk mendestruksi seluruh senyawa asam boraks serta menghilangkan ion-ion pengganggu yang ada didalam sampel sehingga ketika dilakukan identifikasi nyala hanya diperoleh ion boraks saja. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan prosedur yang sesuai agar bisa dipastikan ada atau tidak nya boraks didalam sampel. Hal yang sama juga ditemukan pada pengujian dengan metode uji warna. Tidak terdeteksinya boraks dengan metode ini kemungkinan juga disebabkan karena tidak dilakukan proses pengabuan sehinga pemisahan ion-ion dalam sampel bakso tidak sempurna. Akibatnya boraks tidak dapat terdeteksi. Dari hasil penelitian dapat juga diperoleh hipotesa bahwa boraks memang tidak ditambahkan lagi dalam pembuatan bakso karena untuk pembelian Natrium Boraks sudah sangat dibatasi. Pada penelitian juga tidak dilakukan pengontrolan positif kadar boraks dengan menggunakan senyawa boraks. Pengontrolan tidak dapat dilakukan karena peneliti tidak dapat melakukan pembelian Natrium Boraks terkait permasalahan pembelian senyawa tersebut hanya untuk instansi kesehatan saja. Penelitian yang sama oleh Indra Tubagus, dkk tentang pemeriksaan boraks dalam sampel bakso di Manado menunjukkan tidak terdeteksinya boraks dalam sampel bakso. Alasan yang sama mungkin juga dialami oleh Indra Tubagus, dkk bahwa destruksi natrium boraks belum sempurna sehingga tidak terbentuk asam boraks yang menyebabkan tidak terdeteksinya asam boraks.
13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya: 1. Analisa kualitatif pemeriksaan sampel bakso dengan menggunakan metode uji nyala diperoleh informasi bahwa boraks tidak teridentifikasi dalam sampel bakso 2. Analisa dengan metode uji warna menggunakan kertas tumerik diperoleh informasi bahwa boraks juga tidak teridentifikasi dalam sampel bakso. 5.2 Saran Setelah dilakukan penelitian, diperoleh beberapa saran diantaranya: 1. Sebaiknya
pengabuan
terhadap
sampel
dilakukan
secara
sempurna
agar
pendestruksian boraks dapat berjalan baik. 2. Penelitian sebaiknya dilanjutkan untuk analisa kuantitatif agar dapat dipastikan kadar boraks dalam sampel bakso yang ada di kota Batusangkar.
14
DAFTAR PUSTAKA
Adriana Wulan. Evaluasi Keamanan Pangan Bakso Cilok Ditinjau Dari Kandungan Boraknya Di Beberapa Sekolah Di Wilayah Semarang. Fakultas Pertanian UKS. Semarang. 2006 Anisyah Nasution. Analisa Kandungan Boraks pada Lontong di Kelurahan Padang Bulan, Medan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. 2009. Endrinaldi. Identifikasi dan Penetapan Kadar Boraks pada Mie Basah yang Beredar di Beberapa pasar Di Kota Padang. Fakultas Kedokteran; Padang.2006 Indra Tubagus, dkk. Identifikasi Penetapan Kadar Boraks Dalam Bakso Jajanan di Kota Manado. Pharmacon. Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT. Vol 2. No.4. 2010 Jansen Silalahi, dkk. Pemeriksaan Boraks di dalam Bakso di Medan. Maj Kedokt Indon. Vol 60 No.11.2012 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. 2013 Winarno, F.G, 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Press ; Jakarta. http://www.bapelkescikarang.or.id http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/
15
16